MENAKAR KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI TENGAH PANDEMI COVID- - PDFCOFFEE.COM (2025)

Accelerat ing t he world's research.

MENAKAR KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI TENGAH PANDEMI COVIDAgus Triyono Media Komunikasi dan Informasi di masa COVID-19:MBRIDGE PressGE

Cite this paper

Downloaded fromAcademia.edu

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers

Penguat an Modal Sosial Dalam Mit igasi COVID-19 (Chapt er 10) Nurhadi Nurhadi

Lima Dimensi Jurnalisme Krisis Covid-19 (Bab 17) GILANG D E S T I PARAHITA UPAYA MEMERANGI HOAX PADA MEDIA SOSIAL DI T ENGAH PANDEMI COVID-19 MELALUI PENDEKATAN … Aim Nuraiman

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1.

Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2.

Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3.

Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4.

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

Penulis : Soraya Fadhal, St. Tri Guntur Narwaya, Muhamad Sulhan, Agus Triyono, Muchammad Nasucha, M. Ghozali Moenawar, Betty Gama, Erwin Kartinawati, Kheyene Molekandella Boer, Ade Putranto Prasetyo Wijiharto Tunggali, Moh. Zuhdi, Lukman Hakim, Deavvy M.R.Y. Johassan, Narayana Mahendra Prastya, Nadia Wasta Utami, Udi Rusadi, Pipit Fitriyah, Ahmad Fatoni, Inadia Aristyavani, Besti Rohana Simbolon, Ridwan Setiawan Daradjat, Falimu, Rizaldi Parani, Kun Wazis, Pundra Rengga Andhita, Rr. Wuri Arenggoasih dan Ifadatul Khabibah, Sulvinajayanti, Rama Kertamukti, Bono Setyo, Diah Ajeng Purwani, Rocky Prasetyo Jati, Mira Herlina, Yoyoh Hereyah, Indiwan Seto Wahjuwibowo, Loina Lalolo Krina Perangin-angin, Dendy Riksandi, Dasrun Hidaya, Gayes Mahestu, Desliana Dwita, Ansar Suherman, Suyono, Deardra Nurriel, Pulung Setiosuci Perbawani, Fadjarini Sulistyowati, Agus Hermanto, Aminah Swarnawati, Lidya Wati Evelina, Mulharnetti Syas, Lalita Hanief, Dr. Ni Made Ras Amanda Gelgel, Zainuddin Muda Z. Monggilo, Sika Nur Indah, Elok Perwirawati, Hadi Purnama, Monika Teguh, Ni Nyoman Ayu Sari Utami Dewi, Erwan Sudiwijaya, Nunik Hariyani, Stefanus Bayu Yubillianto, Indiwan Seto Wahjuwibowo. Editor : Nurudin, Didik Haryadi Santoso, Fajar Junaedi

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19 © Penulis Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Rights Reserved 620 hal (x +610 hal), 15 cm x 23 cm Cetakan Pertama, Agustus 2020 ISBN: 978-623-6615-05-8 Penulis : Soraya Fadhal, St. Tri Guntur Narwaya, Muhamad Sulhan, Agus Triyono, Muchammad Nasucha, M. Ghozali Moenawar, Betty Gama, Erwin Kartinawati, Kheyene Molekandella Boer, Ade Putranto Prasetyo Wijiharto Tunggali, Moh. Zuhdi, Lukman Hakim, Deavvy M.R.Y. Johassan, Narayana Mahendra Prastya, Nadia Wasta Utami, Udi Rusadi, Pipit Fitriyah, Ahmad Fatoni, Inadia Aristyavani, Besti Rohana Simbolon, Ridwan Setiawan Daradjat, Falimu, Rizaldi Parani, Kun Wazis, Pundra Rengga Andhita, Rr. Wuri Arenggoasih dan Ifadatul Khabibah, Sulvinajayanti, Rama Kertamukti, Bono Setyo, Diah Ajeng Purwani, Rocky Prasetyo Jati, Mira Herlina, Yoyoh Hereyah, Indiwan Seto Wahjuwibowo, Loina Lalolo Krina Perangin-angin, Dendy Riksandi, Dasrun Hidaya, Gayes Mahestu, Desliana Dwita, Ansar Suherman, Suyono, Deardra Nurriel, Pulung Setiosuci Perbawani, Fadjarini Sulistyowati, Agus Hermanto, Aminah Swarnawati, Lidya Wati Evelina, Mulharnetti Syas, Lalita Hanief, Dr. Ni Made Ras Amanda Gelgel, Zainuddin Muda Z. Monggilo, Sika Nur Indah, Elok Perwirawati, Hadi Purnama, Monika Teguh, Ni Nyoman Ayu Sari Utami Dewi, Erwan Sudiwijaya, Nunik Hariyani, Stefanus Bayu Yubillianto, Indiwan Seto Wahjuwibowo. Editor : Nurudin, Didik Haryadi Santoso, Fajar Junaedi Perancang Sampul : Nasrul Nasikh Tata letak Ibnu T.W Penerbit:

:

PERSOALAN KOMUNIKASI DALAM PANDEMI COVID-19

Pandemi Covid-19 telah menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi bencana. Ketidaksiapan ini ditandai dengan ambruknya tata kelola yang digunakan dalam penanganan wabah mematikan ini. Tentu saja, tata kelola yang paling banyak disorot adalah tata kelola kesehatan. Ketika ancaman pandemi membayangi, pejabat pemerintah cenderung menyepelekan dan “denial”. Hal ini bisa dilihat berbagai pernyataan pejabat pemerintah, seperti menteri kesehatan Terawan Agus Putranto dan wakil presiden Ma’ruf Amien. Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menunjukan daftar para pejabat pemerintah yang mengeluarkan sejumlah blunder pernyataan selama pandemi Covid-19. Lembaga riset ini merilis temuannya pada tanggal 6 April 2020. Rilis dar LP3ES menunjukan ada tiga uluh tujuh pernyataan pejabat pemerintah yang dinilai blunder. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, Terawan yang mengatakan kita “enjoy” saja. Menteri kesehatan ini berkata, “Dari 1,4 miliar penduduk sana, yang paling 2.000-an, 2.000 dari 1,4 miliar itu kan kayak apa karena itu pencegahannya jangan panik, jangan resah, enjoy aja, makan yang cukup.” Kedua, penolakan Terawan soal penelitian Universitas Harvard tentang permodelan kemungkinan masuknya Covid-19 ke Indonesia. “Itu namanya menghina wong peralatan kita kemarin di-fixed-kan dengan duta besar Amerika Serikat kita menggunakan kit dari Amerika. Ketiga, pernyataan Ma’ruf Amin yang menyebutkan demikian, “Tiap subuh banyak Kyai dan ulama yang selalu membaca doa qunut, saya juga begitu, baca Qunut, Ya Allah jauhkan lah bala banawa dan wabah wabah penyakit maka Corona nya menyingkir dari Indonesia mudah-mudahan terus dijaga.” Selain ketiga pernyataan di atas masih ada tiga puluh empat pernyataan lain dari para pejabat. Meremehkan bahaya Covid-19 akhirnya harus dibayar mahal. Presiden Jokowi akhirnya Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

|v

mengumumkan secara resmi tentang kasus terinfeksi Covid-19 pada tanggal 2 Maret 2020. Pemerintah mengalihfungsikan Wisma Atlet Kemayoran di DKI Jakarta. Kebijakan social distancing(jaga jarak) di tengah masyarakat juga diberlakukan dengan mengeluarkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Kampanye sosial dilakukan oleh pemerintah mengubah perilaku masyarakat agar menaati protokol kesehatan, diantaranya untuk menjaga jarak. Himbauan untuk mengenakan masker juga digencarkan dengan melalui berbagai iklan layanan masyarakat di berbagai media. Kepanikan terjadi di bulan April sampai dengan Mei. Masyarakat memberlakukan lock down lokal dengan menutup akses jalan dan gang di perkampungan dan pedesaan, sebuah kebijakan yang sebenarnya tidak dipilih oleh pemerintah. Pemerintah lebih memilih PSBB daripada lock down, namun faktanya masyarakat justru berinisiatif membuat kebijakan ini. Mereka mendapatkan istilah lock down dari berbagai media yang memberitakan pandemi. Hal ini menunjukan bahwa tata kelola komunikasi seharusnya menjadi perhatian yang serius. Kebijakan komunikasi yang dilakukan pemerintah seharusnya memperhatikan beragam aspek, terutama berkaitan dengan bagaimana menyampaikan kebijakan penanganan pandemi Covid-19 kepada masyarakat. Lebih khusus lagi adalah tata kelola dalam menyampaikan informasi tentang protokol kesehatan. Pertimbangan bentuk penyampaian, media untuk menyampaikan informasi, dan pertimbangan perilaku audiens dalam bermedia seharusnya menjadi beberapa hal yang harus diperhatikan. Di sinilah akademisi Ilmu Komunikasi dituntut kontribusinya. Melalui penerbitan buku ini, Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikas (ASPIKOM) berkontribusi dalam gagasan tentang aspek komunikasi dalam penanganan pandemi Covid-19. Berbagai kajian dan gagasan bernas dalam buku ini layak untuk menjadi pertimbangan dalam tata kelola komunikasi di masa depan. Selamat membaca. Yogyakarta, Agustus 2020 Editor

Komunikasi dan Informasi vi | Media, di Masa Pandemi Covid-19

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................v DAFTAR ISI .............................................................................................. vii Komunikasi Publik di Tengah Krisis: Tinjauan Komunikasi Pemerintah dalam Tanggap Darurat Pandemi Covid-19 Soraya Fadhal ................................................................................................1 Pandemi, Distorsi Komunikasi dan Narasi ‘Hantu Komunis’ St. Tri Guntur Narwaya..............................................................................26 Pupusnya Nilai Deliberatif dalam Keterbukaan Informasi Publik Penanganan Pandemi Covid-19 Muhamad Sulhan .......................................................................................41 Menakar Keterbukaan Informasi Publik di Tengah Pandemi Covid-19 Agus Triyono ................................................................................................59 Covid-19, Asimetri dan Keterbukaan Informasi Publik Muchammad Nasucha, dan M. Ghozali Moenawar ..............................74 Keterbukaan Informasi Pada Masa Pandemi Covid-19 Betty Gama, Erwin Kartinawati................................................................94 Kematangan Informasi, Mampukah Membantu Menekan Penularan Covid-19? Kheyene Molekandella Boer .................................................................... 102 Konsep Keterbukaan Informasi-Komunikasi: Pendekatan Responsif Bukan Reaktif, Sebuah Orkestrasi Ade Putranto Prasetyo Wijiharto Tunggali ........................................... 111 Menyoal Narasi Komunikasi Publik Terkait Covid-19 pada Akun Twitter Presiden Joko Widodo dalam Paradigma Naratif Walter Fisher Moh. Zuhdi ............................................................................................... 119 Korona dan Problem Komunikasi yang Melingkupinya Lukman Hakim ........................................................................................ 132 Komunikasi di Masa Pandemi (Kajian Teori Paradigma Naratif Walter Fisher) Deavvy M.R.Y. Johassan .......................................................................... 144 Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| vii

Analisis Pesan Komunikasi Krisis Kementerian Agama RI di Masa Pandemi Covid-19 (Kasus Pembatalan Pemberangkatan Jamaah Haji Indonesia) Narayana Mahendra Prastya Dan Nadia Wasta Utami ..................... 154 Bising Politik dalam Komunikasi Mengatasi Pandemi Covid-19 Udi Rusadi ................................................................................................ 168 Communication and Network Krisis Badan Penanggulan Bencana Indonesia pada Era Transisi Covid-19 di Twitter Pipit Fitriyah, dan Ahmad Fatoni ......................................................... 180 Government Communication dan Komunikasi Resiko Inadia Aristyavani ................................................................................... 196 Komunikasi Krisis Pemerintah Era Pandemi Covid-19 di Media Massa Besti Rohana Simbolon ............................................................................ 211 Komunikasi New Normal Masa Pandemi Covid-19 Ridwan Setiawan Daradjat ..................................................................... 222 Komunikasi Pemerintah dalam Keputusan Social Distancing Falimu ....................................................................................................... 232 Komunikasi Pemerintah, Transparansi, dan Trust sebagai Modal Sosial Menghadapi Pandemi Covid-19 Rizaldi Parani ........................................................................................... 239 Komunikasi Pesantren Melawan Pandemi Covid-19 saat New Normal Kun Wazis ................................................................................................. 253 Penerapan CERC Model dalam Krisis Komunikasi Pundra Rengga Andhita .......................................................................... 265 Peran Pemerintah sebagai Aktor dalam Jaringan Komunikasi pada Pemberitaan Di Masa Pandemi Covid19 Rr. Wuri Arenggoasih Dan Ifadatul Khabibah .................................... 275 Covid-19 dalam Kacamata Komunikasi Krisis Sulvinajayanti ........................................................................................... 291 Analisa Karakteristik Unggahan Instagram #Untiltomorrow pada Masa Pandemi Covid 19 Rama Kertamukti, Bono Setyo, Diah Ajeng Purwani .......................... 303 Dimensi Media Hiperlokal Infotangerang.co.id pada Pemberitaan Covid-19 Rocky Prasetyo Jati, Dan Mira Herlina ................................................. 317 Komunikasi dan Informasi viii | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Framing Berita Pemindahan Ibu Kota Negara di Era Pandemi Covid-19 Yoyoh Hereyah, Dan Indiwan Seto Wahjuwibowo ............................... 330 Infodemik Covid-19 dalam Ruang Komunitas Virtual Loina Lalolo Krina Perangin-Angin ....................................................... 351 Instagram Media Informasi Publik Workout From Home di Tengah Pandemi Covid-19 Dendy Riksandi, Dasrun Hidayat .......................................................... 364 Konsumsi Hoax di Era Pandemic Gayes Mahestu.......................................................................................... 376 Konsumsi Media Penderita OCD Desliana Dwita ......................................................................................... 385 Media Sosial dan Pembangunan Komunikasi Krisis-Inklusif Ansar Suherman ...................................................................................... 393 New Normal dan Irasionalitas Media Sosial Suyono ....................................................................................................... 403 Media Sosial dan Proses Kuantifikasi Diri pada Masa Pandemi Covid-19 Deardra Nurriel dan Pulung Setiosuci Perbawani ............................... 415 Program Acara Belajar dari Rumah: Peran TVRI sebagai Media Publik di Masa Pandemi Covid-19 Fadjarini Sulistyowati .............................................................................. 426 Social Distancing dalam Pesan Iklan TV Layanan Masyarakat ANTV Agus Hermanto dan Aminah Swarnawati ............................................ 438 Virtual Photo Shoot Budaya Populer Di Tengah Pandemic Covid-19 Lidya Wati Evelina ................................................................................... 450 Etika Jurnalistik dalam Pemberitaan tentang Covid-19 Mulharnetti Syas ...................................................................................... 460 Etika Jurnalistik Pemberitaan Covid-19 pada Citizen Journalism Akun Instagram Wargabanua Lalita Hanief ............................................................................................. 472 Jurnalis dan Media Lokal Bertahan Hidup dalam Hantaman Covid-19 Dr. Ni Made Ras Amanda Gelgel

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| ix

Jurnalis Indonesia di Masa Pandemi Covid-19: Kisah Profesi dan Catatan Harapan Zainuddin Muda Z. Monggilo ................................................................ 495 Menelisik Kerja dan Etika Wartawan di Masa Covid-19 Sika Nur Indah ......................................................................................... 514 Opini Publik tentang Peran Media Sosial dan Komunikasi Kedermawanan di Era Pandemi Covid-19 Elok Perwirawati ...................................................................................... 528 Pertarungan Opini di Tengah Infodemik: Strategi Melawan Hoaks Seputar Covid-19 Hadi Purnama.......................................................................................... 538 Komik Kita Si Binsa Sebagai Alat Komunikasi TNI pada Masa Pandemi Covid-19 Monika Teguh, Ni Nyoman Ayu Sari Utami Dewi ............................... 549 Membangun Relasi Brand di Masa Pendemi Erwan Sudiwijaya ................................................................................... 562 Pemilihan Media “Conversation” Pemasaran Produk Era Pandemi Nunik Hariyani ........................................................................................ 571 Representasi Citra Garuda Indonesia di Masa Covid-19 (Studi Semiotika Roland Barthes pada Korporat Garuda Indonesia) Stefanus Bayu Yubillianto dan Indiwan Seto Wahjuwibowo ............... 577 BIODATA PENULIS.............................................................................. 589

Komunikasi dan Informasi x | Media, di Masa Pandemi Covid-19

KOMUNIKASI PUBLIK DI TENGAH KRISIS: TINJAUAN KOMUNIKASI PEMERINTAH DALAM TANGGAP DARURAT PANDEMI COVID-19 Oleh Soraya Fadhal

Pendahuluan Tulisan ini membahas komunikasi publik pemerintah di tiga bulan awal masa tanggap darurat penanganan krisis pandemi Covid-19 di Indonesia. Covid-19 adalah penyakit menular yang bermula di Wuhan, Cina, Desember 2019, dan disebabkan virus corona. World Health Organization (WHO), Maret 2020, menyatakan Covid-19 menjadi pandemi di seluruh dunia. Gejala Covid-19 antara lain; demam, batuk, sesak nafas, diare, sakit tenggorokan, kehilangan indera rasa, ruam kulit (WHO-Indonesia, 2020). Virus ini mengakibatkan kematian dengan cepat. Berjuta orang terjangkiti di seluruh dunia. Pemerintah merespon situasi ini dengan mengeluarkan Keputusan Presidan (Keppres) mengenai penanganan Covid-19 (Tambun, 2020). Sikap pemerintah dalam penanganan Covid-19 di tiga bulan awal pandemi, menghadapi kritik di ruang publik media, termasuk kritik internasional (Nana, 2020). Pernyataan pemerintah atas ketiadaan kasus, dianulir oleh Presiden Jokowi saat mengumumkan kasus pertama pasien positif Covid-19 di Indonesia, 2/3/2020, di Jakarta (Nuraini, 2020). Namun ketidakpercayaan publik kepada pemerintah sudah terlanjur hadir. Pandemi adalah kondisi yang luar biasa, maka penanganannya juga harus luar biasa. Ketika negara lain sudah “full alert” menanggapi wabah Covid-19 ini, pemerintah sempat terlihat kurang serius dan tidak siap ketika situasi tereskalasi sedemikian cepat (ABC Australia, 2020). Bahkan di awal penanganan pandemi, terjadi perbedaan data pasien Covid-19, antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan pemerintah, dimana IDI meminta pemerintah untuk bersikap transparan (ANTARA, 2020). CNN Indonesia.com menyajikan tulisan tanggapan dunia internasional atas penanganan Pandemi COVID-19 di Indonesia. Pemerintah dan media Australia misalnya, melayangkan kritik keras Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

|1

terhadap kurangnya kesiagaan, kewaspadaan, kepekaan Pemerintah Indonesia atas penanganan pandemi. Sejak Australia mengumumkan kasus pertama Covid-19 (25 Januari 2020), pemerintah bersikeras tidak ada kasus pasien positif sepanjang Januari-Februari 2020 di Indonesia. Australia menilai Indonesia seharusnya mengkhawatirkan perkembangan pandemi yang tidak terdeteksi. James Massola, kontributor media dalam artikel berjudul ‘The World’s Next Coronavirus Hotspot Is Emerging Next Door’, memaparkan perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia disebut di bawah radar, karena hanya dalam 8 hari Indonesia merekam lebih dari 1.000 kasus baru setiap hari. Massola mengutip data Worldometre yang menyebutkan Indonesia dalam kondisi mengkhawatirkan sebab rasio tes Covid-19 rendah dan jumlah kematian tinggi (CNN Indonesia.com. (a)., 2020). Pemerintah dinilai lamban, kurang memperhitungkan dampak wabah sejak awal. Kesan saling lempar antar lembaga pemerintah juga terasa di awal Pandemi. Kepala daerah cenderung bertindak sendiri dan memunculkan kesan ketidakseragaman Pusat-Daerah. Pemerintah Pusat yang seharusnya preventif, justru mengambil tindakan yang dinilai tidak responsif. Misalnya lamban dalam menutup akses masukkeluar Indonesia, serta memberikan stimulus di bidang pariwisata guna menarik masuknya wisatawan asing. Akibatnya Pemerintah Daerah (Pemda) mengambil langkah insitiatif guna menerapkan protokol Covid-19 dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di daerahnya. Tindakan ini memunculkan teguran Pemerintah Pusat kepada Daerah karena dinilai melangkahi Pusat. Publik menilai Pemerintah Pusat dan Daerah berbeda pendapat dan tidak memiliki desain kebijakan penanganan pandemi. Kementerian pun terkesan bergerak sendiri tanpa panduan solid dalam memberikan informasi kepada publik (BBC News Indonesia, 2020; Narasi, 2020) Komunikasi Publik Pemerintah Ditengah Krisis Salah satu faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan publik adalah komunikasi (Ramadani, 2019). Mengutip McBeth, Lybecker dan Stoutenborough dalam Ramadani (2019), “In today’s policy world, communication is a key element of policy making“. Komunikasi publik kehumasan pemerintah menjadi krusial. Lee dalam Lee, Neeley, & Stewart (2012), menjelaskan bahwa fungsi Komunikasi dan Informasi 2 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

kehumasan terkait dengan pemaparan visi, misi, tujuan atau kebijakan pemerintah. Aktivitas kehumasan pemerintah tersebut diantaranya pelaporan pertanggungjawaban terhadap publik, edukasi dan kampanye layanan publik. Grunig dan Hunt (dalam Haryanti & Rusfian (2018), mengembangkan 4 model kehumasan strategi komunikasi publik pemerintah, yaitu: (1) Model Publisitas (press agentry). Model ini menempatkan humas sebagai agen press yang membuat berita untuk mempengaruhi publik, melalui promosi, publisitas, manipulasi, propaganda. Kebenaran tidak terlalu dibutuhkan. Model ini biasa digunakan dalam komunikasi bisnis; (2) Model Informasi Publik. Model ini mendasarkan pada proses komunikasi satu arah untuk menyampaikan informasi, bukan membujuk atau mempengaruhi publik. Model ini diterapkan dalam komunikasi pemerintah. Komunikator berperan sebagai jurnalis untuk menyebarkan informasi; (3) Model The two-way asymmetric. Model ini mendasarkan pada proses komunikasi dua arah, feedback, persuasi dan perubahan perilaku publik. Digunakan dalam periklanan, pemerintahan, politik, kampanye dan edukasi publik. Komunikator menggunakan data ilmiah untuk meyakinkan atau mempengaruhi publik; (4) Model The twoway symmetric. Model ini bertujuan mengubah perilaku. Ada dialog, pertukaran ide, sikap dan perilaku untuk mengakomodir kebutuhan dan mencapai kesepahaman. Paisley dalam Rice & Atkin (2001) memaparkan komunikasi publik terkait: (1) Tujuan komunikasi untuk mengubah kepercayaan, perilaku dan kontrol sosial; (2) Metode yang digunakan, seperti media massa, online, iklan, poster, brosur, mural, dan sebagainya; (3) Pembaruan atau perubahan untuk lebih baik. Media sosial menjadi platform popular yang memberikan dampak besar dalam proses komunikasi. Haryanti & Rusfian (2018) menjelaskan bahwa media sosial menjadi saluran komunikasi publik utama yang membuka kesempatan berbagi informasi, perubahan, arena pertemuan berbagai kelompok. Juga untuk diseminasi informasi, mobilisasi komunitas, penyelenggaraan layanan, kolaborasi publik, transparansi informasi, edukasi, kampanye, dan manajemen kebencanaan. Media sosial dapat digunakan untuk membangun reputasi, citra, manajemen krisis, manifestasi partisipasi publik. Khan dikutip Haryanti &Rusfian (2018) menjelaskan bahwa komunikasi publik pemerintah Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

|3

hendaknya tidak terbatas menggunakan media sosial semata, namun harus mampu membangun budaya sharing, transparansi, keterbukaan (openness) dan kolaborasi (STOC culture). Komunikasi publik yang transparan menjadi penting. Ini adalah amanah UU RI Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). UU ini menyatakan KIP adalah ciri negara demokrasi, hak asasi manusia, kedaulatan rakyat untuk pengawasan pada penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, keterbukaan pengelolaan informasi publik menjadi penting. Komunikasi publik diperlukan agar arus informasi dan perubahan sosial memberikan manfaat dalam penyelenggaraan pemerintahan (Ramadani, 2019). Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9/2015, menjelaskan tujuan pengelolaan komunikasi publik pemerintah adalah: menyerap aspirasi publik, mempercepat penyampaian informasi, disseminasi kebijakan, tugas, dan program pemerintah, yang dilakukan oleh Kementerian, Lembaga Pemerintah dan Daerah. Termasuk penyebarluasan narasi tunggal kepada publik melalui saluran komunikasi secara tepat, cepat, mudah dipahami, obyektif, berkualitas, dan berwawasan nasional (Ramadani). Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo (2018), Niken Widiastuti, dalam “Seminar Nasional Kehumasan Strategis Pemerintah” (16/4/2018) menjelaskan tugas humas pemerintah diantaranya: sosialisasi program pemerintah, literasi, edukasi publik, serta kontra narasi. Tugas kontra narasi--seperti melawan hoaks (berita bohong), diklarifikasi dengan menyajikan data dan fakta (Watari, 2018; Ramadani, 2019). Komunikasi publik memberi ruang bagi pemerintah dan aktor di luar pemerintah untuk tampil ke arena publik. Aktor non pemerintah seperti kelompok lingkungan, kesehatan, serikat pekerja, partai politik dan gerakan sipil lainnya (Ramadani, 2019). Dalam komunikasi publik, pelibatan berbagai kelompok ini penting dalam sosialisasi informasi, edukasi program atau kebijakan pemerintah. Komunikasi publik intens terjadi pada masa krisis. Liu dan Levenshus dalam tulisannya Crisis Public Relations for Government Communicators dalam Lee, Neeley, & Stewart (2012) menjelaskan perbedaan bencana, emergensi dan krisis. Bencana dan emergensi mengacu kepada kejadian luar biasa yang disebabkan alam. Sementara krisis adalah bencana yang disebabkan manusia. Keterpautan keduanya dapat terjadi. Ada 5 ciri krisis (Lee, Neeley, & Stewart, Komunikasi dan Informasi 4 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

2012): (1) Adanya kerusakan properti, kecelakaan, kehilangan nyawa, kehidupan dan kehancuran reputasi; (2) Melibatkan banyak orang dalam jumlah yang besar; (3) Dapat diidentifikasi awal dan akhirnya; (4) Krisis seringkali muncul tiba-tiba; (5) Mendapatkan liputan media dan perhatian publik yang luas. Ini bisa menjadi dasar penentuan pemerintah untuk menyatakan kondisi krisis. Jika melihat kelima kriteria ini, maka Pandemi Covid-19 dapat dinyatakan masuk dalam kategori krisis, mengingat dampaknya yang sangat besar bagi manusia. Peran pemerintah sangat penting dalam manajemen krisis di suatu negara. Anthony de Mello menjelaskan dalam bukunya The Heart of the Enlightened: A Book of Story Meditation”, dikutip dalam Protokol Komunikasi Publik Penanganan Covid- 19 (Kantor Staf Presiden, 2020), bahwa ada kaitan antara kepanikan publik dengan peningkatan jumlah korban pandemi. Menurut Mello, korban pandemi bisa menjadi 5 kali lipat, jika terjadi kepanikan saat pandemi. Panik yang berlebihan menghadapi Covid-19, dapat memicu gejala psikomatik (Leandha, 2020). Berkaca pada hal itu, komunikasi menjadi nadi dalam manajemen krisis pandemi. Kepercayaan publik perlu dibangun dan dijaga agar tidak panik, sehingga penanganan pandemi dapat berjalan lancar. Menurut Coombs dikutip Kriyantono & Sa’diyah (2018), komunikasi adalah esensi menajemen krisis. Situasi krisis adalah situasi yang berpotensi menyebabkan gangguan fisik, psikologis, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Komunikasi publik pemerintah sangat penting dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Menurut Moenawar (2020), komunikasi publik pemerintah merupakan proses penyampaian ide, program, gagasan pemerintah kepada masyarakat dalam menghadapi dan mengantisipasi dampak Covid-19. Komunikasi publik memfasilitasi informasi, dialog, menstimulasi partisipasi, pengambilan kebijakan dan pemberdayaan publik (Moenawar, 2020). Pemerintah menggunakan media sosial dalam manajemen krisis komunikasi publik, untuk mengontrol dan mengevaluasi respon publik. Penelitian Graham, Avery & Park (2015) memperlihatkan lebih dari 70 % pemerintah lokal di Amerika Serikat menggunakan media sosial selama masa krisis. Survei menemukan bahwa penggunaan media sosial meningkat selama krisis, seperti saat bencana alam, krisis Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

|5

kesehatan publik, dan lainnya. Kualitas dan kedalaman informasi lebih penting dari pada jumlah dan keluasan media yang digunakan. Penggunaan media sosial yang terbatas lebih efektif dan bermakna jika informasi yang disajikan mendalam, dibandingkan penggunan media sosial yang banyak namun dengan informasi terbatas atau permukaan. Saat ini, media sosial adalah medium komunikasi utama yang membuat interaksi tatap muka tergantikan (Haryanti &Rusfian, 2018). Fenomena media sosial menjadi kondisi yang menguntungkan publik ketika terjadi pandemi Covid-19. Pandemi ini mendorong orang untuk melakukan pembatasan fisik, pertemuan atau komunikasi tatap muka (face-to-face) secara langsung. Kehadiran komunikasi yang termediasi melalui media sosial sangat vital. Realitas informasi dunia maya dianggap realitas nyata. Media sosial membantu publik bertukar informasi melalui jaringan personal dan mengakses berbagai informasi publik, termasuk mengenai penanganan pandemi. Dalam komunikasi publik, perlu diperhatikan 3 hal: Transmisi, konsistensi dan kejelasan pesan (Ramadani, 2019). Transmisi berarti komunikasi akurat, dipahami oleh komunikator pesan. Konsistensi berarti informasi konsisten, selaras, koheren antara satu pesan dengan pesan lainnya. Jelas berarti pesan disampaikan dengan bahasa sederhana, mudah dipahami publik. Salah satu bentuk konsistensi adalah adanya narasi tunggal tentang kondisi dan kebijakan. Narasi tunggal komunikasi Pemerintah dimaknai sebagai satu kepahaman atas suatu isu, tidak berbeda antar data atau substansi antar lembaga. Setiap pernyataan lembaga seharusnya tidak menyangkal pernyataan, kebijakan lintas lembaga lainnya, serta mampu secara cepat mengelola isu yang ada (Ramadani, 2019). Dalam situasi krisis, manajemen komunikasi publik penting untuk mengurangi kesenjangan (gap) informasi. Untuk itu, strategi komunikasi publik perlu memperhatikan suara publik (Kriyantono & Sa’diyah, 2018). Pola ini sebagai umpan balik (input) terhadap aktivitas komunikasi ingteraktif lembaga, yang mengikutsertakan keterlibatan publik (public involvement) dalam penanganan krisis. Pola komunikasi dinamis masyarakat di tengah gempuran teknologi digital, membuat publik mampu mengakses informasi dengan aktif dan cepat. Faktualitas dan aktualitas informasi menjadi kunci penanganan krisis. Media sosial berperan untuk menjembatani kesenjangan akses informasi ini. Komunikasi dan Informasi 6 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Namun, menurut Haryanti & Rusfian (2018), perbedaan sumber daya sosial, ekonomi, budaya dan pengetahuan masyarakat menimbulkan perbedaan akses publik atas media sosial. Oleh karena itu, komunikasi publik yang efektif di masa krisis tidak hanya mengandalkan media digital, namun harus mengoptimalkan kombinasi media digital dan konvensional. Misalnya penggunaan jalur komunikasi tradisional atau lokal, media massa, media sosial, aplikasi chat, jaringan kreatif (Ramadani, 2019). Juga jalur pemuka pendapat (opinion leader, influencer), lembaga pendidikan (kampus, sekolah), lembaga keagamaan, sosial, birokrasi lokal (RT, RW), dan sebagainya. Penggunaan saluran komunikasi antar pribadi dan kelompok, serta intervensi komunikasi langsung di lapangan diperlukan, agar dapat menyerap tanggapan masyarakat dan mempercepat penyampaian informasi dari pemerintah. Mengutip Kriyantono & Sa’diyah (2018), salah satu alasan kegagalan komunikasi pemerintah dalam menangani krisis adalah kurangnya pemahaman komunikator dalam mengelola komunikasi dan budaya publik. Perlu dipahami bahwa tidak semua strategi komunikasi penanganan krisis dapat diterapkan kepada publik, daerah atau negara yang berbeda. Misalnya strategi komunikasi publik yang diterapkan di negara Barat, belum tentu tepat diadopsi di Indonesia. Dalam kondisi krisis, komunikator harus memahami siapa komunikan (penerima pesan) dan kearifan lokalnya. Kearifan lokal adalah suatu pemikiran, ide yang mengandung nilai kebijaksanaan, kebaikan, yang hadir dalam suatu masyarakat secara turun temurun dan mentradisi (Kriyantono & Sa’diyah, 2018). Kearifan lokal hadir dalam berbagai pesan, media dan strategi penyampaian, seperti budaya, pendidikan, aturan sosial lokal. Medium komunikasinya berupa dongeng, bahasa, seni (musik, lagu, tari), acara adat dan lain-lain. Pola komunikasi ini penting pada situasi normal, terlebih di masa krisis. Oleh karena itu, komunikasi publik pemerintah perlu mengedepankan atau dibangun berdasarkan budaya, kepentingan, pendekatan kearifan lokal. Tujuannya agar dapat memberikan dampak yang mendalam bagi publik, membangun hubungan harmonis pemerintah-publik, serta membuat komunikasi bersifat kontekstual dan sistemik.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

|7

Penanganan Informasi Publik Tentang Pandemi Covid- 19 di Indonesia Seperti dipaparkan di atas, penanganan informasi publik pandemi Covid-19 adalah bagian dari komunikasi bencana (krisis) dan komunikasi kesehatan. William J. Paisley dalam tulisannya Public Communication Campaigns: The American Experience” dalam Rice & Atkin (2001), menjelaskan bahwa penyampaian informasi kesehatan publik dianggap program layanan publik, jika didukung publik dan pembuat kebijakan (pemerintah). Robert A. Logan menulis mengenai Health Campaign Research dalam Bucchi & Trench (2008), menjelaskan komunikasi publik mengenai kesehatan bersifat informatif dan persuasif. Tujuannya untuk mengubah pengetahuan, kesadaran, dan sikap publik mengenai cara mengatasi suatu penyakit atau kesehatan. Komunikasi publik di bidang kesehatan berupaya meningkatkan: (1) Kesadaran dan pengetahuan (Kognitif) publik; (2) Sikap (Afektif, perasaan, motivasi); (3) Kecenderungan perilaku (Konatif), tentang penyakit, ancaman, masalah dan solusi kesehatan. Kampanye kesehatan adalah suatu intervensi, strategi komunikasi konstruktif yang dirancang untuk mempengaruhi dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Informasi kesehatan publik berisi informasi kehidupan, kematian, harapan, ketakutan, kesehatan, kemajuan, kegagalan, fakta, spekulasi dan resiko penyakit (Levi, 2000). Dasar kebijakan pemerintah dalam penanganan informasi Pandemi Covid-19 adalah Protokol Komunikasi Publik Penanganan Covid-19 (Kantor Staf Presiden, 2020), yang menjadi petunjuk teknis Pemerintah Pusat dan Daerah dalam penanganan informasi COVID- 19. Protokol ini diadopsi dari protokol WHO. Ada empat pilar komunikasi publik pemerintah terkait COVID-19: (1) Himbauan masyarakat tetap tenang dan waspada; (2) Koordinasi instansi terkait; (3) Akses informasi ke media; (4) Pengarusutamaan gerakan “Cuci Tangan Dengan Sabun”. Instruksi Presiden ingin menunjukkan bahwa Pemerintah serius, siap dan mampu untuk menangani wabah. Informasi disampaikan secara komprehensif dan berkala mengenai apa yang telah, sedang dan akan dilakukan pemerintah. Pemerintah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melalui Keppres No. 7/2020, dalam rangka penanganan Covid-19 agar cepat, tepat, fokus, terpadu dan sinergis, Komunikasi dan Informasi 8 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

termasuk koordinasi antara kementerian, lembaga pemerintah dan Pemda. Tugas Gugus Tugas: Merencanakan, mengoordinasikan, mengendalikan, mengerahkan sumber daya, mengawasi serta melaporkan pelaksanaan penanganan COVID-19 kepada Presiden (Tambun, 2020). Tugas ini termasuk koordinasi komunikasi publik, penyampaian informasi, update data perkembangan kasus Covid-19, melalui konferensi pers harian (oleh Juru Bicara Covid-19), press release dan website. Narasi utama komunikasi publik Pemerintah (Kantor Staf Presiden, 2020), yaitu: (1) “Pemerintah Serius, Siap Dan Mampu Menangani Covid-19”; (2) “Masyarakat Tetap Tenang Dan Waspada”; (3) “Covid-19 Bisa Sembuh”; (4) #Lawancovid19. Tujuannya: (1) Menciptakan masyarakat yang tenang dan memahami apa yang harus dilakukan bagi lingkungan; (2) Membangun persepsi masyarakat bahwa negara hadir dan tanggap dalam mengendalikan situasi krisis ini. Sejauh ini tujuan narasi pemerintah untuk menciptakan masyarakat yang tenang pada awal tanggap darurat Covid-19 belum sepenuhnya berjalan. Publik dihantui kepanikan dan kesimpangsiuran informasi terutama saat awal pandemi ini masuk ke Indonesia. Misalnya; (1) muncul rush (panic buying), pembelian barang besar-besaran (BBC News Indonesia, 2020); (2) stigma dan bullying atas pasien positif COVID-19 dan keluarganya; (3) protes masyarakat atas penerapan PSBB; dan (4) terjadinya penimbunan alat kesehatan, seperti masker (Purbaya, 2020). Ada banyak pelanggaran yang dilakukan masyarakat seperti pelanggaran protokol kesehatan (tidak menggunakan masker, tidak menjaga jarak), gerakan penolakan penguburan jenazah di beberapa tempat. Rumah Sakit juga menghadapi lonjakan pasien yang tinggi. Bahkan muncul gerakan warganet di media sosial dengan tagar #IndonesiaTerserah, yang merupakan peryataan sikap menyerah pada kondisi yang ada. Warganet meramaikan dengan unggahan foto tenaga medis membawa tulisan “Indonesia Terserah”, yang menyuarakan kekecewaan mereka atas kebijakan pemerintah yang dinilai memberikan kelonggaran mobilitas masyarakat. Di twitter, narasi publik yang hadir tidak hanya mengkritik pemerintah, tetapi juga mengkritik perilaku masyarakat yang tidak disiplin dengan protokol kesehatan (Shalihah, 2020). Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

|9

Berdasarkan analisis artikel media, ada temuan pelanggaran Protokol Komunikasi Publik Penanganan COVID- 19 dalam masa tanggap COVID-19 ini, diantaranya: Tabel 1 Tabel Larangan dan Pelanggaran Protokol Komunikasi Publik Penanganan COVID- 19 Larangan Dalam Protokol Jangan gunakan kata “genting”, “krisis” dan sejenisnya.

Jangan memberikan informasi yang berisi asumsi dan dugaan.

Pelanggaran Protokol Komunikasi Publik Pemerintah Dalam Wacana Media

Sumber

Presiden menggunakan kata “Krisis” untuk menjelaskan situasi Pandemi saat ini. Ini dinyatakan dalam Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, 18 Juni 2020. Bahwa suasana dalam 3 bulan terakhir dan ke depan adalah suasana krisis. Pemerintah mesti bertanggung jawab kepada penduduk Indonesia, dan harus ada sense of crisis yang sama. Pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi minus 6-7 %. Karena itu perasaan harus sama, jangan menganggap kondisi ini linear dan normal. Tidak boleh berbeda dalam kebijakan. Yang ada adalah suasana krisis, jangan menggunakan standar pada saat krisis dengan manajemen krisis yang berbeda. Ini adalah extraordinary situation.

Sekretariat Presiden. 2020. “Arahan Tegas Presiden Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara

Menkes menyatakan bahwa tidak perlu kekhawatiran berlebihan atau paranoid atas wabah ini, karena dapat sembuh dengan sendirinya, dengan imunitas tubuh. Sehingga masyarakat dalam kondisi sehat tak perlu menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker. Masker hanya perlu digunakan oleh orang sakit. Padahal WHO menjelaskan bahwa penyakit COVID-19 harus diwaspadai sebagai pandemi global. Oleh karena itu, setiap orang harus menggunakan masker sebagai alat pelindung diri.

CNN Indonesia.com (b), 2020, https://www. cnnindonesia.com/nasional/20200302162005-20-479814/ menkes-virus-corona-penyakit-yang-bisa-sembuh-sendiri

Komunikasi dan Informasi 10 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

18 Juni 2020”. Youtube, 28 Juni 2020. https://www.youtube. com/watch?time_continue=565&v=SfKQFn4GGE0.

Larangan Dalam Protokol

Pelanggaran Protokol Komunikasi Publik Pemerintah Dalam Wacana Media

Sumber

Jangan menggunakan bahasa teknis atau asing yang sulit dipahami masyarakat awam.

Pada awal pandemi, terjadi perdebatan konsep social distancing dan physical distancing yang membingungkan publik. Juga konsep New Normal yang maknanya sangat beragam, kurang jelas, dan tidak ada kesatuan bahasa dari berbagai elemen pemerintah. Hal ini memunculkan kebingungan bagi masyarakat awam.

Rasyid--Merdeka.com. 2020. https://www.merdeka.com/ jateng/new-normal-masih-jadi-perdebatan-publik-rimbawan-ugm-sarankan-konsep-ini.html

Jangan menunjukkan bahasa tubuh yang tidak serius apalagi meremehkan situasi dengan bercanda.

Menteri Kesehatan (Menkes) menyatakan pengobatan pasien gejala virus corona mirip dengan penyakit influenza, sebagai “Penyakit Yang Bisa Sembuh Sendiri” (Self limited disease). Pengobatan diberikan kepada pasien untuk meredakan gejala seperti demam, flu, dan batuk. Pasien juga diberikan vitamin untuk memperkuat imunitas tubuh. Pernyataan Menkes disampaikan dengan bahasa tubuh atau komunikasi non verbal dengan senyum, santai, memunculkan polemik di media sosial.

CNN Indonesia.com (b), 2020, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200302162005-20-479814/ menkes-virus-corona-penyakit-yang-bisa-sembuh-sendiri

Selama tiga bulan pertama tanggap darurat (Maret-Juni 2020), masyarakat masih awam memahami mengenai penyebaran, dampak dan mekanisme penanganan wabah ini. Survei Etnomark Consulting menemukan bahwa sebanyak 47 % responden menyatakan diri sebagai awam (Pandamsari, 2020). Studi Sosial Covid-19 yang dilakukan Tim Panel Sosial Kebencanaan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menjelaskan hasil penelitian yang menunjukkan rendahnya sense of behavior control masyarakat, dimana orang tidak melakukan tindakan protektif dan tidak menjalani protokol kesehatan, karena optimisme yang berlebihan bahwa mereka tidak akan terkena Covid-19 (Firdausya, 2020). Narasi utama “COVID-19 Bisa Sembuh”, justru membuat publik Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 11

semakin menganggap remeh pandemi ini. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Menkes tersebut (seperti dalam wacana media dalam tabel di atas). Pernyataan Menkes yang dilontarkan dengan gaya santai, tersenyum itu menghadirkan pro kontra, dan dapat menimbulkan misinformasi, disinformasi di tengah masyarakat (CNN Indonesia. com (b), 2020). Hal itu karena publik kurang mendapatkan penjelasan mengenai pentingnya kewaspadaan akan penyakit ini. Pernyataan itu dipertanyakan kredibilitasnya, mengingat beliau adalah penanggung jawab kesehatan di pemerintahan dengan pengetahuan kesehatan yang mumpuni. Informasi kesehatan publik seyogyanya disampaikan secara hati-hati oleh komunikator, agar tidak menimbulkan ambiguitas, multi tafsir dan polemik di masyarakat. Media menghadirkan wacana bahwa pemerintah kurang memberikan kepastian tindakan atas kebijakan yang ada. Misalnya disatu sisi, pemerintah membuat kebijakan PSBB, namun di sisi lain tidak melakukan pelarangan mobilitas warga secara ketat (Pahrevi, 2020). Pemerintah juga melakukan imbauan untuk tidak panik, namun tidak memberikan panduan konkret langkah yang harus diambil dalam menyikapi kondisi ini. Dalam aksi panic buying misalnya, pemerintah tidak memiliki langkah jangka panjang atau mitigasi bencana yang jelas. Seperti dalam pemberitaan berikut ini: Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto hanya bisa mengimbau masyarakat agar tidak panik. Sebabpanic buyingbakal merugikan masyarakat dan mendorong ketidakstabilan harga dan pasokan. Karena itulah, ia menyarankan untuk berbelanja secara wajar. “Pemerintah mengimbau untuk tidakpanic buyingkarena pasokan barang saat ini cukup, jadi masyarakat diminta hati-hati dalam berbelanja. Silakan belanja sesuai kebutuhan,» ujar Menteri Agus Suparmanto.» Ketika BBC bertanya apa langkah pemerintah jika situasi serupa terjadi, Menteri Agus, mengatakan ‘tidak ada’. Pun tak ada rencana untuk membatasi pembelian seandainya ada aksi borong.” (BBC News Indonesia, 2020). Negara juga dianggap belum cukup hadir, kurang tanggap, dan serius dalam mengendalikan situasi krisis. Beberapa isu yang terkait, misalnya Kebijakan penerapan PSBB yang dinilai terlambat dan munculnya wacana kontra darurat sipil yang akan diterapkan pemerintah. Di akhir Maret 2020, Presiden Jokowi mewacanakan kebijakan darurat sipil sebagai sikap pemerintah atas krisis pandemi Komunikasi dan Informasi 12 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Covid-19 di Indonesia. Status itu awalnya akan diterapkan bersamaan dengan kebijakan PSBB. Wacana itu disambut secara negatif. Tagar #TolakDaruratSipil trending di twitter. Beberapa pihak, termasuk Komnas HAM, menyuarakan penolakan dan kritik serta meminta Presiden tidak tergesa-gesa menetapkan darurat sipil. Status ini dikhawatirkan potensial akan melahirkan pelanggaran HAM, tindakan koersif yang massif, membuka celah penyalahgunaan kekuasaan, hadirnya otoritarianisme atau tindakan kekerasan dalam mendisiplinkan publik. Sehari setelah polemik bergulir, Presiden menjelaskan bahwa darurat sipil tidak akan diambil, karena itu adalah opsi terakhir jika kondisi Covid-19 dianggap tidak biasa atau abnormal (Firdausi, 2020). Isu lainnya terkait tanggung jawab pemerintah. Jika merujuk Pasal 52 dan 59 UU No.6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah pusat dinilai bertanggung jawab untuk menjamin kebutuhan hidup masyarakat saat karantina wilayah itu diterapkan. Polemik rencana penggunaan kebijakan darurat sipil dan UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai dasar penanganan situasi Covid-19, telah memunculkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan publik kepada Pemerintah. Kehadiran dan tanggung jawab pemerintah sebagai representasi negara dipertanyakan dalam konteks perlindungan publik. Dalam komunikasi publik, sikap ini menimbulkan disonansi, yang mengakibatkan berkurangnya trust atau kepercayaan publik kepada pemerintah. Terkesan ada ketidaktegasan atau ketidakkonsistenan antara ucapan dan tindakan pemerintah. Fenomena ini menunjukkan bahwa cara komunikasi publik pemerintah belum berjalan dengan baik. Publik juga masih meragukan penjelasan pemerintah mengenai penanganan pandemi, sekalipun pemerintah telah berkali-kali menyampaikan kesiapannya (BBC News Indonesia, 2020). Publik menilai Pemerintah belum memiliki perencanaan yang matang dan manajemen komunikasi publik yang mampu memberikan suasana psikologis yang menenangkan dalam menghadapi krisis pandemi ini. Ini menunjukkan bahwa tujuan komunikasi publik yang tertera dalam Protokol Komunikasi Publik Pemerintah, juga belum tercapai dengan optimal. Berdasarkan studi literatur atas pemberitaan media Maret-Juni 2020, ditemukan beberapa hal yang dapat dievaluasi dan dioptimalkan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 13

terkait komunikasi publik Pemerintah dalam penanganan informasi Pandemi COVID-19, sebagai berikut: (1) Hindari Perdebatan Di Muka Umum. Perdebatan, perbedaan pendapat, sikap, kontradiktif antara elemen Pemerintah di muka publik harus dihindari. Apapun yang terjadi di dalam rapat pemerintahan, tidak perlu diketahui publik. Mengutip Yanuar Nugroho, semua negara kewalahan menghadapi pandemi ini, dan sistem kesehatan di negara tersebut colaps. Namun kepemimpinan nasional (national leadership) harus tetap terlihat. Kejadian luar biasa penanganannya harus dipimpin langsung oleh pimpinan negara (ABC Australia, 2020). Dalam bencana kesehatan, pemerintah harus memimpin langkah. Seluruh elemen pemerintahan (Pusat-Daerah dan antar kementerian) harus bergerak bersama dalam satu kesatuan sikap, pernyataan, bahasa, suara, gerak dan tindakan dalam penanganan Covid-19 di bawah komando Presiden. Publik membutuhkan kepastian perlindungan negara dan kekompakan pemerintah di tengah ketidakpastian ini; (2) Jangan Hadirkan Wacana Atau Narasi Yang Kontradiktif. Pesan yang disampaikan harus konsisten, selaras, dengan Protokol Komunikasi Publik Penanganan Covid- 19. Bahasa dalam penyampaian pesan yang digunakan komunikator pemerintah harus menunjukkan kemantapan dalam menjawab berbagai pertanyaan publik, bukan jawaban keraguan, penyangkalan dan pertentangan. Tujuannya agar dapat memunculkan ketenangan dan kepercayaan publik kepada pemerintah; (3) Hadirkan Narasi Tunggal Berbasis Kepada Paradigma Kesehatan Dan Perlindungan Publik. Yaitu: (a) Narasi yang berbasis pada pertimbangan kesehatan, mengacu kepada protocol kesehatan (COVID-19) dunia (WHO), seirama dengan masukan lembaga, komunitas kesehatan atau kedokteran; (b) Narasi bukan mengedepankan perspektif ekonomi dan politik; (c) Pesan harus menjawab kekhawatiran publik; (d) Konsep “New Normal” seharusnya ditekankan sebagai “New Norm”. Jika tetap menggunakan New Normal, maka istilah tersebut harus lebih diperjelas agar mudah dipahami semua lapisan masyarakat (Firdausya,2020). Publik harus disadarkan bahwa ini masih situasi ‘perang’ dan bukan kondisi normal seperti dulu. Kewaspadaan Komunikasi dan Informasi 14 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dan protokol kesehatan harus terus diterapkan; (e) Pesan berisi informasi gejala, dampak, mekanisme ketahanan diri dan sistem peringatan dini kebencanaan Covid-19; (f) Narasi tidak melulu menakutkan, namun juga berisi semangat, optimisme, positifisme. Misalnya cerita penanganan pandemi, kepatuhan atas protokol dan pengalaman survivor Covid-19; (g) Pesan harus mampu membangun budaya ‘Hidup Sehat yang baru’; (h) Pesan disampaikan dengan bahasa awam, sederhana, mudah dipahami publik; (i) Pesan harus membuka ruang diskusi publik; (j) Narasi mampu mengikat elemen masyarakat untuk bergerak bersama melakukan tindakan preventif dan penanganan pandemi; (4) Perjelas Konsep Mitigasi Bencana Covid-19 Yang Implementatif Dan Berjangka Panjang. Mengutip Pakar kebijakan publik Universitas Indonesia, Zuliansyah, Pemerintah perlu desain kebijakan dan evaluasi penanganan Corona di Indonesia (BBC News Indonesia, 2020; CNN Indonesia.com (c), 2020). Pemerintah hendaknya menyampaikan mitigasi bencana atau desain kebijakan (Jangka pendek dan panjang) penanganan Covid-19 kepada masyarakat. Hal ini perlu dilakukan supaya masyarakat mengetahui kesiapan negara dan sistem pemantauan komunikasi publik dalam pandemi ini guna mengurangi risiko bencana; (5) Penegakan law enforcement. Pemerintah harus bersikap tegas dalam penanganan pelanggaran protokol Covid-19 demi penegakan hukum dan memutus rantai penyebaran virus. Kebijakan ini perlu terus dikomunikasikan untuk membangun konsonansi pesan dan kepercayaan publik pada ketegasan pemerintah dalam penanganan pandemi ini; (6) Pendekatan kearifan lokal, jalur komunikasi tradisional, dan jejaring lokal. Pemerintah dapat mengoptimalkan nilai, jaringan, media komunikasi dan pesan kearifan lokal (local wisdom) atau tradisional dalam komunikasi publik. Misalnya menggunakan media komunitas, medium seni, budaya, bahasa, nilai, dan kebiasaan lokal. Juga penggunaan jejaring lokal dengan komunikasi formal dan informal dalam level komunikasi kelompok dan antar pribadi. Misalnya melalui pemuka masyarakat dan agama (local opinion leader), seperti ketua suku (adat), tokoh, ulama dan sebagainya. Menurut Haryanti & Rusfian (2018), komunikasi publik akan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 15

efektif jika melibatkan opinion leader atau pemuka masyarakat. Pemerintah juga dapat melakukan sosialisasi, edukasi dengan dukungan birokrasi (Dinas kesehatan, pertanian, tenaga kerja atau pendidikan lokal, politikus lokal, lurah, RT, RW, penanggung jawab ruang publik, dll), aparat keamanan lokal (kepolisian, militer) serta masyarakat sipil lokal (influencer, kelompok, jejaring atau tokoh relawan). Misalnya kelompok kesehatan (bidan, kader, posyandu), penggerak (PKK, LSM pendidikan), kelompok perempuan (arisan, pengajian), komunitas keagamaan, kelompok kemanusiaan dan lingkungan, jejaring pedagang, serikat pekerja, dan sebagainya. Influencer yang menjadi komunikator pesan harus memiliki kriteria dipercaya atau citra positif di mata publik. Para pihak ini dekat dengan akar rumput (masyarakat) dan dapat diberdayakan sebagai perpanjangan jejaring komunikasi publik pemerintah. Publik Indonesia masih memiliki kepercayaan dan ketergantungan yang tinggi kepada pimpinan tradisional dan jalur komunikasi lokal dalam pembuatan keputusan pribadi dan bersama. Oleh karena itu, pesan Covid-19 perlu disesuaikan dengan kearifan dan jalur komunikasi lokal. Pemerintah perlu melakukan proses pelatihan, edukasi, pendampingan, konseling, monitoring kepada jejaring ini secara berkesinambungan. Informasi yang disosialisasikan berisi kebijakan pemerintah, paket Standar Operational Procedure (SOP) dan protokol Covid-19. Informasi disampaikan secara daring maupun berjenjang, dengan model komunikasi bola salju (snowball). Juga perlu diberikan akses call center atau group diskusi online guna membuka komunikasi interaktif bagi mereka. Aktivitas ini bertujuan untuk membangun pemahaman dan kesiapan mereka sebagai agen komunikasi publik pemerintah; (7) Optimalisasi Penggunaan Media. Menurut Levi (2000), informasi (laporan) kesehatan di media mengenai penanganan dan resiko kesehatan, selalu mampu menarik perhatian khalayak, termasuk professional kesehatan dan pembuat kebijakan. Penyampaian informasi hendaknya tidak bergantung pada proses birokrasi yang kompleks dan lama. Di era digital ini, informasi saling berkejaran. Paradigma bekerja gerak cepat harus digunakan dalam penyebarluasan informasi. Pemerintah dituntut pro aktif Komunikasi dan Informasi 16 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

menyebarluaskan capaian kebijakan dan sosialisasi informasi kerja yang dilakukan, dalam 24 jam sehari, 7 hari seminggu (Ramadani, 2019). Kondisi pandemi ini pun perlu disebarkan dengan cepat dengan data yang jelas. Mekanisme penyampaian pesan dalam bentuk breaking news dapat dilanjutkan. Pemerintah harus mengoptimalkan peran media seperti Televisi, radio, media cetak, dan terutama digital. Laporan media dapat mempengaruhi kesadaran, sikap, dan secara potensial berkontribusi mengubah perilaku, praktek, dan kebijakan kesehatan publik (Levi, 2000). Peran media sosial juga sangat krusial di tengah pandemi, mengingat media ini memediasi komunikasi masyarakat guna menghindari pertemuan fisik langsung. Menurut Haryanti & Rusfian (2018) untuk meningkatkan penetrasi digital diantaranya dengan meningkatkan adopsi penggunaan komunikasi mobile, seperti media sosial, yang mampu meningkatkan partisipasi publik dalam inovasi, kolaborasi, interaksi dan konsumsi (Haryanti & Rusfian, 2018). Kekuatan media sosial yang bersifat real time dan asynchronous membuat informasi dari pemerintah dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Sehingga komunikasi publik pemerintah akan efektif mengantisipasi perubahan yang terjadi, dan masyarakat mendapatkan informasi yang up to date, cepat, interaktif dan faktual; (8) Counter Narasi/Isu. Informasi di media sosial atau sumber lain, dapat menjadi narasi alternatif yang kontra produktif (hoaks atau fake news) yang mengganggu narasi pemerintah. Kondisi ini dapat memunculkan misinformasi dan disinformasi di tengah masyarakat. Karena itu, Pemerintah perlu meluruskan kesalahpahaman isu atau mitos Covid-19 yang bersebaran. Misalnya isu: konspirasi, ciri pengidap, stigma sosial, diskriminasi pasien Covid-19, jenis obat, metode penyembuhan, ‘New Normal’ sebagai kondisi ‘aman’, penularan jenazah pasien Covid-19, Indonesia daerah panas Khatulistiwa aman Covid-19, dan lainlain. Komunikasi pemerintah harus disampaikan secara responsif, rutin, berkesinambungan, transparan, berdasarkan fakta dan pengetahuan medis. Pemerintah perlu mengenal karakteristik media untuk proaktif meng-counter framing isu tersebut secara cepat; Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 17

(9) Penggunaan Kombinasi Model Kehumasan Komunikasi Publik. Selama ini model kehumasan yang dijalankan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19, masih menggunakan model publisitas (Press agentry) dan Public Information, yang cenderung bersifat satu arah. Peran kehumasan hanya menciptakan dan menyampaikan informasi yang akurat dan relevan untuk mempengaruhi publik. Dalam dua model ini, pihak yang mewakili pemerintah dibingkai sebagai PR selebritis (Misalnya juru bicara tim Gugus Tugas Covid-19). Jika melihat pemaparan Grunig and Hunt pada kedua model tersebut, proses komunikasi bertujuan untuk penyampaian informasi pada aspek kognitif (pengetahuan) dan afektif (interpretasi, kesadaran) tentang pandemi, dibandingkan membujuk atau mengubah sikap audiens (level konatif atau behavioural). Model ini cukup tepat digunakan di awal pandemi guna membangun pengetahuan (knowledge atau kesadaran (awareness) mengenai Covid-19. Namun selanjutnya, peran kehumasan pemerintah seharusnya tidak hanya berperan sebagai press atau public information practitioner (juru bicara) semata, namun juga sebagai komunikator yang terbuka dan interaktif dalam hubungan dengan publik. Tujuannya agar perubahan perilaku kesehatan publik yang diharapkan dapat tercapai. Oleh karena itu, Pemerintah sebaiknya menggunakan model lainnya, the two-way asymmetric dan symmetric model dalam tahap komunikasi publik selanjutnya. Seperti paparan Grunig and Hunt, kedua model ini menekankan pada proses komunikasi publik dua arah untuk persuasi perubahan perilaku publik. Yaitu melalui dialog, komunikasi interaktif, guna mempersuasi perilaku publik, edukasi, sosialisasi ide, mendapatkan masukan publik, dan mencapai kesepemahaman terkait isu kesehatan ini. Dengan The two-way asymmetric model, pemerintah dapat berupaya secara berkelanjutan untuk meyakinkan publik agar berperilaku sesuai protokol kesehatan dengan dukungan metode, bukti atau data ilmiah kesehatan atau kedokteran. Diskusi publik rutin dapat dilakukan mengingat dinamika krisis yang berubah setiap waktu. Narasumber diskusi berasal dari kalangan kedokteran, peneliti biomoleculer dan sebagainya yang memiliki pengetahuan kesehatan, serta melibatkan kalangan pendidik, Ikatan Guru Indonesia, tokoh masyarakat dan agama, dll, untuk Komunikasi dan Informasi 18 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

turut mempersuasi publik. Pemerintah harus menjalankan peran membangun literasi informasi kesehatan; (10) Right Man in The Right Place. Tim Gugus Tugas Covid- 19 bertanggung jawab dalam penyampaian informasi publik mengenai pandemi. Oleh karena itu, peran komunikator publik pemerintah yang resmi di tingkat pusat dan daerah, seharusnya hanya dilakukan oleh ahli atau pihak yang berlatar belakang pengetahuan dan pengalaman di bidang kesehatan atau kedokteran dan mampu berkomunikasi kepada publik dengan komunikatif. Penutup Pandemi Covid-19 bukan perkara mudah bagi seluruh negara dan dibutuhkan kerjasama semua pihak dalam penanganan bencana ini. Peran pemerintah tetap menjadi yang utama, khususnya dalam kerangka mengomunikasikan berbagai isu, kebijakan serta mekanisme mitigasi penanganan pandemi. Konsistensi, kesamaan, kontinuitas bahasa atau pesan, kesatuan komando, keterbukaan informasi, transparansi, menjadi sangat penting dalam komunikasi publik di masa krisis. Pemerintah harus mengembalikan esensi masalah penanganan pandemi ini dalam kerangka paradigma kesehatan. Komunikasi sebagai pilar kehidupan digunakan untuk menjaga agar masyarakat tidak panik. Pemerintah berperan dalam gerakan arus utama informasi agar masyarakat mematuhi Protokol Covid-19 serta menghadirkan ketenangan di tengah masyarakat. Sejatinya komunikasi publik dapat menjadi pengawal, penenang dan saluran penyelesaian informasi publik dalam penanganan pandemi Covid- 19 ini.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 19

Daftar Pustaka Buku Bucchi, Massimiano & Trench, Brian (Ed.). (2008). Handbook of Public Communication of Science And Technology. New York, USA: Routledge Lee, Mordecai., Neeley, Grant & Stewart, Kendra (Ed.). (2012). The Practice of Government Public Relations. NW, U.S: CRC Press Taylor & Francis Group Levi, Ragnar. (2000). Medical Journalism: Exposing Fact, Fiction, Fraud. Sweden: Studentlitteratur, Lund Rice, Ronald E. & Atkin, Charles K. (Ed.) (2001). Public Communication Campaigns. Third Edition. Thousand Oaks-California: Sage Publications, Inc. Jurnal Graham, Melissa W., Avery, Elizabeth J. ,& Park, Sejin. (2015). “The Role of Social Media in Local Government Crisis Communications”. Public Relations Review, 41 (3), 386-394. Posted on September 16, 2015. Diakses dari https:// instituteforpr.org/the-role-of-social-media-in-local-governmentcrisis-communications/ dan https://www.sciencedirect.com/ science/article/abs/pii/S0363811115000077. Diakses pada 8 Juni 2020, pk.21.30 WIB Haryanti, Sri & Rusfian, Effy Zalfiana. (2018). “Government Public Relations and Social Media: Bridging the Digital Divide on People with Social Welfare Problem”s. Dalam JKAP (Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik) Vol.22 (2), November 2018, 128-145 ISSN 0852-9213 (Print), ISSN 24774693 (Online) Available Online at https://journal.ugm.ac.id/jkap Kriyantono, Rachmat & Halimatus Sa’diyah. (2018). “Kearifan Lokal dan Strategi Komunikasi Publik Relations di BUMN dan Perusahaan Swasta”. Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 15, Nomor 2, Desember 2018: 171-188. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Komunikasi dan Informasi 20 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Diakses dari https://ojs.uajy.ac.id/index.php/jik/article/download/1480/ 1237. Diakses pada 24 JUni 2020, pk. 19.30 WIB Ramadani, Thoriq. (2019). “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Komunikasi Publik Di Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral”. Jurnal Borneo Administrator, Vol. 15 No. 1, 1-18, April 2019. Samarinda: Puslatbang KDOD Lembaga Administrasi Negara, diakses dari https://www.esdm.go.id/assets/ media/content/content-implementasi-kebijakan-pengelolaankomunikasi-publik-di-kementerian-esdm.pdf, diakses pada 20 Juni 2020, pk. 06.00. Sumber Internet ABC Australia. (2020). “Pemerintah Indonesia Diminta ‘Terbuka dan Tegas’ Tangani Virus Corona”. ABC Australia, Rabu, 1 April 2020, 04.20 WIB. Diakses dari https:// www.vivanews.com/berita/nasional/43205-pemerintahi nd one s i a - d i m i nt a - te r bu k a - d an - te g as - t ang an i - v i r us corona?medium=autonext . Diakses pada 2 Juni 2020, pk. 10.00 WIB ANTARA. (2020). “IDI Minta Pemerintah Transparan Soal Data Pasien Positif COVID-19 Di Indonesia”. antaranews.com, Senin, 16 Maret 2020 20:31 WIB. Diakses dari https:// www.antaranews.com/video/1360602/idi-minta-pemerintahtransparan-soal-data-pasien-positif-COVID-19-di-indonesia. Diakses pada 10 Juni 2020, pk 10.30 WIB BBC News Indonesia. (2020). “Virus Corona: Panic Buying Terjadi Di Enam Kota Besar, ‘Ini Bukti Tidak Ada Kebijakan Yang Solid Di Seluruh Kementerian Dan Pemda’ “. bbc.com/ Indonesia, 5 Maret 2020. Diakses dari https://www.bbc.com/ indonesia/indonesia-51739946 , pada 8 Juni 2020, pk. 15.00 CNN Indonesia.com (a). (2020). “Jejak Kritik Australia atas Penanganan Corona di Indonesia”. CNN Indonesia. com, Kamis, 25/06/2020 13:31 WIB. Diakses dari https://www. cnnindonesia.com/internasional/20200625111616-106-517322/ jejak-kritik-australia-atas-penanganan-corona-di-indonesia. Diakses pada 26 Juni 2020, Pk. 20.00 WIB Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 21

CNN Indonesia.com (b). (2020). “Menkes: Virus Corona Penyakit yang Bisa Sembuh Sendiri”. CNN Indonesia.com, Senin, 02/03/2020 16:33 WIB. Diakses dari https:// www.cnnindonesia.com/nasional/20200302162005-20-479814/ menkes-virus-corona-penyakit-yang-bisa-sembuh-sendiri. Diakses pada 5 Juni 2020, pk. 05.00 WIB CNN Indonesia.com (c). (2020). “ANALISIS: Lockdown Daerah, Simbol Karut-marut Penanganan Corona“. CNN Indonesia.com, Sabtu, 28/03/2020 12:23 WIB. Diakses dari https:// www.cnnindonesia.com/nasional/20200327161721-20-487625/ lockdown-daerah-simbol-karut-marut-penanganan-corona. Diakses pada 5 Juni 2020, pk 06.00 WIB Firdausi, Fadrik Aziz. (2020). “Darurat Sipil COVID-19 & Sejarah Status Keadaan Bahaya di Indonesia”. tirto.id., 7 April 2020. Diakses dari https://tirto.id/darurat-sipilCOVID-19-sejarah-status-keadaan-bahaya-di-indonesia-eKUE. Diakses pada 9 Juni 2020, pk. 09.10 WIB Firdausya, Ihfa. (2020). “Penelitian Ungkap Terjadi Bias Persepsi Warga Menyikapi Covid-19” mediaindonesia.com, Selasa 02 Juni 2020, 17:10 WIB. Diakses dari Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/317653penelitian-ungkap-terjadi-bias-persepsi-warga-menyikapicovid-19, diakses pada 3 Juni 2020, pk. 10.00 WIB Kantor Staf Presiden. (2020). “Penanganan COVID- 19: Protokol Komunikasi Publik”. Diakses dari Protokol-Komunikasi-COVID-19-ver-10-Mar-2020, link http:// ksp.go.id/wp content/uploads/2020/03/Protokol-KomunikasiCOVID-19.pdf. Diakses pada 18 Juni 2020 Leandha, Mei (2020). “Dokter Jiwa: Panik Berlebihan Hadapi COVID-19 Picu Psikosomatik”. Kompas.com, 15/04/2020, 09:18 WIB. Diakses dari https://regional.kompas.com/ read/2020/04/15/09182031/dokter-jiwa-panik-berlebihanhadapi-COVID-19-picu-psikosomatik?page=all. Diakses pada 5 Juni 2020. Pk. 11.00 WIB Komunikasi dan Informasi 22 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Nana, Dede. (2020). “Viral, Sindiran Tajam Media dan Warganet Luar Negeri atas Penanganan Corona di Indonesia”. Jatimtimes.com, Mar 23, 2020 11:35. Diakses dari https:// jatimtimes.com/baca/211337/20200323/113500/viral-sindirantajam-media-dan-warganet-luar-negeri-atas-penanganancorona-di-indonesia pada 15 Juni 2020, pk. 12.30 WIB Narasi. (2020). “Beda Pendapat Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Tangani COVID-19”. Narasi Newsroom, 12 Maret 2020. Diakses dari https://www.narasi.tv/ narasi-newsroom/beda-pendapat-pemerintah-pusat-dandaerah-dalam-tangani-COVID-19, diakses pada 1 Juni 2020, pk. 17.00 WIB Nuraini, Ratna. (2020). “NEGARA HADIR: Kasus Covid-19 Pertama, Masyarakat Jangan Panik”. Indonesia.go.id, 2 March 2020, 10:54 WIB. Diakses dari https:// indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/kasuscovid-19-pertama-masyarakat-jangan-panik. Diakses pada 1 Juni 2020, pk.22.00 WIB Pahrevi, Dean. (2020). “Masa Tanggap Darurat Covid-19 Diperpanjang, Tanda Pemerintah Tak Tegas Cegah Mobilitas Warga”. Kompas.com, 29/03/2020, 14:50 WIB. Diakses dari https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/29/14501481/ masa-tanggap-darurat-covid-19-diperpanjang-tanda-pemerintahtak-tegas. Diakses pada 15 Juni 2020, pk. 08.00 WIB Pandamsari, Aulia Putri. (2020). “Ragam persepsi masyarakat soal Covid-19: 45% jadi pakar dadakan”. lokadata.id, 12/04/2020, 12:05 WIB. Diakses dari https://lokadata.id/ artikel/hampir-sebagian-masyarakat-kini-jadi-pakar-dadakancovid-19, pada 30 Mei 2020 pada pukul 21.00 WIB Purbaya, Angling Adhitya. (2020). “Ada Penimbun Masker dan Antiseptic saat Semua Orang Khawatir Corona”. detikNews, Kamis, 05 Mar 2020 08:57 WIB. Diakses dari https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4925990/adapenimbun-masker-dan-antiseptic-saat-semua-orang-khawatircorona, diakses pada 3 Juni 2020 pk. 10 WIB Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 23

Rasyid, Shani. (2020). “New Normal Masih Jadi Perdebatan, Rimbawan UGM Sarankan Konsep Ini”. Merdeka.com, Selasa, 2 Juni 2020 11:26. Diakses dari https://www. merdeka.com/jateng/new-normal-masih-jadi-perdebatanpublik-rimbawan-ugm-sarankan-konsep-ini.html . Diakses pada 6 Juni 2020, pk. 20.00 WIB Sekretariat Presiden. (2020). “Arahan Tegas Presiden Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara, 18 Juni 2020”. Youtube, 28 Juni 2020. Diakses dari https://www. youtube.com/watch?time_continue=565&v=SfKQFn4GGE0. Diakses pada 28 Juni 2020, pk. 22.00 WIB Shalihah, Nur Fitriatus. (2020). “‘Indonesia Terserah’, Kritik untuk Pemerintah dan Pengingat untuk Kita Semua....”. Kompas.com, 17/05/2020, 09:46 WIB. Diakses dari https:// www.kompas.com/tren/read/2020/05/17/094617565/indonesiaterserah-kritik-untuk-pemerintah-dan-pengingat-untuk-kitasemua?page=all. pada 15 Juni 2020. Pk. 13.00 WIB Tambun, Lenny Tristia. (2020). “Ini Tugas Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19”. Beritasatu.com, Sabtu, 14 Maret 2020 | 14:05 WIB. Diakses dari https:// www.beritasatu.com/kesehatan/608687-ini-tugas-gugus-tugaspercepatan-penanganan-covid19, pada 10 Juni 2020, pk. 12.30 WIB Watari, Doli. (2018). “Belum Optimal, Kemkominfo Ingatkan Lima Tugas Humas Pemerintah “. Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Siak, April 17, 2018. Diakses dari http://diskominfo.siakkab.go.id/belum-optimal-kemkominfoingatkan-lima-tugas-humas-pemerintah/2/, diakses pada 4 Juni 2020, pk. 07.00 WIB WHO-Indonesia. (2020). “Pertanyaan Coronavirus”. Diakses dari

dan

jawaban

terkait

https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-forpublic. Diakses pada 15 Juni 2020

Komunikasi dan Informasi 24 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Webinar Moenawar, M. Ghozalie. (2020). “Menjaga Komunikasi Ketika Publik Sensi: Adaptasi Terhadap Communication Asymmetries”. [Video]. Webinar Series #1 UAI : Menjaga Komunikasi Ketika Publik Sensi. Selasa, 9 Juni 2020, 10.00-12.30 WIB via zoom. Jakarta : Prodi Ilmu Komunikasi , Puskakom dan KOMIK Universitas Al Azhar Indonesia, diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=cI4ekvzbWIc, diakses pada 10 Juni 2020, pk 12.00 WIB

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 25

PANDEMI, DISTORSI KOMUNIKASI DAN NARASI ‘HANTU KOMUNIS’ St. Tri Guntur Narwaya

“Awas PKI bangkit kembali”. Frase kalimat ini tiba-tiba kembali mencuat saat masyarakat didera krisis pandemi. Sejak lengsernya Orde Baru (Orba) tahun 1998 hingga hari ini, narasi sentimen ini belumlah meredup sama sekali (Heryanto, 2006; Herlambang, 2013; Budiawan, 2004). Dalam beberapa momen, artikulasinya kembali menguat, dan dalam intensitas tertentu, narasi ‘kebangkitan PKI’ ini masih terus tereproduksi. Bahkan, beberapa organisasi massa dan sebagian kekuatan politik memobilisasi isu ini dengan berbagai motifnya. Mereka seperti ingin meyakinkan publik bahwa kebangkitan PKI adalah sesuatu yang benar-benar serius dan nyata. Isu ini memancing polemik sekaligus kontroversi. Namun tidak sedikit pula yang memahaminya hanya sekedar kabar bohong semata. Bagi sebagian yang tidak percaya, narasi bahaya komunis hanyalah modus politik yang dimanfaatkan oleh kekuatan politik tertentu. Memahami narasi ‘kebangkitan PKI’ di situasi pandemi memunculkan beberapa pertanyaan, terutama menyangkut dimensi-dimensi spesifik apa yang mendorong artikulasi ini kembali muncul? Seberapa jauh relasi dan signifikasninya dengan konteks problem wabah berlangsung? Atau ia hanya bagian siasat wacana untuk orientasi dan target kepentingan politik tertentu? Dibaca sebagai diskursus, polemik ini menarik untuk ditelaah, setidaknya untuk memahami artikulasi wacana yang berkembang di momen krisis ini. Tulisan ini setidaknya hendak menjangkau beberapa persoalan yang penting untuk dielaborasi. Pertama, untuk mendalami seberapa jauh narasi ‘kebangkitan PKI’ masih bertahan dan dimobilisasi dalam konteks dinamika politik di era pemerintahan Joko Widodo, dengan melihat berbagai korelasi dan interelasi dengan konfigurasi makna-makna lainnya. Kedua, ingin melihat krisis ruang publik komunikasi yang terus menggejala hari ini, terutama problem distorsi wacana akibat berbagai negosiasi politik yang berjalan. Diskurus ‘anti-komunis’ sendiri adalah salah satu ilustrasi menarik untuk bisa menangkap kecenderungan wajah distorsi tersebut. Komunikasi dan Informasi 26 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Untuk menjawab lokus masalah di atas, penulis memposisikan krisis pandemi ini pertama-tama bukan sebagai problem medis semata, namun secara luas bisa ditangkap sebagai lanskap diskursif politik. Pandemi dipahami bukan sebagai realitas fakta empiris-objektif, namun sebagai bagian fenomena diskursif. Melalui kacamata teoritik pasca-strukturalis seperti Michel Foucault, John B. Tompson, Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, tulisan ini ingin menjangkau dimensi lebih dalam soal artikulasi atas diskusrus ‘kerbangkitan PKI’ tidak sekedar apa yang diungkapkan secara verbal, namun landasan prinsip politik di dalamnya. Melalui telaah ‘metapolitik’ bisa membantu menelusuri pengandaian-pengandaian dasar mengapa narasi ‘sentimen PKI’ masih terus diawetkan dan bahkan menjadi matriks atau modus eksistensi politik sejak Orde Baru berkuasa. Pandemi dan Rumor Kebangkitan PKI Simpang siur informasi cukup meluas terutama di masa-masa awal munculnya wabah, yang berakar dari ketidakpastian atas pengetahuan wabah dan cara mengatasinya. Kecepatan dan daya penularan yang begitu meluas di berbagai wilayah, dengan jumlah angka korban yang terus meningkat mampu memengaruhi efek kepanikan sosial yang besar. Ketidakjelasan sendiri sejak awal didorong banyak pihak, baik dari lembaga institusi kesehatan dunia (WHO) maupun otoritas negara yang masih sering berspekulasi. Dampaknya, terjadi carut marut dalam membangun penyikapan dan tindakan yang dibutuhkan. Tidak sedikit langkah spekulasi ini justru menimbulkan pro-kontra yang kontraproduktif. Bahkan, beberapa langkah yang diambil justru menimbukan polemik di masyarakat. Langkah-langkah kedaruratan yang dilakukan pemerintah dalam satu sisi dianggap sebagai bentuk kelemahan, kegagalan dan bahkan tidak sedikit yang melihatnya sebagai kesewenangan yang tidak demokratis. Beberapa reaksi politis lalu melihatnya sebagai bukti kegagalan negara. Ia bisa terlihat dari berbagai sikap respon kritik bahkan tidak sedikit bentuk reaksi ketidakpatuhan sosial. Kita bisa lihat fenomena ini dalam soal aturan kebijakan kuncitara (lockdown) atau PSBB yang masingmasing pemerintah daerah memberi respon tidak seragam dan tidak keseluruhan mematuhi pedoman kebijakan pemerintah pusat.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 27

Berbagai respon publik muncul dan terutama santer disuarakan oleh mereka yang notabene sering dianggap sebagai oposisi politik pemerintahan. Bahkan di beberapa respon tidak sedikit yang membangun tuduhan-tuduhan negatif seperti ketidakbecusan pemerintah, kelambanan gerak antisipasi, konspirasi global hingga rumor negatif kebangkitan PKI. Beberapa nalar yang dibangun terhadap isu kebangkitan PKI setidaknya tertangkap dalam beberapa narasi: Pertama, pandemi Covid-19 dianggap sebagai upaya konspirasi komunis Tiongkok untuk menghabisi kelompok Islam. Dalam klaim tuduhan ini, virus dicurigai sebagai ‘senjata biologis’ yang sengaja diproduksi untuk menghancurkan kekuatan politik Indonesia terutama kepentingan Islam (www.cnnindonesia.com, 2020). Tuduhan ini juga diarahkan pada protokol ‘Rapid Test’ yang dianggap sebagai cara China untuk memasukan zat berbahaya ke dalam tubuh. Kedua, kebangkitan kekuatan komunis dihubungkan dengan semakin maraknya kedatangan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok ke Indonesia (Tirto.id, 2020). Narasi tuduhan ini dikembangkan dengan klaim bahwa kedatangan para pekerja itu sebagai upaya Tiongkok untuk menguasai kekayaan sumber daya alam Indonesia. Kedatangan TKA ini juga dikawatirkan akan memperluas penyebaran virus Korona. Serangan ke pemerintah pun semakin kencang dengan menganggap persoalan TKA ini bukti pemerintah pro terhadap kepentingan komunis. Ketiga, narasi yang berupaya mengaitkan kebijakan pembatasan dan penutupan tempat ibadah dalam masa pandemi ini sebagai bagian sistemik untuk merepresi kalangan umat Islam. Kebijakan tersebut dianggap diskriminatif dan kurang adil (Kabar24.Bisnis.com, 2020). Keempat, wacana tentang rencana hari ulang tahun PKI, 23 Mei dianggap sebagai bukti atas kebangkitan PKI di Indonesia. Sebelumnya juga telah terjadi penangkapan orang-orang yang memakai atribut kaos berlogo PKI. Sementara itu pada bulan Mei cuitan tentang isu ‘kebangkitan PKI’ semakin menguat (cnnindonesia.com, 2020). Kelima, pengangkatan para pejabat publik yang dianggap simpatisan PKI, salah satunya menyorot terpilihnya Imam Brotoseno sebagai Direktur TVRI yang dianggap menjadi unsur-unsur kekuatan PKI di pemerintahan. Keenam, adalah polemik pembahasan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), yang ditengarai sebagai agenda untuk mengubah secara sistematis ideologi Pancasila. Komunikasi dan Informasi 28 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Tuduhan ini sangat kuat dialamatkan kepada partai-partai pengusung agenda RUU tersebut, terutama PDIP yang dianggap menjadi kekuatan partai pendukung pemerintah. Rumor kebangkitan komunis juga dimobilisasi oleh beberapa organisasi massa. Mereka bahkan menggelar aksi penolakan di beberapa tempat. Aksi massa kebanyakan dilakukan oleh kekuatan oposisi politik yang berseberangan dengan pemerintah. Sebagian besar dari mereka adalah sisa-sisa kekuatan ‘aksi 212’. Mereka membangun klaim bahwa kebangkitan PKI benar-benar nyata dan bisa dideteksi melalui kebijakan pemerintah yang dianggap semakin memberi angin peluang pada anasir-anasir PKI untuk bergerak. Tuduhan negatif dialamatkan pada Jokowi yang dianggap sebagai anak keturunan PKI. Fitnah tuduhan yang pernah diproduksi pleh Tabloid Obor masih direproduksi kembali. Dalam rumor yang lain mereka juga menuding bahwa PDIP dianggap toleran terhadap kepentingan PKI. Dalam aksi massa besar di Jakarta bulan Juni 2020, mereka bahkan berani membakar bendera PDIP (Tirto.id). Selanjutnya oleh PDIP, kasus pembakaran bendera itu disikapi dengan jalur tuntutan, agar para pelaku pembakaran ditangkap dan diproses secara hukum. Narasi Orde Baru dan Politik Memori Sejarah menunjukkan, pasca PKI telah dihancurkan, dibubarkan dan dilarang secara resmi di tahun 1966, narasi ‘bahaya laten komunis’ telah menjelma sebagai ‘narasi resmi’ yang dipatenkan sepanjang tahunnya. ‘Sentimen anti komunias’ terus dirawat dan dipahatkan dalam berbagai bentuk monumen, museum, narasi buku sejarah, film hingga bentuk artefak-artefak sosial lainnya. Secara legal, Tap MPRS No. XV Tahun 1996 juga telah membekukan PKI sebagai organisasi politik yang dilarang di Indonesia beserta seluruh nilai ajarannya. Untuk mengenang dan menjadikan politik kontrol ingatan, rezim Orde Baru membangun skema politik ‘kewaspadaan nasional’ sekaligus memeringati peristiwa 1 Oktober sebagai tonggak penting untuk mencangkokkan kesadaran akan bahaya ideologi komunis di Indonesia. Repetisi kesadaran juga dibangun melalui beberapa sarana media propagandanya seperti kewajiban pemutaran film tentang “Penumpasan Penghianatan G30S/PKI” yang ditayangkan rutin tiap tahunnya. Film yang di sutradarai oleh Arifin C. Noer dan diproduksi Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 29

oleh Pusat Produksi Film Negara (PPFN) pada tahun 1984 lalu dihentikan penayangannya di media televisi pada September 1998 atas berbagai kritik dan masukan pertimbangan. Politik memori Soeharto menempatkan ‘PKI’ tak lebih direpresentasikan sebagai musuh ancaman negara, hantu laknat dan segala citra jahatnya. Pada banyak momen artikulasi, frase ‘komunis’ atau ‘PKI’ bahkan telah terartikulasikan sebagai bentuk makian, umpatan dan persetanan terhadap setiap masalah yang dianggap sebagai sesuatu hal yang kriminal, jahat atau buruk (Budiawan, 2004). Komunis atau PKI terus berkembang ditempatkan secara simbolis dan dikonstruksi secara politis menjadi objek sasaran tuduhan dan mekanisme bekerjanya logika kambing hitam. Setiap krisis atau peristiwa politik yang bermasalah tidak sedikit selalu dialamatkan pada kesalahan PKI. Jikapun praktis sudah dibubarkan dan dihancurkan, PKI masih menjadi lokus bekerjanya politik kambing hitam. Siapapun dan kelompok apapun yang dianggap kritis dan bersebarngan dengan kehendak politik Orde Baru akan mudah dilabeli dan direifikasi dengan stigma politik sebagai komunis atau PKI (Narwaya, 2010). Narasi sentimen “anti komunis” menjadi strategi politik kontrol sekaligus mekanisme untuk mengeksklusi kekuatan-kekuatan yang kritis terhadap rezim Soeharto. Dalam banyak momen kasus, kontrol ingatan ini juga selalu dibarengi dengan ekspresi kebijakan kekerasan politik terhadap setiap orang yang dianggap sebagai lawan politik. ‘Politik ingatan’, selalu dibangun dengan modus kontrol kekuasaan atas narasi sejarah resmi. Sejarah lalu dikreasikan sesuai dengan apa yang menjadi kehendak kekuasaan. Sejarah adalah bangunan pengetahuan yang akan mampu dijadikan sebagai legitimasi kebenaran. Kekuatan yang sanggup mengontrol dan menguasai isi ingatan sejarah, ialah yang akan mampu menguasai opini dan pendapat umum. Michael Sturner, sosok pengaji politik memori pernah mengatakan bahwa “Di negeri tanpa sejarah, masa depan dikuasai oleh mereka yang menguasai isi ingatan, yang merumuskan konsep dan menafsirkan masa lalu”. Dalam politik ingatan, ada sejarah yang sengaja untuk dihilangkan dan ada sejarah yang ingin dianggap sebagai fakta kebenaran. Memori kolektif masyarakat terpaksa harus ‘mengunyah’ apa yang sudah disediakan oleh narasi resmi. Seperti masa Orde Baru, sejarah lebih banyak ditafsirkan secara seragam oleh kekuatan sejarah militer. Buku karya Komunikasi dan Informasi 30 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Katharine McGregor, “Ketika Sejarah Berseragam” memperlihatkan secara terperinci bagaimana historiografi sejarah sejak Orde Baru masih sarat dengan nalar kepentingan kekuasaan, terutama dominasi yang ditafsirkan oleh kepentingan militer (McGregor, 2008). Politik memori juga selalu bekerja seiring dengan mekanisme politik stigma (stigmatisasi). Politik stigma adalah mekanisme politis untuk memberi identifikasi pada ‘yang lain’, yang cenderung ditempatkan secara tidak baik dan dalam hal politik seringkali dikonstruksikan sebagai musuh. Secara psikologis, stigma bekerja untuk mengkonstruksi sisi negatif. Praktik pelabelan pada ‘PKI’ kepada mereka yang dianggap melawan Orde Baru adalah bentuk untuk mendefinisikan setiap orang secara buruk dan dianggap absah untuk dieksklusi dalam tatanan masyarakat. Pemikir seperti, Erving Goffman, memahami stigma sebagai identifikasi terhadap situasi manusia yang dianggap menyimpang dan berbeda dengan identitas masyarakat (publik). Menurut Goffman (1963: 46), stigma adalah “differentness about an individual which in given a negative evaluation by others thus distorts and discredits the public identity of the person”. Dalam pemahaman Goffman, stigmatisasi ini adalah bentuk gambaran tentang sikap, perilaku dan sistem yang tidak memberikan ruang semestinya terhadap identitas perbedaan. Yang berbeda secara politis tidak akan diberi tempat. Dalam tinjuauan yang lain. Coleman (1986) memberikan pengertian bahwa stigmatisasi adalah bentuk penghakiman nilai dari kelompok yang dominan, yakni mereka yang memiliki kuasa dalam konteks kultur tertentu terhadap mereka yang tidak diinginkan. Dalam banyak hal, politik stigmatisasi sering dipakai untuk menjaga hirarki sosial, di mana hirarki yang dominan akan menguasai hirarki yang lebih rendah. Wacana sentimen ‘anti komunis’ bisa dibaca sebagai bentuk artikulasi ideologi yang banyak hal memakai praktik politik diskusif. Fenomena ideologi pada dasarnya tidak jauh dengan fenonena simbolik. Seperti yang diuraikan oleh John B. Thompson (2006), fenomena ideologis mengandung makna pengertiannya sepanjang “diarahkan dalam kondisi sosial-historis tertentu untuk membangun dan mempertahankan relasi dominasi”. Narasi-narasi ideologis ini dalam banyak hal direproduksi dan diartikulasikan melalui berbagai medium dan perangkat pengetahuan. Reproduksi pengetahuan akan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 31

membentuk kesadaran memori serta kepatuhan berpikir. Target utama dalam pembangunan narasi-narasi ideologis adalah tentu kekuasaan atas diri subjek-subjek kesadaran masyarakat. Sebuah pola kekuasaan yang tidak harus berwujud praktik fisik kekerasan, tetapi mampu menjangkau aspek dimensi psikologi sosial. Menurut Michel Foucault (Basis, 2006), jenis kekuasaan ini tidak harus terartikulasikan dalam tindakan-tindakan represif, namun bisa beroperasi secara sublim dan efektif menginjeksi kesadaran sosial masyarakat di mana ia dibawa melalui mekanisme-mekanisme artikulasi pengetahuan atau modus wacana. Artikulasi wacana tentu saja menemukan makna ideologisnya, ia tidak berada dalam ruang kosong, namun selalu berelasi dengan dimensi-dimensi konteks dan teks yang lain. Sejauh mengikuti pandangan kritis wacana, konstruksi dan artikulasi makna wacana selalu berdimensi relasional. Kehadiran makna wacana selalu dikonstitusikan dengan kehadiran makna yang berbeda (Smith, 20030. Distorsi Ruang Publik Komunikasi Artikulasi wacana ideologis selalu bergerak dan beroperasi dalam hubungan hirarki makna yang asimetris. Tidak hanya sebagai tujuan dari cara kerja ideologi, hubungan makna yang asimetris ini justru secara konstitutif menentukan makna dari bangunan ideologi itu sendiri. Hubungan-hubungan ideologis ini bisa dikatakan sebagai hubungan-hubungan sosial yang asimetris. Dalam kerangka ini, penulis meminjam catatan Thompson (20060) untuk membaca narasi ideologis tentang diskursus sentimen ‘anti komunis’, “Sebuah upaya untuk menginvestigasi cara-cara bagaimana makna dikonstruks, diproduksi, dan dimobilisasikan melalui melalui bentuk-bentuk simbol dalam jenisnya yang bervariasi, dari ungkapan bahasa seharihari hingga citra dan teks yang kompleks; ia mensyaratkan kita untuk menginvestigasi konteks sosial tempat diterapkan dan disebarkannya bentuk-bentuk simbol, dan ia menuntut kita untuk memperytanyakan apakah, demikian juga bagaimana, makna yang dimobilisir bentukbentuk simbol digunakan, dalam konteks tertentu , untuk membangun dan mempertahankan relasi dominasi…” Makna sebuah wacana tidaklah bisa terbentuk jika tidak dikaitkan dengan berbagai relasi makna yang lain. Prinsip relasional ini juga yang Komunikasi dan Informasi 32 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

menjadi prinsip penting untuk membaca bagaimana narasi ‘kebangkitan PKI’ bisa dimengerti dengan lebih jelas. Karena kontijensinya dengan makna lain, maka makna wacana tidak bisa dipahami secara esensialis. Makna bahasa (wacana) tidak akan bisa menetap atau fixed. Dalam dinamika narasi ‘anti komunis’ kita juga tidak bisa melihatnya sebagai bentuk artikulasi yang bermakna tetap dan sama. Aspek konteks sosial historis membantu menjelaskan wajah transformasi keberadaan maknamakna khusus yang bisa dimunculkan. Berbagai kajian riset memberi penjelasan atas dinamika dan transformasi makna tentang narasi sentimen ‘anti-komunis’. Seperti halnya kajian riset Budiawan yang melihat aspek perubahan tentang wacana anti-komunis pasca Orde baru. Lahirnya berbagai wacana tanding dan juga perubahan struktur sosial politik tertentu memungkinan hadirnya perubahan-perubahan tersebut. Meski pada satu sisi pengawetan wacana tersebut masih berlangsung, tetapi pemaknaan yang dihadirkan tentu saja tidak sama persis dengan apa yang dahulu tereproduksi oleh Orde Baru (Budiawan, 2004). Karena ciri kontinjensi, perubahan makna tidak dimaknai secara deterministik bahwa makna tentu akan terus berubah. Namun perubahan yang dimaksud di sini menyangkut aspek dinamika kontinuitas (keberlanjutan) dan diskontinuitas (keterputusan) makna yang ada. Sentimen ‘anti-komunis’ secara ideologis diarahkan untuk meletakkan teks tentang ‘PKI’ atau segala hal yang berelasi dengan narasi ‘komunis’ merupakan sesuatu yang buruk dan harus dilawan. Karena sifat nalar ideologis ini, ia lebih cenderung mengkonstruksi PKI secara apriori dan tidak mendasarkan pada landasan konfirmasi bukti kebenaran. Logika ideologis seringkali menghindari penemuan kesahihan narasi yang dibutuhkan dalam mewujudkan kesahihan kebenaran wacana. Ia lebih menggambarkan usaha membangun ‘legitimasi pembenar’ semata, yang diarahkan sebagai dukungan apriori terhadap wacana yang sudah tersusun sebelumnya. Wacana diyakini secara apriori sebagai yang objektif, tidak terbantahkan dan tentu saja tidak memerlukan uji validasi. Cara kerja stigma dengan demikian sering mengabaikan status kerja-kerja validitas kebenaran tersebut (Haryatmoko, 2010: 3). Karena narasi atas ‘kebangkitan PKI’sejak awal terlihat tidak dimaksudkan untuk menyediakan ruang konfiormasi untuk validitas kebenaran. Ruang publik demokratis yang diandaikan berjalan secara Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 33

komunikatif tentu sulit bisa dibentuk dalam nalar wacana-wacana ideologis dan stigmatik seperti ini. Komunikasi politik tentu tidak bisa berjalan dalam prosedur yang baik di mana setiap orang bisa secara egaliter menjadi subjek dalam diskursus politik. Meminjam Jürgen Habermas, unsur mendasar tentang ruang publik yang komunikatif adalah syarat adanya penghargaan terhadap dimensi penting ‘rasionalitas kebenaran’. Komunikasi politis bisa berjalan melalui rasionalitas komunikatif yang menghargai aspek validasi dan konfirmasi kebenaran. Jika hal tersebut tidak ada, sejatinya tidak akan pernah ada komunikasi, karena yang ada kemudian hanyalah dominasi atau manipulasi atas kebenaran. Nalar dominasi wacana ini dalam banyak hal telah mendistorsi makna ruang publik komunikatif. Dengan demikian ia sejatinya telah menjadi sumber masalah yang mengancam prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri. Sejauh demokrasi diartikan sebagai ruang komunikasi yang emansipatif, maka segala praktik distorsi tentu saja akan merusak proses komunikasi. Ruang publik politis berpotensi akan selalu dirusak oleh nalar distorsif yang ada dalam praktik stigmatisasi dan segala relasi sosial yang dibangun secara dominatif. Dengan demikian legitimasi politik harus berakar pada persetujuan yang dilandaskan pada komunikasi, bukan pada legitimitas semu yang mengacu pada tatanan atau kebenaran yang tidak bisa didiskusikan lagi (Haryatmoko, 20100. Dalam landasan penting ini pula, maka kesetaraan dan kebebasan harus dihargai dan dijamin untuk mencegah campur tangan otoritas, dominasi dan tekanan. Hantu Komunis sebagai ‘Consitutive Outside” Secara politis, PKI sudah dibubarkan sekaligus dihancurkan, namun mengapa keberadaannya seolah-olah diandaikan masih eksis sepanjang waktu? Secara teoritik, jawaban atas pertanyaan ini tidak akan bisa kita temukan secara mendasar jika kita tidak menyentuh aspek pembentukan makna di dalamnya. Pengandaian mendasarnya pertama-tama terletak pada prinsip logika metapolitik dominan yang membimbing praktik politik itu sendiri. Selama ini, pemahaman gagasan konsep politik selalu diarahkan untuk mencapai cita-cita dasar (virtue) keutamaan nilai tertentu. Seburuk apapun jenis dan model politik yang dibangun, konstruksi yang dibangun selalu mengandaikan Komunikasi dan Informasi 34 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

adanya horizon virtue cita-cita politik keutamaan tersebut. Dasar logika ini sekaligus menjadi modus penting untuk sebuah legitimasi politik. Hal ini bisa kita lihat dalam konsepsi dasar politik demokrasi, yang meletakan aspek keutamaan tentang kebebasan dan kesetaraan sebagai dimensi terpenting Persoalan berikutnya adalah bagaimana pengertian demokrasi dengan cita-cita keutamaan selanjuutnya bisa terlegitimasi dan diyakini secara umum sebagai sistem nilai yang baik? Untuk kepentingan ini, demokrasi lalu membutuhkan penjelasan atas makna dirinya. Ia sendiri tidak akan menjelaskan apa-apa jika tak merelasikannya dengan makna nilai yang lain. Penjelasan selama ini, Ia selalu diperlawankan secara konstitutif dengan apa yang disebut sebagai musuh-musuh demokrasi. Kita memahami demokrasi lewat relasi makna, yakni sistem-sistem anti demokrasi seperti monarki absolutisme, otoritarisme, fasisme atau kediktatoran lainnya. ‘Yang Politis” (The Political) sebagai citacita menemukan kebermaknaan melalui relasinya dengan ‘sistem lain yang diperlawankan itu. Maka makna kebaikan demokrasi tidak hadir dalam dirinya sendiri tetapi selalu secara konstitutif dibentuk oleh kehadiran makna yang lain. Cara nalar demikian sebenarnya terbaca jika kita dekati dengan konsepsi makna yang dibangun oleh perspektif pasca-struktural, bahwa keberadaan makna sesuatu hal akan selalu ditentukan secara konstitutif oleh keberadaan makna hal yang lain secara universal (Suryajaya, 2012). Dengan demikian makna demokrasi selalu secara konstitutif merujuk pada relasi makna dengan sistem totaliter dan segala makna politik yang tidak demoratis. Halhal yang tidak dan berlawanan dengan demokrasi menjadi ‘constitutive outside’ bagi makna demokrasi itu sendiri. Kita juga bisa menelusurinya jauh pada perjalanan bagimana imajinasi politik Indonesia terbangun. Sebelum era kemerdekaan, imajinasi politik Indonesia adalah ‘anti-kolonial’. Imajinasi bangsa kita sejak awal dikonstruksi atas cita-cita untuk melawan sesuatu yang tidak baik yang disebut sebagai kolonialisme. Indonesia yang merdeka sebagai cita-cita politik selalu diperlawanankan dengan segala hal ikhwal yang tidak baik seperti penindasan, kekerasan, pemerasan, pemaksaan yang terangkum dalam watak kolonnialisme yang ingin dilawan. Makna Indonesia sendiri kemudian tidak bisa dilepaskan dengan makna kolonialisme. Situasi nalar ini mengalami perubahan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 35

saat Orde Baru berkuasa. Rezim ini dalam konsensus pembentukannya menyertakan secara koinstitutif ‘komunisme’ dan ‘PKI’. PKI secara politis lalu diletakkan tidak hanya sebagai musuh yang harus dilawan, namun makna atasnya telah memberi eksistensi makna terhadap keberadaan Orde Baru itu sendiri. Di mana orde Baru bisa dikatakan berdiri tegak dengan pilar makna di luarnya, yakni sebuah rezim yang mendaku sebagai anti komunis. Prinsip dasar inilah yang kemudian menentukan segala hal sikap maupun tindakan politik Orde Baru. Tanpa mengkonstruksi ‘hantu komunis’ sebagai ihwal ‘contitutive outside’ bisa dikatakan Orde Baru tidak akan ada. Karena menjadi jaminan atas identitas dan eksistensi politik, maka keberadaan ‘hantu komunis’ pada satu sisi ingin dilawan dan dihilangkan, namun di sisi lain ia akan selalu dihidupkan. Karena peran konstitutifnya ini, ‘PKI” apakah secara realitas ada atau tidak ada tidak menjadi penting. Apa yang penting adalah mempertahankan relasi biner diskursif ini agar terus awet dan bertahan. Kita bisa melihat relasinya dengan fenomena pasca-Orde Baru, kekuatan-kekuatan politik yang dahulu menopang eksistensi wacana ini pada kenyataannya terus berusaha untuk mempertahankannya. Kita bisa ilustrasikan ini dalam modus pembentukan makna yang berlaku universal. Apa yang baik, akan bisa dimaknai baik bukan karena makna baik itu sendiri, tetapi karena ada makna tidak baik di luar sana yang bisa menjadikan makna baik tersebut menjadi bermakna. Modus oposisi biner inilah yang masih berlaku untuk membaca narasi pengawetan sentimen anti komunis, yang pada momentum tertentu terus direproduksi. Representasi atas makna buruk komunis tidak akan pernah bisa merujuk pada proses penandaan yang objektif. Representasinya bisa terus bergerak sesuka hati sesuai dengan konteks kepentingan apa yang ingin dibangun. Makna tentang ‘PKI’ atau “komunis” tidak merujuk pada entitas esensial atau sesuatu ihwal yang objektif dan empiris. Apa yang dikonstruksikan menjadi sifat buruk bisa dibentuk dalam kreasi tanpa batas seperti modus simulacrum tanda yang terus berkembang. Namunpun demikian, kebertahanan makna selalu juga ditentukan sejauh mana konfigurasi makna yang terjadi. Konfigurasi makna ini bisa berubah ditentukan oleh bagaimana masing-masing unsur makna saling bernegosiasi dan juga berkontestasi. Komunikasi dan Informasi 36 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Secara diskursif, narasi tuduhan ‘kebangkitan PKI’ yang direproduksi oleh beberapa kekuatan masyarakat juga menemukan titik ekuivalensi dan juga titik diferensiasinya. Dominasi narasi anti komunis pada dasarnya berhadapan dengan berbagai unsur yang juga menantangnya (rival tanding), dari kehadiran wacana-wacana yang lain. Kekuatan Orde Baru secara politis terfragmentasi dan tidak terpusat pada satu kubu kekuatan semata. Kontestasi menjadi lebih terbuka dan memungkinkan ekspresi pemaknaan atas sejarah dan narasi tentang PKI bisa tidak lagi seragam. Ekspresi yang beragam ini juga ditunjang oleh semakin terbukanya ruang publik melalui berbagai keterbukaan teknologi media. Setiap narasi politik lalu mudah untuk dicek dan diverifikasi apakah sebagai kebenaran atau hanya sebagai manipulasi semata. Kasus terakhir tentang polemik pembakaran bendera PDIP yang dianggap sebagai partai yang dekat dengan PKI mudah untuk dipatahkan kesahihan argumentasinya. Memang modus politik stigma dan fitnah tuduhan, secara cepat dan masif bisa mudah termobilisasi karena peran mediasi media, namun di sisi lain ia juga mudah untuk diverifikasi kebenarannya melalui teknologi media. Modus stigmatisasi dan kampanye kebencian melalui narasi anti-komunis yang menyasar pada kelompok-kelompok tertentu ini, tidak akan cukup mudah mendominasi keseragaman makna. Apa yang menarik untuk jadi catatan refleksi atas fenomena ini adalah: Pertama, narasi sentiment ‘anti komunis’ sendiri telah mengalami transformasi tidak hanya pada bentuk artikulasinya, namun juga dalam kualitas maknanya yang tidak lagi seperti era represi Orde Baru sebelumnya. Aspek keterbukaan media, memungkinkan membantu setiap orang untuk menganalisis, mengoreksi, memverifikasi dan mengkonfirmasi kesahihan dan kevalidan narasi ini. Pemaknaan tidak lagi bisa menjadi hegemoni sepenuhnya, karena kontestasi diskursus lebih bisa terbuka dan beragam. Kedua, dalam prinsip ruang publik demokratis, narasi sentimen kebencian yang tidak terlandasi dengan spirit validitas kebenaran dan korespondensi atas realitas fakta kebenaran hanya akan memperkeruh dan mendistorsi ruang publik demokrasi. Nalar stigmatisasi dan kebencian politik yang tidak menempatkan ruang kontestasi yang egaliter dan demokratis ini tidak hanya akan membuka distorsi, namun juga potensi kekerasan sosial dan politik secara lebih luas. Ketiga, praktik narasi kebencian dan polaMedia, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 37

pola komunikasi politik yang dominatif biasanya justru hanya menjadi tempat berlindung atas selubung nalar yang bekerja di baliknya. Diseminasi pengetahuan dan literasi politik masyarakat yang semakin baik, justru akan menjadi pagar kontrol atas kerja nalar dominatif ini. Setiap individu kini bukan semata sebagai objek sasaran politik, namun juga bisa menjadi subjek aktif untuk bisa terlibat dalam ruang-ruang diskursus politik. Dalam perkembangan inilah, dominasi wacana selalu akan menemukan potensi-potensi resistensi dan keretakannya. Narasi kebenaran sejarah dan makna-makna politik kini tidak lagi bisa mudah untuk dibekukan secara seragam dalam kotak kepentingan yang tunggal.

Komunikasi dan Informasi 38 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Bisnis.com. (2020). “MUI Kritik Pemerintah Soal Penutupan Masjid”. Sumber: https://m-bisnis.com.cdn.ampproject.org/v/s/m.bisnis. com/amp/read/20300517/15/1241676/mui-kritik-pemerintahsoal-penutupan--masjid . Diakses tanggal 29 Juni 2020. Budiawan. (2004). Mematahkan Pewarisan Ingatan: Wacana AntiKomunis dan Politik Reskonsiliasi Pasca-Soeharto. Jakarta: Penerbit Elsam. CNN Indonesia. (2020). “Belum September, Isu Bahaya PKI Ramai di Medsos Sejak Mei”. Sumber: https://m.cnnindonesia.com/ teknologi/20200526073035-192-506863/belum-september-isubahaya-pki-ramai-di-medsos . Diakses tanggal 29 Juni 2020. CNN Indonesia. (2020). “Muhammadiyah Sesalkan Isu Corona Konspirasi Yahudi dan China”. Sumber: https://m.cnnindonesia. com/nasional/20200427162024-20-497724/muhammadiyahsesalkan-isu-corona-konspirasi-yahudi-dan-china. Diakses tanggal 28 Juni 2020. Coleman, LM. (1986). Stigma: An Enigma Demystified. S.D. Ainlay, O. Becket & LM Colemea (eeds). The Dilemma of Diference (pp. 211232). New York: Plenum Press. Goffman, E. (1963). Stigma Notes on The Management of Spolled identity. New York: Shusters, Inc. Haryatmoko. (2010). Dominasi Penuh Muslihat: Akar-akar Kekerasan dan Diskriminasi. Jakarta: Penerbit Gramedia. Herlambang, W. (2013). Kekerasan Budaya Pasca 1965; Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film. Jakarta: Penerbit Marjin Kiri. Heryanto, A. (2006). State Terrorism and Political Identity in Indonesia, Fatally Belonging. New York: Routledge. Majalah Basis. (2006). Edisi Khusus Michel Foucault. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. McGregor, K. (2008). Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Syarikat, Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 39

Narwaya, STG. (2010). Kuasa Stigma dan Represi Ingatan. Yogyakarta. Penerbit Resist Book. Smith, AM. (2003). Laclau and Mouffe, The Radical Democratic Imaginary. London: Routledge. Suara.com. (2020). “TKA China Masuk Sultra, Wabah Covid-19 Kian Menkhawatrikan”. Sumber: https://micrpsite-suara.com/ dpr/2020/05/01/082528/tka-china-masuk-sultra-wabah-covid19-kian-mengkhawatirkan. Diakses tanggal 28 Juni 2020. Suryajaya, M. (2012). Kajian tentang Marxisme dan Filsafat Kontemporer. Yogyakarta: Penerbit Resist Book. Thompson, JB. (2006). Kritik Ideologi Global (penerjemah: Haqqul Yaqin). Yogyakarta: Penerbit Ircisod. Tirto.id. (2020). “Bendera PKI & PDIP Dibakar di Demo PA 212 soal HIP Berimbas Panjang”, Diakses dari https://amp=tirto=id.cdn. ampptoject.org/v/s/amp.tirto.id/bendera-pki-7-pdip-dibakardi-demo-pa-212-soal-hip-berimbas-panjang. Diakses tanggal 29 Juni 2020.

Komunikasi dan Informasi 40 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

PUPUSNYA NILAI DELIBERATIF DALAM KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PENANGANAN PANDEMI COVID-19 Muhamad Sulhan

Pengantar Pandemi Covid-19 tidak lagi semata-mata perkara kesehatan. Fakta dan opini yang mengiringi pandemi ini sudah menyeruak ke berbagai isu lain yang bahkan tidak memiliki hubungan signifikan. Publik disuguhi dengan begitu banyak informasi baik di media sosial maupun di media konvensional. Terlepas dari mulai jenuhnya informasi tentang definisi dan serba-serbi virus, informasi tentang politik kepentingan, benturan kelas, psikologis para pekerja kesehatan, dan beragam berita lain turut menghiasi media sehari-hari. Inilah fakta biasnya guliran informasi. Terjadi hoax yang berkelindan dengan benturan kepentingan politis, sosial, dan ekonomi. Isu konspirasi sempat menjadi viral di masyarakat. Kemunculan pahlawanpahlawan instagram saat pandemi menghiasi media siaran. Muatan informasi yang begitu banyak membuat publik betul-betul menemukan titik jenuh dengan informasi tentang pandemi. Isu utama bergesar lebih serius dari pada sekadar penanganan virus. Komunikasi publik pemerintah dipandang mengalami krisis parah. Legitimasi dipertanyakan. Beragam bentuk dan format komunikasi pemerintah menuai banyak kritik dan pertanyaan. Sejak dibentuknya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC) pada 14 Maret 2020, pemerintah telah menunjukan upaya terintegrasi untuk menangani virus ini. Alur aturan penanganan dikuatkan dengan menciptakan berbagai produk hukum baik berupa Surat Edaran, Peraturan Menteri Dalam Negeri, untuk mendukung keputusan Presiden Nomor 7 tahun 2020. Upaya itu menunjukan kinerja yang layak diapresiasi seperti proses up date informasi tanpa henti, menciptakan jejaring birokrasi di semua wilayah, menciptakan model protokol kesehatan yang dilaksanakan seketat mungkin, dan beragam upaya lain. Pemerintah telah melakukan proses komunikasi publik semaksimal mungkin terkait Covid-19. Namun publik masih Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 41

melihat semua upaya itu tidak cukup maksimal untuk dipandang sebagai langkah strategis mengatasi pandemi. Banyak pihak melihat bahwa pemerintah terlalu lamban mengambil kebijakan. Kurang adanya ketegasan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Di tengah kenyataan seluruh pemerintahan di dunia memang terbatabata mengatasi pandemi ini, masih terus menggema ketidakpuasan publik dalam beragam versi. Pertanyaan besar segera muncul: sebegitu besarkah kontribusi opini publik yang menyebabkan persepsi atas tindakan pemerintah begitu beragam di masyarakat Indonesia? Apa yang melatarbelakangi mudahnya isu kesehatan bergeser menjadi isu lain yang berpotensi membuyarkan konsentrasi penanganan Covid-19? Apakah fakta informasi publik yang disampaikan pemerintah atas Covid-19 ini berhubungan dengan sebuah bangun sistem komunikasi yang ada di Indonesia selama ini? Untuk memberikan alternatif jawaban atas pertanyaan di atas, tulisan ini bermaksud mengurai latar belakang dan beragam fakta-fakta komunikasi yang terjadi mengiringi penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia selama ini. Fokusnya adalah pada unsur historis bentuk komunikasi publik pemerintah dalam koridor keterbukaan informasi publik. Tulisan ini akan dimulai dengan pemikiran utama bangun model sistem komunikasi di Indonesia yang saya lihat dari perspektif nilai demokrasi deliberatif Jurgen Habermas. Bagian kedua akan menelusuri berbagai alasan penyebab pergesaran isu di Indonesia dari isu kesehatan Covid-19 menjadi isu-isu lain yang bisa jadi tidak relevan. Pergeseran isu itu menjadi fakta negasi atas keterbukaan informasi publik secara ideal dalam model deliberatif. Berbagai contoh kasus dijumpai dalam prinsip komunikasi pemerintah pada saat penanganan Covid-19. Akhirnya tulisan ini akan mengelaborasi tesis utama bahwa ada semacam bangunan sistem komunikasi yang telah tercipta dalam konteks informasi publik di Indonesia yang berpotensi menciptakan krisis legitimasi pemerintah. Sesuatu yang seharusnya dihindari dan diantisipasi sejak dini. Nilai Demokrasi Deliberatif dalam Komunikasi Pemerintah: Antara Kegagapan & Keseriusan Kebijakan komunikasi pemerintah saat Covid-19 terkait erat dengan prinsip komunikasi publik. Respon cepat pemerintah sejak Komunikasi dan Informasi 42 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

bulan Maret 2020 untuk membentuk tim khusus bernama Gugus Tugas Penanganan Covid-19 membuktikan bahwa pemerintah berupaya keras untuk bertindak. Sebelumnya publik disuguhi kebingungan dan ketidaksiapan komunikasi dari Menteri Kesehatan. Terlihat nyata berbagai bentuk komunikasi pemegang otoritas yang belum terintegrasi. Ditandai dengan ketidaksinkronan pandapat para menteri, staf khusus, dan beberapa pembentuk opini di masyarakat. Semua itu terjadi justru pada saat masyarakat selaku publik masih belum mengetahui secara maksimal tentang virus Covid-19 tersebut. Tepat pada saat masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar dan bertanggung jawab atas Covid-19, pada saat itu pula pemerintah belum memiliki kesiapan untuk menyajikan informasi tersebut. Perlu dicatat pada awal tahun 2020 pada saat informasi tentang bahaya Virus Covid-19 merebak di China dan beberapa belahan dunia, publik di Indonesia menyikapi dengan beragam versi. Versi yang bernuansa kesehatan mensinyalir bahwa virus tersebut tidak akan membahayakan (mungkin berkaca pada kasus wabah SARS beberapa tahun sebelumnya). Versi yang bernuansa politis mengaitkan pandemi di Cina saat itu dengan landasan religius yang agak mengherankan (virus itu adalah hukuman bagi kaum kafir). Muncul pula versi yang bernuansa out of the box aspek ekonomis (mumpung dunia lagi kena virus, berikan diskon khusus untuk pariwisata di Indonesia). Beragam versi ini tidak menepis fakta bahwa pada bulan Maret 2020, contoh nyata korban virus ini terungkap ke media. Pada saat World Health Organization (WHO) memberikan surat “warning” kepada Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia (RI), publik sudah bergerak untuk mencari informasi lebih jauh tentang virus tersebut. Konsentrasi publik dan media selanjutnya menciptakan kebutuhan atmosfer komunikasi publik yang cukup unik. Saya akan meninjau keunikan ini dari perspektif demokrasi deliberatif Habermas. Menurut Habermas (Hardiman, 2009), istilah deliberasi berasal dari kata latin deliberatio yang dialihbahasakan ke bahasa Inggris menjadi deliberation (konsultasi, menimbang-nimbang, atau musyawarah). Catatan serius diberikan oleh Hardiman, tentang pentingnya menerjemahkan konsep ini dalam sebuah konteks kepublikan. Dia menyebutnya kebersamaan secara politis. Dalam konteks itu pula maka kata deliberatif selalu termaktub substansi demokrasi. Melalui Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 43

definisi tersebut, Habermas sebenarnya bermaksud menekankan pentingnya prosedur komunikasi untuk meraih legitimasi hukum di dalam sebuah proses pertukaran yang dinamis antara sistem politik dan ruang publik yang dimobilisasi secara kultural. Unsur sosiologis yang dinamis dan unsur politis berbasis landasan hukum untuk sebuah prosedur komunikasi manjadi catatan penting dalam mengulas model deliberatif (Habermas, 1979; Edgar, 2006; Fultner, 2014). Menurut Habermas, komunikasi selalu menjadi ciri dasar kehidupan bersama manusia, maka tuntutan teori demokrasi itu tidak lain daripada sebuah radikalisasi dari struktur-struktur komunikasi yang sudah tersedia lama di dalam negara hukum modern (Habermas, 1984; 1991). Keidealan bentuk-bentuk komunikasi yang dilandasi oleh semangat demokrasi pada dasarnya akan dicapai sedikit demi sedikit secara normatif (Hardiman, 2009:126). Dari pemikiran itu nampak bahwa Habermas meletakan sistem komunikasi prosedural dalam negara demokrasi tidak dilihat sebagai hasil final. Prosedur komunikasi dan tegangan politik di dalamnya menunjukan relasi aspek sosiologis yang dinamis dengan aspek hukum yang objektif. Aspek sosiologis yang dimaksud di sini adalah fakta bahwa setiap orang yang berada dalam masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan opininya. Meskipun opini itu tidak sejajar dengan keinginan dan arahan kebijakan pemerintah yang berdaulat hasil dari pemilihan umum (Hardiman, 2010). Masalahnya adalah bagaimana memastikan bahwa opini satu dua individu dianggap mewakili mayoritas opini publik? Bahkan tidak jarang opini satu orang akan berbeda dengan opini orang lain dalam koridor yang sama-sama melawan kebijakan pemerintah. Dari kerisauan peluang besarnya perbedaan itulah, Habermas mengajukan prinsip prosedur komunikasi. ini adalah prinsip utama dari konsep demokrasi deliberatif. Demokrasi deliberatif berbicara dalam tataran kesahihan penyampaian opini publik. Menyepakati simpulan Hardiman (2009) bahwa prinsip deliberatif adalah penjelasan secara memadai tentang arti kontrol demokratis melalui opini publik. Beragam opini publik bisa jadi merupakan opini mayoritas yang mengklaim legitimasi mereka. Opini itu juga memiliki suatu bentuk yang logis dan koheren sehingga memuat syarat universal dan rasional. Kita bisa membayangkan bahwa sebuah opini yang dilemparkan dalam ruang deliberasi adalah publik Komunikasi dan Informasi 44 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

yang harus melalui kanal ujicoba publik sedemikian rupa. Ujian itu memberi alasan-alasan rasional agar opini tadi bisa diterima secara intersubjektif oleh semua warganegara dan tidak menutup diri dari kritik-kritik dan bermacam revisi yang diperlukan. Titik menarik dari prinsip deliberatif terkait dengan proses pencapaian legitimasi dari sebuah opini publik (Habermas, 1992). Dikatakan oleh Habermas bahwa proses komunikasi yang terbuka dan revisi akan menjadi batu uji. Terlapas dari menyadari atau tidaknya akan nilai-nilai deliberatif dalam setiap komunikasi publiknya, pemerintah melalui Gugus Tugas Penanganan Pandemi telah melakukan proses komunikasi berkelanjutan. Rantai birokrasi juga digerakan seiring dengan pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Patut kita catat, bahwa di tengah kuatnya desakan publik yang terpecah menjadi dua kubu antara melakukan lockdown negara atau tidak, pemerintah telah memilih jalan tengah serupa lockdown terbatas. Pertimbangan ketahanan faktor ekonomi menjadi landasan utama pemberlakuan. Namun terlihat nyata kemudian bahwa PSBB tetap saja menuai permasalahan di berbagai provinsi di Indonesia, seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur. Indikator utamanya adalah keragaman batasan waktu pemberlakuan kebijakan yang menyesuaikan kondisi dan situasi berbeda pada setiap provinsi. Indikasi itu pula yang menunjukan bahwa proses penanganan Covid-19 bukanlah sebuah langkah tunggal. Prinsip penanganan kesehatan yang seharusnya menjadi sebuah kesatuan tindakan dan langkah tunggal, telah diintervensi dengan situasi sosial, ekonomi, politik, dan budaya sedemikian rupa. Fakta inilah kemudian yang membuat isu Covid-19 menjadi berkelindan dengan isu-isu lain sesuai dengan framing dan wacana yang berkembang di setiap wilayah di Indonesia. Bisa dibayangkan betapa berat kemudian tugas dan praktek komunikasi publik yang harus dilakukan pemerintah pusat RI. Pertanyaan mendasar yang bisa kita berikan terkait demokrasi deliberatif dalam memahami praktek komunikasi publik pada saat pandemi adalah seberapa jauh model deliberatif bisa dipertimbangkan sebagai ruang membangun legitimasi pemerintah? Apakah justru dengan memberikan ruang partisipasi pada publik di tengah minimnya pengetahuan justru membuat trend bias informasi dan permasalahan komunikasi menjadi muncul ke permukaan? Saya akan mencoba Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 45

menjawab pertanyaan itu dengan mengurai proses panjang praktek keterbukaan informasi publik di Indonesia. Sikap dasar penghargaan atas keterbukaan informasi ini akan menjadi dasar dilematis atas kemunculan bias partisipasi publik dalam beragam informasi Covid-19. Pergesaran Isu: Prinsip Viral Media dan Ketidakpatuhan Warga Pada bagian ini, saya akan menguraikan dua alasan terkait begitu kuatnya fenomena desas-desus dan tumpang tindih opini yang terjadi di Indonesia sepanjang Covid-19. Satu alasan terkait dengan aspek sejarah perjalanan evolutif bentuk dan tipe komunikasi publik pemerintah, sementara satu alasan lagi terkait dengan revolusi komunikasi yang mengiringi perubahan sosial dan masyarakat di negeri ini. Sejajar dengan ide Habermas tentang budaya partisipatoris, pluralisme bentuk-bentuk komunikasi di dalam masyarakat majemuk modern sudah seharusnya menjadi model ideal. Dalam perjalanan praktek komunikasi yang terjadi di Indonesia, pluralisme tersebut dipantik oleh dua revolusi sepanjang 10 tahun terakhir. Pertama, terjadinya pergeseran kebijakan seiring dengan munculnya Jokowi sebagai Presiden sejak 2014. Kedua, bertambah kuatnya adopsi teknologi komunikasi dan informasi yang mengubah secara radikal praktek komunikasi dalam masyarakat Indonesia. Dari dua bentuk revolusi tersebut, seharusnya model ideal budaya partisipatoris tidak saja menjadi kenyataan melainkan juga akan menghasilkan efek positif pada demokratisasi semua warga di negeri ini. Namun nampaknya penerapan model ideal dengan orientasi hasil positif itu harus menunggu beragam penyesuaian dan adaptasi dalam berbagai sisi. Saya akan memulai bagian ini dengan menjelaskan lebih jauh tentang dua bentuk revolusi tersebut, dan menutupnya dengan hifotesa penyebab keidealan model partisipatoris itu tidak kunjung mampu menciptakan demokratisasi melainkan pada fenomena viral media dan ketidakpatuhan warga. 1.

Pemerintah dan Pergeseran Kebijakan Komunikasi dan Informasi

Dalam penyelenggaraan kebijakan komunikasi di negara Republik Indonesia, kewenangan terletak pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 tahun 2015, dan juga Peraturan Menteri Komunikasi Komunikasi dan Informasi 46 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dan Informatika No. 6 tahun 2018 tentang tugas Kementerian ini adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Terdapat 7 (tujuh) fungsi yang menjadi landasan bekerjanya kementerian tersebut. Fungsi Kominfo di atas sebenarnya menjadi sebuah penanda pergeseran pola komunikasi publik seiring dengan perkembangan pola pemerintahan dari era ke era berikutnya, seperti diperlihatkan tabel berikut: Tabel 1 Pola Pemerintahan Indonesia dan Bentuk Komunikasi Publik

Sumber: Abdulhamid Dipopramono (2017) dengan penyesuaian.

Jika mencermati bagaimana format komunikasi publik pemerintah melalui konsep informasi publik, nampak bahwa sesungguhnya belum ada format yang cukup mapan dalam kehidupan bernegara. Berdasarkan tabel 1 di atas, nampak bahwa sebelum era-2000-an, bentuk komunikasi yang dilaksanakan pemerintah Indonesia bergerak secara evolutif dari model vertikal (berupa komando dari atasan kepada bawahan), lalu terjadi perubahan radikal di tahun 1998 dan setelahnya. Pada saat itu komunikasi publik berubah tiba-tiba menjadi horisontal (berupa perbedaan pendapat dan kesejajaran posisi eksekutif, legislatif, dan eksekutif) antara publik dengan pemegang otoritas informasi. Sebenarnya bisa dikatakan bahwa pada permulaan 1998 tersebut Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 47

publik Indonesia baru belajar tentang konsep demokrasi dalam proses komunikasi. Boleh dikatakan bahwa sepanjang pemerintahan orde baru tidak ada proses komunikasi publik berbasis keterbukaan informasi di Indonesia. Semua itu baru terjadi dalam tataran revolusioner setelah tahun 1998. Hingga pada tahun 2014 adalah fase pemerintahan Jokowi dengan memprioritaskan komunikasi berbasis perkembangan teknologi media. Pemerintah telah memungsikan maksimal 7 (tujuh) fungsi dari Kominfo seperti tertulis di atas. Fenomena perubahan signifikan dalam tata kelola informasi baru terjadi di pasca 2000-an. Saat itu muncul satu lompatan kebijakan di sektor informasi publik berupa penggelontoran anggaran cukup besar untuk membiayai proyek Palapa Ring. Ini adalah sebuah proyek menyambungkan kabel bawah laut di sepanjang kepulauaan Indonesia dari ujung timur hingga ujung barat. Secara spesifik diakui oleh Kominfo RI bahwa Palapa Ring merupakan proyek infrastruktur telekomunikasi berupa pembangunan serat optik di seluruh Indonesia sepanjang 36.000 kilometer. Proyek itu terdiri atas tujuh lingkar kecil serat optik (untuk wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua, Sulawesi, dan Maluku) dan satu backhaul untuk menghubungkan semuanya. Secara teknis proyek ini menjangkau sekitar 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Tujuan pembangunan serat optik ini adalah membuka keterpencilan informasi untuk daerah-daerah terpencil di dalam 440 wilayah kota/kabupaten tadi agar terhubung melalui komunikasi. Dengan dibantu oleh operator penyelenggara informasi maka seluruh masyarakat di wilayah terjangkau proyek tersebut akan bisa berkomunikasi dengan kualitas tinggi (4G), aman, dan murah. Fakta objektif secara teknis dari pembangunan Palapa Ring membuka proses deliberasi komunikasi yang tidak saja berimplikasi positif. Terdapat efek samping yang cukup signifikan sejak praktek berkomunikasi melalui media sosial terjadi di seluruh pelosok negeri. Begitu semua warga mendapatkan akses melalui gadget, dan alat komunikasi mereka, maka praktek partisipasi warga atas segala bentuk isu dan masalah negeri menjadi terbuka. Aspek ekonomi yang tadinya diharapkan akan berjalan sejajar dengan aspek politis menjaga kedaulatan bangsa dan negara, tidak serta merta bisa ditemua dalam praktek komunikasi sehari-hari.

Komunikasi dan Informasi 48 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Menkominfo yang dalam konteks ini memegang kunci atas nama pemerintah untuk memberikan fasilitas atas partisipasi komunikasi, terkadang mengalami posisi dilematis. Keikutsertaan seluruh warga negara dalam partisipasi opini berujung anarki untuk kasus hoax, feak news, dan beragam ujaran kebencian. Belum lama ini pemerintah RI dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kerena telah melakukan pelanggaran hukum dengan memperlambat koneksi dan akses internet (pemblokiran) di Papua pada Agustus 2019. Seperti diketahui bahwa pada saat kerusuhan terjadi di Papua pada Agustus-September 2019, layanan data internet di sana telah diblokir oleh Kominfo. Tujuannya adalah mencegah penyebaran hoax yang bisa memantik sentimen nasional maupun internasional. Tujuan ini dikritik banyak pihak yang melihat pemerintah (melalui Kominfo) telah berlaku tidak sewajarnya. Ada indikasi pelanggaran hak asasi manusia dalam kebijakan tersebut. Imbas dari dugaan itu, beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), LBH Pers, YLBHI, KontraS, dan Elsam menggugat pemerintah. Hasilnya PTUN memenangkan gugatan tersebut, dan pada titik selanjutnya menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan pelanggaran hukum, dan diwajibkan membayar biaya tertentu. Kasus kemenangan penggugat kebijakan pemerintah terkait dengan pemblokiran layanan data internet ini bisa dibilang suatu lompatan untuk memperingatkan pemerintah akan disfungsi dari infrastruktur komunikasi. Juga terkait kebijakan publik. Tindakan untuk melakukan pelambatan akses data sebelumnya sudah cukup sering dilakukan pemerintah. Biasanya terkait dengan konteks kejadian kerusuhan. Beragam alasan pembenar telah disampaikan pemerintah. Masyarakat pada umumnya tidak memperkarakan. Namun situasi menjadi berbeda ketika publik sudah melihat ada pembatasan atas akses informasi. Hak publik untuk ikut berpartisipasi dalam komunikasi aktif terasa menemukan ganjalan. Dari fakta evolusi perubahan kebijakan dengan penyediaan infrastruktur sedemikian rupa, selanjutnya pemerintah menghadapi sebuah gelombang partisipasi publik dalam setiap isu sensitif. Jika sebelumnya arus informasi mengalir dari pemerintah dan media mainstream sebagai pemegang otoritas informasi (dengan segala standar Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 49

jurnalistik berbasis etika komunikasi), saat pertisipasi publik terbuka dalam mendapat dan menyampaikan informasi melalui kanal media sosial (yang dimungkinkan dengan kekuatan backbone infrastruktur) maka tidak ada lagi satu kanal sumber informasi. Setiap publik kemudian memiliki akses tanpa batas pada sumber-sumber informasi, baik yang dikatakan resmi maupun terlarang. Dalam konteks pandemi Covid-19, sumber Kominfo menyebutkan dalam tiga bulan masa pandemi sudah lebih dari 200-an isu dan hoax bertebaran di media sosial. Terlepas dari publik mempercayai atau tidak informasi yang beredar, pemerintah hari ini telah menuai konsekuensi keterbukaan kanal informasi sebagai penanda negara demokrasi. 2.

Fakta Adopsi Inovasi Teknologi Komunikasi

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mendukung kemajuan. Terutama dalam hal akses dan berakrab ria dengan teknologi komunikasi dan informasi. Sejak smartphone diperkenalkan pertama kali dalam referensi publik di tahun 2000-an, peminat dan pemilik smartphone terus bertambah hari demi hari. Dari laporan yang dilansir oleh Lembaga penelitian di Amerika Serikat, Pew Research Center, yang dilaksanakan pada 14 Mei hingga 12 Agustus 2018 terlihat peningkatan penggunaan smartphone yang signifikan. Survei terhadap 30.133 responden di 27 negara itu mendudukan Indonesia pada peringkat ke-24 sebagai negara yang paling banyak menggunakan smartphone. Angka tersebut tentu saja terus meningkat signifikan di tahun-tahun berikutnya. Sekadar ilustrasi dilaporkan bahwa Pertumbuhan pengguna smartphone di Indonesia lumayan tinggi. Untuk pemakai muda (18-34 tahun) kepemilikan smartphone meningkat dari 39 persen menjadi 66 persen dari 2015-2018. Sedangkan untuk pengguna HP berusia di atas 50 tahun, pemakaismartphone juga naik dari 2 persen pada 2015 menjadi 13 persen pada 2018.Data menunjukan bahwa peningkatan rata-rata 100% pengguna dalam 3 tahun menempatkan fakta adopsi inovasi teknologi telah berjalan cepat di negeri ini. Inilah tanda-tanda mulai bergeraknya sebuah negara menuju masyarakat informasi (Castell, 2010;2012). Peningkatan kepemilikan smartphone tentu saja menunjukan trend penggunaan yang semakin meningkat. Penggunaan smartphone yang terus meningkat menunjukan peluang partisipasi yang semakin Komunikasi dan Informasi 50 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

tinggi bagi warga negara untuk ikut serta dalam arus lalu lintas informasi. Dari semula banyak pihak yang meragukan adanya kelindan politik dalam penggunaan smartphone sebagai media sosial, berubah menjadi kekagetan begitu besarnya permasalahan hoax. Semua itu kemudian bergeser menjadi demokrasi digital (digital democracy). Adopsi inovasi teknologi komunikasi yang semula bersifat sebagai hiburan dan ruang bincang sosial, kemudian secara revolutif berubah menjadi ruang partisipasi publik aktif di ranah politik. Berbagai fenomena politik kontemporer menunjukan signifikansi demokrasi digital yang ikut berperan dalam suksesi kepemimpinan sebuah negara. Sebut saja kemenangan Barack Obama di Amerika Serikat tahun 2008 dan 2012. Keberhasilan revolusi Arab (Arab Spring) di Timur Tengah. Suksesnya kampanye gerakan sosial politik kaum reformis di Hongkong dengan lebel Umbrella Hongkong. Terakhir banyak pihak meyakini bahwa kemenangan Presiden Jokowi menjadi presiden RI di tahun 2014 tidak lepas dari kemampuan memanfaatkan media sosial dalam setiap strategi kampanyenya. Intinya media sosial telah menjadi primadona di panggung politik (Andriadi, 2017). Media sosial adalah revolusi paling mutakhir dari teknologi digital saat ini. Dalam sejarah revolusi teknologi media, perkembangan internet dalam 10 tahun terakhir menunjukan lompatan luar biasa. Sejak revolusi pertama komunikasi tahun 1995 melalui kelahiran situs GeoCities, situs pelayanan web hosting, maka kemunculan beragam website menjadi sebuah fenomena yang tidak bisa dibendung lagi. Setelah melalui beragam tahapan, muncullah forum media sosial online pertama yang menyita perhatian. Friendster di tahun 2002 disusul MySpace tahun 2003. Dua media sosial pemantik itulah yang mengilhami Facebook di 2004, dan Twitter di 2006. Hari ini, seluruh proses komunikasi di media sosial telah didominasi oleh kanal Youtube, dan Instagram. Semua itu berlangsung secara revolutif dalam kurang dari 10 tahun. Terlebih dengan adanya unsur ekonomi dan pemasaran yang menambah magnitude media baru (Eyal & Hoover, 2016). Proses revolusi ini terjadi pada hampir seluruh negara demokrasi di dunia yang memiliki kekuatan infrastruktur (Jenkins 2006; Grant and Wilkinson 2009; Balbi 2011). Imbas dari adopsi inovasi teknologi komunikasi di atas nampak muncul dalam proses komunikasi publik pada saat pandemi. Mudah Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 51

ditemukan rangkaian opini yang saling menjatuhkan satu sama lain di dalam media sosial. Contoh sederhana adalah twitter yang memiliki ciri khas kecepatan dalam merespon pemerintah pada saat muncul kebijakan terkait Covid-19. Tak jarang opini yang langsung menjawab (mentwitt) informasi di akun pemerintah langsung memberikan pernyataan protes atau ketidaksetujuan. Tindakan komunikasi itu ditambah pula dengan prinsip viralisasi di media sosial melalui fasilitas hastag. Menindaklanjuti proses keterbukaan informasi publik dalam konteks interaktif, biasanya pemerintah melalui admin twitter tersebut juga akan memberikan penjelasan lebih jauh. Proses komunikasi interaktif ini dimungkinkan terjadi tanpa batasan waktu, tempat, dan kondisi situasi apapun mengingat sifat plagform yang telah mendukung proses komunikasi itu terjadi. Proses komunikasi seperti inilah yang disebut Schmidt & Cohen (2014) sebagai salah satu penanda lahir dan berkembangnya era baru digital (the new digital age). Dalam bahasa yang sedikit berbeda Simon (2013) menyebutnya sebagai era platform (the age of the platform). Uniknya, perkembangan media komunikasi seperti disebutkan oleh kalangan ini tidak selamanya menghadirkan fenomena positif. Seperti yang pernah diramalkan oleh McChesney (2007) bahwa jurang perbedaan antara tuntutan peran media dan komunikasi dengan struktur dan format kebijakan dalam bidang komunikasi akan cenderung mengarah pada tahapan krisis. Apa yang disebutkan oleh McChesney kemudian muncul dalam konsep ketidakpatuhan warga (civil disobedience). Konsep ini merupakan sebuah bentuk proses terhadap kebijakan-kebijakan yang disahkan oleh mayoritas (Hardiman, 2009). Untuk membedakan konsep ini dengan istilah lain yang tidak berada dalam koridor konsensus dan tata prosedur komunikasi, Habermas memberikan penekanan terhadap unsur moral yang menjadi alasan untuk menyebut bahwa protes itu menjadi sebuah tindakan publik yang lazimnya dimaklumkan dan prosesnya dapat diperhitungkan oleh pemangku kebijakan. Pada sisi ini yang dimaksud oleh Habermas adalah penggunaan kekuatan simbolis sebagai sarana utama protes. Ciri simbolis inilah yang membuat bahasa dan makna menjadi sebuah kekuatan penegak nilai deliberasi. Dari penjelasan Habermas, nampak bahwa ketidakpatuhan warga yang dimaksud adalah sebuah energi positif yang menjadi semacam penyeimbang para pemangku kebijakan dalam proses menyampaikan Komunikasi dan Informasi 52 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

informasi publik. Artinya prinsip keterbukaan informasi publik yang diterapkan pemangku kebijakan secara intrinsik telah membawa konsekuensi munculnya ketidakpatuhan warga, mengingat tidak semua informasi dan bentuk komunikasi dimaknai dan disetujui secara mayoritas oleh publik dalam satu tahap. Proses komunikasi interaktif inilah yang sepanjang revolusi media komunikasi telah terfasilitasi melebihi apa yang dibayangkan oleh Habermas. Menyadari kekuatan teknologi komunikasi dan informasi yang memberikan fasilitas maksimal akan proses deliberasi, maka sulit dihindarkan proses panjang dalam penciptaan konsensus diantara semua warga. Perlu waktu yang lebih panjang untuk kemudian memaksimalkan nilai-nilai deliberatif. Pada berbagai kasus, seperti proses komunikasi penanganan Covid-19 nampak sekali bahwa proses komunikasi yang terjadi begitu tergantung dengan keberadaan teknologi media hari ini. Situasi mana membuat aspek negasi antar warga, negasi antara publik dengan pemerintah bisa terjadi hampir sepanjang proses komunikasi kebijakan, dan pemberlakuan kebijakan. Jika terus dibiarkan tanpa penanganan dan pemberlakuan prosedur komunikasi yang konkret, maka situasi akan berubah menjadi krisis legitimasi. Hal yang akan kita bahas pada bagian berikut. Adakah Krisis Legitimasi?: Menunggu Jawaban Etis Nilai-nilai demokrasi deliberatif yang memenuhi asas komunikasi publik dalam proses penanganan Covid-19 pada dasarnya mensyaratkan daya partisipatif publik. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan, memperoleh, dan kemudian menyajikan informasi tentang virus tersebut. Dalam konteks kesehatan uniknya tidak semua orang yang termasuk dalam publik itu memiliki referensi kognitif yang sejajar. Ketidaksejajaran referensi inilah yang kemudian membuat komunikasi publik pemerintah sebaiknya fokus pada isu kesehatan sebagai domain utama wacana. Pemerintah tidak boleh terpancing untuk melebarkan wacana pada aspek dan isu lain yang tidak berkaitan secara langsung. Prinsip ideal ini begitu sulit dilakukan oleh pemerintah dalam situasi darurat dan tanggap bencana seperti saat ini. Dalam situasi darurat, penyesuaian atas penempatan nilai demokrasi deliberatif dalam proses komunikasi layak untuk dilakukan, agar pemerintah tidak terjatuh dalam krisis legitimasi. Bagian ini berupaya mengelaborasi konsep Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 53

legitimasi krisis yang menyertai proses deliberasi dalam komunikasi publik. Ada dua bagian yang akan dipaparkan yakni tentang konsep legitimasi krisis itu sendiri dari perspektif Habermas, lalu kemudian bagaimana aspek etika prosedural layak untuk dipertimbangkan sebagai langkah menghindari krisis legitimasi tersebut. Untuk menjelaskan tentang krisis legitimasi, perlu kiranya menjelaskan makna krisis itu sendiri. Terutama dalam logika dan perspektif Habermasian. Melalui ilustrasi di dunia medis dan drama sebagai bentuk seni, Habermas memaparkan substansi krisis (Hardiman, 2009). Dengan memanfaatkan pemahaman atas teori sistem dari Talcot Parsons, Habermas memaparkan bahwa krisis dianggap muncul kalau struktur sebuah sistem sosial menghasilkan kurang kemungkinan untuk memecahkan masalah daripada yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan sistem itu. Krisis itu muncul kalau kemampuan pengendali sistem menghasilkan masalah yang tak terpecahkan. Krisis lalu tampil dalam bentuk gangguangangguan (disturbances) tetap terhadap integrasi sistem (Habermas, 1992). Berdasarkan elaborasi dari Joseph Heath (2004) krisis legitimasi menunjukan tegangan dinamis atas tiga sistem lengkap dengan struktur input dan output masing-masing sistem. Berdasarkan pemaparan Joseph Heath, saat memberikan prawacana buku Habermas (2004), konsep krisis itu merupakan derivasi dari model sistem sosial tripartit. Ketiga sistem sosial yang ada itu kemudian menciptakan relasi timbal balik yang bisa dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2 Model Krisis Legitimasi Habermas

Komunikasi dan Informasi 54 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Menurut paparan Heath (2004), sistem sosial budaya menciptakan sumber daya (resources) yang bersifat umum, yaitu makna. Makna tersebut ditata oleh kedua subsistem fungsional supaya bisa sampai pada level kinerja ekonomi dan politik yang diinginkan. Sistem sosial budaya menerima input untuk menjamin keberlanjutan reproduksi materialnya. Akan tetapi produksi makna, yaitu reproduksi simbol kehidupan mengikuti logika non-fungsional yang mandiri. Hal ini berarti bahwa sistem sosial budaya tidak sekadar beradaptasi supaya bisa memenuhi imperatif fungsi sistem sosial yang lebih luas. Hal itu muncul disebabkan oleh peran bahasa natural dalam proses reproduksinya. Seiring dengan penjelasan tersebut, dalam pandangan Habermas (1992) karena integrasi sosial bisa terwujud melalui saluran intensional, ia mesti berbentuk integrasi norma yang meliputi sistem nilai yang dianut bersama. Akan tetapi, karena nilai juga tidak bisa dipaksakan kepada aktor-aktor publik (biasa disebut agen), maka ia harus diwujudkan melalui konsensus. Supaya persetujuan bersama ini diperoleh maka dengan berbagai bentuk mereka harus mengejewantahkan kepentingan bersama. Mengingat masyarakat berkelas adalah tempat bertemunya kepentingan material dasar berbagai kelompok, maka dalam kasus itu tatanan sosial tidak bisa dipelihara semata-mata melalui integrasi norma. Alternatif pemecahannya adalah memunculkan dan menerapkan secara selektif terhadap kekuatan koersif yang tujuannya untuk menyembunyikan atau menekan konflik laten yang ada dibalik semua diskursus. Sebuah konsensus nilai yang resmi bisa dicapai ketika konflik itu ditekan sedemikian rupa atau dibuat tak kentara. Dalam kasus dimana integrasi sosial dicapai dengan cara ini, maka konsensus nilai bersifat ideologis. Berdasarkan model krisis legitimasi tersebut, proses komunikasi publik yang dijalankan pemerintah Indonesia selama ini belumlah sampai pada kondisi krisis. Meskipun terdapat kecenderungan sulitnya pencapaian konsensus yang ditandai dengan masih terdapatnya perbedaan opini pada setiap tindakan dan penerapan kebijakan pemerintah dalam protokol kesehatan menangani Covid-19. Proses integrasi sosial yang dibayangkan sebagai bentuk lanjut dari dialog atas ideologi yang berbeda nampaknya masih terus terjadi. Bahwa sebaik apapun bentuk dan proses komunikasi publik pemerintah tetap tidak Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 55

mengurangi intensi ketegangan karena unsur perbedaan dari setiap agen yang mencoba menciptakan opini publik sedemikian rupa. Inilah fakta deliberasi komunikasi publik era pandemi Covid-19 hari ini. Simpulan Fakta kompleksitas komunikasi publik pemerintah pada saat pandemi Covid-19 saat ini tidak terlepas dari bangun sistem komunikasi yang telah tercipta pasca orde reformasi hingga pemerintahan Jokowi. Praktek keterbukaan informasi publik bidang kesehatan yang seharusnya mampu menjadi landasan fungsi bekerjanya nilai deliberatif tidak secara maksimal menghasilkan konsensus sebagai dasar prosedur komunikasi. Faktor inovasi dan adopsi teknologi komunikasi dan informasi juga menciptakan percepatan demokratisasi dalam konsep deliberatif. Tepat pada saat pandemi Covid-19 terjadi, seluruh unsur tadi berkelindan sedemikian rupa menciptakan kompleksitas proses komunikasi publik. Pada titik terendah ketiadaan konsensus akan berpotensi menciptakan krisis legitimasi. Sebelum kondisi itu terjadi, proses komunikasi publik harus segera diarahkan pada sebuah prosedur komunikasi yang meniscayakan adanya ‘ketidakpatuhan warga’ dalam makna positif sebagai proses pencarian konsensus.

Komunikasi dan Informasi 56 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Referensi Andriadi, Fayakhun. (2017). Partisipasi Politik Virtual: Demokratisasi Netizen di Indonesia. Jakarta: RMBooks. Balbi, Gabriele. (2011). Doing media history in 2050. Westminster Papers in Communication and Culture 8 (2): 133-57. Castells, Manuel. (2010). The Rise of Network Society, Wiley-Blackwell Publishing,Ltd, Chapter Prologue. ______________.(2012). Networks of Outrage and Hope: Social Movements in the Internet Age, Polity Press, Cambridge. Edgar, Andrew. (2006). Habermas: The Key Concepts, London: Routledge. Eyal, Nir, & Ryan Hoover, (2016). Hooked: Bagaimana Aplikasi Membentuk Kebiasaan Kita, Penerjemah Zhizhi Siregar, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Fultner, Barbara. (Ed). (2014). Jurgen Habermas: Key Concepts, London: Routledge. Grant, August E., and Jeffrey Wilkinson. (2009). Understanding media convergence: the state of the field. New York: Oxford University Press. Habermas, Jurgen. (1979). Communication and the Evolution of Society, translated by Thomas McCarthy, Boston: Beacon Press. ______________ (1984). The Theory of Communicative Action, vol.2, translated by Thomas McCarthy, Boston: Beacon Press. ______________ (1991). The Structural Transformation of the Public Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society, translated by Thomas Burger, Cambridge: MIT Press. _____________ (1992). Legitimation Crisis, translated by Thomas McCarthy, Cambridge: Polity Press. Hardiman, F. Budi. (2009). Menuju Masyarakat Komunikatif, Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ______________ (2009). Demokrasi Deliberatif: Menimbang ‘Negara Hukum’ dan ‘Ruang Publik’ dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas, Yogyakarta: Kanisius. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 57

_______________. (ed), (2010). Ruang Publik: Melacak “Partisipasi Demokratis” dari Polis sampai Cyberspace, Yogyakarta: Kanisius. Heath, Joseph. “Konsep Krisis dalam Karya Terbaru Jurgen Habermas”, Prawacana dalam buku Jurgen Habermas. (2004). Krisis Legitimasi, penerjemah Yudi Santoso, Yogyakarta: Penerbit Qalam. Jenkins, Henry. (2006). Convergence culture: where old and new media collide. New York: New York University Press. McChesney, Robert W. (2008). Communication Revolution: Critical Junctures and the Future of Media, New York: The New Press. Schmidt, Eric, & Jared Cohen. (2014). The New Digital Age: Cakrawala Baru Negara, Bisnis, dan Hidup Kita, Penerjemah Selviya Hanna, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Simon, Phil. (2015). The Age of The Platform: Bagaimana Amazon, Apple, Facebook, dan Google Mengubah Dunia, Penerjemah Sartika Kurniali & Lanny Natalia, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Komunikasi dan Informasi 58 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

MENAKAR KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI TENGAH PANDEMI COVID-19 Agus Triyono

Awal Munculnya Virus Covid-19 Sejak negeri ini dilanda pandemi pada awal Februari lalu, publik seakan dibuat terpana dengan cepatnya virus covid-19 berkembang biak. Hari demi hari kasus terpapar virus covid-19 dan korban terus bertambah semakin masif. Pemerintah kemudian mengambil sikap dengan membentuk gugus tugas untuk mengatasi pandemi ini. Seiring berjalannya waktu, gugus tugas melakukan koordinasi berbagai hal agar penanganan pandemi ini segera berakhir. Sementara, pemerintah melalui kementerian kesehatan menunjuk juru bicara mewakili pemerintah memberikan informasi terkait dengan covid-19, khususnya memberikan informasi update, jumlah yang terpapar, Orang Tanpa Gejala (OTG), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Dalam Pantauan (ODP), jumlah persebaran virus setiap daerah, jumlah yang sembuh dan meninggal, serta banyak hal informasi terkait dengan covid 19. Tak terbantahkan, korbanpun berjatuhan mulai dari birokrat, pejabat, masyarakat umum, hingga tenaga medis seperti perawat, dokter tidak luput dari bencana ini. Faktanya, virus corona (covid-19) terus berkembang hampir diseluruh penjuru tanah air. Bagaimana virus covid 19 ini bisa sampai di Indonesia? Seperti diberitakan banyak media massa cetak, elektronik maupun online, bahwa setelah ada laporan warga negara Jepang dinyatakan positif dan beraktifitas di Indonesia, pemerintah langsung bertindak cepat dengan menelusuri jejak pasien tersebut. Diketahui orang tersebut telah bersinteraksi dengan 2 orang yakni seorang ibu usia 64 tahun dan putrinya 31 tahun. Putrinya tersebut adalah seorang guru dansa dan dipastikan telah melakukan kontak fisik dengan warga negara Jepang dan pernah tinggal di Malaysia sejak 14 Februari. Wanita itu diketahui merupakan guru dansa dan telah berkontak fisik dengan berdansa dengan teman dekatnya tersebut. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 59

Dari kejadian itulah, selang beberapa hari, tepatnya pada 16 Februari 2020 pasien guru dansa itu sakit batuk dan kemudian memeriksakan diri rumah sakit. Namun, saat itu pasien dianalisa dokter diperbolehkan pulang dan dilakukan rawat jalan. Merasa tidak ada perubahan sakit batuknya, pada 26 Februari ia melakukan cek lagi ke dokter, dan oleh analisa dokter diminta untuk menjalani rawat inap. Pada 28 Februari, pasien mendapatkan kabar bahwa rekannya dari Malaysia, bahwa WNA Jepang yang menjadi rekannya itu positif terinfeksi virus corona. Kemudian ia menyampaikan kepada petugas medis agar segera dilakukan tindakan. Pasien langsung dipindahkan ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Peristiwa tersebut, oleh pemerintah dikategorikan sebagai kasus pertama. Sejak saat itu, angka kasus positif Covid-19 terus mengalami lonjakan, hingga sekarang sampai ke berbagai daerah di Indonesia. Oleh karena itu, kemudian timbul berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seperti physical distancing, sosial distancing, PSBB, dan lain sebagainya hingga new normal yang diterapkan pada masa kini. Keterbukaan Informasi di Masa Pandemi Munculnya wabah covid-19 menimbulkan berbagai permasalahan, termasuk didalamnya adalah permasalahan komunikasi. Mulai dari keterbukaan informasi data pasien, keterbukaan kebijakan dari banyak lembaga pemerintahan, sampai lemahnya pesan komunikasi yang disampaikan komunikator dalam hal ini adalah mereka yang beri tanggungjawab dalam menyampaikan pesan komunikasi. Komunikator bukanlah satu orang melainkan sebuah organisasi dalam menciptakan pengaruh secara luas kepada banyak orang (McQuail, 2011). Sesuai dengan amandemen pasal 28F UUD NRI 1945 yang dioperasionalisasikan dengan UU nomer 14 th 2008 perihal Keterbukaan Informasi Publik, dijelaskan bahwa keterbukaan informasi sudah diklasifikasikan berdasarkan kelompok-kelompok. Diantaranya adalah Informasi Wajib yang Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala, Informasi Wajib Diumumkan secara Serta-merta, Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat, Informasi Yang Dikecualikan. Wabah covid-19 dapat dikategorikan sebagai informasi publik yang mestinya wajib diinformasikan pada masyarakat. Hal ini dikarenakan sudah menjadi ancaman atas sebuah keselamatan jiwa karena sudah Komunikasi dan Informasi 60 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

menjadi wabah yang sangat global. Apalagi status dalam kondisi ini sudah masuk dalam level pandemi, sehingga memberikan pengertian yang sangat penting dan memiliki sifat darurat yang tinggi. Oleh karenanya, wajib disampaikan dengan segera pada masyarakat sebagai hak masyarakat untuk mengetahuinya. Artinya, informasi ini sudah harus segera tersampaikan mengingat aspek penularan sudah pada status darurat, seperti yang sedang terjadi masa ini. Sejauh mana pemerintah melakukan keterbukaan informasi atas wabah covid-19 yang terjadi di negeri ini? Saat munculnya wabah yang mengerikan ini, pemerintah seakan tidak menyampaikan informasi yang terbuka pada publik. Khususnya data pasien yang terpapar virus corona tersebut. Informasi hanya menggunakan kode nomor dengan pasien 01, 02, 03 dan seterusnya. Tidak dibukanya data ini dengan alasan untuk melindungi data pasien agar tidak berpengaruh pada psikologi pasien dan keluarganya. Sehingga tidak ada pengucilan dan perlakuan yang merugikan pasien. Apakah dengan tidak membuka data pasien ini akan efektif ? Inilah fakta atas kebijakan yang terjadi. Data menunjukkan grafik pasien yang terpapar virus ini terus mengalami peningkatan yang signifikan. Namun, perlu diakui juga dibeberapa daerah kasus yang sembuh juga meningkat. Tidak dibukanya data pasien memang menjadi sebuah alternatif solusi. Tetapi fakta lain juga menunjukkan bahwa masyarakat dengan sendirinya juga akhirnya mengetahui data-data pasien yang disembunyikan tersebut. Sebagai contoh, orang akan dengan mudah mengetahui tatkala seseorang dijemput dengan mobil ambulance karena telah terdeteksi terpapar covid-19. Informasi itu juga akan mudah tersebar di berbagai penjuru wilayah. Kekuatan media digital dan media-media digital lainnya juga akan mampu menginformasikan orang yang terpapar ini (Triyono, 2019). Ada baiknya keterbukaan informasi pasien harus dibuka, sehingga masyarakat dapat mengetahui dengan cepat. Namun demikian yang perlu dipikirkan adalah bagaimana melakukan literasi dan edukasi pada masyarakat itu yang harus dilakukan dengan tepat,cepat dan berkesinambungan. Selama ini, langkah literasi dan edukasi kurang dilakukan dengan banyak model, bahkan kurang masif. Ada sebuah contoh yang muncul di salah satu media, sering sekali bermunculan pengucilan salah seorang yang terkena paparan covid-19. Padahal Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 61

mereka adalah korban yang tidak tahu menahu soal penyebaran dan asal muasal virus tersebut. Namun setelah dilakukan treasing, ternyata ia telah melakukan kontak dengan salah seorang pasien yang tidak jujur karena ternyata diketahui telah melakukan perjalanan ke luar negeri. Contoh lagi, ada oknum warga masyarakat diberbagai daerah yang menolak warganya kembali di lingkungannya akibat terpapar covid-19. Dan yang paling parah adalah mereka yang menjadi korban meninggal akibat covid-19 ditolak oleh warga karena dianggap akan menulari warga sekitar. Dan tentu masih banyak kisah-kisah pilu lainnya yang menimbulkan perasaan haru. Itu semua adalah dampak dari kebijakan akan keterbukaan informasi yang dianggap tidak transparan. Transparansi adalah keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan- kebijakan sehingga dapat diketahui oleh masyarakat. “Public policy is whatever governments choose to do or not to do” . Kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (Dye, 1978). Transparansi pada akhirnya akan menciptakan akuntabilitas antara pemerintah dengan rakyat. Bagaimana melakukan edukasi dan literasi atas keterbukaan informasi pada masyarakat? Inilah yang mungkin sangat krusial dalam masa-masa kini. Sangat penting memberikan edukasi maupun literasi untuk semua kalangan masyarakat. Mulai dari pedagang, guru,dosen, murid, mahasiswa, ibu rumah tangga, asisten rumah tangga, penjual jamu, dan lain sebagainya. Tidak hanya pegawai kantoran sampai pejabat sekaligus harus memenuhi kewajiban untuk mendapatkan pengetahuan akan pentingnya nilai-nilai dalam memahami protokol kesehatan. Termasuk mereka yang menjabat sebagai ketua RT, ketua RW dan ketua-ketua lainnya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Memberikan pendidikan literasi ini tentu dibutuhkan kesadaran, kesabaran dan bahkan energi yang tidak sedikit. Namun, setidaknya upaya-upaya ini dilakukan secara sungguh-sungguh agar tidak pandemi ini segera berakhir. Dan justru tidak membuat suasana malah semakin menjadi rumit. Beberapa program dilakukan dilakukan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Sebagai contoh Pemerintah Jawa Tengah telah meluncurkan “Jogo Tonggo”, sebagai sebuah strategi dalam menjaga penyebaran covid-19. Salah satu bentuk nyata dari kegiatan itu adalah Komunikasi dan Informasi 62 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

adanya kampung siaga covid, yang dilaunching beberapa waktu lalu. Di Surabaya, Jawa Timur menggerakkan program dengan nama “Kampung Tangguh”, dan beberapa daerah lain di Indonesia ini berupaya membuat sebuah dalam rangka mempercepat pandemi segera berakhir. Keterbukaan Informasi Dan Lembaga Garda Depan Dalam menghadapi pandemi ini pemerintah menggerakkan berbagai elemen bangsa untuk mempercepat proses pandemi covid-19 segera berakhir. Namun demikian, ada unit-unit yang mestinya berada di lini depan dalam memberikan informasi secara terbuka. Kita mengetahui juru bicara penanganan covid-19 Achmad Yurianto, ketua gugus tugas Doni Mornado, juru bicara presiden Fadjroel Rachman, dan ada Menkominfo, Johni G Plate. Bagaimana peran mereka dalam membangun komunikasi dan keterbukaan informasi publik? Peran Ahmad Yurianto sebagai juru bicara penanganan covid-19 memiliki tugas menyampaikan berbagai permasalahan tentang data pasien, penyebaran virus, kluster baru, dll yang tersebar diseluruh Indonesia. Tugasnya secara teknis menyampaikan pada publik agar dapat diketahui dengan cepat. Apa yang disampaikan Ahmad Yurianto adalah terkait dengan update data yang terpapar covid 19, persebaran, hingga data yang sembuh dan meninggal dan juga data pendukung lainnya. Kalau disimpulkan hanyalah mewakili informasi dalam tataran teknis saja. Bahkan kini sekarang telah ditambah dengan dr Reisa Broto Asmoro, yang dulu sering mengisi dalam acara dr Oz dalam salah satu stasiun tv. Hadirnya, Reisa menambah jajaran tim komunikasi dalam menyampaikan komunikasi pada masyarakat, meskipun sebenarnya bisa dikatakan sebagai “pemanis” dalam menyampaikan komunikasi pada masyarakat. Pertanyaannya adalah apakah Reisa akan mampu mengubah pola komunikasi yang selama dilakukan? Diakui bahwa permasalahan komunikasi publik di Indonesia belum setransparan seperti negara-negara lainnya. Fakta yang terjadi bahwa informasi memang tidak disampaikan secara utuh. Pemerintah beranggapan akan terjadi kegaduhan jika informasi disampaikan semuanya. Namun, kalau dilihat kenyataannya pemerintah berusaha untuk tidak menyampaikan informasi secara lengkap. Tetapi, dalam lingkungan masyarakatpun sudah bergejolak dan gaduh. Berbeda Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 63

dengan negara lain dalam menerima informasi. Jika ada seseorang terpapar virus covid-19, masyarakat cenderung lebih siap dalam menyikapinya. Namun demikian, kalau disimpulkan pemerintah tidak ingin informasi yang diberikan justru menimbulkan kepanikan atau kegaduhan di tengah masyarakat. Seperti halnya berdampak pada aspek multiplayer effect yang negatif. Pemerintah terlihat berorientasi pada capaian akhir dalam penanganan covid-19. Khususnya dalam memastikan standar protokol penanganan yang berlaku internasional. Termasuk bagaimana mengambil kebijakan yang sesuai dengan kepentingan yang lebih besar. Mengingat berbagai masalah negeri ini yang multidimensi, multisektor, dan masalah-masalah yang membutuhkan energi ekstra. Bagaimana peran Doni Munardo? Presiden Joko Widodo mengeluarkan Kepres RI no 7/2020 perihal Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Melalui Kepres itulah Doni Monardo yang juga menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjalankan tugasnya mulai pertengahan Maret lalu. Dalam menjalankan tugasnnya, ia dibantu oleh 2 orang wakil yaitu Asisten Operasi Panglima TNI dan Asisten Operasi Kapolri. Dan untuk anggota Gugus Tugas berasal dari berbagai unsur kementerian dan lembaga negara. Sesuai dengan isi Kepres, tugas ketua gugus ini yakni 1) meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan; 2) mempercepat penanganan covid-19 melalui sinergi antar kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah; 3) meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran covid-19. 4) adalah meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional; dan 5) meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons terhadap covid-19. Kalau dikaji dari bunyi Kepres tersebut tidak secara spesifik menjelaskan tentang peran komunikasi yang terbuka di dalamnya. Apalagi peran keterbukaan informasi tidak menjadi bagian dalam keputusan tersebut, karena memang bukan wilayahnya. Namun, demikian ada baiknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penanganan covid-19, sehingga sinergi dalam koordinasi bisa menjadi lebih solid. Bagaimana peran juru bicara presiden Fadjroel Rachman? Seperti diketahui Fadjroel Rachman ditunjuk presiden Presiden Joko Widodo sebagai staf khusus. Tugas Fadjroel adalah sebagai juru bicara presiden. Komunikasi dan Informasi 64 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Namun demikian sebagai juru bicara, pasti tidak akan lepas dari masalah yang dihadapi seorang kepala negara dalam menyelesaikan pandemi covid-19 ini. Apa yang dilakukan juru bicara presiden dalam melakukan komunikasi pada masyarakat terkait pandemi covid 19? Apakah sudah mampu menerangkan apa yang dikatakan atau yang dimaksudkan oleh presiden? Atau bahkan sudah menjelaskan dengan prinsip keterbukaan informasi untuk publik? Justru itulah yang perlu mendapat perhatian khusus, setidaknya juru bicara harus mampu melengkapi isi yang disampaikan oleh presiden, tetapi sayangnya hal itu tidak terjadi. Faktanya justru ada banyak miss communication dan kurang mampu membangun komunikasi yang harmoni terkait covid-19. Kalau ditelaah mestinya tugas juru bicara sebenarnya adalah menguatkan pernyataan dari Presiden. Dan fungsi tersebut sepertinya belum muncul dalam sosok juru bicara Jokowi. Situasi seperti itulah yang membuat banyak publik merasa tidak paham sepenuhnya ataupun masih simpang siur dalam memaknai pembicaraan, termasuk kebijakan komunikasi yang terbuka terkait dengan covid-19. Oleh karenanya, fungsi juru bicara itu mestinya bukan hanya speaker saja, tetapi lebih dari memberikan pemaparan dan menambahkan sesuatu di dalam makna pesan yang disampaian presiden. Publik sebenarnya, ingin mendengarkan sesuatu yang kurang jelas dari Presiden karena memang Presiden memang tidak mempunyai kapasitas untuk menjelaskan seterang-terangnya. Oleh karena itulah dibutuhkan peran seorang dalam mengomunikasikan masalahmasalah covid-19. Kenyataannya juru bicara hanya mengulang dan menekankan apa yang disampaikan presiden Jokowi. Jika memang demikian, berarti belum ada bedanya dengan ataupun sudah memiliki juru bicara. Faktanya publik masih dibuat belum dapat memahami pesan-pesan yang disampaikan presiden dengan baik. Bagaimana Peran Kominfo selama ini? Salah satu unit yang sangat dekat dengan bidang komunikasi adalah Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Lembaga yang dipimpin Johny G Plate ini mestinya menjadi lini sentral dalam bidang komunikasi, termasuk di dalamnya adalah berkaitan dengan penyampaian keterbukaan informasi publik. Kominfo diakui memang sudah juga berperan dalam menyampaikan informasi pada masyarakat. Namun demikian, tidak fokus pada bidang penyampaian komunikasi yang inten terkait Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 65

keterbukaan informasi. Tetapi lebih bagaimana mendorong percepatan penyelesaian pandemi covid-19. Kominfo lebih fokus dalam posisinya sebagai penyelenggara telekomunikasi dan platform digital dalam meningkatkan kapasitas jaringan dan kualitas layanan. Hal ini sebagai upaya membantu menghadapi pandemi Covid-19. Diantaranya penyediaan bandwidth dan kualitas layanan yang baik, penangkalan berita hoaks, serta insentif lainnya. Tentu menjadi pekerjaan rumah bagi lembaga ini untuk proaktif menjadi lembaga di lini depan dalam menyuarakan keterbukaan informasi. Keterbukaan Informasi dan Realitas UU no 14 Tahun 2008 Hal yang mendasar bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi merupakan sebuah hak asasi, hak kontitusional, bahkan sampai hak hukum. Sebagai masyarakat, informasi menjadi sangat penting untuk diketahui secara cepat dan segera. Hal itu membuat masyarakat akan mendapatkan haknya yaitu mendapatkan informasi sesuai dengan regulasi yang berlaku yaitu pasal 28 F UUD Negara Republik Indonesia 1945, yang operasionalisasinya telah diatur dalam UU no 14 thn 2008 dan Peraturan Pemerintah No.61 Th. 2010 perihal Keterbukaan Informasi Publik (PP 61/2010 ). Semuanya terkait informasi yang berada dalam dokumendokumen negara dari pusat hingga desa memiliki status terbuka. Oleh karenanya, itu seluruhnya dapat diakses dan publikasikan oleh dan kepada masyarakat luas. Bahkan melalui media masa kini seperti media digital dengan memberi ruang pada netizen untuk berinteraksi (Triyono, 2019). Komisi informasi sebagai salah satu lembaga pemerintah dalam mengkomandoi keterbukaan informasi sudah selayaknya mengawal informasi yang berkaitan dengan covid-19 bisa diterima masyarakat dengan baik. Berkaitan dengan upaya pemerintah menanggulangi penyebaran covid-19 dalam perspektif keterbukaan informasi sesuai dengan UU no 14 tahun 2008 dapat ditelaah sebagai berikut; 1.

Informasi Berkala terkait covid-19 merupakan informasi yang wajib diberikan kepada masyarakat secara berkala dan diupdate dalam jangka waktu tertentu. Namun demikian, sifat keberkalaannya disesuaikan dengan kedaruratan covid-19 yang sedang dihadapi. Termasuk dalam kategori informasi berkala

Komunikasi dan Informasi 66 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

adalah segala informasi terkait pejabat dan institusi Gugus Tugas covid-19 dan perkembangan penanggulangan covid-19 dari waktu ke waktu. Seperti diketahui Badan Publik Gugus Tugas covid-19 adalah lembaga yang menguasai informasi data covid-19, baik karena memproduksi maupun karena menerima informasi terkait covid-19. Melalui PPID Gugus Tugas, diperintahkan oleh UU 14/2008 dan PP 61/2010 dan aturan turunannya untuk menentukan waktu keberkalaan penyampaian informasi Pandemi covid-19 kepada masyarakat luas secara terukur dan clear nilai manfaatnya. Seluruh informasi yang digolongkan PPID Gugus Tugas covid-19 adalah merupakan informasi berkala yang bersifat terbuka. 2.

Informasi Tersedia Setiap Saat; merupakan segala informasi yang berkaitan dengan covid-19 dibawah penguasaan Badan Publik Gugus Tugas. Orientasinya adalah pada ketersediaan informasi tersebut harus dikelola dengan benar, profesional untuk memenuhi hak asasi maupun hak konstitusional warga masyarakat Indonesia atas informasi data covid-19. Jika pada suatu waktu ada masyarakat, atau sekelompok masyarakat ingin memerlukan informasi tersebut dapat dilayani oleh jajaran PPID Gugus Tugas covid-19.

3.

Informasi Serta Merta merupakan Informasi yang harus segera disampaikan kepada publik. Dalam hal ini dilakukan oleh Gugus Tugas covid-19 sesuai dengan regulasi yang berlaku, sehingga informasi tersebut dengan cepat diterima masyarakat.Aspek dasar dari Informasi Serta Merta ini adalah dalam hal kedaruratan dan dampak negatif masyarakat umum dalam waktu dekat.Termasuk juga dalam kategori ini informasi seluruh sumber penyakit dengan sifat keserta-mertaannya yang sangat tinggi seperti pada level pandemi covid-19 ini. PPID Gugus Tugas covid-19 wajib mencermati dalam menentukan informasi data ini yang berpotensi akan keselamatan jiwa manusia jika tidak segera disampaikan. PPID Gugus Tugas harus menyampaikan informasi secara lengkap dan segera pada masyarakat luas , khususnya yang berpotensi terdampak. Dengan harapan masyarakat memiliki waktu dan persiapan yang cukup untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu guna menyelamatkan diri, keluarga, dan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 67

lingkungannya dari ancaman covid-19. PPID Gugus Tugas covid-19 juga harus teliti, cermat, dan segera memilah-milah informasi data covid-19. Mana yang semestinya maupun tidak semestinya disampaikan kepada masyarakat secara serta merta. Atau mana yang berpotensi mengancam keselamatan kesehatan masyarakat secara luas. Seluruh informasi yang digolongkan PPID Gugus Tugas covid-19 sebagai Informasi Serta Merta secara otomatis juga masuk dalam kategori Informasi Publik dan bersifat terbuka. Jika PPID Gugus Tugas covid-19 menilai dan menetapkannya bukan sebagai Informasi Serta Merta meskipun dalam keadaan ditetapkannya pandemi covid-19 sebagai Kebencanaan Nasional oleh Presiden, dan dikemudian hari ada anggota masyarakat yang merasa dirugikan dan dapat membuktikan kerugiannya itu serta dapat membuktikan bahwa informasi tersebut dalam keadaan darurat kesehatan dan darurat kebencanaan merupakan Informasi Serta Merta, maka PPID Gugus Tugas covid-9 harus dapat mempertanggungjawabkannya secara hukum. 4.

Badan publik seperti halnya Gugus Tugas memiliki hak untuk tidak menginformasikan atas informasi yang dimilikinya. Namun demikian Informasi Yang Dikecualikan dalam regulasi ini tidak secara spesifik mengatur perihal informasi dalam situasi khusus seperti pandemi covid-19. Oleh karenanya pengecualian atas informasi terkait covid 19 menjadi sesuatu yang tidak wajib dilakukan jika memaknai undang-undang ini. Jika akan mempertimbangkan informasi data covid-19 untuk melindungi kepentingan dan keselamatan masyarakat yang lebih luas dan lebih besar maka perlu dilakukan klarifikasi dan justifikasi mendalam pasal demi pasal. Sekaligus bisa memaksimalkan nilai guna dan nilai manfaat yang akan diperoleh, serta nilai kerugian apa yang akan dialami jika data covid-19 terkait rekam medik lengkap tersebut dibuka atau dikecualikan? Penetapan sebuah informasi covid-19 sebagai Informasi Yang Dikecualikan oleh PPID Gugus Tugas covid-19 diharapkan melalui mekanisme Uji Konsekuensi yang sesuai dengan regulasiyang ada. Hal ini juga akan dapat melindungi PPID Gugus Tugas covid-19 dari tuntutan pidana dan perdata dikemudian hari. Prinsip-Prinsip Dasar Penetapan Klasifikasi Informasi Data covid-19 diperlukan

Komunikasi dan Informasi 68 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

sebagai pembahasan yang penting, mengingat implikasi dari Kepres 11/2020 dan Kepres 12/2020. Dua Kepres tersebut memiliki implikasi pada penerapan norma hukum manapun sepanjang terkait penanganan covid-19, termasuk dan tidak terbatas pada penerapan norma hukum Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/2008 beserta aturan turunannya). Juga tidak terbatas pada penerapan norma hukum yang mengatur pengklasifikasian informasi, khususnya pengklasifikasian informasi data covid-19. Kedua Kepres tersebut juga menempatkan Undang Undang yang mengatur kedaruratan kesehatan masyarakat (termasuk segala UU terkait kesehatan) dan UU yang mengatur kebencanaan nasional (termasuk segala UU terkait bencana) sebagai pertimbangan utama.

Sumber gambar : https://inspirasipost.com/dirgahayu-indonesia-matta-institutesoroti-mahalnya-keterbukaan-informasi-bagi-publik/kip-1/

Integrasi Wewenang PPID Gugus Tugas COVID-19 Pertanyaan mendasar berikutnya yang sering muncul dan ditanyakan banyak pihak adalah PPID mana yang berwenang melakukan pengklasifikasian, melakukan Uji Konsekuensi, dan melakukan penyampaian informasi covid-19 yang bersifat terbuka tersebut? Apakah semua PPID Badan Publik Negara yang menguasai informasi terkait data covid-19, dan memiliki kewenangan untuk melakukan pengklasifikasian informasi data covid-19, melakukan Uji Konsekuenai informasi data covid-19, melakukan penyampaian informasi covid-19 yang berstatus terbuka kepada masyarakat yang Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 69

informasi data covid-19 tersebut dalam penguasaannya, atau tidak semuanya berwenang karena status kedaruratan kesehatan dan kedaruratan kebencanaan nasional covid-9? Atau apakah PPID desa yang juga memiliki peran sebagai lembaga tingkah bawah yang memiliki kapasitas memberi informasi pada masyarakat akan kebijakan dan program ditingkat desa (Triyono, 2019)? Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 sebagaimana telah diubah dengan Kepres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Kepres Nomor 7 Tahun 2020 serta untuk efektifitas dan efisiensi pengelolaan seluruh informasi data covid-19 dan pelayanan atas hak masyarakat atas informasi COVID-19 maka pengelolaan informasi data covid-19 perlu diintegrasikan dalam satu struktur dan kewenangan. Seluruh informasi data covid-19 perlu diintegrasikan dalam satu penguasaan yaitu penguasaan Gugus Tugas covid-19, terlepas pada institusi Badan Publik Negara manapun yang menguasai informasi data covid-19 tersebut. Perlu diintegrasikan proses pengklasifikasian dan proses Uji Konsekuensi terhadap seluruh informasi data covid-19 yang tersebar pada banyak Badan Publik Negara (Kementerian, Lembaga Non Kementerian, Lembaga Non Struktural, TNI, Polri, Pemerintah Daerah, dan lan sebagainya). Perlu diintegrasikan pula prosedur dan Prosedur Tetap (Protap) penyampaian informasi data COVID-19 yang berstatus terbuka sebagai Informasi Tersedia Setiap Saat, sebagai Informasi Berkala, dan sebagai Informasi Serta Merta, kepada masyarakat. Sehingga dengan demikian proses pengelolaan, pengklasifikasian, Uji Konsekuensi, dan penyampaian kepada masyarakat terkait informsi data COVID-19 dapat sangat efisien dan efektif karena cukup dilakukan satu kali saja berlaku dan mengikat untuk seluruh Badan Publik Negara. Blunder dan Pesan Komunikasi Achmad Yurianto (AY) sebagai juru bicara penanganan covid mewakili pemerintah menjadi orang yang paling sentral menyampaikan secara teknis data pasien. AY masa ini dianggap hanya menyampaikan perihal data yang terkait dengan jumlah pasien, jumlah korban dan data perkembangan korban. Tetapi tidak memberikan informasi secara mendalam akan pesan komunikasi yang disampaikan pemerintah pada Komunikasi dan Informasi 70 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

masyarakat. Mestinya pesan itu disampaikan dengan perancangan strategi pesan dengan baik, sehingga tujuan dapat tercapai melalui koordinasi tema isi pesan, pemilihan kata-kata dan lain-lain (Wilson, 2008). Penyampaian informasi tidak memiliki lembaga yang kredibel dalam menyampaikan pesan komunikasi terintegrasi. Meskipun ada gugus tugas yang dikomandoi Doni Monardo tidak mampu mengkoordinasi unit-unit, atau badan dan kementerian yang terkait. Ini adalah sebuah pesan komunikasi yang dianggap tidak terbuka pada masyarakat. Pesan komunikasi seakan tidak memiliki siapa yang bertanggung jawab terhadap permasalahan komunikasi. Kebijakan pemerintah juga memiliki tingkat konsisten, hal itu terlihat dari pesan yang juga tidak konsisten. Pemerintah juga menyampaikan kebijakan tentang new normal tetapi tidak dijelaskan secar detail mengenai implikasi. Siapa yang akan melakukan dan yang menyampaikan pesan itu. Karena tidak ada lembaga atau kantor komunikasinya , sehingga seolah-olah tidak ada strategi komunikasi selama pandemi ini. Ini lah yang bisa jadi menjadi kekurangan dalam penyampaian informasi pada masyarakat. Harapan besar menjadi sebuah keniscayaan jika pemerintah mampu membangun dan mengkoordinasi kekuatan bangsa, mengajak mereka yang punya modal sosial, senior, punya pendukung, punya otoritas. Namun demikian, meningkatkan komunikasi para pejabat solid dalam lingkup birokrasi menjadi hal yang sangat penting, karena akan mampu memberi kepastian informasi bagi masyarakat. Setidaknya, cara yang elegan dalam mengkomunikasikan secara benar. Masih banyak orang-orang yang berkompeten. Perlu didukung sebuah kantor komunikasi yang secara khusus memiliki tim yang kuat dan memiliki otoritas dalam merancang komunikasi pada publik secara baik. Termasuk memiliki komunikator yang unggul dalam berkomunikasi dengan masyarakat, sehingga alam demokrasi menjadi berjalan dengan baik. Dengan demikian, masyarakat akan merasa tenang dengan adanya lembaga satu pintu.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 71

Daftar Pustaka: McQuail, Denis. (2011).Teori Komunikasi Massa McQuail, Edisi 6 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika Dye, Thomas R. (1978). Understanding Public Policy, Prentice Hall, N.J: Englewood Cliffs Wilson, Laurie J. dan Joseph D. Ogden (2008).Strategic Communications Planning. Dubuque, IA : Kendall/Hunt Publishing Co Triyono, A., Sihabudin, A., & Widowati, D. (2019). The Meaning of Public Information Openness Communication in Village Government of Central Java. Asian Research Journal of Arts & Social Sciences, 9(4), 1-9. http://journalarjass.com/index.php/ ARJASS/article/view/30132 https://doi.org/10.9734/arjass/2019/ v9i430132 Triyono, Agus. (2019). “Contribution of Online Media Citizen Journalism to Create City Images”. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol 16, No 2 (2019), 209-224 http://ojs.uajy.ac.id/index.php/jik/article/view/1476 DOI:https://doi.org/10.24002/jik.v16i2.1476 https://www.ayojakarta.com/read/2020/04/16/15630/salah-mengelolainformasi-serta-merta-data-covid-19-pejabat-publik-dapatdiproses https://inspirasipost.com/dirgahayu-indonesia-matta-institute-sorotimahalnya-keterbukaan-informasi-bagi-publik/kip-1/ https://zonajakarta.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-18398722/cantikcantik-ahli-forensik-jubir-penanganan-covid-19-reisa-brotoasmoro-bukan-sosok-sembarangan?page=2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Penjelasan Umum. Undang-undang U 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Keppres 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional Komunikasi dan Informasi 72 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Kepres RI no 7/2020 perihal tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 73

COVID-19, ASIMETRI DAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Muchammad Nasucha, dan M. Ghozali Moenawar

Pendahuluan Informasi publik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan suatu bangsa. Ia bagaikan oksigen yang dengannya kualitas kehidupan suatu bangsa bisa terus berlangsung dan berkembang. Sepertihalnya informasi publik dalam menangani pandemi Covid-19 memerlukan pendekatan yang khas dikenal dengan information, education and communication approach- IEC (Sarvaes, 2008). Maka memastikan hak atas informasi dan respons terhadap pandemi Covid-19 adalah merupakan keniscayaan. Kini pemerintah di seluruh dunia menghadapi pilihan keputusan yang sulit, bagaimana menghadapi wabah Covid-19 dan setrategi penanganannya secara tepat. Pada saat yang sama keterbukaan informasi membantu memastikan kepercayaan dan akuntabilitas publik terhadap tindakan pemerintah. Hal ini diharapkan publik lebih sadar akan situasi dan bertindak sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, memungkinkan publik secara umum untuk memahami keputusan pemerintah dalam perspektif informasi, dengan harapan berbagai kalangan mengikuti kebijakan dan tindakan yang diambil pemerintah sebagai sumber informasi resmi yang layak untuk diandalkan. Namun sejak pandemi Covid-19 dimulai, banyak terjadi anomali, kesenjangan dalam pengetahuan public (gap of public knowledge), dan ini disinyalir disebabkan oleh ketidak-cukupan informasi (inequality of public information) yang bisa jadi dikarenakan proses transmisi informasi yang tidak benar dan tepat. Penanganan pandemi sebagai tanggangjawab pemerintah merupakan domain publik yang tak terbantahkan. Sementara sebagai domain publik tersebut belum secara akurat berperan memberi tahu masyarakat tentang situasi secara komprehensif. Sebagaimana masih banyak terjadi misinformasi bahkan disinformasi tentang penanganan wabah covid-19. Serta masih banyak pemandangan yang dihiasi pelanggaran protokol kesehatan, Komunikasi dan Informasi 74 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

penggunaan akses digital yang kurang proporsional, bahkan banyak keganjilan tentang paparan terhadap virus, perencanaan yang buruk, dan kurangnya peralatan dan perlindungan yang memadai. Dengan kata lain asimetri informasi kerap menjadi sumber masalah serta memperparah penanganan sebuah bencana. Mencermati kondisi diatas dibutuhkan keterbukaan informasi publik yang terkoordinasi dan berkelanjutan yang menekankan pesanpesan utama untuk membentuk perilaku publik dalam mencegah penyebaran virus Covid-19. Kegiatan seperti itu suka atau tidak perlu menggunakan berbagai media, seraya tetap memanfaatkan model komunikasi tradisional yang proporsional (Berger, et al, 2010). Dengan mempertimbangkan hak atas informasi yang sangat penting untuk membangun kepercayaan antara pemerintah dan publik. Walhasil ketika publik mengetahui apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani dan mengatasi pandemi, maka akan terbangun kepercayaan, membawa lebih banyak kesadaran, dan membuka dialog dengan menghasilkan suatu kesepakatan yang lebih baik. Adanya akses publik terhadap informasi dapat memfasilitasi kemampuan publik untuk mengevaluasi proses pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka dengan mendorong terwujudnya partisipasi dialog. Lebih-lebih memastikan akuntabilitas eksternal merupakan hal penting. Dimana pengawasan eksternal atau monitoring, aktivis masyarakat sipil, dan masyarakat luas harus dapat mendatangkan kritisisme yang mampu memberikan masukan kepada pihak berwenang sekaligus merespons terhadap krisis bila terjadi. Sementara pelaku kesehatan telah menjalankan tugas-tugasnya dengan memainkan peran penting dalam menguji data, model, dan asumsi untuk membantu mengidentifikasi dan memitigasi kemungkinan masalah, walaupun masih kurangnya peralatan keselamatan bagi pekerja perawatan kesehatan dan pengujian. Para akademisi dibidang kesehatan telah memainkan peran kunci dalam menginformasikan masalah epidemilogi dengan memantau penyebaran penyakit dan memberi tahu kepada kalayak. Disisi lain Informasi yang dapat dipercaya, akurat, dan dapat diakses tentang pandemi juga penting untuk mengurangi risiko penularan virus Covid-19 dan untuk melindungi publik terhadap disinformasi yang berbahaya. Informasi yang akurat sangat penting dalam mengurangi Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 75

kemungkinan stigmatisasi atau diskriminasi kelompok rentan, termasuk mereka yang terinfeksi virus Covid-19. Ini juga memungkinkan publik untuk memahami dan mengevaluasi apakah tindakan pemerintah tepat untuk melindungi dan menjaga posisi publik, kelompok, atau komunitas yang rentan sebagai tindakan pencegahan penting terhadap bahaya disinformasi. Apakah berbahaya atau hanya kurang informasi. Disinformasi dapat membahayakan kelompok-kelompok semacam itu lebih jauh, karena mereka tidak memiliki informasi yang dibutuhkan untuk mengatur perilaku secara benar. Seiring dengan harapan diatas adalah kewajiban pemerintah untuk mengumumkan persebaran penyakit menular secara berkala, termasuk daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan, ada pada Pasal 154 ayat (1) UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pemenuhan hak atas informasi publik sudah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR). Sebagaimaa adanya ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) ihwal jaminan perlindungan atas hak kesehatan. Keterbukaan informasi publik dalam penanganan pandemi covid-19 di Indonesia walaupun belum maksimal, namaun sebagai cita-cita berbangsa dan bernegara secara ideal dalam sejarah Indonesia modern telah dimulai oleh Pemerintah sejak era reformasi, ketika draft Rancangan Undang-Undang tentang Kebebasan Mendapat Informasi Publik (KMIP) diinisiasi oleh DPR periode 1999 - 2004. Penyusunan draft RUU dan penggalangan aspirasi serta masukan dari berbagai pakar dan masyarakat mulai dilakukan sejak 23 Februari 2001, ketika Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI memutusukan pembentukan Panitia Kerja (Panja) RUU KMIP. Draft RUU KMIP resmi diajukan sebagai usul inisiatif Komisi I DPR pada Maret 2001. Sebagai tidak lanjut, Panitia Khusus (Pansus) RUU KMIP segera dibentuk dalam rangka penyempurnaan draft RUU. Dalam Rapat Paripurna DPR RI pada bulan Juli 2004, draft RUU KMIP hasil penyempurnaan Pansus DPR RI disahkan menjadi Draft RUU Usul inisiatif DPR RI. Dalam perjalanannya, Rancangan Undang-undang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik berganti nama menjadi Rancangan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (RUU KIP).

Komunikasi dan Informasi 76 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Penyusunan RUU KIP merupakan wujud keseriusan DPR dalam menyediakan kerangka hukum yang kuat bagi jaminan hak atas informasi setiap warga negara Indonesia. Dengan semangat reformasi, DPR mendukung terselenggaranya penyelenggaraan negara yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang mengedepankan prinsipprinsip akuntabilitas, tranparansi dan partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembuatan kebijakan publik. Setelah melalui proses panjang pembahasan dan penyempurnaan selama 2 (dua) periode, Rancangan Undang-Undang Keterbukan Informasi Publik berhasil disahkan DPR menjadi Undang-Undang pada tanggal 30 April 2008. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik secara efektif diberlakukan pada tanggal 30 April 2010, dengan masa persiapan 2 (dua) tahun bagi setiap Badan Publik untuk mempersiapkan sarana dan prasarana yang mendukung implementasi UU KIP (ppid.dpr.go.id) Reformasi di penghujung dekade 90 telah membawa beberapa perubahan mendasar dalam konstitusi Indonesia. Indonesia meratifikasi kovenan hak asasi manusia dan melakukan amandemen terhadap Undang-undang Dasar 1945. Hasil amandemen tersebut telah pula memuat jaminan pemenuhan hak warga untuk mengakses informasi, sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 28F hasil amandemen: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Pasal tersebut menjadi dasar untuk menyusun suatu undang-undang tentang keterbukaan informasi publik. Proses legislasi mengalami proses yang cukup panjang. Kemudian pada tahun 2000 sejumlah organisasi masyarakat sipil membentuk Koalisi untuk Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Pengalaman serupa terjadi di Thailand dan Jepang, dorongan untuk kebebasan memperoleh informasi publik dimulai ketika krisis ekonomi melanda kawasan Asia. Sementara terdapat kemiripan antara Jepang dan Indonesia, dimana regulasi ini diinisiasi oleh masyarakat sipil dan daerah telah lebih dulu memberlakukan kebijakan tersebut sebelum adanya undang-undang di tingkat nasional. Akan tetapi kecepatan dalam pengesahan undang-undang Indonesia sangat Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 77

jauh tertinggal dibandingkan kedua negara tersebut. Dibutuhkan delapan tahun bagi Indonesia untuk pengesahan, dan jika UU akan efektif dua tahun kemudian, berarti diperlukan sepuluh tahun untuk memberlakukan jaminan Keterbukaan Informasi di Indonesia sejak amandemen terhadap Undang-undang Dasar 1945 dilakukan. Pada bulan April 2008, akhirnya RUU ini disahkan menjadi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik Pentingnya implementasi undang-undang keterbukaan informasi publik dalam penanganan wabah covid-19 sebagai kasus extraordinary, dapat digolongkan sebagai krisis kesehatan paling parah yang dialami dunia dalam satu abad ini. Secara eksponensial hampir seluruh dunia terkena dampak bahkan mengakibatkan berbagai krisis, (www.esuonline.org) diantaranya; penyebaran covid-19 telah mengundang perhatian lebih jauh tentang kondisi sistem pelayanan kesehatan nasional. Virus covid-19 yang tampaknya memiliki tingkat kematian yang relatif rendah (variasi yang kuat dari satu negara ke negara yang tampaknya berasal dari kemampuan sistem pelayanan kesehatan) namun potensi menular yang signifikan serta menyebabkan tuntutan untuk penanganan dan perawatan secara intensif. Wabah ini pula menuntut serangkaian komodifikasi kebijakan yang telah diterapkan di sektor kesehatan publik selama bertahuntahun. Komodifikasi kebijakan-kebijakan ini memiliki pengaruh yang berbeda terhadap sistem medis diberbagai negara. Personil medis di banyak negara kekurangan tenaga professional secara drastis baik dari mahasiswa kedokteran, dokter magang, dan juga personel non-medis lainnya. Disamping itu dituntut pengorbanan yang dilakukan oleh para tenaga medis yang saat ini berdiri di garis depan perjuangan melawan penyakit mematikan ini, seiring menghadapi resiko berupa tekanan fisik dan psikologis yang masif serta berbahaya, menginfeksi diri mereka dan orang yang mereka cintai. Pandemi covid-19 juga diprediksi akan menghasilkan krisis ekonomi simetris. Ini berarti bahwa tidak ada negara yang dibebaskan dari resesi. Respons politik sejauh ini oleh negara-negara secara luas masih belum memadai untuk memastikan pemulihan ekonomi. Selain itu, karena perbedaan kemampuan suatu negara, ada risiko krisis keuangan asimetris yang akan mengganggu kohesi moneter dan ekonomi terintegrasi selama beberapa dekade mendatang. Untuk Komunikasi dan Informasi 78 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

mengantisipasi masalah tersebut, tentu saja tidak sederhana, diperlukan perencanaan yang strategic dengan menggabungkan langkah-langkah moneter dan langkah-langkah fiskal yang komprehensif (www. esu-online.org) dengan menyerukan agar paket stimulus ekonomi diberlakukan baik di tingkat nasional maupun ditingkat daerah bahkan bila perlu ditingkat pemerintahan yang paling bawah. Meninjau latarbelakang yang telah dipaparkan, maka tulisan ini akan fokus pada pertanyaan atau masalah tentang: Bagaimana keterbukaan informasi publik dijalankan melalui pola asimetri informasi dalam menghadapi pandemi covid 19 di Indonesia? Pembahasan a.

Sekilas Sejarah Informasi Publik

Meninjau istilah informasi publik dapat dilakukan dari berbagai tinjauan. Istilah ini dibangun dari dua istilah yaitu informasi dan publik. Secara historis istilah informasi dilekatkan dengan teori informasi yang diajukan oleh Shannon (1949) yang identik dengan basis matematis maka itu sering juga dikenal sebagai teori informasi matematika. Kemudian apa yang diajukan Shannon mendapat penjabaran dalam esainya untuk lebih mudah difahami oleh pembaca yang tidak memiliki basis pengetahuan matematika. Gardner (1987) menurut Ritchie atas penjelasannya Shannon membuat dua kontribusi besar bagi pemahaman ilmiah bagaimana sistem merepresentasi, memanipulasi, dan mentransmisi informasi. Yang pertama bagaimana ia menjelaskan tentang sistem binari yang selanjutnya diaplikasikan dalam sistem digital sekarang ini (on/off, benar/salah, terbuka/tertutup). Kontribusi yang kedua dalam memformulasi kuantifikasi angka minimal biner (1 atau 0) yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi suatu elemen penting dalam kriptografi dan rancangan sirkuit elektronik (electronic circuit design). Esai Shannon kemudian secara luas dibaca oleh ahli matematika, filosof, psikolog, dan lainnya yang kemudian diintegrasikan dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam konteks ilmu komunikasi humaniora, teori informasi dimaksudkan hanya untuk aplikasi proses teknis encoding, transmisi signal, tetapi kemudian juga dianggap dapat diperluas secara mudah untuk menjawab permasalahan makna dan efektivitas komunikasi Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 79

oleh para peneliti komunikasi. Hal ini bisa dilihat dalam model komunikasi dan teori komunikasi yang memasukkan konsep tersebut dalam penjelasannya. Dalam teori resepsi dan model analisisnya yang diusung oleh Hall decoding adalah proses yang meliputi aspekaspek interpretasi (Littlejohn, & Foss, 2009; Littlejohn, Foss, & Oetzel, 2017). Model Wilbur Schramm juga memasukkan decoding dalam proses komunikasi (lihat Ruben & Stewart, 2006). Termasuk dalam pengembangan dasar yang dikenal dalam istilah social engineering. Sebut saja beberapa penelitian terkait hal ini seperti Smith (1966), His (1968 hingga 1969), Jester (1968), Garner (1962), Chaffee & Wilson (1977), Krull, Watt, & Lichty (1977), Watt & Krull (1974), Watt & Welch (1983), Darnell (1970), Dickens & Williams (1964), Lowry & Marr (1975), Lynch (1974), Taylor (1953), Pasley (1966), Finn & Roberts (1984), Finn (1986). Singkatnya bahwa apa yang diajukan oleh Shannon yang dikenal sebagai model komunikasi matematika konsen pada informasi dimana penekanannya sebagai komunikasi mesin atau mekanis selanjutnya menjadi dasar pengembangan dalam memahami komunikasi dalam berbagai keilmuan sosial dan humaniora. Ini yang kemudian disebut oleh Littlejohn (2003, 2009) sebagai level heuristic of theory, dimana pemahaman dan pembacaannya berkembang sesuai dengan konteks para pengguna dan pengembangnya. Selain itu untuk memperlihatkan bagaimana teori informasi memberikan kontribusi besar dalam pengembangan disiplin dan teori informasi bisa kita lihat bagaimana istilah informasi dijadikan nama teori selanjutnya. Littlejohn, Foss, dan Oetzel (2017) menginformasikan satu teori yang menggunakan istilah informasi sebagai namanya yaitu Cognitive and Information Processing Theories, yang didalamnya terdapat tiga teori lainnya yang bisa dibaca sebagai teori bawahan (teori sub dari teori CIPT). Tiga teori tersebut adalah Attribution and Judgment, Information Integration, dan Consistency theory. Namun banyak juga yang tidak menamakan teorinya dengan informasi namun dalam penjelasannya konsep informasi menjadi bagian pentinya. Sebagai contoh apa yang dikumpulkan Littlejohn dan Foss (2009):

Komunikasi dan Informasi 80 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

No Teori

No Teori

1

Activation Theory of Information Exposure

9

Information, Media, and Communication Technology

2

Collective Information Sampling

10

Activation Theory of Information Exposure (Donohew, Lewis; Palmgreen, Phillip)

3

Comprehensive Model of Information Seeking. See Uncertainty Management Theories

11

Information theory (Richard Weaver; Bateson à cybernetics)

4

World Information and Communication Order (NWICO)

12

Constitutive View of Communication Information Theory (Weaver, Warren)

5

Information Processing. See Cognitive Theories Information Theory (Social information processing theory by Joseph Walther)

13

Comprehensive Model of Information Seeking See Uncertainty Management Theories

6

Informatization

14

Steven McCornack created information manipulation theory in an attempt to understand the covert violation of Grice’s maxims through the use of deceptive messages.

7

Motivated Information Management Theory (Affifi, Walid; Babrow, Austin S., Brashers, Dale)

15

8

Social Information Processing Theory (Walther, Joseph B.

Advertising Theories (not used information as the name but the explanation involving information as hierarchy model of effects); as Affect-Dependent Theory of Stimulus Arrangements à concept of information utilities; AUM (Anxiety/Uncertainty Management Theory); Social judgment theory, dissonance/consonance theory and many more

Sumber: Littlejohn, Stephen W. & Foss, Karen. (2009). Encyclopedia of communication Theory.Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Pub.

Kembali pada bahasan keterbukaan informasi yang menurut para peletak dasarnya dan para peneliti, serta pengusung demokrasi bahwa keterbukaan informasi menjadi syarat yang tidak bisa ditawartawar, meskipun pada praktiknya di setiap Negara memiliki corak yang berbeda-beda. Di Indonesia, terkait tentang hal ini pada proses pelahirannya menggunakan berbagai terminologi yang berbeda-beda Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 81

hingga akhirnya digunakan istilah yang tercantum pada UndangUndang RI No 14 tahun 2008 yaitu Keterbukaan Informasi Publik. Terkait sejarahnya Narayana sebagai ketua Komisi Informasi Pusat memaparkannya sebagai berikut:

http://ppid.dephub.go.id/files/fppid/Pentingnya_Keterbukaan_Informasi_Publik_ Ketua_KIP_Desember_2018.pdf

Terdapat sedikitnya empat fase perjalanan hingga akhirnya lahir UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Berawal dari bergantinya sistem pengelolaan Negara dan kebangsaan kita paska reformasi 1998 setelah turunnya presiden Soeharto yang telah menjadi presiden kurang lebih 30an tahun. Sistem Negara kita lalu mencari bentuknya termasuk dalam menuju demokrasi yang dicita-citakan yaitu perlunya system pemerintahan yang baik dan bersih (good governance), di dalamnya menganut kebebasan berpolitik, transparansi, partsipasi dari warga, dan akuntabilitas yang berkaitan erat dengan transparansi. Berdasarkan pada beberapa landasan konstitusional yang ada maka UU tersebut dibentuk dan disahkan pada 2008 setelah melewati proses yang cukup panjang. Lalu UU tersebut mulai berlaku efektif pada 30 April 2010. Artinya antara pembentukan dan pemberlakuannya membutuhkan waktu kurang lebih dua tahun. Ada dinamika politis di dalamnya hingga bisa dianggap cukup lama UU tersebut diberlakukan. Tidak semua pihak setuju dengan UU tersebut, maka itu terjadi banyak pergulatan dari para pihak yang berkepentingan. Walhasil, UU sekarang adalah produk akhirnya dari berbagai proses politik Komunikasi dan Informasi 82 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

yang tidak sederhana untuk dijelaskan secara rinci. Meskipun secara normatif jelas UU ini menawarkan jaminan terselenggaranya sistem pendukung demokrasi. Castells (2010) menyatakan bahwa informasi menjadi bagian penting dalam pembentukan identitas yang didalamnya berkelindan kekuasaan (power). Informasi memberikan kekuasaan. Informasi yang kemudian tersalurkan oleh dan di masyarakat menjadi faktor penting bagi perubahan yang diistilahkan olehnya sebagai transformasi sosial. Dalam konteks Negara demokrasi ia tersalurkan dan berkembang dalam public sphere yang merupakan elemen penting sistem demokrasi. Teknologi jelas merupakan bukan hanya sebagai pendukung terealisasinya sistem demokrasi dan aliran informasi yang lancara dan bermanfaat bagi warga Negara dan pemerintah. b.

Apakah Covid-19 Berhubungan dengan Keterbukaan Informasi?

Masalah klasik hukum di Indonesia yaitu adanya kontradiktif atau pertentangan antara satu produk hukum dengan hukum lainnya pada masa covid19 inipun memperlihatkan hal atau masalah yang sama. Produk undang-undang di Negara Indonesia terkait dengan fenomena ini adalah adanya aturan tentang Keterbukaan Informasi (UU No.14/2008) dengan UU Kesehatan. Beberapa berita terkait hal ini misalnya yang tergambar dalam blog hukum online berikut:

http://www.msplawfirm.co.id/polemik-keterbukaan-informasi-pasien-covid-19akibat-regulasi-yang-tak-memadai/

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 83

Singkatnya bahwa dalam masa pandemi Covid-19 produk konstitusional negara kita yang dinamai KIP berdasarkan UU No 14 tahun 2008 menghadapi ujian bagi penyempurnaan khususnya dalam konteks khusus yang muncul di Indonesia pada masa pandemi. UU ini diajukan untuk uji materi di MK karena dianggap bertentangan dengan UU Kesehatan tentang penjaminan kerahasiaan data pasien. Mencermati fenomena ini dengan teori informasi yang diletakkan dasarnya oleh Shannon bahwa transmisi pesan terkait UU KIP di masyarakat dan dalam sistem secara keseluruhan pada proses awalnya tidak melakukan tracing all constituonal document seperti UU Kesehatan. Dan bisa jadi akan bertabrakan juga dengan UU lainnya jika kemudian terjadi kasus yang menghadapkan UU ini dengan UU yang lainnya. Terjadinya hal tersebut bisa dianggap sistem transmisi dari pengirim yaitu internal pemerintah (legislatif, eksekutif, yudikatif) belum terjadi dengan sempurna. Apalagi pengirimannya dalam sistem kenegaraan kita kepada seluruh warga negara. Proses encoding dan decoding akan banyak menimbulkan masalah. Hingga akhirnya apa yang dijelaskan oleh teori cybernetics sebagai lanjutan dari teori informasi berlaku, yaitu sistem akan menerima feedback baik itu positive response ataupun negative response. Pentingnya memeriksa kembali proses transmisi pesan dan lainnya terkait praktik informasi publik dari pemerintah ke warga negara, dan penerimaan sistem feedback selain membahas tentang kompleksitas proses dan hasil encoding dan decoding yang kuncinya telah diingatkan oleh Shannon dan para peneliti penerus dan pengembang teori informasi di masa pandemic ini memberikan fakta empiris penting dalam mengevaluasi dan re-construction perangkat konstitusional informasi kita. Disamping juga dapat memberikan pengalaman informasi yang kaya bagi kita dalam memahami kembali praktik komunikasi = informasi. Mengutip penjelasan Ruben dan Stewart (2006) bahwa informasi dalam kehidupan dan praktik kehidupan khususnya komunikasi manusia meliputi beberapa konsep penting seperti yang telah juga disinggung teorisi dan sarjana pengembang teori informasi yaitu interpretasi, penerimaan informasi (information reception), selection, retention in memory. Kesemuanya akhirnya menjadi dasar bagi setiap kita (individu) dalam berpikir, menilai, mengevaluasi, bersikap dan bertindak, termasuk dalam era sekarang ini. Komunikasi dan Informasi 84 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Pentingnya keterbukaan Informasi telah banyak disinggung oleh banyak pihak termasuk dalam pemberitaan, komunitas offline dan online, dan program-program media yang berusaha mengemasnya dalam berbagai bentuk yang disesuaikan dengan pasar, media dan teknologi yang ada, serta kapasitas sumber daya yang dimilikinya. Diskusi terkait hal ini juga banyak dilakukan oleh berbagai kalangan misalnya yang diberitakan oleh berbagai portal berita, sebagai contoh berita dengan judul “KI Provinsi DKI Adakan Webinar Keterbukaan Informasi di Masa Pandemi COVID-19” yang dilaporkan pada Kamis, 21 Mei 2020. Tercata berita ini telah dibaca 638 kali. Ini merupakan indikasi dari kita sebagai stakeholders dan publik negara Indonesia dalam merespons Covid-19. Beberapa data media berikut juga memberikan gambaran tentang perhatian selektif diberikan oleh media karena dianggap penting, dan audiens: List Berita Terkini terkait Covid19 Sosialisasi Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Digencarkan29/06 16:42 WIB 26 Personel Satpol PP Awasi Protokol Kesehatan Pasar di Koja29/06 16:35 WIB Program KB di Jaksel Dipastikan Tetap Berjalan29/06 16:24 WIB Produk Digital Bank DKI Kembali Raih Penghargaan29/06 16:13 WIB Pasar Tomang Barat Disemprot Disinfektan29/06 15:30 WIB Berita Terkait KI Provinsi DKI Gelar Seleksi Calon Anggota Periode 2020-202416/01 15:03 WIB KI DKI Sosialisasikan Keterbukaan Informasi Publik di Dinas PE06/12 16:47 WIB KI DKI - Kedubes AS Adakan Diskusi Keterbukaan Informasi Publik21/11 19:40 WIB Berita Terpopuler Siswa di Jakut Tebar Optimistis di Tengah COVID- 19 Melalui Puisi15/04 22:41 WIB Pemprov DKI Terbitkan Pergub Nomor 33 Tahun 2020 Sebagai Dasar Hukum Pelaksanaan PSBB10/04 06:09 WIB Ahli Perencanaan dari 40 Negara Kunjungi Balkot Farm09/09 15:58 WIB 25 Banner Pencegahan COVID -19 Tersebar di Terminal Kampung Rambutan07/03 17:12 WIB Dinas Kesehatan DKI Jakarta Terbitkan Surat Edaran Tentang Kewaspadaan COVID-1905/03 16:38 WIB

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 85

c.

Signal Transmission: Bagaimana Transmisi Pesan Berisi Informasi Publik di Era Covid-19?

Berbicara tentang transmisi signal ini berkaitan dengan beberapa hal dalam tinjauan elektronik engineers yaitu “noise”, “uncertainty”, “feedback”, dan “redundancy”. Permasalahan dasar komunikasi adalah transmisi informasi yaitu tentang reproduksi pada satu waktu dan tempat suatu pesan dipilih pada waktu dan tempat yang lain seperti digambarkan oleh model proses transmisi dari asal pesan (original message), encoder, signal ditransmisi (transmission signal), signal diterima (received signal), decoder, pesan direproduksi (reproduced message) (Rithcie, 1991). Dari sini kita bisa lihat bagian-bagian penting model atau teori informasi yang dibangun oleh Shannon yang selanjutnya bisa kita aplikasikan dalam kasus pada waktu kita hari ini yaitu keterbukaan informasi terkait covid-19 khususnya di Indonesia. Melanjutkan kerja para peneliti atau ilmuwan lainnya terkait pengembangan teori informasi yang diletakkan oleh Shannon. Dari pembahasan di atas juga bisa kita dapatkan bahwa transmisi pesan dari warga dan media bahwa keterbukaan informasi merupakan hal yang penting dan urgen. Adanya hal yang dianggap tidak sesuai kemudian mendapat feedback seperti kontradiksi konstitusi tersebut dengan aturan lainnya (kontradiksi UU keterbukaan Informasi dengan UU Kesehatan Jaminan rahasia data kesehatan pasien). Karena di satu sisi informasi penderita covid perlu diinformasikan karena dianggap membahayakan warga lainnya jika tidak mengetahui siapa saja yang terkena virus tersebut. Sebaliknya UU kesehatan terkait menjamin kerahasiaan data pasien tersebut untuk tidak diketahui publik. Pengiriman atau transmisi tanggapan dan interpretasi dari pemerintah dalam konteks komunikasi asimetrik adalah sesuatu yang memungkinkan dan wajar. Namun pola komunikasi tersebut harus memikirkan implikasi yang penting dalam penerapannya. Seperti pemberian pengertian dan penjelasan yang tuntas, jelas, sederhana dan membawa interpretasi warga pada satu pemahaman, agar tidak menyebabkan clash of society dan berpotensi krisis yang lebih lagi d.

Interpretation

Masalah interpretasi secara luas seringkali diparalelkan dengan decoding dikaitkan dengan teori informasi Shannon yang juga kemudian dikaitkan dengan interaksi dan peristiwa komunikasi secara praktis. Interpretasi secara sederhana dihubungkan atau dianggap ejawantah Komunikasi dan Informasi 86 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

decoding kata per kata oleh setiap individu tentang seseorang, tindakan, destinasi, dan lainnya yang secara fungsi gramatikal hingga akhirnya menghasilkan makna. Meskipun disadari dalam proses komunikasi kode-kode tertentu bisa didistorsi, dikembangkan, atau disubversi kepada suatu makna tertentu termasuk yang terbaru dalam konteks penggunaannya dalam skup sosial dan lainnya yang paling relevan secara keseluruhan. Terkait hal ini Sperber dan Wilson pada 1986 dan 1987 mengajukan tindakan yang dapat diklasifikasikan sebagai communicative sebagai pesan bisa karena suatu kategori konvensional (conventional category). Selain itu konteks pesan dibuat bisa menjadi pertimbangan dalam penafsirannya (interpretation). Interpretasi membutuhkan penyingkapan kesesuaian (relevance) pesan yang selanjutnya bisa membawa pada pemahaman penafsir termasuk dalam pengembangan pemikiran terkait konteksnya (Rithcie, 1991).

Model yang diajukan oleh Ritchie (1991) dalam memvisualisasikan teori informasi ini dapat kita jadikan dasar dalam memahami bagaimana transmisi informasi dengan pola asimetrik dari pemerintah kepada warga hingga akhirnya kita dapat melihat apa interpretasi mereka termasuk feedback yang muncul dari transmisi informasi yang disampaikan. Data berikut memberikan gambaran lain tentang praktik keterbukaan informasi di Indonesia di masa covid19. Misalnya apakah muncul panic buying di Indonesia saat covid19? Karena dalam beberapa Negara diberitakan warganya mengalami panic buying. Di Indonesia secara keseluruhan sebenarnya tidak terjadi panic buying, namun di beberapa Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 87

wilayah khususnya di kota besar seperti Jakarta memang terjadi fenomena tersebut. Ini diberitakan di beberapa media. Panic buying terjadi pada beberapa item atau barang kesehatan seperti masker, handsanitizer. Dan melihat data lainnya bahwa trend ketakutan atau kekhawatiran Indonesia terkait dampak covid19 ini dalam bulan maret 2020 memperlihatkan kenaikan yang cukup signifikan. Ini bisa jadi terkait dengan kurang maksimalnya praktik keterbukaan informasi di Indonesia. Karena data lainnya menunjukkan bahwa informasi yang terbuka memberikan atau menghadirkan perasaan positif warga yang akhirnya dapat membuat warga siap menghadapi konsekuensi dan kondisi selanjutnya.

Sumber: Kantar. 14 April 2020. Covid19 Impact on Indonesian Attitudes and Behavior: Learning from Brands.

Sumber: Kantar. 14 April 2020. Covid19 Impact on Indonesian Attitudes and Behavior: Learning from Brands. Komunikasi dan Informasi 88 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Hadirnya internet dalam masyarakat kita khususnya di masa pandemic memberikan kontribusi penting dalam dan bagi berbagai bidang. Untuk pendidikan, untuk sosialisasi, dan lainnya termasuk dalam menghadirkan dinamika yang kita rasakan sekarang ini. Teknologi terkini ini menjadi bagian penting dalam proses politik serta lainnya. Ini seperti pernyataan Castells “The key point is that electronic media (including not only television and radio, but all forms of communication, such as newspapers and the Internet) have become the privileged space of politics. Not that all politics can be reduced to images, sounds, or symbolic manipulation. But, without it, there is no chance of winning or exercising power. Thus, everybody ends up playing the same game, although not in the same way or with the same purpose” (Castells, 2010:369).

Sumber: Kantar. 14 April 2020. Covid19 Impact on Indonesian Attitudes and Behavior: Learning from Brands.

Dalam konteks praktik keterbukaan informasi, pemerintah telah menggunakannya guna memberikan atau menyediakan saluran mendapatkan informasi, berinteraksi dengan warga, termasuk dalam membentuk gambaran atau citra hingga reputasi pemerintah dalam menghadapi Covid-19. Ini bisa dilihat pada website covid center (https://covid19.go.id/) dimana sedikitnya beberapa fitur didalamnya seperti beranda, berita, data, agenda, dan lainnya termasuk tentang Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 89

data update setiap harinya terkait penderita covid yang diklasifikasikan menjadi beberapa kategori. Di dalamnya juga kita bisa melihat regulasi yang dilahirkan selama masa pandemic ini. Tercatat ada 61 regulasi yang telah dibuat pemerintah terkait Covid-19 dari 01 April 2020 hingga 26 Juni 2020. Isinya juga menggambarkan dinamika tentang bagaimana kebijakan hukum tersebut dilahirkan dan untuk apa, serta melibatkan siapa saja. Meskipun harus diakui ini sebenarnya tidak cukup informatif khususnya bagi warga yang menganggap hal tersebut sangat memberatkan karena harus membaca banyak dokumen hukum disamping penggunaan bahasa hukum yang tidak bisa difahami secara instan oleh masyarkat awam.

Sumber: Kantar. 14 April 2020. Covid19 Impact on Indonesian Attitudes and Behavior: Learning from Brands.

Kesimpulan Dalam menghadapi covid19 sebagai kondisi krisis global Negara Indonesia telah menerapkan pola komunikasi asimetris termasuk dalam penerapan keterbukaan informasi yang awalnya dibentuk untuk menjamin transparansi, akuntabilitas dan professional guna mewujudukan good governance dalam bingkai sistem demokrasi. Pola komunikasi dan informasi yang asimetris adalah suatu keniscayaan dan Komunikasi dan Informasi 90 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

bukan hal tabu dalam sistem demokrasi karena merupakan given dalam kehidupan, hanya saja ekses-ekses negatif harus dapat diidentifikasi dan diatasi. Apa yang telah dan sedang Indonesia hadapi terkait pengujian produk konstistusional ini dapat dievaluasi dengan apa yang telah diwarisi oleh Shannon lalu dikembangkan oleh sarjana komunikasi setelahnya yaitu bahwa permasalahan komunikasi dan informasi dapat diidentifikasi dari perspektif transmisi. Dalam hal ini harus diakui transmisi pesan terkait kebijakan di masa lalu (sebab dan lainnya yang telah berlalu) terkait covid19 dan Indonesia harusnya terbuka untuk diakses dengan pertimbangan untuk membuat kita semua belajar dari masa lalu. Dan kemudian dapat bersama-sama menentukan langkah ke depan tidak hanya mengurusi masalah kesehatan saja karena ini harus diakui merupakan masalah multidimensi: ekonomi, sosial, politik, budaya dan lainnya. Maka itu baik jika pemerintah menyadari pola dan potensi komunikasi dan informasi yang asimetris kelebihan dan kekurangannya guna menyelematkan bangsa dari pandemic ini. Interpretasi yang juga disebut sebagai decoding perlu dibuat dan diarahkan menuju satu penafsiaran guna menentukan agenda bersama dan menyatukan langkah dengan porsinya masing-masing.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 91

Daftar Pustaka Berger, Charles, R, Roloff, Michael E, Roskos-Ewoldsen, DavidR, (2010). The Handbook of Communicatio Science. California: Sage Publication. Castells, Emanuel. (2010). The Information Age: Economy, Society, and Culture. Vol II. The Power of Identity. Second Edition. Malden, MA: Wiley-Blackwell. Kantar. 14 April 2020. Covid19 Impact on Indonesian Attitudes and Behavior: Learning from Brands. Littlejohn, Stephen W. & Foss, Karen. (2009). Encyclopedia of communication Theory. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Pub. Littlejohn, Stephen W., Foss, Karen A., and Oetzel, John G. (2017). Theories of Human Communication. Eleventh Edition. Long Grove, Illinois: Waveland. Ritchie, David L. (1991). Communication Concepts 2: Information. Newbury Park. CA: Sage. Ruben, Brent, & Stewart, Lea. (2006). Communication and Human Behavior. Fifth Edition. Boston: Pearson. Sarvaes, Jan, (2008). Communication for Development and Social Change. Sage Publication, India. Pvt, Ltd. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK https://ppid.dpr.go.id/index/statis/id/8 http://ppid.dephub.go.id/files/fppid/Pentingnya_Keterbukaan_ Informasi_Publik_Ketua_KIP_Desember_2018.pdf https://www.esu-online.org/?policy=covid-19-position-paper-amultidimensional-crisis-that-affects-us-all https://www.bkkbn.go.id/detailpost/serba-virtual-di-tengah-pandemicovid-19-bkkbn-optimalkan-layanan-informasi-publik http://www.msplawfirm.co.id/polemik-keterbukaan-informasipasien-covid-19-akibat-regulasi-yang-tak-memadai/ https://news.detik.com/kolom/d-4980560/pandemi-data-dankebijakan-publik Komunikasi dan Informasi 92 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

https://seputarpapua.com/view/perlunya-keterbukaan-informasi-ditengah-pandemi-covid-19-di-papua.html http://www.beritajakarta.id/read/79820/ki-provinsi-dki-adakanwebinar-keterbukaan-informasi-di-masa-pandemi-covid-19#. XvLT3SgzbIV http://kip.sumutprov.go.id/?p=3762 https://www.kominfo.go.id/content/detail/25619/ki-keluarkanpedoman-keterbukaan-informasi-saat-pandemi/0/berita_satker www.esu-online.org

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 93

KETERBUKAAN INFORMASI PADA MASA PANDEMI COVID-19 Betty Gama, Erwin Kartinawati

Pendahuluan Sejak virus Corona (Covid-19) menyebar, pemberitaan media massa dan isi media sosial dipenuhi dengan segala hal berkaitan dengan corona. Wabah corona tidak saja mengancam jiwa manusia tetapi juga berdampak pada bidang ekonomi, sosial, dan politik. UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan ada tiga jenis bencana yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Pandemi covid-19 merupakan salah satu contoh dari bencana non alam. Berita menjadi salah satu produk utama media dalam rangka memenuhi kebutuhan naluri manusia yang ingin tahu tentang suatu peristiwa. Berita merupakan laporan tentang fakta atas suatu peristiwa, yang dicari dan dilaporkan oleh reporter ke masyarakat (Suhandang, 2016). Berita merupakan laporan terkini tentang fakta atau pendapat yang penting dan atau menarik bagi khalayak dan disebarluaskan melalui media (Josef, 2009). Covid-19 merupakan fakta yang dilaporkan oleh para reporter ke masyarakat melalui media massa dan kini juga terperantara melalui media sosial. Ada tiga tahap dalam suatu proses penyebaran berita yakni newsbreak, diseminasi dan saturasi. Newsbreak merupakan situasi dimana reporter menyampaikan faktafakta penting berita kepada organisasi media, kemudian organisasi media yang memublikasikan atau menyiarkannya ke masyarakat. Tahap diseminasi merupakan periode selama berita menyebar melalui khalayak dan selama fakta-fakta menjadi diketahui anggota komunitas atau masyarakat. Tahap terakhir disebut saturasi, yakni saat berita telah diketahui (didengar, dibaca, dilihat) oleh minimal 90 persen dari jumlah penduduk (Tubbs & Moss, 2011). Dalam situasi bencana seperti saat ini, media massa memiliki peran penting dalam penyebaran informasi ke masyarakat. Kebutuhan akan informasi dalam situasi genting seperti masa pandemi saat ini juga menjadi sangat tinggi. Masyarakat membutuhkan kejelasan Komunikasi dan Informasi 94 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dan keterbukaan informasi guna mengurangi ketidakpastian yang berdampak pada munculnya efek psikologis seperti kecemasan, ketakutan, dan lain sebagainya. Posisi penting dipegang oleh pemerintah dalam situasi bencana seperti sekarang. Tak hanya dalam bentuk penanganan cepat dalam menanggulangi penyebaran penyakit, namun juga sisi-sisi lain yang diakibatkan oleh pandemi covid-19. Kejelasan dan keterbukaan informasi dari pemerintah sangat penting bagi masyarakat guna membantu memutus penyebaran virus yang belum ditemukan penanganan efektifnya ini. Media massa masih menjadi sarana paling efektif dalam penyebaran informasi ke publik. Komunikasi melalui media yang ditempuh tentunya tidak sekadar menyampaikan keadaan apa adanya namun komunikasi yang efektif agar pesan yang disampaikan ke publik, dapat menimbulkan efek sesuai diharapkan pemerintah. Agar komunikasi terjadi secara efektif, dalam situasi bencana termasuk seperti saat ini, menurut The Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pemerintah harus memerhatikan lima hal. Kelimanya merupakan syarat atau kunci utama yakni sumber informasi yang kredibel; kejujuran dan keterbukaan informasi; bertujuan membujuk orang mengambil tindakan yang mengurangi bahaya tertular; disusun berdasarkan pendapat para ahli atau bukan amatiran; dan konsisten (Seeger, 2020). Kredibilitas sumber pesan berkaitan dengan pihak atau penyampai informasi yang dapat dipercaya dan harus memiliki keahlian. Sementara kejujuran dan keterbukaan informasi disyaratkan agar dapat mengurangi terjadinya rumor, kecemasan dan kepanikan yang tidak perlu. Kejujuran perlu dilakukan dalam mengomunikasikan apa yang diketahui dan tidak diketahui terkait faktor risiko. Selain itu kejujuran dalam menyampaikan informasi harus menghindari upaya menyembunyikan informasi dengan dalih menghindari terjadinya kepanikan dan menawarkan skenario yang terlalu optimistis dan dilarang untuk membungkam suara-suara yang mengekspresikan kekhawatiran. Keterbukaan Informasi di Masa Pandemi Dalam situasi krisis, berita bisa menyebar begitu cepat hingga berpotensi melumpuhkan jajaran manajemen sebelum mereka bisa mengontrol situasi dengan efektif (Millar & Heath, 2004). Oleh Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 95

karena itu, dalam situasi krisis, keterbukaan informasi menjadi sangat penting. Hal yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan komunikasi yang meyakinkan tanpa berlebihan (Sandman, Peter M; Lanard, 2004). Komunikasi media yang dilakukan pemerintah pada pandemi Covid-19, berdasarkan pengamatan masih belum efektif. Hal itu disebabkan masih banyaknya pernyataan pihak pemerintah yang kerap berlebihan, misalnya pernyataaan kementrian kesehatan yang menantang peneliti Harvard untuk membuktikan virus corona ada di Indonesia (CNN, 2020), pernyataan menteri kesehatan yang cenderung mengecilkan corona dan membandingkannya dengan difteri (Setiawan, Aries; Darmawan, 2020). Dasar dari komunikasi krisis adalah memberikan respons dengan segera begitu krisis terjadi, dengan pesan yang terbuka dan jujur kepada para pemangku kepentingan (stakeholder) baik itu yang terpengaruh secara langsung atau tidak langsung (Prastya, 2011), (Ardiyanti, 2020). Menurut Argenti (2009: 259), ada kondisi yang umum yang terjadi dalam krisis yaitu elemen-elemen yang sifatnya tak terduga, informasi yang tidak mencukupi, dan begitu cepatnya dinamika terjadi. Coombs (2006) menyatakan, ada tida prinsip utama dalam komunikasi krisis, yaitu menyampaikan pesan dengan cepat atau segera menyampaikan pesan; konsisten; dan terbuka. Prinsip pertama adalah respon yang cepat yang berarti memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan, terutama media massa untuk mengetahui tentang apa yang sebenarnya terjadi. Respon yang lambat justru memberikan kesempatan bagi pihak lain terutama yang ingin menghancurkan reputasi organisasi atau perusahaan untuk mengisi kekosongan informasi tersebut dengan spekulasi atau informasi yang salah. Ketika virus corona muncul di awal bulan Maret tahun 2020 ini, berbagai kesimpangsiuaran informasi disampaikan pejabat negara. Mulai dari masuknya virus corona di Indonesia, hingga anggapan masyarakat kebal akan wabah corona. Statemen dari sejumlah pejabat justru menunjukkan ada kesalahan aspek komunikasi negara ke masyarakat. Pejabat negara justru terkesan santai dan dimana negara-negara lain sudah mengambil Langkah antisipasi. Sebagai contoh bisa diambil adalah adanya pihak-pihak yang membenturkan kebijakan yang dikeluarkan Gubernur DKI Anies Bawesdan dengan kebijakan Komunikasi dan Informasi 96 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

yang dikeluarkan pemerintah pusat, demikian juga yang terjadi di pemerintah daerah lainnya sehingga menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat. Di Kota Solo, Walikota FX Hadi Rudyatmo meminta masyarakat untuk patuh supaya wabah virus corona segera berakhir. Himbauan Hadi Rudyatmo kemudian menjadi viral dengan istilah “do manuto” (Assegaf, 2020). Penyebaran informasi yang simpang siur justru menyebabkan masyarakat bukan mendapat pengetahuan tetapi menambah rasa cemas dan takut akan pandemi. Hal ini mengakibatkan masyarakat mengalami psikosomatik yaitu rasa cemas dan takut yang berlebihan, salah satu akibatnya adalah timbulnya panic buying Pandemi Covid-19 menjadi ancaman di seluruh negara di dunia yang harus diatasi dengan komunikasi dan langkah strategis. Dalam situasi krisis, pesan tersebut harus disesuaikan dengan khalayak atau target pesan. Peran pemerintah pusat dan daerah menjadi sangat penting dalam situasi krisis covid-19 utamanya untuk menenangkan masyarakat. Keberadaan pemimpin dalam komunikasi krisis memegang peranan penting karena menjadi tolak ukur keberhasilan dan kegagalan dalam mengatasi masalah yang terjadi. Komunikasi di tengah krisis seperti ini diperlukan adanya perencanaan yang jelas. Prinsip kedua yaitu konsisten, yang maksudnya adalah berbagai pesan disampaikan harus bebas dari kontradiksi. Konsistensi merupakan berbicara dalam satu suara. Memang tidak mungkin dalam situasi krisis hanya satu orang saja yang berbicara mengenai Covid-19 mewakili pemerintah. Tim komunikasi krisis harus memastikan bahwa juru bicara yang berbeda-beda tetap mampu memberikan pesan yang konsisten dan selaras dengan kebijakan atau suara pemerintah pusat. Simpulan Penyebaran Covid-19 sudah cukup mengkhawatirkan karena terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu bahkan dalam kondisi new normal pun jumlah kasus semakin meningkat. Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto menjelaskan, agar komunikasi bencana harus dilakukan satu pintu. Artinya, pejabat negara tidak boleh sembarangan melontarkan atau menginterpretasikan kebijakan yang diambil sesuai dengan penalarannya. Komunikasi bencana harus satu pintu. Pada saat situasi krisis harus berhati-hati Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 97

dalam menggunakan media sosial. Para pejabat perlu untuk berpuasa dalam memberikan statemen di media sosial sebab corona bukanlah obyek yang dapat dibuat sebagai bahan gurauan (Sukoyo, 2020). Hingga sejauh ini dapat dilihat pola komunikasi krisis di tengah pandemi Covid-19 belum dilaksanakan dengan terstruktur. Dampak dihasilkan adalah kebijakan yang tumpang tindih dan membingungkan masyarakat. Beberapa kebijakan yang membingungkan masyarakat antara lain larangan mudik lebaran atau hari raya, aturan prosedur bagi warga yang mudik, kebijakan new normal, dan sebagainya. Prinsip ketiga adalah keterbukaan. Menurut Coombs (2006), prinsip ini merupakan satu-satunya prinsip yang kontroversial. Kontroversi muncul akibat interpretasi yang berbeda terhadap pemahaman keterbukaan. Interpretasi pertama adalah keterbukaan diartikan bahwa orang-orang dalam organisasi (yang berwenang untuk memberikan pernyataan) selalu siap dan bersedia untuk berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan, terutama media massa. Keengganan untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan akan menimbulkan kesan bahwa organisasi tersebut sangat tertutup, berusaha menyembunyikan sesuatu, atau tidak mampu menangani krisis. Interpretasi kedua mengenai keterbukaan adalah pengungkapan secara terbuka sepenuhnya (full disclosure), yakni organisasi harus mengatakan semua yang mereka ketahui tentang krisis segera setelah mereka mendapatkan informasi. Pemerintah telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Gugus tugas ini diketuai oleh kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden. Oleh karena itu dalam mengomunikasikan kebijakan yang diambil saat ini dan ke depan, pemerintah harus lebih jelas, lebih logis dan lebih bisa dipahami masyarakat. Jangan menggunakan strategi komunikasi equivocal karena pesan yang disampaikan menjadi tidak jelas, tidak langsung dan tidak lugas. Mengapa hal tersebut harus dihindari sebab pada masa krisis justru terjadi peningkatan tajam kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di Indonesia indeks kepercayaan publik kepada pemerintah pada Mei 2020 mencapai angka 61 persen. Capaian tersebut merupakan yang tertinggi selama 20 tahun terakhir (Ernes, 2020). Covid-19 mengajarkan kepada kita untuk hidup lebih bersih dan lebih sehat. Pesan jaga jarak, di rumah saja, bekerja dari rumah, work from home merupakan pendekatan budaya. Aspek budaya pada penyampaian Komunikasi dan Informasi 98 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

komunikasi krisis kepada publik sangat penting. Memahami aspek budaya masyarakat akan membantu dalam memahami kerentanan budaya, mengembangkan rencana intervensi khusus, serta menentukan motode yang tepat untuk mengatasi krisis pandemi Covid-19 (Hasna, 2020). Pesan dalam komunikasi krisis semestinya disesuaikan dengan khalayak yang menjadi target. Penyampaian pesan tidak harus melalui media massa karena tidak semua orang menggunakan media arus utama ntuk mendapatkan berbagai informasi. Isi pesan harus berbeda sesuai target dan ada satu tokoh yang berbicara dengan tepat kepada masyarakat. Dalam situasi yang penuh ketidaknyamanan dan ketidakpastian saat bencana covid-19 maka komunikasi menjadi kunci sekaligus bagian dari solusi.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 99

Daftar Pustaka Ardiyanti, H. (2020, April). KOMUNIKASI MEDIA YANG EFEKTIF PADA PANDEMI COVID-19. Majalah Info Singkat DPR RI Vol 12 No 7. Retrieved from http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_ singkat/Info Singkat-XII-7-I-P3DI-April-2020-199.pdf Argenti, P. A. (2009). Corporate Communication. New York: McGraw Hill. Assegaf, J. S. (2020). Pengin Corona Berakhir? Rudy Wali Kota Solo: Yo Do Manuto! Retrieved June 15, 2020, from solopos.com, 31 Maret 2020 website: https://m.solopos.com/pengin-corona-berakhirrudy-wali-kota-solo-yo-do-manuto-1054353 Coombs, T. W. (2006). Crisis Management: A Communicative Approach. In C. H. B. V. Hazleton (Ed.), Public Relations Theory II. Mahwah New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Ernes, Y. (2020). Survei soal Penanganan Corona: Kepercayaan Publik ke Pemerintah Tinggi. Retrieved June 15, 2020, from DetikNews Kamis, 05 Mar 2020 16:16 WIB website: https://news.detik.com/ berita/d-4926730/survei-soal-penanganan-corona-kepercayaanpublik-ke-pemerintah-tinggi Hasna, S. (2020). Bagaimana Seharusnya Penanganan Komunikasi Krisis COVID-19 di Indonesia? Retrieved June 15, 2020, from kumparan.com, 10 Mei 2020 11:33 website: https://kumparan. com/sof ia-hasna/bagaimana-sehar usnya-p enanganankomunikasi-krisis-covid-19-di-indonesia-1tKVNRmhM6i/full. Indonesia, C. (2020). Menkes Tantang Harvard Buktikan Virus Corona di Indonesia. Retrieved June 15, 2020, from Selasa, 11/02/2020 20:09 WIB website: https://www.cnnindonesia.com/ nasional/20200211195637-20-473740/menkes-tantang-harvardbuktikan-virus-corona-di-indonesia Josef, J. (2009). To be a Journalist (1st ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu. Millar, Dan Pyle; Heath, R. L. (Ed.). (2004). Responding to crisis: a rhetorical approach to crisis communication. New York: Routledge. Prastya, N. M. (2011). Komunikasi Krisis di Era New Media dan Social Media. Jurnal Komunikasi, 6(1), 1–20. Retrieved from https:// journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/6374 Komunikasi dan Informasi 100 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Sandman, Peter M; Lanard, J. (2004). Crisis Communication: Guidelines for Action Planning What to Say When Terrorists, Epidemics, or Other Emergencies Strike. Retrieved from https://www.psandman. com/handouts/AIHA/AIHA_book.pdf Seeger, M. (2020). Crisis communication researcher shares 5 key principles that officials should use in coronavirus. Retrieved March 31, 2020, from theconversation.com website: https:// theconversation.com/crisis-communication-researcher-shares-5key-principles-that-officials-should-use-in-coronavirus-133046 Setiawan, Aries; Darmawan, Z. (2020). Menkes: Difteri Saja Kita Enggak Takut, Apalagi Corona. Retrieved June 15, 2020, from vivanews.com, 2 Maret 2020 website: https://www.vivanews.com/ berita/nasional/38785-menkes-difteri-saja-kita-enggak-takutapalagi-corona Suhandang, K. (2016). Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik. Bandung: Nuansa Cendikia. Sukoyo, Y. (2020). Komunikasi Bencana Covid-19 Harus Dilakukan Satu Pintu. Retrieved June 15, 2020, from beritasatu.com 6 April 2020 website: https://www.beritasatu.com/nasional/617387komunikasi-bencana-covid19-harus-dilakukan-satu-pintu Tubbs, S. L., & Moss, S. (2011). Human Communication. Bandung: Rosdakarya.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 101

KEMATANGAN INFORMASI, MAMPUKAH MEMBANTU MENEKAN PENULARAN COVID-19? Kheyene Molekandella Boer

Pendahuluan Covid-19 di awal tahun 2020 menjadi sebuah bencana bagi dunia. World Health Organization (WHO) mengumumkan status pandemi global sejak tanggal 11 Maret 2020. Indonesia termasuk Negara terdampak Covid-19, mulai dari guncangan ekonomi, sosial hingga psikis masyarakat sangat dirugikan oleh virus ini. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan Work From Home. Work From Home adalah konsep yang sudah dijalankan di Indonesia dari awal maret hingga awal bulan Juni tahun 2020. Tujuanya memutus rantai penyebaran virus Covid-19 dengan meminimalisir kontak dan interaksi sesama manusia. Informasi di era bencana non alam seperti ini sangat dirasakan urgensinya. Namun tidak semua lapisan masyarakat siap untuk menjalankan fungsi komunikasi publik saat terjadinya bencana non alam. Informasi menjadi sangat krusial dalam menentukan goals dari komunikasi publik itu sendiri. Terutama, era demokrasi kini menjunjung nilai-nilai keterbukaan dan transparansi informasi. Nilainilai tersebut menunjukan bagaimana kualitas good governance serta bagaimana kualitas komunikasi publik yang dikelola oleh pemerintah kepada masyarakatnya. Keterbukaan informasi publik juga memungkinkan masyarakat untuk aktif membantu jalanya sebuah sistem informasi. Indonesia sendiri sudah memiliki UU No. 14 tahun 2008 tentang UU Keterbukaan Informasi Publik. Dasar inilah yang menjadi landasan pemerintah untuk mengelola informasi yang akurat mengenai Covid-19 sebelum disampaikan ke masyarakat. Informasi menjadi tumpuan demi keberlanjutan masa depan kehidupan yang lebih baik. Masa karantina dirumah dengan segala aktivitas bukanlah sesuatu yang mudah. Proses adaptasi atau perubahan perilaku baru masyarakat ini menjadi tantangan sendiri. Selain disibukan dengan beragam Komunikasi dan Informasi 102 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

adaptasi pekerjaan kantor yang kini harus dilakukan dari rumah. Masyarakat sangat berharap pandemi segera berakhir, masyarakat juga terus memantau keadaan Covid-19 di tanah air. Melalui televisi, surat kabar dan internet menghadirkan beragam informasi terkait apa saja upaya pemerintah, jumlah korban hingga sering kita temui iklan berisi himbauan untuk mencuci tangan dan menggunakan masker saat bepergian. Dalam hal ini informasi menjadi sebuah ‘alat’ utama yang dijadikan pegangan bagi masyarakat luas untuk menentukan sikap. Informasi menjadi sangat krusial untuk menentukan langkah-langkah antisipatif yang bertujuan menekan angka penularan Covid-19 . Perlu disadari informasi bukan sekedar mampu menambah tataran pengetahuan semata, nemun kekuatan informasi dapat membantu kita dalam menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia. Dalam tulisan ini akan menjelaskan bagaimana Indonesia mengelola informasi berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik? Kemudian, sejauh apa peran informasi dapat membantu menekan penularan Covid-19 di tanah air? Pembahasan Optimalisasi Media Informasi di Tengah Covid-19 Komunikasi terbentuk saat bencana idealnya adalah komunikasi yang berorientasi pada pemehaman bersama untuk mengatasi kondisi lingkungan social yang berubah-ubah dengan cepat. Prosesn pertukaran informasi dalam komunikasi merpakan agenda utama bagi pemerintah untuk menghadapi beragam ancaman pada saat bencana masih berlangsing. Informasi menjadi sesuatu yang sangat berharga di masa bencana non alam ini. Informasi menjadi refrensi bagi masyarakat untuk bertindak, sehingga informasi saat bencana yang harus disampaikan adalah informasi yang tidak simpang siur atau benar-benar mampu berorientasi pada tujuan komunikasi itu sendiri, yakni informasi yang mampu membantu meminimalisir bencana Covid-19. Menurut Nugroho (2004:102) menjelaskan keterbukaan informasi publik kemudian diletakan dalam makna pengelolaan urusan publik yang berkaitan kebijakan sebagai lembaga yang mengelola urusan pelayanan public yaitu yang bersifat melayani masyarakat dalam hal ini upaya pengkomunikasian informasi dimiliki atau dikuasai oleh pemerintahan dalam rangka memenuhi hak rakyat untuk tahu (Right to know) dan hak kebebasan informasi (to freedom on information) Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 103

Atas dasar keterbukaan informasi publik inilah pemerintah Indonesia membentuk gugus tugas percepatan Penanganan Covid 19 agar informasi terintegrasi hingga ke daerah. Selain itu pemerintah menggunakan sistem bernama “Bersatu Lawan Covid” (BLC). Melalui sistem BLC ini dapat melacak kuantitas jumlah kasus positif, pasien yang sembuh, orang dalam pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Bukan hanya itu, sistem ini mempu memberikan gambaran mengenai kebutuhan logistik yang diperlukan oleh rumah sakit dalam penanganan Covid-19. Pemerintah juga menyiapkan platform untuk mengakses informasi dengan alamat covid19.go.id dan hotline 119, whatsapp covid-19 dan di halomenkes 1500 567, layanan telemedicine, televise TVRI, RRI dan televisi swasta. Semua saluran media ini dibentuk dengan tujuan dapat memenuhi informasi kepada public.

Gambar 1. Tampilan Website Covid19.co.id Sumber : www.covid19.go.id

Gambar 2. WhatsApp resmi covid 19 Sumber : dokumentasi pribadi Komunikasi dan Informasi 104 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar pertama adalah tampilan utama website www.covid19. id yang dibentuk pemerintah. Gambar kedua adalah media informasi resmi di laman aplikasi chatting whatsApp. Kedua media ini adalah contoh optimalisasi media yang digunakan pemerintah untuk menyampaikan informasi kepada public. Dalam hal ini pemerintah telah membuka seluas-luasnya saluran informasi komunikasi demi terwujudnya transparansi yang dbertujuan dapat menjadi panduang berprilaku masyarakat sehingga kekuatan informasi dapat pula membantu menekan penularan virus Covid-19. Informasi yang layak dikonsumsi oleh publik adalah informasi yang tersaring dan telah melewati tahap validasi dari sistem itu sendiri, sehingga sistem yang diciptakan haruslah memiliki rules yang jelas dan terpercaya dalam memproses informasi yang telah terkumpul dalam sistem tersebut. Menurut Dipopramono (2017:23-27) tentang keterbukaan informasi publik berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 terdapat dua kategori informasi public dalam sistem pelayanan yaitu terbuka dan dikecualikan. Abdullah (2010:24) terdapat prinsip UU KIP tercantum pada pasal 2 UU KIP ; 1) Setiap informasi public bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi public kecuali yang dibatasi oleh undang-undang (Maximum Acces Limited Exemption) 2) Informasi bisa diperoleh dengan cepat, tepat waktu, murah dan prosedur sederhana. 3) Informasi yang bersifat rahasia dimana sesuai dengan undang undang, kepatutan dan kepentingan umum yang didasarkan melalui uji konsekuensi Informasi hendaknya disampaikan secara berkala dan berkelanjutan. Informasi yang benar dan akurat dapat membantu masyarakat saat tersesat dalam banyaknya berita hoax. Di masa bencana seperti ini, maraknya hoax akan menyerbu kehidupan kita. Menteri Kominfo menyebutkan pada 10 Maret 2020 hasil pantauan tim AIS Ditjen Aptika menunjukan 187 konten hoax dan disinformasi virus corona yang beredar di masyarakat. https://www.kominfo.go.id/ content/detail/24942/cegah-penyebaran-hoaks-covid-19-kominfogandeng-platform-digital/0/berita_satker. Informasi silih berganti datang dengan tingkat keakuratan yang rendah membuat masyarakat Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 105

semakin jauh tersesat dalam kebenaran. Sehingga disini peran pemerintah dalam mengontrol langsung keberadaan hoax dengan memunculkan informasi yang kredibel secara berkala.. Informasi Seperti Apa Yang Benar Untuk Publik? Ditengah arus informasi yang semakin dominan, banyak masyarakat yang melihat kesenjangan upaya yang dilakukan pemerintah. Misalnya sebagian masyarakat meminta pemerintah membuka identitas orang yang positif covid 19 guna menjadi langkah antisipasi dikemudian hari. Namun, disatu sisi sebagian masyarakat beranggapan hal tersebut melanggar nilai-nilai etika dan kemanusiaan. Dimana sebagian besar merasa pasien positif covid 19 perlu dilindungi identitasnya sebagai wujud keadilaan hak asasi manusia. Contohnya, seperti di Kota Samarinda Kalimantan Timur dimana sempat kehilangan jejak sata melacak pasien yang diduga positif Covid-19 . https://selasar.co/read/2020/05/03/1564/dilemapemerintah-menjaga-privasi-atau-membuka-data-pasien-covid-19 Berita ini sempat meresahkan masyarakat Samarinda, dimana masyarakat merasa bingung harus mengambil langkah seperti apa karena tidak mengeahui identitas pasien tersebut dan hal ini berdampak pada ketidakmampuan masyarakat untuk melakukaan tracking dengan siapa saja pasien tersebut pernah melakukan kontak. Bukan hanya mendesak hal tersebut, Bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan kepada masyarakat terdampak Covid-19 disinyalir tidak tepat sasaran. Artinya, keterbukaan yang diinginkan bukan sebatas pada angka-angka statistik terkait jumlah penderita covid belaka melainkan informasi seputar kebijakan dan upaya pemerintah, distribusi bantuan yang tepat baik bantuan untuk masyarakat terdampak atau bantuan logistic rumah sakit rujukan covid 19. Keinginan masyarakat ini sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Komisi informasi Pusat sendiri telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Informasi Publik Dalam Masa Darurat Kesehatan Masyarakat Akibat Covid-19 pada 6 April 2020, Isi penting dari surat ini menitikberatkan kepada point transparansi pemerintah. Transparansi penggunaan anggaran penggunaan dana, bantuan barang dan masih banyak lagi. Pemerintah sejauh ini terlihat masih kewalahan dalam penanganan covid 19. Meski diawal pemerintah berkomitmen menyampaikan Komunikasi dan Informasi 106 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

informasi tanpa ada yang ditutup-tutupi dan juga membuka luas media informasi, namun di satu sisi pemerintah masih dibuat kelagapan dengan kendala-kendala dilapangan baik terkait dengan bantuan yang diterima masyarakat dan tim medis. Kendala tersebut dapat diatasi dengan komunikasi yang serempak dan tegas, sehingga kendalakendala yang kini terjadi dapat diminimalisir sehingga penyebaran viruspun dapan ditekan dengan cepat. Menurut Sastro (2010:4-5) menjelaskan tujuan keterbukaan informasi public : 1) menjamin hak masyarakat mengetahui apa yang dilakukan badan public hingga keputusan, 2) mendorong masyarakat agar berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, 3) meningkatkan perak aktif masyarakat sehingga adanya transparansi, efektif dan efisiensi, 4) agar public mengetahui alasan diambilnya suatu kebijakan public, 5) dapat mengembangkan pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, 5) menjadi acuan bagi badan public dalam melaksanakan pelayanan informasi publik sehingga menghasilkan pelayanan informasi public yang berkualitas Tekan Penularan Covid 19 dengan Informasi Informasi yang baik adalah informasi yang datang dari komunikasi yang baik pula. Dalam lingkungan organsasi pemerintahan sentral tertinggi pelaku komunikasi yaitu presiden dan pejabat setempat. Sinkronisasi komunikasi dua arah menjadi factor penentu keberhasilan informasi saat sedang dimatangkan. Sehingga perlu juga kita cermati bagaimana pola komunikasi top menajemen berkolaborasi dengan semua elemen pemerintahan. Komunikasi dari atas menjadi acuan penting demi mengalirnya beragam jenis informasi ke bawah. Kepala Negara pemerintahan sebagai komunikator utama yaitu presiden Joko widodo pun menghimbau kepada seluruh jajaran untuk terbuka dengan setiap informasi tentang covid 19. Menurut Kompas.com di tanggal 13 Maret 2020, Presiden Jokowi pernah mengakui bahwa pemerintah merahasiakan sejumlah informasi soa penanganan covid 19. Ia mengatakan tidak semua informasi bisa disampaikan ke publik agar tidak menumbulkan kepanikan. https://nasional.kompas.com/read/2020 /04/20/11524711/ jokowi-ingatkan-jajarannya-soalketerbukaan-informasi-seputarcovid-19 Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 107

Kepala Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Didik Budijanto mengatakan selama ini tidak ada data yang ditutupi, jika ada yang berbeda dengan apa yang disampaikan juru bicara penanganan virus corona Achmad Yurianto hal itu disebabkan batasan waktu yang dibuat dalam mengelola data covid 19. “Perbedaan terjadi ketika ada pengiriman-pengiriman yang pada saat itu ketika cut off point time. https://nasional.kompas.com/read/2020/04/29/07190081/ keterbukaan-data-penanganan-covid-19-dan-manfaatnya-bagimasyarakat?page=2. Dalam pemberitan di media online kompas tersebut, Didik juga menjelaskan bahwa data-data tersebut berasal dari lab, spesimen dan sebagainya kemudian dikoordinasi oleh teman-teman yang ada di Badan Litbangkes. Setelah itu, Balitbangkes akan melakukan validasi dan verifikasi data yang diterima dari laboratorium lainnya. Validasi diperlukan karena ada orang yang diperiksa lebih dari satu kali. Begitu selesai diverifikasi dan divalidasi, data tersebut akan dikirim ke Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) milik Kementerian Kesehatan. “Di sana (PHEOC) itu pun juga di verifikasi dan validasi,” ujarnya. Ia menjelaskan, PHEOC tidak hanya menerima data dari Balitbangkes, tetapi juga data lainnya dari Dinas Kesehatan. Data tersebut berupa jumlah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) hingga jumlah pasien sembuh dan diverifikasi. “Kemudian setelah diverifikasi masuk ke dalam data warehouse di pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan. Ini secara sistem sudah langsung mengalir,” ungkapnya. Didik mengatakan, data yang masuk di warehouse data akan diverifikasi kembali. Sehingga, lanjut dia, tidak ada kesalahan saat juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona menyampaikan ke masyarakat. Satu lagi adalah kita (data di warehouse) terintegrasi dengan Gugus Tugas ya,” ucap Didik. Manfaat keterbukaan data Menurut Didik, keterbukaan data terkait penanganan Covid-19 memiliki manfaat bagi masyarakat. Salah satunya, meningkatkan kewaspadaan masyarakat dalam menghadapi wabah yang disebabkan virus corona itu. Menurut Ketua Gugus Percepatan Penanganan Covid 19 Doni Monardo menjelaskan data berasal dari input data di tingkat puskesmas, rumah sakit, laboratorium pemeriksa dan dinas kesehatan di tingkat daerah dengan pendampingan dari TNI, Polri, BPBD, BIN dan jajaran Komunikasi dan Informasi 108 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dinas kominfo daerah https://covid19.go.id/p/berita/transparansi-danketerbukaan-informasi-melalui-sistem-bersatu-lawan-covid. Adanya sistem terintegrasi ini menurut Doni mampu memberikan gambaran serta menganalisis kebutuhan logistic RS dan laboratorium Di satu sisi banyak pihak menekan untuk membuka informasi pasien atau suspect covid 19 untuk meminimalisir dari awal penularan virus tersebut.Namunn di satu sisi keterbukaan seperti itu dianggap sebagai pelanggaran etika bagi pasien, dimana pasien harus selalu dilindungi identitas sehingga tak menganggu lingkungan sosialnya. Tenaga medis juga kena imbasnya, keterbukaan bahwa tenaga medis yang kontak langsung dengan pasien covid 19 juga ditolak oleh lingkunganya, sehingga Gubernur DKI Jakarta akhirnya menyediakan sejumlah hotel kepada para medis. Kesimpulan Informasi ditengah pandemi Covid-19 adalah harta karun yang akan terus dicari oleh masyarakat. Keberadan informasi yang baik dapat membantu pemerintah menggerakan perilaku masyarakatnya untuk menekan penyebaran virus Covid-19. Tanpa informasi yang baik penekanan virus-pun akan lamban terjadi atau bahkan tidak sama sekali. Informasi dalam konteks ini tercipta dari sebuah sistem organisasi pemerintahan yang dikelola dengan beragam atribut pendukung sepeerti saluran media dan sumber daya yang benarbenar kompeten didalamnya. Karena kondisi pandemi Covid 19 selalu berubah-ubah dengan cepat sehingga sumber daya manusia-pun yang ada dalam sistem tersebut harus cepat beradaptasi melihat segala kemungkinan yang akan terjadi. Harapan terbesar saat ini, pemerintah bisa tetap konsisten menyediakan informasi dengan transparan dan kredibel. Memenuhi kebutuhan informasi public secara berkala sehingga publik dapat dituntun memiliki pemahaman yang sma dengan pemerintah. Dikhawatirkan banyaknya hoax dan disinformasi menjadikan masyarakat buta akan pemahaman yang berbanding terbalik dengan pemerintah. Maka disinilah peran informasi dapat membantu Indonesia bangkit dari bencana non ala mini, dengan kekuatan informasi yang ideal kita bersama-sama mampu menuntaskan Covid-19 dan dapat kembali hidup normal. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 109

DAFTAR PUSTAKA BUKU Abdullah, Maryati. (2010). Seri Panduan Community Center Panduan Masyarakat Mendapat Informasi. Jakarta: Pattiro Dipopramono, Abdulhamid.(2017). Keterbukaan dan Sengketa Informasi Publik. Jakarta: Renebook Nugroho, Eko. (2008). Sistem Informasi Manejemen: Konsep, Aplikasi dan Perkembangannya. Yogyakarta: ANDI Sastro, Dhoho A, et.al. (2010). Mengenal Undang-Undang Keterbukaan Informas Publik. Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum Internet www.covid19.co.id Kominfo. (2020). Cegah Penyebaran Covid 19, Kominfo Gandeng Platform Digital. https://www.kominfo.go.id/content/ detail/24942/cegah-penyebaran-hoaks-covid-19-kominfogandeng-platform-digital/0/berita_satker. diakses 1 Juni 2020 Irfan,Yoghy. (2020). Dilema Pemerintah Membuka Privasi atau Menjaga Data Pasien.Covid 19. Selatsar.co. https://selasar.co/ read/2020/05/03/1564/dilema-pemerintah-menjaga-privasi-ataumembuka-data-pasien-covid-19. diakses 1 juni 2020 https://nasional.kompas.com/read/2020 /04/20/11524711/jokowiingatkan-jajarannya-soalketerbukaan-informasi-seputar-covid-19 Mashabi, Sania. (2020). Keterbukaan Data Penanganan Covid 19 dan Manfaatnya Bagi Masyarakat.Kompas.com.https://nasional.kompas. com/read/2020/04/29/07190081/ keterbukaan-data-penanganancovid-19-dan-manfaatnya-bagi-masyarakat?page=2.diakses pada 20 April 2020 https://covid19.go.id/p/berita/transparansi-dan-keterbukaan-informasimelalui-sistem-bersatu-lawan-covid.

Komunikasi dan Informasi 110 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

KONSEP KETERBUKAAN INFORMASI-KOMUNIKASI: PENDEKATAN RESPONSIF BUKAN REAKTIF, SEBUAH ORKESTRASI Ade Putranto Prasetyo Wijiharto Tunggali

World Health Organization (WHO) selaku lembaga yang memiliki otoritas tertinggi kembali mengumumkan wabah virus baru yang mampu melumpuhkan dunia. Kegemparan dengan merebaknya virus baru ini diawali laporan pasien dari Wuhan, Provinsi Hubei, China pada awal bulan Desember 2019 dengan status kasus pneumonia misterius (pneumonia of unknown etiology). Menurut data yang lain, pada rentang waktu tanggal 18-29 Desember 2019 terdapat lima pasien yang dirawat dengan dugaan Acute Respiratory Distress Syndorme (ARDS) (Ren, 2020). Tidak sampai satu bulan, terhitung dari bulan Desember 2019, penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di China, bahkan hingga ke negara lain seperti Jepang, Korea Selatan dan Thailand Bagaimana dengan Indonesia? Dua kasus Covid-19 pertama dilaporkan pada tanggal 2 Maret 2020 (Kemenkes RI, 2020). Berawal dari data tersebut penyebaran virus ini terkesan tidak pernah disangkasangka (atau tak pernah diantisipasi) dengan trend data menunjukkan tanggal 31 Maret 2020 memaparkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 dan 136 kasus kematian dan beranjak terus naik sampai menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Dengan kata lain, peningkatan jumlah kasus positif virus ini menjadi sekitar 700 kali lipat dalam kurun waktu 1 bulan. Perlu diketahui, pernyataan tak pernah diantisipasi ini merujuk pada peristiwa Direktur Jenderal WHO yang telah turun tangan dengan mengirimkan surat tertanggal 10 Maret 2020 kepada Presiden Indonesia untuk mempertanyakan kesiapan Indonesia dalam menghadapi pandemik global, aspek keterbukan pemerintah dan kesiapan peralatan medis telah menjadi sorotan yang menitikberatkan pada pendeketan Indonesia dalam melacak dan mendeteksi kasus Covid-19. Krisis yang Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 111

terjadi ini tidak lepas dari kurangnya informasi dan literasi terkait resiko yang kemungkinan akan terjadi bila pandemik ini hadir ditengah lingkungan masyarakat. Hoax menjadi terkotak-kotakan pada ranah mitos dan fakta seputar Covid-19 (Huang C, 2020). Apa yang terjadi ketika konsep keterbukaan informasi dan komunikasi hanya didasarkan pada konsep top-down yang selama ini hanya menampilkan angka paparan Covid-19 yang seolah-olah paling ditunggu akan seberapa banyak angka itu menanjak naik ataupn mengalah untuk turun. Apreasiasi tinggi saat aspek keterbukaan ini diaplikasikan gugus tugas yang mengambil langkah yang baik dengan menampilkan aspek informatif bagi masyarakat dengan mencoba menalaah informasi yang berkembang di media dan tengah masyarakat yang membuat pilihan, apakah kita merespon atau justru reaktif? Responsif bukan Reaktif: Orkestrasi komunikasi Covid-19 merupakan pandemik virus baru yang mengakibatkan terinfeksinya lebih dari 2 juta jiwa per bulan April 2020. Virus ini merebak pertama kali di Wuhan, China pada tanggal 31 Desember 2019. Virus yang merupakan virus RNA strain tunggal positif ini memiliki target utama infeksi saluran pernapasan. Keselarasan antara tindakan yang diambil oleh pemerintah dengan kondisi masyarakat Indonesia dengan prinsip “satu pesan” sangat diperlukan. Penyampaian informasi secara jelas dan masif perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mematuhi rambu-rambu dalam penanganan wabah Covid-19. Keadaannya justru berbalik, tidak adanya konsep satu pesan dengan menonjolkan “one man show” tidak terjadi. Akibatnya, tiap provinsi dan daerah kebingunan dalam mengadopsi kebijakan yang didengungkan oleh pemerintah pusat. Embrio defragmentasi komunikasi-pun terjadi pada fase ini. Akibat paling besar yang implikasi dari bias pesan ini terjadi stigma dan kepanikan terhadap pasien, keluarga pasien, petugas kesehatan, keluarga petugas kesehatan yang terdampak Covid-19, sampai pada penolakan terhadap jenazah diberbagai tempat. Niklas Luhmann (1927-1998) memaparkan bahwa unsur dasar masyarakat adalah komunikasi, dan komunikasi dihasilkan oleh masyarakat, yang disimpulkan bahwa individu bukanlah bagian dari masyarakat, karena apa pun yang bukan merupakan komunikasi Komunikasi dan Informasi 112 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

adalah bagian dari lingkungan masyarakat (mencakup sistem sosial dan sistem psikis manusia). Maka sistem psikis dan sosial yang bersandar pada makna adalah sistem tertutup, sehingga baik sistem psikis maupun sosial adalah sistem autopoietis. Sistem autopoietis menempatkan masyarakat memenuhi empat karakteristik di dalamnya (sistem tertutup, merujuk pada dirinya sendiri, menata batas-batas dan stuktur internalnya sendiri, serta menghasilkan unsur-unsur dasar yang membangun sistem) hal ini yang merujuk pada aspek bahwa masyarakat tidak pada tataran melakukan konsensus pada setiap individual dalam masyarakat tersebut untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu. Meskipun sistem autpoietis adalah sistem tertutup yang tidak memiliki kaitan langsung dengan lingkungan, lingkungan pasti mampu menganggu representasi yang ada didalamnya. Tanpa adanya gangguan, sistem ini akan hancur oleh kekuatan lingkungan yang akan menaklukkannya. Luhmann mempersembahkan tiga prinsip komponen pada teori sistem yang ia paparkan diantaranya: communication, evolution dan differentiation (komunikasi, evolusi dan Gambar 1 diferensiasi) yang tercemin dalam bagan: Teori Sistem Luhmann Autopoietis of Society Communication Social

Evolution

Differentiation

Temporal

Functional

Self-description of Society Gambar 1. Teori Sistem Luhmann

Apabila dikontekstualisasikan dengan Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan beragam suku dan bahasa serta budaya yang berbeda, sistem Luhmann ini menjadi sangat menarik. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa lingkungan memiliki kompleksitas yang dapat mempengaruhi sistem, maka dengan komunikasi dan masyarakat sebagai komunikan, sistem tersebut dapat bertahan atau justru akan mati. Autopoiesis ditentukan oleh makna sehingga setiap sistem mendiferensiasikan dirinya dari lingkungan berdasarkan batas-batas Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 113

yang dikonstitusikan makna, dengan begitu proses komunikasi bersifat rekrusif. Indonesia menerapkan suatu sistem pemerintahan yang berasaskan demokrasi yang menjamin adannya kehendak bebas bagi setiap warga negaranya untuk mengutarakan pendapat, berserikrat, berkumpul dan membentuk organisasi. Dalam sistem Luhmann komunikasi bukan diposisikan sebagai informasi tetapi sebuah proses untuk menciptakan perbedaan dari lingkungan yang dilatarbelakangi oleh kompleksitas yang tinggi. Fenomena di masyarakat Indonesia yang berbasis argraris dengan limpahan sumber daya alam yang tebentang luas berbenturan dengan “budaya informasi” yang berkembang. Oleh karenanya dalam mengatasi kepanikan masyarakat perlunya dikemukan komunikasi publik yang terorkestrasi yang menampilkan informasi yang terkonfirmasi dan dalam bingkai keserempakan pesan. Hal ini sejalan dengan arahan pemerintah untuk mengurangi bauran informasi yang tidak benar. Pendekatan “orchestrasi” dimaksudkan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat benar-benar tepat sasaran dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan secara seimbang. Pendekatan atau siasat orketrasi komunikasi ini merupakan ungkapan yang terinspirasi dari kegiatan orkestrasi yang melibatkan banyak orang dengan satu konduktor sebagai panglima utama. Menariknya, ketika para pemain membaca notasi lagu, seketika itu tahu apa yang harus dilakukan dan dimainkan. Hal ini yang tidak terjadi pada arus komunikasi di Indonesia, justru muncul fragmen-fragmen komunikasi yang membahas tentang hal-hal non-subtantif dan tidak konsisten tiap harinya. Sebagai contoh, terapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tidak terevaluasi justru menjadi relaksasi, belanja menggunakan baju hazmat, membuka pusat pembelanjaan, dan masih banyak lagi yang biasa kita lihat melalui linimasa media sosial. Pemetaan ini memudahkan kita untuk memahami bahwa determinasi media komunikasi adalah buah dari sistem dan lingkungan yang berubah pada masa pandemik. Kekuatan media komunikasi kian menjadi saat jarak menciptakan ruang-ruang komunikasi baru pada sebuah ekosistem aliran budaya informasi yang bertransformasi. Buah dari sistem ini kita ibaratkan sebagai notasi yang menjadi panduan untuk para pemain didalamnya. Jika lingkungan merupakan sebuah sistem yang bersifat autopoetis, yang memberikan lautan informasi tanpa batas terhadap manusia didalamnya, tidak mengherankan bila Komunikasi dan Informasi 114 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

informasi yang tanpa batas tersebut merupakan faktor utama yang membentuk ekosistem didalamnya. Media komunikasi yang merupakan buah dari sistem tersebut bertugas menjadi penyaring informasi dan penyedia wahana penyalur informasi dengan berfokus pada konten dan audiens. Harapan dari sistem dan buah sistem ini adalah pengurangan ketidakpastian yang merupakan ciri ketika proses komunikasi terjadi. Anomali terjadi saat konten tersebut menghadirkan respon yang cenderung mengarah ke hal-hal yang negatif, selain stigma, sikap abai juga menjadi salah satu pangkal lahirnya buah “simalakama” ini. Kewarasan informasi yang ditampilkan tanpa adanya gatekeeper sebagai bentuk dari media massa memang lazim adanya, namun bagaimana realitas yang terjadi? Jika respon yang dianalogikan sebagai konduktor dari sebuah orchestra maka teori sistem dari Luhmann menjadi rangka utama ketika berbicara sebuah sistem penanggulangan pencegahan Covid-19. Siasat orkestrasi komunikasi berawal dari komunikasi yang dihadirkan sebagai pesan informatif pertama untuk masyarakat, saat komunikasi berproses, respon akan didapat. Respon ini merupakan fragmen-fragmen komunikasi yang bertumbuh seperti persepsi, perbedaan, ungakapan dan pendapat. Tindakan yang terjadi dari fragmen-fragmen tersebut terkumpul menjadi indicator-indikator yang membentuk evolusi dari pesan dan masyarakat. Peran masyarakat yang dianggap partisipatif inilah yang menjadikan respon menjadi sangat berarti, dalam laswellian disebut sebagai feedback atau umpan balik. Ibarat sebuah orchestra, evolusi terjadi ketika panduan notasi lagu terbaca yang menimbulkan keserampakan pada bidang alat musik masing-masing. Pesan yang terevolusi juga terjadi ketika masyarakat secara adaptif menerima pesan yang melibatkan tindakan diluar kebiasaan. Langkah panjang untuk pencegahan pandemi masih terbentang bagi masyarakat Indonesia. Siasat orkestrasi komunikasi yang bertumpu pada keserempakan “respon” dari baiknya informasi yang diberikan merupakan cita-cita bersama untuk menunaikan protokol kesehatan yang seharusnya. Komunikasi pada fase ini merupakan peluru yang penting untuk menciptakan defragmentasi informasi yang sedang dan akan terjadi. Langkah konkrit adalah dengan membentuk alur komunikasi atas respon yang sudah didapatkan dari masyarakat yang diolah menjadi indikator-indikator penting pesan oleh lembaga Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 115

terkait. Indikator inilah yang menjadi differensiasi untuk menentukan kebijakan yang tidak multi tafsir dan mudah diadaptasi mulai dari level daerah sampai individu. Pukulan dari corona memang telah menghantam bagian terpenting, namun tidak lantas diartikan kita jatuh terpelenting, melawan balik adalah kewajiban kita. Kunci untuk memahami apa yang dimaksud Luhmann dengan sistem dapat ditemukan dalam pemisahan antara sistem dan lingkungannya. Perbedaan antar keduanya adalah kompleksitas dan sistem tidak mungkin sekompleks lingkungannya. Kendati tidak pernah sekompleks lingkungannya, sistem mengembangkan subsistem baru dan membangun berbagai relasi antar-subsistem agar dapat berhubungan secara efektif dengan lingkungannya. Jika tidak, mereka akan tergusur oleh kompleksitas lingkungan itu sendiri dan proses untuk mengetahui sistem itu bekerja adalah dengan melakukan komunikasi, sebab setiap sistem social berhadapan dengan masalah. Sistem ini akan sirna jika tidak ada jaminan bagi adanaya komunikasi selanjutnya. Pilihan masyarakat memang tidak selamanya salah jika reaktif ataupun responsif, dalam proses komunikasi yang berempati sebagai salah satu pemaknaan dalam mempelajari pandemic. Konsep keterbukaan yang disinggung adalah orkestrasi yang lebih menginginkan masyarakat untuk bersikap responsif. Konsep ini menuntut masyarakat untuk mempelajari sebelum bertindak, bukan bertindak dan belajar dari segala tindakan yang dilakukan. Pengaplikasian Luhmman ini mengantarkan kita pada suatu kesimpulan bahwa keterbukaan informasi bertumpu pada respon yang jujur dari masyarkat, yang apa adanya dalam melihat pandemik ini, bukan justru reaktif dengan melakukan tindakan-tindakan konyol yang tidak sesuai dengan protokol kesehatan. Tahap differentiation ini mengajarkan kita bahwa respon akan membawa kita berpikir jernih untuk dapat melakukan adaptasi, bukan merasa kuat, merasa lemah tapi mengadaptasi dan menerapkan komunikasi yang selaras layaknya permainan orchestra (penulis menamai orkestrasi komunikasi) sebagai salah satu konsep responsif terhadap perubahan tatanan social dan lingkungan. New normal memang sudah didepan mata, dan dengan data yang dimiliki oleh pemerintah akan lahir regulasi dan langkahlangkah yang akan merubah kebiasaan-kebiasaan di lingkungan social. Orkestrasi komunikasi menjadi pendekatan untuk dapat mengikis Komunikasi dan Informasi 116 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

sikap reaktif yang sudah terjadi (penolakan jenasah Covid-19, stigma tenaga kesehatan, panic buying, menimbun hand sanitizier dan masker, dll) dengan menerjemahkan respon atas proses komunikasi maka akan lahir sikap responsive. Pendekatan ini adalah pengembangan dari komunikasi dua tahap yang selama ini sudah dipraktekan, namun pada tahap kedua, komunikasi dilakukan atas dasar respon, bukan pesan yang yang telah disampaikan sebelumnya. Pengembangan ini dimungkinkan masyarakat akan memainkan peran dengan baik pada porsi dan fungsinya masing-masing dengan sikap responsive atas pesan yang disampaikan, saat yang bersamaan maka keterbukaan akan terjadi.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 117

Daftar Pustaka Fehr, A.R., Rudragouda C., and Stanley P. (2017). “Middle East Respiratory Syndrome (MERS): Emergence Of A Pathogenic Human Coronavirus”. Annu Rev Med. 2017 January 14; 68: 387– 399. doi:10.1146/annurev-med-051215-031152. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et.al. (2020). “Clinical Features Of Patiens Infected With 2019 Novel Coronavirus In Wuhan, China”. Lancet. 2020;395(10223):4497-506. Hui, D.S. (2013). Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS): Lessons Learnt in Hong Kong. J Thorac Dis 2013;5 (S2):S122-S126. doi: 10.3978/j.issn.2072-1439.2013.06.18 Ren L-L, Wang Y-M, Wu Z-Q, Xiang Z.C, Gou L, Xu T, et.al.(2020). “Identification Of A Novel Coronavirus Cauisng Severe Pneumonia In Human: A Descriptive Study”. Chin Med J. Published Online February 11.DOI:10.1097/CM9.0000000000000722. Lee, Daniel. (2020). The Society of Society: The Grand Finale of Niklas Luhmann. Stanford University Press. Liliweri A. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana Prenada Media Group WHO. (2020). WHO Director-General’s Remarks At The Media Briefing On 2019-Ncov On 11 February 2020. Cited Feb 13rd 2020, Avaiable on: https://www.who.int/dg/speeches/detail/whodirector-generals-remarks-at-the-media-briefing-on-2019-ncovon-11-february-2020. pada 12 Februrari 2020

Komunikasi dan Informasi 118 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

MENYOAL NARASI KOMUNIKASI PUBLIK TERKAIT COVID-19 PADA AKUN TWITTER PRESIDEN JOKO WIDODO DALAM PARADIGMA NARATIF WALTER FISHER Moh. Zuhdi

Seperti kita ketahui pada awal tahun 2020, infeksi 2019-nCoV menjadi masalah kesehatan dunia. Kasus ini diawali dengan informasi dari World Health Organization (WHO) pada tanggal 31 Desember 2019 yang menyebutkan adanya kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasus ini terus bertambah parah hingga akhirnya diketahui bahwa penyebab kluster pneumonia ini adalah novel coronavirus. Kasus ini terus berkembang hingga adanya laporan kematian dan terjadi importasi di luar China. Sejak Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan wabah virus corona (Covid-19) sebagai pandemi atau penyakit global, masyarakat mengalami kepanikan, ketakutan dan kecemasan yang mengancam hidupnya. Sepanjang berjalannya peristiwa wabah corona di Indonesia, sejak Maret 2020, kebijakan dan pola komunikasi pemerintah banyak disorot oleh berbagai kalangan memberikan penilaian negatif, termasuk dua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Penilaian negatif LP3ES terhadap komunikasi media pemerintah terkait pandemi Covid-19 diberikan karena pemerintah mengeluarkan 37 pernyataan blunder selama pandemi Covid-19 (Mawardi, 2020). Sementara penilaian negatif diberikan INDEF berdasarkan hasil survei yang menyatakan 66,28% masyarakat memperlihatkan respons negatif terhadap komunikasi yang dilakukan pemerintah, khususnya komunikasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan (Indraini, 2020). Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 119

Selain itu, sangat penting keterbukaan informasi yang dibutuhkan masyarakat tentang lokasi penyebaran, ciri-ciri atau karakteristik virus corona perlu disampaikan kepada masyarakat secara detail, jelas dan bisa dipertanggung jawabkan. Sebab keterbukaan informasi merupakan salah satu kunci untuk menekan penyebaran atau penularan Covid-19. Ditengah kondisi yang sangat mencemaskan ini, masyarakat sangat membutuhkan informasi yang benar bukan informasi yang sifatnya menakut-nakuti masyarakat (pembaca). Apalagi di sosial media, banyak berita bertebaran yang menginformasikan bahwa Covid-19 dapat bertahan di udara hingga 3 jam. Meski ada yang membantah kalau penularan tidak bisa terjadi melalui medium udara, melainkan melalui cairan batuk maupun bersin yang disebut droplet. Bahkan ada yang mengatakan untuk menangkal Covid-19 bisa dilakukan dengan cara berjemur di pagi hari. Keterangan tersebut juga ada yang membantah dengan menjelaskan bahwa waktu berjemur yang baik yakni pukul 10 pagi, bukan di pagi hari. Ada baiknya ditegaskan dari awal bahwa studi semacam ini pun tak lepas dari bias, kekeliruan penafsiran yang senantiasa lekat dengan watak ilmu-ilmu sosial – berarti juga watak manusia. Termasuk soal narasi yang diunggah oleh presiden Joko Widodo di akun twitternya. Untuk itu, arah tulisan ini sebisa mungkin bagaimana menginterpretasikan analisis narasi komunikasi Covid-19 pada akun twitter Presiden Joko Widodo, dan mengetahui bagaimana paradigma naratif Walter Fisher dalam menganalisis narasi komunikasi covid-19 dalam akun twitter presiden Joko Widodo. Urgensi Narasi Dalam Paradigma Walter Fisher Narasi berasal dari kata Latin narre, yang artinya “membuat tahu”. Dengan begitu, narasi berhubungan dengan usaha untuk memberitahu sesuatu atau peristiwa (Eriyanto, 2013). Teori naratif merupakan teori yang membahas tentang perangkat dan konvensi dari sebuah cerita. Cerita yang dimaksud bisa dikategorikan fiksi atau fakta yang sudah disusun secara berurutan. Hal ini memungkinkan khalayak untuk terlibat dalam cerita tersebut. Pengertian narasi itu mencakup dua unsur dasar, yaitu pembuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu, menggambarkan suatu objek secara statis. Maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu. Komunikasi dan Informasi 120 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Berdasarkan uraian tersebut, narasi dapat dibatasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindakan-tindakan moral yang dijalani dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu keadaan waktu. Paradigma Narasi adalah teori yang menunjukkan bahwa manusia adalah pendongeng alami dan bahwa cerita yang baik lebih meyakinkan daripada argumen yang baik. Walter Fisher mengembangkan teori ini sebagai solusi untuk membuat argumen yang kohesif. Fisher mengkonseptualisasikan paradigma sebagai cara untuk memerangi masalah di ruang publik. Masalahnya adalah bahwa manusia tidak dapat membuat argumen tradisional yang kohesif. Pada saat itu, paradigma dunia rasional adalah teori yang digunakan untuk memuaskan kontroversi publik. Dia percaya bahwa cerita memiliki kekuatan untuk memasukkan awal, tengah, dan akhir dari sebuah argumen dan bahwa paradigma dunia rasional gagal menjadi efektif dalam pengindraan, (Fisher, 1984). Fisher menggunakan istilah paradigma daripada teori, yang berarti paradigma lebih luas daripada teori. Fisher menyatakan, “Tidak ada genre, termasuk komunikasi teknis, itu bukan episode dalam kisah kehidupan.” Fisher percaya bahwa manusia tidak rasional dan mengusulkan bahwa narasi adalah dasar komunikasi. Menurut sudut pandang ini, orang berkomunikasi dengan menceritakan/ mengamati cerita yang menarik alih-alih dengan menghasilkan bukti atau membangun argumen logis. Paradigma narasi konon mencakup semuanya, memungkinkan semua komunikasi dipandang sebagai narasi meskipun mungkin tidak sesuai dengan persyaratan sastra tradisional narasi. Dia menyatakan: Pertama, manusia melihat dunia sebagai kumpulan cerita. Masing-masing menerima cerita yang sesuai dengan nilai dan keyakinannya, dipahami sebagai akal sehat. Kedua, meskipun orang mengklaim bahwa keputusan mereka rasional, menggabungkan sejarah, budaya, dan persepsi tentang orang lain yang terlibat, semua ini bersifat subjektif dan tidak sepenuhnya dipahami. Ketiga, rasionalitas naratif membutuhkan cerita yang memungkinkan, koheren dan menunjukkan kesetiaan. Bercerita adalah salah satu keterampilan bahasa pertama yang dikembangkan anak-anak. Ini bersifat universal lintas budaya dan waktu (Ameson, 2001). Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 121

Walter Fisher mengkonseptualisasikan paradigm naratif yang sangat kontras dengan paradigma dunia rasional. “Ketertarikan Fisher pada narasi berkembang dari kesimpulannya bahwa model dominan untuk menjelaskan komunikasi manusia-paradigma dunia – rasional – tidak memadai”. Paradigma dunia rasional menunjukkan bahwa argument paling persuasif ketika logis. Teori ini didasarkan pada ajaran Plato dan Aristoteles. Tabel 1. Perbandingan Paradigma Narrative Paradigm (Paradigma Naratif) Manusia adalah pendongeng

Rational World Paradigm (Paradigma Dunia Rasional) Manusia itu rasional

Pengambilan keputusan dan komunikasi Pengambilan keputusan didasarkan pada didasarkan pada “alasan bagus” argument Alasan yang baik ditentukan oleh Argumen mematuhi kriteria khusus masalah sejarah, biografi, budaya dan untuk kesehatan dan logika karakter. Rasionalitas didasarkan pada kesadaran Rasionalitas didasarkan pada kualitas orang tentang konsistensi internal dan bukti dan proses penalaran formal. kemiripan dengan pengalaman yang dialami. Kita mengalami dunia yang penuh Dunia dapat dipahami sebagai dengan cerita, dan kita harus memilih di serangkaian hubungan logis yang antara mereka terbongkar melalui penalaran

Pada awal musim wabah Covid-19 menimpa Indonesia, prinsip utama komunikasi, yakni membangun kesepemahaman bersama (mutual understanding), kurang dijalankan secara baik oleh pemerintah. Merujuk data LP3S dalam kurun waktu 1 Januari-5 April 2020, ditemukan adanya 37 pernyataan blunder pemerintah terkait Covid-19. Hal itu dilakukan oleh Presiden Jokowi hingga pejabat eselon 1. Pada fase pra krisis komunikasi yang dimulai dari akhir januari hingga awal maret, narasi komunikasi publik pemerintah kurang serius, terkesan menyepelekan, bahkan menolak kemungkinan adanya kasus Corona di Indonesia. Kredibilitas sumber pesan berkaitan dengan sumber yang dapat dipercaya dan memiliki keahlian. Sementara kejujuran dan keterbukaan informasi dapat mengurangi terjadinya rumor, kecemasan dan kepanikan yang tidak perlu. Kejujuran ini perlu juga dilakukan dalam Komunikasi dan Informasi 122 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

mengomunikasikan apa yang diketahui dan tidak diketahui terkait faktor risiko. Selain itu kejujuran dalam menyampaikan informasi harus menghindari upaya menyembunyikan informasi dengan dalih menghindari terjadinya kepanikan dan menawarkan scenario yang terlalu optimistis dan dilarang untuk membungkam suara-suara yang mengekspresikan kekhawatiran (Seeger, 2020). Salah satu catatan terpenting dalam keterbukaan informasi adalah pemerintah harus mampu melakukan komunikasi yang meyakinkan tanpa berlebihan (Sandman, 2004). Narasi komunikasi yang dilakukan pemerintah pada pandemic Covid-19, berdasarkan pengamatan masih belum efektif. Hal itu disebabkan masih banyaknya pernyataan pihak pemerintah yang kerap berlebihan, misalnya pernyataaan Menkes yang menantang peneliti Harvard untuk membuktikan virus corona ada di Indonesia (www.cnnindonesia.com, 2020), pernyataan Menkes yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia dengan difteri saja kita tidak takut, apalagi corona (www.vivanews.com, 2020) serta berbagai pernyataan dari pejabat pemerintahan lainnya yang senada. Sebab lainnya adalah konsistensi dalam pesan, misalnya silang sengkarut pernyataan pemerintah pusat dan daerah terkait dengan ketentuan mudik, PSBB dan soal kebijakan lainnya. Hingga kemudian menimbulkan dampak yang kontra produktif terhadap upaya mencegah meluasnya pandemi Covid-19. Pesan Narasi Komunikasi Publik Narasi dalam komunikasi publik sungguh penting, sebagaimana Walter Fisher dalam bukunya, Human Communication as Narrativion: Toward a Philosophy of Reason, Value and Action (1987), mendefenisikan narasi sebagai tindakan simbolik kata-kata dan atau tindakan yang memiliki rangkaian serta makna bagi siapa pun yang menafsirinya. Dalam pandangan Gun Gun Heryanto dalam tulisannya di kolom opini harian Kompas tentang Narasi Komunikasi Pandemi (Sabtu, 30 Mei 2020) mengatakan ada tiga hal yang mendasar dari sebuah narasi, yaitu; Pertama, konsep narasi mencakup deskripsi verbal atau nonverbal dengan urutan kejadian yang diberi makna oleh komunikan. Apa yang disampaikan presiden, atau Wakil presiden, Menteri dan pejabat lain tentu akan diidentifikasi sebagai narasi resmi komunikasi publik pemerintah. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 123

Kedua, rasionalitas naratif terhubung dengan prinsip kepaduan (coherense) dan kebenaran atau kesetiaan (fidelity). Sebuah narasi bisa memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Perbedaannya ditentukan oleh narasi yang dipakai memiliki kesesuaian atau coherence. Kemudian konsistensi atau narasi dengan narasi yang sama baik presiden, wakil presiden, menteri dan pejabat eselon lainnya. Karakter orang yang bertugas menyampaikan sebuah pesan atau pernyataan narasi (narrativation statement) ke khalayak harus bisa diimplementasikan dengan sama meski beda cara penyampaiannya ke publik, yang penting pointnya sama seperti apa yang disampaikan oleh presiden. Kalau pesan atau narasi komunikasi yang disampaikan bukan orang yang kredibel atau tidak memiliki kesepahaman dengan narasi komunikasi antara yang satu dengan yang lainnya, maka akan terjadi inkonsistensi dari waktu ke waktu tanpa memperhatikan apa yang seharusnya harus disampaikan tidak sesuai maka akan mencederai narasi komunikasi publik pemerintah itu sendiri. Ketiga, pesan harus logis dan baik (logic and good reasons) dari narasi yang disuguhkan. Narasi komunikasi publik pemerintah harus berlandaskan data empirik dan ilmiah yang bisa dibutkikan secara akademik, dan pertimbangan argument yang jelas. Misalnya narasi yang ditulis oleh presiden Jokowi dalam akun twitter-nya, masih belum mampu memberikan kesadaran dan kesepahaman bersama (mutual understanding). Walaupun demikian, narasi tersebut masih tetap mengalami kekurangan, karena sosialisasi dan edukasi kepada warganya masih kurang memadai, sukar dipahami oleh khalayak, akibatnya respon netizen dalam memberikan umpan balik (feedback) pada akun twitter presiden jokowi banyak mengalami disinterpretasi terkait pesan yang disampaikan. Berikut beberapa pesan narasi komunikasi Covid-19 yang penulis temukan sebagai data empirik yang terdapat dalam akun twitter presiden Jokowi, antara lain sebagai berikut: Sebagaimana dalam media sosial akun Twitter Presiden Joko Widodo menulis kalimat bahwa, “musuh terbesar kita saat ini bukanlah virus corona itu sendiri, tetapi rasa cemas, panik, dan ketakutan itu sendiri”. Hal inilah pertama kalinya pemerintah menyampaikan narasi dalam suasana pandemi covid-19, (Kamis, 5 Maret 2020). Berawal dari kata “musuh” yang menjadi cikal bakal lahirnya diksi-diksi perang yang Komunikasi dan Informasi 124 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

lain selama penyebaran Covid-19. Meskipun kalimat tersebut adalah kalimat pengingkaran atas ketakutan pada viruscorona, tetapi secara psikolinguistik, publik dapat menebak sejak awal, bahwa pemerintah sudah kelihatan panik dan tidak siap menghadapi pandemi ini.

Gambar 1. Akun twitter Presiden Joko Widodo, (Kamis, 5 Maret 2020).

Adapun pernyataan lain yang kembali ditulis melalui twitter-nya yang isinya adalah “yang menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi pandemi ini Presiden Joko Widodo menuliskan di akunTwitter-nya bahwa, “Kebijakanlockdownbaik di tingkat nasional maupun tingkat daerah, misalnya, adalah kebijakan pemerintah pusat. Dan kita belum berpikiran ke arah itu. Yang perlu dilakukan adalah social distancing, yaitu mengurangi mobilitas orang, menjaga jarak, dan mengurangi kerumunan” (Senin, 16 Maret 2020).

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 125

Gambar 2. Akun twitter Presiden Joko Widodo, (Senin, 16 Maret 2020).

Kata “belum berpikiran” menunjukkan salah satu bentuk atau sikap ketidaksiapan dalam tweet tersebut. Statement tersebut dapat dimaknai juga sebagai kesan adanya pembiaran dan ketidakseriusan pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sementara social distancing (pengambilan jarak sosial) pada wabah Covid-19 sebenarnya lebih merujuk kepada istilah kesehatan masyarakat. Istilah ini bisa berbeda makna jika diterapkan dalam terminologi sosiologis. Dalam kesehatan masyarakat, social distancing adalah upaya mencegah penularan penyakit dengan cara mengambil jarak fisik antar manusia. Belakangan istilah ini sudah direvisi oleh WHO dengan physical distancing meski social distancing sudah terlanjur lebih populer. Meski demikian, perubahan istilah physical distancing harus lebih digencarkan lagi agar suatu saat nanti wabah pandemi Covid-19 ini berhasil ditekan, dicegah dan ditaklukkan tidak lagi masyarakat menyebut sebagai satu-satunya keberhasilan dari social distancing. Pada masa kritis saat ini, presiden dan pemerintah serta para pejabat eselon lainnya harus bisa mengedukasi publik yang baik dengan caracara penggunaan komunikasi publik yang memiliki rasa kesejukan, empatik dan lain sebagainya. Termasuk juga berkomunikasi melalui penggunaan media sosial pesan harus jelas, jangan membingungkan khalayak, sudah saatnya kepentingan ego sektoral pemerintah baik pusat dan daerah, buang jauh-jauh perilaku ujaran kebencian (hate speech), polarisasi politik dan lainnya. Komunikasi dan Informasi 126 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Pada narasi lain juga muncul ke publik tepatnya pada 26 Maret 2020. Dalam pernyataannya presiden mengatakan, “Dalam KTT ini, saya mengajak para pemimpin Negara G20 untuk bersamasama memenangkan dua “peperangan” yaitu melawan Covid-19 dan melawan pelemahan ekonomi dunia”. Kalau kita kaji dalam analisa ilmu komunikasi, kata-kata ini tidak tepat dinarasikan presiden di hadapan publik, karena kata tersebut bersayap secara makna. Dengan kata lain, kata itu bisa bermakna denotasi dan bisa bermakna konotasi.

Gambar 3 . Akun twitter Presiden Joko Widodo, (26 Maret 2020)

Intinya makna konotasi adalah kata-kata yang berupa kiasan, sedangkanmakna denotasiadalah kata kata yang sebenarnya terjadi/ real. Dari pandangan kajian psikolinguistik atau psikologi bahasa, diksi-diksi tersebut akan berpengaruh pada orang yang mengucapkan dan orang yang mendengarnya. Seperti diksi musuh, petarung, perang, dan lawan merupakan diksi yang berpusat pada satu medan makna, yakni tentang konflik. Dalam konteks pandemi Covid-19 ini, kata mencegah, menghindari, dan melindungi sudah cukup mampu menggantikan kata perang, lawan, dan tarung. Jadi tidak perlu menggunakan diksi atau narasi lain yang belum tentu maknanya mudah dipahami bersama oleh khalayak atau masyarakat. Selanjutnya pada 7 Mei 2020, Presiden akhirnya menyatakan damai dalam tweet-nya; “Sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan covid-19 untuk beberapa waktu ke Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 127

depan. Sejak awal pemerintah memilih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, bukan loockdown. Dengan PSBB, masyarakat masih bisa beraktivitas, tetapi dibatasi”.

Gambar 4. Akun twitter Presiden Joko Widodo, (7 Mei 2020)

Dari pandangan ilmu komunikasi, diksi berdamai ini kembali memunculkan makna yang bersayap. Apakah kita kalah melawan virus; apakah pemerintah melonggarkan aturan PSBB; atau berdamai itu dimaksudkan bahwa masyarakat kembali beraktivitas normal seperti biasa. Apalagi, menteri perhubungan kembali membuka pengoperasian semua moda transportasi. Penggunaan diksi “berdamai” ini kembali menunjukkan ketidakpastian strategi perang yang dijalankan pemerintah yang diturunkan dari ketidaksiapan sejak awal kemunculan pandemi covid-19. Diksi musuh, petarung, perang, lawan menandakan bahwa masyarakat dipersilahkan berjuang sendiri menghadapi pandemi, hingga akhirnya harusberdamaidengan virus tanpa ada yang menang dan tanpa ada yang kalah. Secara konseptual, gagasan tentang komunikasi naratif merupakan wilayah kajian dalam tradisi retorika yang menjelaskan komunikasi sebagai pidato atau ujaran publik yang indah. Menurut Walter Fisher dalam pemikiran teoretiknya tentang Paradigma Naratif (Narrative Paradigm), orang pada dasarnya adalah storytelling animals. Ini Komunikasi dan Informasi 128 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

merupakan penegasan Fisher tentang pertanyaan filosofis:Apa esensi dari sifat manusia?. Hampir semua bentuk komunikasi, kata Fisher, pada dasarnya naratif. Menata Komunikasi Publik Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 Penting kiranya bagi pemerintah untuk memahami bagaimana pesan komunikasi yang dinarasikan tersebut tidak menimbulkan feedback atau timbal balik yang direspon oleh masyarakat dengan cara negatif. Sebab disatu sisi meskipun secara skeptis itu adalah bagian dari strategi komunikasi politik yang diperankannya. Nurudin (2020) dalam buku Krisis Komunikasi dalam Pandemi Covid-19 menyatakan, “Selama ini pemerintah kerap kali membuat semacam blunder komunikasi yang menjadi polemik baik dari atas (pemerintah) ke bawah (masyarakat), sebaliknya dari bawah ke atas yakni masyarakat juga memberikan informasi untuk menyampaikan aspirasi, tuntutan dan dukungan sebagai upaya untuk dijadikan pijakan untuk didengar oleh pemerintah”. Menyimak apa yang disampaikan Nurudin sesungguhnya dalam menghadapi persoalan Pandemi Covid-19 yang perlu ditegaskan adalah terjadinya pro kontra terkait narasi komunikasi pemerintah, terlebih narasi yang ditulis presiden Jokowi sebagaimana yang telah penulis sebutkan diatas, dalam upaya mencegah meluasnya pandemi covid-19 ini narasi komunikasi publik pemerintah membutuhkan keterbukaan informasi secara jelas, sebab komunikan (khalayak) beranekaragam pengetahuannya. Untuk itu narasi yang dipakai harus konsisten dan serius dalam menata pesan yang akan disampaikan ke publik. Salah satunya adalah komunikasi hendaknya melibatkan kerja kolaboratif pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, para tenaga ahli, pengusaha, terlebih media dalam memberikan informasi ke publik seputar penanganan dampak virus corona (pandemi covid-19) yang benar tentu berbasis data dan sumber yang akurat dan bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya, (Heryanto, 2020). Komunikasi publik yang dilakukan pemerintah dalam hal penanganan penyebaram pandemi Covid-19 ini terkesan kurang memberikan dampak yang cukup signifikan secara positif dalam kehidupan sosial masyarakat. Meskipun setiap hari selalu update informasi dan konferensi pers ke publik terkait perkembangan covid-19 Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 129

ini justru malah meningkatkan kepanikan masyarakat, karena salah satu contoh bagaimana mungkin masyarakat ingin mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Jika diberbagai tempat atau daerah masih banyak pabrik-pabrik rokok atau perusahaan lainnya, bahkan mall dan pasar sekalipun masih terus memadati tanpa menghiraukan gejala adanya penyebaran virus corona. Sementara tempat-tempat ibadah, pondok pesantren, sekolah, kampus dan lainnya justru merasa tertekan dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah untuk patuh dan mengikuti protokol kesehatan, yang dianggapnya pemerintah gagal membangun keadilan. Harusnya semua instansi yang sifatnya berkerumunan juga ditindak tegas jangan tebang pilih. Ini yang penulis maksud pemerintah sudah saatnya memperbaiki dan menata kembali komunikasi publiknya dalam menghadapi pandemi covid-19, supaya pesan-pesan komunikasi yang tersampaikan dapat memberikan dampat atau pengaruh tentang kesadaran dan kesepemahan bersama (mutual understanding) dalam mencegah penyebaran virus corona. Gejala covid-19 sebagaimana diungkap Shereena, yang mirip dengan influenza dan gangguan pernafasan akibat alergi (Shereena, Khana, Kazmic, Bashira, & Siddiqu, 2020) membutuhkan kebijakan tersendiri dalam menyampaikan konten yang akan dikomunikasikan. Konten yang perlu disampaikan kepada masyarakat adalah bagaimana melakukan gerakan deteksi dini dan mencegah secara benar terhadap gejala covid-19. Begitu juga Gugus Tugas Covid-19 perlu fokus mengedepankan konten-konten yang wajib diketahui masyarakat terkait pandemic covid-19. Hal yang sangat penting lagi adalah bagaimana peran komunikasi yang dibangun pemerintah dan presiden Jokowi baik berupa narasi atau lainnya yang berkaitan dengan kepentingan publik seperti pandemi covid-19 ini, salah satunya melakukan gerakan agar eksistensi dan kepercayaan (trust) pemerintah terjamin dan tidak kehilangan apresiasi publik. Ada baiknya pemerintah memperbaiki pola komunikasi publik maupun komunikasi politik yang lebih baik, karena pesan atau informasi atau narasi yang disampaikan baik presiden Jokowi, para menteri kabinetnya dan pejabat Negara lainnya akan diterima dan dikonsumsi publik untuk dijadikan pedoman penting dalam bersikap dan perilaku masyarakat.

Komunikasi dan Informasi 130 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka West, Richard dan Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mawardi, I. (2020). “Ini Daftar37 Pernyataan Blunder Pemerintah Soal Corona Versi LP3ES?” , https://news.detik.com/berita/d-4967416/ ini-daftar-37-pernyataan-blunder-pemerintah-soal-coronaversi-lp3es?. Shereena, M. A., Khana, S., Kazmic, A., Bashira, N., & Siddiqu, R. (2020). “COVID-19 Infection: Origin, Transmission, And Characteristics Of Human Corona Viruses”, Journal of Advanced Research. Vol. 24, 91-98. Aries Setiawan dan Zahrul Darmawan (2020), “Menkes: Difteri 28Aja Kita Enggak Takut, Apalagi Corona?”, https://www. vivanews.com/berita/nasional/38785-menkes-difterisaja-kitaenggak-takut-apalagicorona?fbclid= IwAR3tWQDkRkNXV9GB CSOzacfsY7xXT_ i4rbuZVa1yaH0GDBhqX00VYsRVfZ8, diakses 09 Juni 2020. “Menkes Tantang Harvard Buktikan Virus Coronadi Indonesia?” (2020). https://www.c n n i n d o n e s i a. c o m / n a s i o nal/2020021119563720-473740/m e n k e s - t a n t a n g - h a r v a r d –buktikanvirus-corona-di-indonesia?fbclid=IwAR3tWQDkRkNXV9GBC SOzacfsY7xXT_i4rbuZVa1yaH0GDBhqX00VYsRVfZ8,diakses 10 Juni 2020.Seeger, M., “The Conversation”,7 Maret 2020, https://theconversation.com/ crisiscommunication-researchers h a r e s - 5 - k e y - p r i n c i p l e s -that-officials-should-useincoronavirus-133046 diakses 11 Juni 2020. Eriyanto. (2013). Analisis Naratif Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media. Jakarta: Kencana. Fisher, Walter R. (1984). “Narration As A Human Communication Paradigm: The Case Of Public Moral Argument”.Communication Monographs. Rowland, Robert C. (1988). “The value of the rational world and narrative papradigms”.Central States Speech Journal.Vol. 39(3– 4): 204–217. Ameson, Daphne A. (2001). “Narrative Discourse and Management Action”.Journal of Business Communication.vol. 38(4): 476–511. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 131

KORONA DAN PROBLEM KOMUNIKASI YANG MELINGKUPINYA Lukman Hakim

Media sosial hadir dengan kemampuan menghilangkan batasanbatasan waktu, geografis dan dimensional. Kemudahan mempersingkat waktu dan melipat dimensi-dimensi melalui genggaman tangan merupakan kekuatan baru dalam fenomena komunikasi virtual. Namun di antara berbagai kelebihan itu, terjadi percepatan arus informasi yang memungkinkan banyak berita tersebar dengan mudah tanpa proses verifikasi yang ketat. Sebagaimana dua bilah mata pisau, media sosial di satu sisi menjadi sarana menyebarkan manfaat untuk banyak orang, namun di sisi lain juga bisa digunakan sebagai pabrik produksi kejahatan. Salah satu kejahatan yang memberi dampak buruk serius bagi masyarakat adalah hoaks di tengah wabah virus korona. Bercampur-baurnya informasi benar, informasi salah dan pendapat di belantara media sosial menjadi persoalan tersendiri. Sintesis dari serangkaian hal tersebut yang menjelma menjadi hoaks. Faktanya, seringkali sebuah citra benar, namun teks yang menyertainya salah, begitu pula sebaliknya. Lebih parah lagi ketika keduanya salah sehingga informasi palsu lahir dan tersebar hingga menyesatkan banyak orang (Kieron, 2002). Kemunculan hoaks melalui berbagai platform media sosial mungkin belum sepenuhnya dibayangkan oleh para pakar teknologi komunikasi. Hal ini bersandar pada tujuan awal hadirnya media sosial yaitu untuk mempermudah komunikasi antar manusia dan memberi ruang ekspresi dengan berbagai fitur interaksi yang lebih lengkap. Banjir hoaks seakan terus mengalir deras seiring dengan berbagai peristiwa dan kejadian yang sedang terjadi. Data terbaru Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat sebanyak 686 hoaks mengenai virus korona per Rabu (13/5/2020). Diantaranya berita bohong tersebut mengenai mandi air panas bisa menangkal virus korona. Padahal hingga saat ini tidak ada penelitian membuktikan, virus Komunikasi dan Informasi 132 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

korona baru pasti mati terkena air panas justru dapat membahayakan diri sendiri. Adapula informasi di whatsapp group yang menyebutkan virus korona dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk. Hingga saat ini belum ada penelitian yang membuktikan nyamuk dapat menularkan virus korona. Berdasarkan temuan WHO, virus ini menular melalui lendir dari tubuh, bersin atau batuk dari pasien yang terinfeksi positif korona. Lalu, yang paling menyayat hati adalah hoaks mengenai dokter Hadio Ali Khazatsin yang wafat di tengah wabah virus korona. Sebuah foto di media sosial yang menunjukkan seorang pria, mengenakan masker, berdiri dekat pagar. Ia menatap dua anak kecil yang berada di muka rumah. Foto itu disebut momen terakhir dokter Hadio sebelum wafat. Tidak hanya hangat dibicarakan, kabar haru tersebut juga viral di media sosial facebook, twitter dan instagram. Saya sendiri mendapatkan informasi mengenai hoaks yang menimpa dokter Hadio dari sebuah whatsapp group. Banyak anggota di whatsapp group percaya dan menganggap kejadian itu nyata. Beberapa di antaranya mengungkapkan rasa empati atas perjuangan dokter Hadio. Setelah ditelusuri lebih lanjut foto dokter Hadio identik dengan foto pada situs majalahpama.my dengan judul artikel “Takut Bawa Balik Virus Conid-19, Dokter Ni Tak Mau Masuk Rumah. Tengok Anak Dari Jauh”. Foto yang diklaim pertemuan terakhir dokter Hadio dengan dua anaknya ternyata seorang warga Malaysia. Hingga detik ini hoaks terkait dokter Hadio masih banyak beredar, dibagikan dan disebar secara terbuka melalui berbagai platform media sosial. Narasi yang dibangun tentang dokter Hadio memang bermaksud menggugah rasa peduli dan simpati. Pengorbanan sang dokter yang setia berjuang di garda terdepan menangani pasien korona harus didukung seluruh elemen masyarakat dengan melakukan physical distancing. Namun hoaks tetaplah hoaks, tidak ada pembenaran yang bisa melegitimasi kebohongan dan penyesatan. Doktrin Joseph Goebbels barangkali relevan dengan konteks hoaks dokter Hadio. Ia menyebut “Sebarkan kebohongan (hoaks) berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang diulang-ulang, akan membuat publik menjadi percaya dan kebohongan yang paling besar ialah kebenaran yang diubah sedikit saja” Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 133

Pemerintah melalui Kementerian Kominfo melakukan dua hal untuk memerangi hoaks virus Corona. Pertama, meminta platform digital menangguhkan (take down) konten dan memblokir akun penyebar hoaks. Kedua, meminta kepolisian menegakkan hukum bagi pembuat dan penyebar hoaks. Apakah dua langkah itu cukup efektif ? Tentu saja tidak. Hoaks akan terus muncul seiring dengan fenomena dan peristiwa yang setiap detik terjadi. Pertahanan terakhir sekaligus menjadi cara paling efektif menghadapi hoaks adalah mengaktifkan nalar kritis. Tawaran konsep dari tokoh filsafat sejarah terkemuka, Ibnu Khaldun dalam magnum opus-nya berjudul Muqaddimah perlu dicoba agar terbiasa bersikap kritis sejak dini. Pertama, selalu membaca setiap informasi dengan pikiran yang jernih dan objektif untuk menghindari dugaan negatif yang tidak berdasar. Kedua, bersikap skeptis dengan mempertanyakan setiap sumber informasi dengan menelusuri rekam jejak dan kredibitas sumber. Sepopuler apapun seorang figur atau sumber informasi langkah penelusuran harus tetap dilakukan. Ketiga, menelusuri konteks sebuah informasi. Meski sebuah kejadian terjadi secara bersamaan namun tetap memiliki latar sosial budaya yang berbeda. Keempat, menggunakan nalar publik untuk menguji validitas sebuah informasi. Saat muncul infomasi viral sedangkan sulit diterima oleh nalar publik, patut diduga mengandung kebohongan. Singkatnya, nalar kritis Ibnu Khaldun menuntun setiap individu untuk tidak mudah percaya, mendahulukan kecermatan, keakuratan, dan sikap selektif terhadap informasi. Dengan berpikir kritis pula, tidak akan mudah tenggelam dalam asumsi, prasangka dan berbagai pandangan tak teruji. Pemikiran kritis terejawantahkan dalam sikap dan tindakan yang sangat membantu dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi termasuk saat hoaks virus Corona semakin banyak. Tugas besar sebetulnya sedang berada di pundak para sarjana, akedemisi, profesor atau siapapun yang menganggap dirinya kaum intelektual dan terpelajar. Prinsip moralitas, keadilan dan logika sudah biasa dilakukan dalam membangun dasar pondasi argumentasi. Kerja-kerja mencerdaskan, menginspirasi dan mencerahkan adalah Komunikasi dan Informasi 134 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

tanggungjawab moral yang mestinya dilakukan. Secara sederhana intelektual bekerja atas dasar kebenaran. Atas dasar segala penghormatan yang disematkan tersebut, idealnya kaum intelektual menjadi pioner sekaligus agen terdepan melawan hoaks. Bukan malah turut menjadi korban sekaligus ‘aktor intelektual’ dalam mata rantai penyebaran hoaks. Sebagaimana yang seringkali penulis temukan berbagai media sosial. Jika menyadarkan orang banyak terlalu berat, langkah awal dapat dimulai dari lingkungan keluarga, kolega dan sahabat sebagai lingkaran terdekat. Setidaknya tidak ragu untuk menegur dan mengingatkan siapapun yang menyebarkan informasi hoaks. Bukan saja soal ancaman tatanan sosial yang bakal terganggu, lebih dari itu penyesatan akibat hoaks pada titik tertentu dapat merugikan, meresahkan bahkan membahayakan orang lain. Masyarakat harus menyadari bahwa hoaks begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari. Pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan berusaha mengambil keuntungan dari situasi genting akibat wabah virus korona perlu dilawan bersama. Pemerintah memang sudah melakukan sejumlah langkah penting, namun tanpa nalar kritis dari masyarakat sendiri hoaks tetap tumbuh subur dan terus berkembangbiak. Bahkan oleh kita sendiri. Melawan Stigma Virus Corona telah menjangkiti jutaan orang di seluruh dunia dengan jumlah korban meninggal ratusan ribu. Sementara di Indonesia, saat artikel ini ditulis angka penularan dan pasien meninggal terus meroket bahkan belum menunjukkan tanda-tanda akan melandai. Tanpa bermaksud membuat panik, seluruh elemen masyarakat seharusnya patuh pada protokol pencegahan penyebaran virus korona. Meski realitanya masih ada saja pihak yang enggan menaati bahkan menyepelekan protokol pencegahan dengan alasan yang sulit diterima logika. Nalar agama bahkan kerap digunakan untuk menuduh pihak tertentu sebagai dalang di balik penyebaran virus Corona. Mereka beranggapan virus Corona hanyalah konspirasi untuk menjauhkan manusia dengan Tuhan. Kondisi ini turut memperkeruh suasana sehingga masyarakat di akar rumput menjadi cemas dan resah. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 135

Di tengah perdebatan kontraproduktif itu, fenomena stigmatisasi semakin menguat sampai pada titik yang menyedihkan. Misalnya peristiwa penolakan terhadap dokter dan perawat pasien virus Corona oleh tetangga di lingkungan domisili tinggal mereka di Jakarta Timur. Kemudian hal yang sama dialami oleh keluarga dari pasien positif korona asal Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Sejak dinyatakan positif, banyak penyematan negatif sampai ke telinga mereka, mulai dari keluarga sarang virus hingga pembawa aib. Tidak hanya cibiran yang menyesakkan, sikap paranoid berlebih juga tergambar dari penolakan pemakaman jenazah positif korona yang terjadi di sejumlah daerah. Di Banyumas, Jawa Tengah warga menunjukkan penolakan dengan melempar batu. Sementara di Lampung, warga sekitar pemakaman memasang spanduk penolakan berukuran besar di lokasi pemakaman. Begitu juga yang terjadi di Gowa, penolakan warga berakhir dengan kericuhan. Perlakuan tidak etis juga saya alami sendiri saat pulang dari Surabaya beberapa waktu lalu. Sebagai orang yang baru saja berpergian dari zona merah dengan jumlah pasien virus Corona terbanyak di Jawa Timur, saya dianggap orang yang perlu diwaspadai. Beberapa teman tiba-tiba menjauh bahkan menolak bertemu disertai kalimat sinis dan menyudutkan. Sikap menghindar sebagian masyarakat sebetulnya bisa dipahami sebagai hal yang wajar karena khawatir, panik, atau takut. Namun jika sudah berlebihan, pada titik tertentu justru bisa melahirkan masalah baru yang lebih besar. Bayangkan apabila mereka yang memiliki gejala terinfeksi korona menyembunyikan sakitnya agar tidak dikucilkan, enggan mencari bantuan kesehatan, dan tidak menjalankan perilaku hidup yang sehat. Alih-alih menahan, penularan virus semakin tidak terkendali. Sebaliknya, saudara kita yang menjadi ODP, PDP, dan pasien positif Corona perlu didukung untuk sembuh. Terutama dari orangorang terdekat seperti keluarga dan tetangga sekitar. Dukungan sekecil apapun akan memberi rasa aman dan nyaman sehingga mempercepat proses pemulihan. Tentu saja dukungan tersebut harus tetap memperhatikan protokol yang dianjurkan pemerintah. Fungsi edukasi-sosialisasi dari pemerintah dari tingkat pusat hingga desa dengan melibatkan tokoh Komunikasi dan Informasi 136 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

agama dan masyarakat memiliki peran signifikan untuk mengikis stigma. Masyarakat perlu paham bahwa selama bisa melakukan physical distancing atau menjaga jarak fisik, menggunakan masker, rutin mencuci tangan, dan nutrisi makanan terpenuhi maka sudah cukup aman dari risiko tertular virus korona. Sementara untuk jenazah pasien positif korona, sebelum tim medis memakamkan dipastikan diurus sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Tatanan sosial yang semakin tergerus akibat kegelisahan dan ketakutan akhirnya berujung pada penolakan dan intimidasi perlu menjadi perenungan bersama. Meski secara kodrati manusia memang memiliki sisi negatif yang oleh filsuf asal Inggris Thomas Hobbes (1651) dalam karyanya De Cive diistilahkan dengan homo homini lupus. Manusia bak serigala bagi manusia lain. Secara filosofis, sifat serigala yang muncul dalam diri manusia hari ini membuat tembok pemisah keberbedaan antara aku dan kamu. Aku yang masih sehat dan kaya berbeda dengan kamu yang menjadi sarang virus dan tak mampu. Sebaliknya, Nicolaus Driyarkara dalam buku yang ditulis Sudiarja dkk (2006) berjudul “Karya Lengkap Driyarkara” menawarkan konsep yang lebih humanis. Driyakara mengubah lupus yang bermakna serigala menjadi socius yang berarti sahabat, saudara atau teman. Secara lengkap ia menyebutnya dengan homo homini socius. Manusia merupakan sahabat bagi manusia lainnya. Melalui komunikasi, Driyarkara menyebut, manusia terhubung untuk membentuk budaya bersama sehingga lahir sikap saling membangun, memelihara dan menjaga. Dengan kata lain esensi manusia sebagai makhluk sosial seutuhnya adalah memanusiakan manusia, memperluas jaring sosial dan memperkuat solidaritas. Pada titik ini, peradaban manusia terus bergerak tumbuh seiring dengan bunga keserasian dan semerbak kebersaman. Stigma selalu berkaitan dengan komunikasi. Komunikasi berperan dalam proses konstruksi makna dan penyebaran stigma. Namun di sisi lain komunikasi juga dapat menjadi alternatif solusi untuk melawan stigma. Smith (2012) menjelaskan, stigma awalnya terbentuk dari tanda atau simbol yang diasosiasikan dengan makna tertentu. Mereka yang positif terinfeksi virus korona ditandai dengan gejala khusus dan diwajibkan untuk melaporkan diri ke rumah sakit Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 137

terdekat. Karakter virus korona yang sangat mudah tersebar membuat masyarakat mengambil sikap waspada. Namun pada perkembangannya ada pihak yang berusaha mengaitkan pasien korona dengan halhal negatif seperti akibat azab sehingga pemakamannya tidak boleh dihadiri banyak orang atau sarang penyakit sehingga dikucilkan. Bagai bola salju, anggapan negatif mengenai pasien korona terus bergulir dan menjadi opini di masyarakat. Kondisi ini semakin sulit dibendung dengan banyaknya konten senada yang viral di media sosial. Meski tidak ada kesepakatan secara formal, namun alam bawah sadar masyarakat seakan turut mengamini dan disepakati publik. Apalagi belum ada langkah klarifikasi masif dari pihak yang berwenang. Untuk melawan stigma, Brashers (2008) mengajukan komunikasi yang lebih humanis dan manusiawi yakni melalui ruang dialog. Dengan membangun dialog, maka akan membuka komunikasi dua arah. Poin penting dari dialog ini adalah usaha untuk memposisikan diri sekaligus merasakan apa yang selama ini dikeluhkan pasien positif korona. Ketika proses ini dilakukan secara bersama dengan penuh kesadaran, maka akan muncul rasa empati dan solidaritas. Gelombang energi positif tersebut menjadi suntikan moril yang akan membantu banyak pasien positif korona untuk sembuh. Saya ingin meneruskan pesan penting Presiden Jokowi dalam sebuah video resmi istana tentang optimisme dan sikap bijak menghadapi virus Corona. Harapannya bisa menstimulasi kesadaran bersama untuk saling mendukung dan menguatkan. “Tidak perlu takut secara berlebihan dengan virus korona. Karena menurut data yang saya terima sebanyak 94 persen pasien positif korona dapat disembuhkan. Jadi sebetulnya musuh terbesar kita saat ini bukan virus itu sendiri, tapi rasa cemas, panik, takut, berita hoaks serta rumor. Kita harus yakin dengan fakta, informasi, solidaritas bersama, dan gotong royong.” Silaturahmi Virtual Masa pandemi mengajarkan arti penting keikhlasan untuk menerima keadaan. Budaya bertemu dan berinteraksi langsung mulai dikurangi, diganti dengan komunikasi jarak jauh. Rasa rindu dan ingin berkumpul dengan keluarga, kolega dan sahabat di kampung halaman terpaksa diurungkan. Tidak mudah memang, namun inilah opsi yang Komunikasi dan Informasi 138 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

paling mungkin dilakukan untuk menghindari diri dari penyebaran virus korona. Saya sendiri akhirnya merelakan untuk tidak mudik ke Pontianak, bertemu dengan Ibu dan sanak keluarga. Bukan hanya karena taat pada imbauan pemerintah berdiam diri di rumah, namun itulah wujud rasa cinta dan sayang. Jika memaksa berangkat, potensi tertular di perjalanan sangat besar. Bukan membawa rasa bahagia, pulang kampung justru awal malapetaka. Silaturahmi virtual akhirnya menjadi pilihan. Kami bercengkrama melalui video call whatsapp, tak terasa hingga 60 menit lamanya. Berbicara secara bergantian satu per satu dengan sanak keluarga, memohon maaf atas khilaf. Suasana haru bahagia sesekali menyelimuti perbincangan kami, air mata kerinduan mengalir saat mengingat kembali kenangan kebersamaan masa lalu. Kehangatan dan keintiman silaturahmi virtual dalam proses komunikasi kami, mungkin saja tidak bisa dirasikan oleh orang lain. Banyak faktor yang mempengaruhi di antaranya kedekatan, isi pembicaraan, ekspresi wajah, intonasi, kejernihan suara dan suasana hati. Meskipun tidak dapat dipungkiri sisi emosional dari komunikasi tatap muka tidak akan mampu dibayar sama oleh silaturahmi virtual. Namun melalui langkah pembiasaan inilah masyarakat mulai beradaptasi dan mengubah paradigma tentang cara berkomunikasi. Silaturahmi berasal dari dua kata bahasa Arab, yaitu shilah yang berarti relasi atau hubungan dan ar-rahim yang bermakna kasih sayang. Pada umumnya diterjemahkan sebagai tali persaudaraan. Mungkin saja akibat kesalahpahaman atau kesibukan aktivitas sehari-hari hubungan sosial menjadi renggang. Silaturahmi menjadi jembatan pelebur dosa antar sesame manusia yang lahir dari kesalahan, perbedaan pandangan dan kekhilafan. Berdasarkan keterangan al-Quran dan Hadis, silaturahmi mengandung banyak keutamaan. Secara garis besar, keutamaan itu di antaranya diluaskan rezeki, dipanjangkan umurnya, menjaga kerukunan, membahagiakan keluarga dan menjalankan perintah Allah SWT. Melalui keutamaan tersebut, masyarakat muslim nusantara menganggap silaturahmi sebagai budaya yang dilestarikan.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 139

Dalam tradisi umat Islam di Indonesia, silaturahmi digambarkan sebagai salah satu agenda berkunjung ke sanak saudara, keluarga, tetangga, dan masyarakat. Untuk mewujudkan suasana penuh keakraban dan kekeluargaan itu, saat akan Idulfitri setiap tahun masyarakat di perantauan berbondong-bondong mudik ke kampung halaman. Namun di tengah kepungan pagebluk kemeriahan silaturahmi seperti mudik, bersalaman, dan bertamu sementara harus ditunda. Meski dilakukan dalam format baru dan terasa berbeda, silaturahmi virtual merupakan opsi terbaik untuk menjaga keselamatan dan menjaga diri dari bahaya virus korona. Masyarakat akan mulai beradaptasi dan terbiasa berkunjung ke rumah sanak saudara melalui kontak whatsapp, skype, facebook, zoom instagram dan platform komunikasi lain. Survei We Are Social bermarkas di London Inggris pada 2020 mengungkap ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia atau terjadi kenaikan 17% dibanding tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan total populasi Indonesia yang berjumlah sekitar 272,1 juta jiwa, itu artinya 64% penduduk Indonesia telah tersambung dengan dunia maya. Berdasarkan umur, persentase pengguna internet berusia 16 hingga 64 tahun masing-masing memiliki jenis perangkat, di antaranya mobile phone (96%), smartphone (94%), non-smartphone mobile phone (21%), laptop atau komputer desktop (66%), table (23%), konsol game (16%), sisanya virtual reality device (5,1%). Sedangkan masyarakat Indonesia yang menggunakan ponsel tercatat sebanyak 338,2 juta. Menariknya, ada 160 juta pengguna aktif media sosial. Adapun medsos yang paling banyak digunakan adalah YouTube, WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter, Line, FB Messenger, LinkedIn, Pinterest, We Chat, Snapchat, Skype, Tik Tok, Tumblr, Reddit, Sina Weibo. Selain Zoom, selama masa pandemi sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan medsos di atas untuk berinteraksi, menggelar rapat, mengadakan seminar dan menjalin silaturahmi. Bentuk silaturahmi bisa saja berubah, namun esensinya harus dipahami secara mendalam sehingga tetap mendapatkan keutamaan. Ahli tafsir terkemuka, Muhammad Quraish Shihab (2003) dalam karyanya “Membumikan Al-Qur’an: Peran dan Fungsi Wahyu dalam Komunikasi dan Informasi 140 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Kehidupan Masyarakat” mengutip sebuah hadis nabi, “Bukanlah bersilaturrahim orang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang bersilaturrahim adalah yang menyambung apa yang putus” (HR Bukhari). Melalui petunjuk Rasulullah tersebut, memahami makna silaturahmi yang bernilai tinggi bukan dilakukan dengan seremonial tatap muka belaka. Meski dilakukan secara virtual namun mampu menyadarkan diri bahwa manusia tak bisa luput dari kesalahan dan dosa maka sudah menyentuh esensi silaturahmi. Hubungan yang sempat renggang dan terputus akibat kesalahpahaman diharapkan dapat tersambung kembali. Dimulai dari langkah kecil sederhana dengan insaf saling memaafkan menuju kesucian jiwa yang hakiki. Sikap saling memaafkan dengan ikhlas dan tulus menjadi pintu mendapatkan keberkahan dan keutamaan silaturahmi. Di masa pandemi, silaturahmi virtual menjadi solusi yang hadir di tengah keterbatasan jarak dan waktu. Sebagai budaya komunikasi baru, teknologi komunikasi akan banyak dikeluhkan namun saat semua sudah terbiasa menggunakan tidak akan ada kendala berarti. Untuk itu, akselerasi adaptasi dengan mengakrabi teknologi komunikasi merupakan keharusan. Tanpa hal itu, kita akan sulit menjadi bagian dari masyarakat global dan rela digilas zaman. Secara umum terdapat tiga etika yang perlu diperhatikan melakukan silaturahmi virtual. Hal ini menjadi kunci utama yang dibutukan masyarakat agar tercipta silaturahmi yang bukan saja berkesan namun juga menyenangkan. Pertama, mengedepankan persaudaraan dan kebersamaan. Melalui keduanya akan lahir bangunan komunikasi yang manusiawi bersadarkan solidaritas kemanusiaan. Relasi saling berbagi informasi dan tanpa motif pragmatisme merupakan faktor penting sebuah silaturahmi virtual. Semuanya dilakukan dengan niat tulus dan ikhlas untuk menyambung tali persaudaraan suutuhnya. Kedua, mendahulukan sikap berbaik sangka dan menanggalkan persepsi negatif. Mindset yang sempit dan kesadaran yang eksklusif kerapkali membawa diri pada egoisme dan individualisme. Mungkin saja kita mengetahui masa kelam dan perilaku tidak etis dari komunikan, namun hal itu sebaiknya tidak mempengaruhi sikap Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 141

kita sebagai komunikator. Fokus yang perlu diperhatikan adalah selalu memberikan respon positif dengan beragam bentuk misalnya keramahan, santun dan simpatik. Ketiga, mengembangkan komunikasi dialogis. Dominasi sebuah proses komunikasi akan memberi kesan superior bagi lawan bicara. Prinsipnya manusia ingin dihargai, sikap saling mendengarkan dan merespon setiap feedback dengan penuh antusias akan membawa percapakan mencapai titik terbaiknya. Mulai dari informasi umum hingga saling bercerita tentang hal intim. Pada akhirnya, mengutuk dan menyerapahi keadaan tidak akan mengubah apapun. Sesuai kodratnya, manusia yang menghendaki kemajuan harus berpikir dinamis dan siap beradaptasi dengan perubahan komunikasi. Tanpa keduanya, sulit membayangkan lahirnya inovasi dan kreativitas di tengah tantangan hidup yang semakin kompleks. Sudah saatnya melihat kesulitan sebagai sebuah kesempatan. Ikut menjadi bagian inti dari arus perubahan dengan mengoptimalkan kemampuan dan memberi kemanfaatan untuk banyak orang.

Komunikasi dan Informasi 142 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Brashers, D. (2008). Marginality, Stigma, and Communication. The International Encyclopedia of Communication. New Jersey : Wiley-Blackwell. O’hara, Kieron. 2002. Plato dan Internet. Yogyakarta: Jendela. Shihab, M. Quraish. 2003. Membumikan al-Qu’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: al-Mizan. Smith, R. A. (2012). An Experimental Test of Stigma Communication Content with a Hypothetical Infectious Disease Alert. Communication Monographs, 79(4), 522-538. Sudiarja, S.J., dkk. 2006. Karya Lengkap Driyarkara: Esai-esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Tajuddin, Muhammad Saleh. (2013). Bangunan Filsafat Politik Tentang Civil Society Dalam Pemikiran Thomas Hobbes. Jurnal Diskursus Islam. 1(1), 156-166. We are Social: Indonesian Digital Report 2020. . Diakses 10 Juni 2020.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 143

KOMUNIKASI DI MASA PANDEMI (KAJIAN TEORI PARADIGMA NARATIF WALTER FISHER) Deavvy M.R.Y. Johassan

Gejala-gejala awal dari Covid-19 telah teridentifikasi di kota Wuhan. Di awal tahun 2020, secara internasional wabah ini menyebar ke beberapa negara barat, benua Eropa dan juga Amerika. Bulan Maret tahun 2020, WHO sebagai lembaga supremasi kesehatan tertinggi dunia menetapkan bahwa COVID-19 sebagai pandemi. WHO memperhatikan penyebaran virus ini ke berbagai negara terlebih dulu baru menyatakan sebagai sebuah pandemi. Covid-19 menambah catatan sebagai penyakit pandemi dunia yang pernah terjadi. Covid-19 di tahun 2020 seperti tamu tak diundang. Di beberapa negara barat menjadi bukan awal tahun yang baik, termasuk juga di Indonesia. Yang harus diakui bahwa Covid-19 telah mengubah seluruh tatanan aspek dalam kehidupan manusia. Aspek ekonomi sangat terasa dampak dan akibat dari pandemi. Keputusan lockdown di beberapa negara, termasuk di Indonesia (dengan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar – PSBB), membuat aktivitas ekonomi menjadi menurun. Hal ini dikarenakan aktivitas fisik menjadi dibatasi ruang lingkupnya.

Gambar 1. Artikel Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Pertama Sumber: Kompas, 20 April 2020 Komunikasi dan Informasi 144 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Langkah konkrit dalam pencegahan Covid-19 adalah membatasi interaksi fisik antarindividu. Istilah yang sering digunakan yaitu social distancing. Hal ini sebagai anjuran untuk membatasi orang sehat untuk mengunjungi tempat ramai. Tempat yang ramai sangat berpotensi untuk terjadinya kontak langsung dengan orang lain. Dunia usaha dan industri pada akhirnya merasa kewalahan sebagai dampak dari pandemi ini, interaksi manusia menjadi sangat terbatas. Pada akhirnya, WHO juga mengubah istilah social distancing menjadi physical distancing. Ini sebagai bentuk revisi dari penggunaan istilah sebelumnya, yang merujuk kepada interaksi. Istilah physical distancing ini lebih menekankan bahwa tidak boleh ada kontak fisik satu dengan yang lain. Sementara, social distancing dapat dipersepsikan sebagai pembatasan interaksi sosial setiap individu. Yang dimaksudkan dalam pembatasan fisik tersebut yaitu tidak melakukan kontak langsung, seperti berjabat tangan dan menjaga jarak aman.

Gambar 2. Artikel Keputusan Mendikbud Tentang Belajar Daring 2020 Sumber: Kompas, 15 Juni 2020

Kenyataan ini dapat dimaknai bahwasanya interaksi sosial dalam masyarakat tidak dapat dihilangkan. Masa pandemi ini lebih memungkinkan interaksi terjadi dengan memanfaatkan teknologi, seperti video call. Bahkan, mayoritas aktivitas fisik (belajar dan rapat) dilakukan secara virtual memanfaatkan video conference.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 145

Jika dilihat lagi bahwa interaksi sosial tidak dapat dihilangkan, meski ada physical distancing individu tidak ada yang tidak berkomunikasi satu sama lain. Banyak yang mengenal istilah We Can’t Not Communicate, seperti judul buku dari David Grossman. Masa pandemi seperti menegaskan bahwa manusia tidak bisa menghindar dari komunikasi itu sendiri. Semasa di kandungan sekalipun individu sudah diajak berinterkasi/berkomunikasi oleh ibu/ayahnya. Pemanfaatan teknologi di masa pandemi ini sebagai pendukung utama setiap orang berkomunikasi, secara lintas batas. Perubahan istilah dari social menjadi physical menunjukan bahwa ada kebutuhan emosional manusia. Di industri pendidikan, physical distancing pada akhirnya memampukan penyelenggaraan seminar melalui situ yang dapat diikuti oleh setiap orang, dari berbagai daerah manapun. Dengan demikian, komunikasi di masa pandemi ini sebagai ungkapan kualitas perasaan setiap individu. Teori Paradigma Naratif Walter Fisher Dalm bidang ilmu komunikasi mengenal salah satu teori, yaitu Paradima Naratif. Tokoh teori ini adalah Walter Fisher, yang memiliki asumsi dasar bahwa manusia sebagai animal-storytelling. (Littlejohn, 2009:637) Teori ini sebagai pengembangan dari teori Dramatisi dari Kenneth Burk. Dalam keseharian manusia, tidak terlepas dari pertukaran pesan. Situasi pandemi, dengan penerapan PSBB tidak mampu menghambat pertukaran pesan yang terjadi. Dalam konteks rumah tangga, PSBB menjadikan komunikasi yang intens dari setiap anggota keluarga. Pembelajaran daring yang diberlakukan menjadikan keeratan emosional yang meningkat, antara orang tua dengan anak. Diskusi-diskusi antara suami dan istri juga semakin intens dari biasanya. Hal ini bentuk sederhana bahwa dalam kelompok terkecil saja sulit untuk tidak bercerita satu sama lain.

Komunikasi dan Informasi 146 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 3. Artikel Dampak PSBB Bagi Perkantoran Sumber: Liputan 6, 16 Juni 2020

Dalam konteks industri (pekerjaan), komunikasi organisasi terasa semakin solid. Penerapan PSBB menjadikan pekerjaan tidak dilakukan di kantor, melainkan di rumah. Meski demikian, arus informasi dan koordinasi dari masing-masing pekerja tidak pernah dihindari. Bahkan, ada yang merasakan secara jam kerja menjadi berlebih di banding biasanya. Dalam konteks media sosial, distribusi informasi mengenai perkembangan COVID-19 menjadi salah satu konsumsi utama. Semenjak awal Maret, ketika pasien COVID-19 resmi diumumkan distribusi informasi semakin meningkat. Pemerintah membentuk Gugus Tugas, yang langsung mempersiapkan tools agar informasi bisa segera didapat oleh masyarakat. Meski sebelumnya, setiap individu bisa dengan mudah mengakses informasi COVID-19 tetapi secara resmi hanya didapat dari Gugus Tugas.

Gambar 4. Data COVID-19 Terkini Sumber: Gugus Tugas COVID-19, 2020 Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 147

Hal yang menarik adalah bahwa informasi COVID-19 ini sendiri bergeser dari suatu hal yang objektif menjadi subjektif. Hal subjektif dikarenakan banyak informasi yang menyatakan bahwa Covid-19 sebagai sebuah konspirasi. Dua pandangan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki pandangan yang rasional. Kecanggihan teknologi memungkinkan setiap manusia mengakses informasi, dalam hal ini mencari tahu tentang Covid-19. Pencarian informasi dapat berupa memuaskan rasa ingin tahu hingga mencari solusi terbaik (keperluan riset). Inilah yang membedakan situasi pandemi yang sekarang ini dirasakan. Tahun-tahun sebelumnya, ketika pandemi terjadi akses informasi juga menjadi terbatas. Tahun 2020, akses informasi sangat terbuka luas, meski korban yang berjatuhan tetap tidak sedikit. Relevansi logika rasional dengan Paradigma Naratif adalah bahwa yang menjadi bahan perbincangan sehari-hari adalah unsur subjektivitas mengenai Covid-19. Maksud penulis adalah bahwa ketika informasi resmi dari Gugus Tugas cenderung dianggap “kurang menarik”. Tidak sedikit dijumpai pembicaraan yang membahas mengenai sisi lain dari Covid-19 yaitu sebagai produk teori konspirasi. Perilaku manusia di Indonesia pun belum teredukasi dengan baik mengenai virus ini. Masyarakat kalangan ekonomi lemah kurang begitu memahami dengan baik virus ini. Paradigma setiap manusia mengenai Covid-19 menjadi beragam. Bahkan, ada saja individu yang mencoba menggali informasi sebanyak-banyak tentang virus ini dan mendistribusikannya ke orang lain, via aplikasi maupun media sosial. Sedemikian banyak informasi yang dipertukarkan di masa pandemi dapat dikatakan sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk pencerita. Tidak hanya Covid-19 saja yang dibicarakan, tetapi tentang pekerjaan, rencana hidup, tugas belajar, termasuk juga tentang permasalahan pribadi. Cerita-cerita yang dipertukarkan tersebut tentunya didasarkan pada pertimbangan yang sehat. Sederhananya, informasi yang dapat diterima secara logika yang akan didistribusikan (termasuk aspek teori konspirasi dari Covid-19). Teori Paradigma Naratif menyatakan bahwa pertimbangan yang sehat didasarkan pada sejarah, biografi, dan budaya karakter. (Wiwandhana, 2014) Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa pandemi memungkinkan pelaksanaan seminar (secara daring) yang dapat diikuti dari secara nasional. Topik-topik yang dibawakan dalam Komunikasi dan Informasi 148 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

kegiatan tersebut tentu melewati pertimbangan yang sehat. Contoh, ada webinar yang dilakukan dengan mengangkat tentang local wisdom berkaitan dengan COVID-19. Dalam kegiatan ini dibahas mengenai daerah-daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal mengenai kesehatan. Ketika Covid-19 sudah resmi masuk ke Indonesia, bahkan ada artikel yang menyatakan untuk menangkal dapat menggunakan ramuan jamu tradisional.

Gambar 5. Artikel tentang Angka PDP dan ODP Sumber: Kumparan, April 2020

Di sisi lain, bertebarnya informasi tentang Covid-19 ini juga menjadi polemik. Beberapa dokter dan ahli memiliki argumentasi yang berbeda-beda. Informasi pejabat yang berkepentingan melalui media massa pun hampir memecah pemahaman masyarakat mengenai virus ini. Ketika Filipina sudah mulai mempersiapkan diri untuk lockdown, salah seorang pejabat malah menyampaikan hal yang agak membingungkan. Dalam teori Paradigma Naratif sebuah pertimbangan sehat diberikan jika terdapat konsistensi dari sebuah cerita. Beberapa waktu lalu menjadi isu yakni terdapat perbedaan pemahaman antara pasien yang dikatakan positif. Laman situs Gugus Tugas tidak mencantumkan detil Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien Dalam Penanganan (PDP). Bahkan, definitif suspect Covid-19 juga tidak secara konsisten dijelaskan kepada masyarakat. Dalam Paradigma Naratif, kredibilitas seseorang yang bercerita/menyampaikan informasi dikategorikan sebagai koherensi karakterologis.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 149

Gambar 6. Artikel Diskusi Dokter Tirta dan Jerinx SID Tentang COVID-19 Sumber: JPNN, April 2020

Narasi-narasi yang disampaikan kepada orang lain, menurut teori Paradigma Naratif, dapat dipercaya berdasarkan pada rasionalitas penilaian. Rasionalitas ini merupakan sebuah logika dasar manusia untuk menilai sebuah cerita/informasi dapat diterima/tidak. Contoh, perseteruan di media sosial antara seorang dokter dengan public figure mengenai Covid-19. Tentunya hal ini lebih mudah diterima, daripada ada dua petugas kebersihan yang berusaha untuk meyakinkan orang lain tentang bahayanya virus ini. Selain konsistensi dari informasi cerita yang didapat dapat juga dilihat berdasarkan koherensinya. Koherensi dari Paragidma Naratif bisa berupa struktural dan material. Koherensi struktural terletak pada aliran cerita atau informasi. Jika informasi yang diterima tidak utuh, individu dapat membantah/menolaknya. Sebaliknya, informasi yang utuh (apa dan mengapa) cenderung dapat disebarkan dengan mudah. Sementara koherensi material menekankan kepada kesamaan informasi/cerita yang didapat. Misal, anggapan Covid-19 sebagai bagian dari teori konspirasi. Jika informasi ini tidak lengkap, maka akan sulit diterima. Akan tetapi, jika informasinya lengkap hingga dari beberapa sumber maka akan lebih mudah untuk dipercaya.

Komunikasi dan Informasi 150 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 7. Artikel Tentang Hikmah Besar dari COVID-19 Sumber: Media Indonesia, April 2020

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadikan setiap insan mencari informasi yang diperlukan, terlepas tentang Covid-19 atau tidak, dari media sosial atau media massa. Ini menunjukkan bahwa dunia sekarang ini merupakan dunia yang diisi dengan cerita. Informasi yang dipertukarkan satu sama lain, menjadi sebuah narasi dalam proses komunikasi. Masa pandemi tahun 2020 telah menjadi sejarah, bahkan cerita untuk manusia yang akan datang. Paradigma Naratif telah menunjukkan sifat dasar manusia yaitu makhluk pencerita. Melalui Paradigma Naratif bisa menyadarkan setiap individu bahwa setiap aspek kehidupan akan menggunakan sebuah cerita, untuk menghabiskan waktu, menyampaikan informasi, dan menempatkan diri dalam sebuah kelompok/komunitas. Dengan kata lain, dunia yang diisi dengan cerita ini tidak perlu didengar semuanya oleh manusia. Bayangkan, jutaan informasi yang bisa diakses melalui search engine akan kewalahan jika dikonsumsi semuanya. Ibarat kata, seseorang yang makan di rumah makan tidak harus memakan yang terdapat di daftar menu. Pradigma Naratif mengajarkan kepada kita bahwa perlu untuk memilih/memilah informasi/cerita untuk kita. Kehidupan setiap manusia berbeda-beda, menjadikan cerita dan informasi yang akan disampaikan juga berbeda-beda. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 151

Cerita yang sama dari tahun 2020 ini adalah tentang Covid-19 yang menjadi pandemi secara global. Pandemi ini juga menunjukkan bahwa komunikasi unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Pencegahan dengan membatasi kontak fisik masih bisa dilakukan. Pembatasan sosial bisa dilakukan, meski terasa berat di masa pandemi. Tetapi komunikasi menjadi susah untuk dibatasi. Social distancing masih terbantukan dengan teknologi. Interaksi tatap muka masih bisa berlangsung, meski secara virtual. Bagaimana dengan komunikasi? Asumsi dasar Paradigma Naratif sebenarnya jelas menyatakan bahwa komunikasi tidak bisa diputus dari manusia. Meski tidak bisa bertatap muka, melakukan segala sesuatu dari tempat tinggal, pertukaran informasi bahkan eksplorasi dari informasi sangat mudah dilakukan. Bagi penulis, masa pandemi juga menjadi ajang agar bidang ilmu komunikasi naik derajatnya. Distribusi informasi yang berlangsung adalah bentuk penerapan komunikasi secara keilmuan yang telah dipelajari. Setiap hari Gugus Tugas berkomunikasi kepada masyarakat luas tentang perkembangan terkini. Cerita tidak hanya mengandalkan tatap muka secara konvensional. Webinar juga semakin naik kelas, dengan kecanggihan teknologi. Masyarakat sebagai audiens meneruskan informasinya, bercerita kepada masyarakat lainnya. Begitu terus hingga informasi/cerita diterima/terdengar kepada banyak orang. Pada akhirnya, komunikasi di masa pandemi adalah ujung tombak.

Komunikasi dan Informasi 152 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

DAFTAR PUSTAKA Amanda, Karla. (2017). Apakah Yang Dimaksud Dengan Teori naratif? Dictio.id 21 Agustus 2017 < https://www.dictio.id/t/apakah-yangdimaksud-dengan-teori-naratif/9046> diakses 14 Juni 2020. Gugus Tugas COVID19. (2020). Data Sebaran COVID-19. Covid19. go.id 29 Juni 2020 < https://covid19.go.id/> diakses 29 Juni 2020. Herlina, Lina. (2020). Empat Hikmah Besar Di Balik Wabah Covid-19. MediaIndonesia.com 25 April 2020 < https://mediaindonesia. com/read/detail/307468-empat-hikmah-besar-di-balik-wabahcovid-19> diakses 27 Juni 2020. JPPN. (2020). Ini Hasil Diskusi Jerinx SID dan Dr Tirta Tentang Corona, Teryata. JPPN 30 April 2020 < https://www.jpnn.com/ news/ini-hasil-diskusi-jerinx-sid-dan-dr-tirta-tentang-coronaternyata> diakses 15 Juni 2020. Kumparan. (2020). Data Corona di RI Dibuka Setelah Diminta Jokowi: PDP 10.482, ODP: 139.137. Kumparan.com 14 April 2020 < https://kumparan.com/kumparannews/data-corona-diri-dibuka-setelah-diminta-jokowi-pdp-10-482-odp-139-1371tDodfRSjvB/full> diakses 23 Juni 2020. Mashabi, Sania. (2020). Daftar 18 Daerah Yang Terapkan PSBB, dari Jakarta Hingga Makassar. Kompas.com 20 April 2020 < https://nasional. kompas.com/read/2020/04/20/05534481/daftar-18-daerah-yangterapkan-psbb-dari-jakarta-hingga-makassar?page=all> diakses 26 Juni 2020. Littlejohn, Stephen., Karen A. Foss. (2009). Encyclopedia of Communication Theory. California: SAGE Publication. Sultan, Muhammad. (2017). Studi Paradigma Naratif Walter Fisher Terhadap Aktivitas Nongkrong Di Kalangan Remaja Madya. Jurnal Al-Khitabah, No. 1 Vol. III, 88-102. Wiwandhana, Andrea. (2014). Teori Paradigma Naratif. Slideshare. com 21 Juni 2014 < https://www.slideshare.net/mankoma2012/ paradigma-naratif-slide-andrea-w#:~:text=Paradigma%20 naratif%20(Narrative%20Paradigm)%20mengemukakan,dasar%20 keyakinan%20dan%20perilaku%20kita.&text=8.%20Fisher%20 menyatakan%20bahwa%20esensi,dasar%20manusia%20adalah%20 menceritakan%20kisah.> diakses pada 28 Juni 2020. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 153

ANALISIS PESAN KOMUNIKASI KRISIS KEMENTERIAN AGAMA RI DI MASA PANDEMI COVID-19 (KASUS PEMBATALAN PEMBERANGKATAN JAMAAH HAJI INDONESIA) Narayana Mahendra Prastya dan Nadia Wasta Utami

Pendahuluan Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar pada banyak aspek kehidupan manusia, tak terkecuali dalam aspek ibadah umat Islam dunia. Dalam peribadatan sehari-hari, pemerintah Indonesia mengimbau warga Muslim untuk menjalankan ibadah dari rumah saja. Kegiatan berkumpul dalam pengajian, jamaah di masjid hingga Sholat Jumat dan Sholat Idul Fitri dilakukan dengan cara yang tidak biasa akibat Corona. Pun begitu yang terjadi pada ibadah yang menjadi rukun Islam yang ke lima yakni ibadah haji. Pada tanggal 2 Juni 2020, Menteri Agama Fachrul Razi mengeluarkan pernyataan pembatalan ibadah haji tahun 2020. Pernyataan ini dikeluarkan menyusul diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji Tahun 1441 H/2020 M. Alasan utama pembatalan diungkapkan karena pandemi covid 19 yang melanda dunia baik Indonesia maupun Arab Saudi dapat mengancam keselamatan jemaah. Sampai dengan 12 Juni 2020, tercatat ada tujuh negara selain Indonesia yang juga membatalkan memberangkatkan ibadah haji yakni Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, India, Uzbekistan, Mesir dan Afrika Selatan (Widiyani, 2020). Pernyataan dan keputusan pembatalan haji ini dapat menuai polemik di masyarakat mulai dari kondisi psikologis yang mungkin menuai kekecewaan dari jamaah yang gagal berangkat (Al-Ahsyar, 2020), hingga beredarnya hoaks (Yuniar, 2020). Belum lagi di ranah politik nasional, Dewan Perwakilan Rakyat belum dapat menyetujui keputusan Kemenag RI dan akan mengkaji lebih lanjut. Selain itu, DPR mendesak Kemenag untuk memperbaiki koordinasi dan sinergi dengan DPR khususnya dalam keputusan seputar haji (Laporan Sidang Komunikasi dan Informasi 154 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Komisi VIII DPR RI - Rapat Kerja dengan Menteri Agama RI, 18 Juni 2020). Besarnya dampak yang dirasakan oleh masyarakat membuat kejadian ini dapat dikategorikan sebagai krisis yang dapat menimpa Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Krisis merupakan peristiwa yang spesifik, tidak dapat dihindari, menimbulkan ketidakpastian informasi, meninimbulkan kepanikan, dan berpotensi memicu konflik (Kriyantono, 2015). Oleh karenanya, organisasi harus segera merespon situasi krisis dengan cara berkomunikasi. Untuk itu penting sekali dilakukan komunikasi krisis yang baik salah satunya melalui pesan dan pernyataan yang dilakukan oleh Kementerian Agama, baik secara langsung dalam konferensi pers dihadapan media pun dalam pernyataan tertulis di media yang terafiliasi dengan Kemenag. Melihat urgensi atas pesan dalam komunikasi krisis tersebut maka menarik untuk dikaji bagaimana pesan dalam komunikasi krisis yang terjadi di Kemenag dalam pembatalan ibadah haji tahun 2020. Pembatalan pemberangkatan jamaah haji asal Indonesia merupakan efek tidak langsung dari pandemic Covid-19. Dalam penelitian-penelitian sebelumnya tentang komunikasi krisis (dan komunikasi risiko) yang dilakukan pemerintah ketika terjadi wabah penyakit, pada umumnya membahas strategi komunikasi pemerintah dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai cara-cara menghindari atau meminimalkan dampak dari penyakit tersebut, serta menekankan perlunya kerjasama lintas sektor dalam komunikasi (misal baca : Tan Ngoh Tiong, 2004; Reynolds dan Quinn, 2008; Freimuth, dkk.2008; Dickmann, dkk.2014). Meski merupakan efek tidak langsung, tetap penting untuk mengkajinya karena dalam konteks Covid-19, komunikasi krisis pemerintah Indonesia terus mendapatkan sorotan tajam, karena masih lemah dan tumpang tindih. Hal ini diperparah dengan pernyataan yang keluar dari pemerintah terkadang tidak seragam. Komunikasi juga dilakukan melalui beragam media di antaranya media komunikasi digital (melalui situs web, jejaring social, dan chatbot resmi pemerintah), namun prakteknya sejauh ini masih cenderung pada praktik model satu arah yakni sebagai pusat informasi, dokumentasi dan arsip (Mongglio, 2020). Sementara Enjang, dkk (2020) merekomendasikan agar pemerintah Indonesia menerapkan enam prinsip utama Crisis Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 155

and Emergency Risk Communication (CERC) dalam melakukan komunikasi krisis baik itu sebelum, ketika, atau sesudah krisis. Model CERC berpijak pada enam prinsip utama yaitu be first, be right, be credible, express empathy, promote action, dan show respect. Model ini dianggap layak untuk dipertimbangkan dalam penanganan krisis pandemi di Indonesia melihat masih kurangnya komunikasi efektif dalam penanganan yang dilakukan selama ini. Tinjauan Pustaka Komunikasi krisis merupakan bagian penting dalam manajemen krisis. Sejumlah ahli (seperti dikutip Prastya, 2011) menyampaikan bahwa komunkasi krisis ibarat darah kehidupan dari seluruh kegiatan manajemen krisis dan memainkan peran vital di setiap tahap dari maanjemen krisis. Apabila dikelola dengan baik, maka komunikasi krisis bisa secara signifikan mengurangi dampak buruk dari krisis. Sebaliknya apabila komunikasi krisis dikelola secara keliru, maka bisa menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi bagi organisasi. Dalam manajemen krisis yang efektif terdapat komunikasi krisis, yang, tidak hanya mengurangi atau menghilangkan krisis tetapi juga sedikit banyak dapat menghadirkan reputasi bagi organisasi yang lebih baik dibanding sebelum terjadinya krisis. Terdapat beberapa jenis pesan yang dapat dipilih dalam melakukan komunikasi krisis. Tulisan ini menggunakan kategori pesan Coombs (1995 dalam Stephens, dkk.2005) yakni : (1) nonexistence strategies, yakni upaya organisasi untuk membantah bahwa terjadi krisis; (2) distance strategies, yaitu usaha organsiasi untuk “ambil jarak” dengan krisis dalam arti mengakui ada krisis namun membuat alasan bahwa organisasi bukan penyebab krisis; (3) ingratiation strategies yang merupakan tindakan yang dilakukan organisasi untuk mendapatkan dukungan publik dengan cara menaikkan citra organisasi atau menempatkan krisis ke konteks yang lebih luas; (4) mortification strategies adalah cara yang ditempuh organisasi untuk memperoleh “pengampunan” dari publik; dan (5) suffering strategy yaitu organisasi mengatakan bahwa mereka juga korban akibat krisis ini. Masingmasing strategi memiliki varian pesan dan kalimat-kalimat kunci yang pada umumnya digunakan (Lihat Tabel 1).

Komunikasi dan Informasi 156 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Tabel 1. Strategi Pesan Komunikasi Krisis Strategi

Varian pesan

Isi pesan

Denial

Tidak ada krisis yang terjadi

Nonexistence Clarification Strategies

Distance Strategies

Ingratiation Strategies

Mortification Strategies

Suffering strategy

Ini penjelasan kami (organisasi) bahwa tidak terjadi krisis

Attack

Mereka yang menuduh kami (organisasi) adalah keliru

Intimidation

Kami (organisasi) akan menuntut mereka yang menuduh kami

Excuse

Kami (organisasi) tidak bertanggungjawab atas krisis yang terjadi

Denial of intention

Kami (organisasi) tidak bermaksud hal ini (krisis ini) terjadi

Denial of volition

Pihak lain adalah penyebab krisis

Justification

Kejadian ini tidak menimbulkan korban ; Korban jatuh akibat kesalahan mereka sendiri ; Kejadian ini disalahpahami, karena efeknya tidak seburuk yang dibicarakan

Bolstering

Mari kita lihat kembali hal-hal positif yang pernah organisasi lakukan

Transcendence

Persoalan sebenarnya lebih luas daripada kejadian ini

Praising others

Terima kasih atas kritik, masukan yang disampaikan

Remediation

Kami (organisasi) akan memberikan ganti rugi bagi korban

Repentance

Terimalah permohonan maaf kami (organisasi)

Rectification

Ini adalah langkah-langkah yang kami (organisasi) lakukan untuk mencegah krisis serupa terulang kembali

Suffering

Kami (organisasi) juga jadi korban akibat krisis ini (Sumber : Ulmer, dkk.,2011)

Metode Penelitian Sumber data tulisan ini berasal dari informasi seputar pembatalan pemberangkatan jamaah haji asal Indonesia yang dipublikasikan di situs resmi Kementrian Agama RI yang beralamat di : . Situsweb resmi dipilih karena lewat laman Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 157

resminya, organisasi dapat berkomunikasi dengan media secara lebih efektif, efisien, dan menjadi sarana untuk mengklarifikasi informasi yang salah (Prastya, 2011) Batasan untuk periode waktu adalah publikasi antara tangga 2 Juni – 12 Juni 2020, di mana dalam periode tersebut terdapat 12 pernyataan resmi. Secara garis besar, hal-hal yang disampaikan adalah : (1) alasan pembatalan pemberangkatan jamaah haji (5 pernyataan resmi); (2) nasib jamaah haji (3 pernyataan resmi); (3) klarifikasi isu atau hoaks (2 pernyataan resmi); (4) kondisi perkembangan Covid-19 di Arab Saudi (1 pernyataan resmi); dan (5) langkah Kemenag untuk berkomunikasi dengan pihak Arab Saudi (1 pernyataan resmi). Sedangkan dari kategori narasumber terdiri dari : (1) Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (3 pernyataan); (2) Konsul Haji KJRI di Jeddah, Arab Saudi (3 pernyataan); (3) Menteri Agama (2 pernyataan); (4) Humas Kemenag (1 pernyataan); (5) Ahli kesehatan (1 pernyataan); dan (6) anggota DPR (1 pernyataan. Catatan, untuk pernyataan anggota DPR disampaikan dalam satu judul pernyataan resmi). Selanjutnya dipilih tiga sampel pernyataan resmi untuk tema alasan pembatalan haji (satu pernyataan); nasib jamaah haji (satu pernyataan); dan klarifikasi terhadap informasi yang keliru (satu pernyataan). Sampel pernyataan resmi tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis framing. Dalam aktivitas kehumasan, framing merupakan upaya yang dilakukan organisasi untuk menyusun pesan yang mereka sampaikan, dengan tujuan untuk mendefinisikan suatu peristiwa atau isu dan bertujuan untuk mempengaruhi opini publik dan opini media sehingga tercipta citra organisasi yang positif. Frame organiasi merupakan proses membuat pesan dengan cara menyeleksi dan menonjolkan bagian-bagian tetentu dari isu untuk ditampilkan atau tidak ditampilkan kepada publik (Kriyantono, 2014). Analisis framing berguna untuk mengetahui bagaimana organisasi merespon situasi krisis dengan cara memposisikan dirinya berdasarkan jenis pesan yang disampaikan. Tulisan ini menggunakan frame model Robert N Entman dengan komponen pendefinisian masalah, memperkirakan penyebab persoalan, memberikan penilaian moral, dan rekomendasi penyelesaian masalah (Prastya, 2016).

Komunikasi dan Informasi 158 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Temuan dan Pembahasan Sampel pertama sekaligus juga merupakan resmi pertama yang diunggah di situs resmi Kemenag RI, dengan narasumber Menteri Agama, dengan judul judul “Utamakan Keselamatan, Keberangkatan Jamaah Haji 1441 H Dibatalkan” (waktu publikasi : Selasa 2 Juni 2020 jam 11:12 WIB). Kehadiran narasumber yang merupakan pimpinan tertinggi organisasi merupakan upaya organisasi untuk menjaga kredibilitasnya, dengan menunjukkan keseriusan dalam menangani krisis (Ulmer, et.al., 2011). Dari judul sudah terlihat bahwa Kemenag RI mengekspos informasi tentang “keselamatan jamaah haji” sebagai alasan pembatalan pemberangkatan pemberangkatan Jemaah haji. Frame yang dominan dalam pernyataan resmi ini adalah remediation, di mana Kemenang mengekspos langkahlangkah yang sudah dilakukan dan akan dilakukan pasca terbitnya keputusan ini, terutama dalam hal nasib jamaah haji yang batal berangkat. Selain itu juga terdapat denial of volition dengan menyebut lambatnya Arab Saudi dalam mengambil keputusan tentang haji, sehingga pemerintah Indonesia terpaksa mengambil langkah batal memberangkatkan jamaah haji (Rincian per komponen framing, lihat Tabel 2) Tabel 2. Frame Pernyataan Resmi : “Utamakan Keselamatan, Keberangkatan Jamaah Haji 1441 H Dibatalkan” Komponen Framing Pendefinisian masalah

Frame Kemenag RI Pemerintah RI membatalkan keberangkatan jamaah haji di tahun 2020 denggan alasan keselamatan

Penyebab masalah Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia termasuk Arab Saudi, dan lambatnya Arab Saudi dalam memutuskan nasib ibadah haji tahun 2020

Bukti dalam teks “Sesuai amanat Undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jemaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi,” sambungnya (Kemenag RI – pen.) Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah. Selain soal keselamatan, kebijakan diambil karena hingga saat ini Saudi belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1441H/2020M. Akibatnya, Pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 159

Komponen Framing

Frame Kemenag RI

Bukti dalam teks dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah. Padahal persiapan itu penting agar jemaah dapat menyelenggarakan ibadah secara aman dan nyaman.

Rekomendasi penyelesaian masalah

Solusi untuk jamaah haji yang sudah melunasi biaya haji untuk berangkat tahun ini Kemenang menyiapkan sistem informasi untuk memudahkan urusan

Seiring keluarnya kebijakan pembatalan keberangkatan Jemaah ini, jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun ini akan menjadi jemaah haji 1442H/2021M. Setoran pelunasan Bipih yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).….“Setoran pelunasan Bipih juga dapat diminta kembali oleh jemaah haji,” sambungnya. Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag juga telah menyiapakn posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.

Penilaian moral

Kemenag RI mengakui pembatalan haji adalah pilihan yang sulit. Agama juga mengatur bahwa keselamatan merupakan hal utama

Agama sendiri mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan…. “Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian Covid-19 ini segera usai,” pungkas Menag.

Untuk sampel kedua, adalah pernyataan berjudul “Batal Haji 1441H, Jemaah Lunas Bipih Berangkat Tahun Depan” (waktu publikasi : Sabtu, 6 Juni 2020 jam 11:40 WIB) dengan narasumber Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag RI, Muhajirin Janis . Pernyataan ini secara umum berisi tentang nasib dari jamaah haji yang tahun ini gagal berangkat. Ekspos informasi pada bentuk tindakan (promote action) (Enjang, 2020) yang dilakukan Kemenag RI dan dalam situasi krisis memang idealnya publik mendapatkan informasi (the public be informed) (Grunig dan Hunt, dalam Kriyantono, 2015) tentang apa yang harus mereka lakukan. Pernyataan Komunikasi dan Informasi 160 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

resmi ini juga pernyataan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI yang “senada” dengan penjelasna Kemenag RI. Padahal, di sisi lain, DPR mengkritik Kemenag RI yang dinilai terburu-buru dalam memutuskan tidak memberangkatakan haji. Tampilnya pernyataan dari Wakil Ketua Komisi VIII DPR ini merupakan upaya mengekspos “dukungan dari pihak ketiga” (third party endorser) berguna untuk menjaga citra organisasi termasuk di saat krisis (Wasesa dan Macnamara, 2010). Frame yang dominan dalam pernyataan resmi ini adalah remediation yang berisi langkah-langkah Kemenag guna memberikan “ganti rugi” kepada masyarakat yang gagal berangkat ke Tanah Suci, mulai dari opsi pengembalian dana hingga kepastian berangkat haji di tahun berikutnya (Rincian per komponen framing, lihat Tabel 3). Tabel 3. Frame Pernyataan Resmi : “Batal Haji 1441H, Jemaah Lunas Bipih Berangkat Tahun Depan” Komponen Framing

Frame Kemenag RI

Bukti dalam teks

Pendefinisian masalah Kepastian nasib jamaah haji

Kementerian Agama menyampaikan, calon jemaah haji berhak lunas pada musim haji 1441H/2020M akan diberangkatkan tahun depan.

Penyebab masalah

Pemerintah RI tidak memberangkatkan haji tahun 2020 akibat Covid-19

menyusul kebijakan pemerintah untuk membatalkan keberangkatan jemaah haji akibat pandemi Covid-19.

Rekomendasi penyelesaian masalah

Opsi bagi jamaah haji dan konsekuensinya

“Jadi yang dimaksud otomatis pasti berangkat adalah jemaah haji yang berhak lunas tahun ini dan berangkat tahun ini, lalu sudah melunasi, maka tahun depan otomatis dia yang berangkat,” ujar Muhajirin, Sabtu (06/06)….”Jadi kuotanya tidak akan hilang,” imbuhnya. …yang harusnya berangkat 2021, mundur menjadi 2022, dan seterusnya,” ujar Muhajirin. Dengan adanya pembatalan keberangkatan jemaah haji ini, Pemerintah kemudian memberikan dua opsi. Pertama, jemaaah tidak menarik kembali biaya yang telah disetorkan. Atau kedua, jemaah haji dapat menarik Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 161

Komponen Framing

Frame Kemenag RI

Bukti dalam teks setoran pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1441H/2020M. “Tapi perlu diingat, bagi mereka yang menarik setoran pelunasan, maka tahun depan mereka harus kembali melunasi Bipih yang ditetapkan. Karena kalau tidak melunasi, ia dianggap membatalkan keberangkatan hajinya di tahun depan,” ujar Muhajirin. “Jika jemaah menarik seluruh setoran hajinya (setoran awal dan pelunasan), maka otomatis yang bersangkutan membatalkan porsi hajinya,” kata Muhajirin.

Penilaian moral

Pernyataan wakil ketua Komisi VIII DPR RI yang turut memperkuat penjelasan Kemenag RI

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Sadzily. Menurut Ace dalam rapat kerja yang dilaksanakan antara DPR dan Kemenag pada 11 Mei 2020 telah dibahas opsi yang diberikan kepada calon jemaah bila pemberangkatan haji dibatalkan….

Sampel ketiga berisi respon terhadap isu yang beredar bahwa Kemenag RI mencabut keputusan pembatalan keberangkatan jamaah haji pada tahun 2020. Pernyataan berjudul “Karo HDI: Berita Menag Tarik Ucapan Soal Pembatalan Haji itu Hoaks” (waktu publikasi Selasa, 09 Juni 2020, jam 06:54 WIB) menggunakan narasumber Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Setjen Kemenag, Suhaili. Frame dominan adalah clarification dan attack yakni mengklarifikasi isu dan menyatakan bahwa isu tersebut tersebar karena pemberitaan yang keliru (Rincian per komponen framing, lihat Tabel 4).

Komunikasi dan Informasi 162 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Tabel 4. Frame Pernyataan Resmi : ““Karo HDI: Berita Menag Tarik Ucapan Soal Pembatalan Haji itu Hoaks” Komponen Framing

Frame Kemenag RI

Bukti dalam teks

Pendefinisian Sebuah media masalah memberitakan Kemenag menarik keputusan pembatalan pemberangkatan Jamaah Haji Tahun 2020

Berita tersebut diunggah oleh Tribun-Timur. com pada Senin (08/06) malam dengan judul “KABAR GEMBIRA Menag Fachrul Razi Tarik Ucapannya, Ibadah Haji 2020 Bisa Dilaksanakan, Ini Syaratnya”. Dalam berita tersebut disebutkan bahwa Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi memberikan klarifikasi terkait pembatalan keberangkatan calon jemaah haji tahun 2020 yang diputuskan Kemenag beberapa saat lalu.

Penyebab masalah

Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Setjen Kemenag Suhaili menegaskan, berita bahwa Menteri Agama menarik ucapannya terkait pembatalan haji 2020 adalah hoaks atau informasi bohong… “Berita tersebut ditulis secara tidak tepat dengan cara mengutip dari berita media online lainnya, yaitu medcom. Padahal, berita di medcom sudah benar, tertulis dengan judul Karantina 28 Hari Jadi Pertimbangan Peniadaan Haji,” jelas Suhaili di Jakarta, Selasa (09/06), “Berita Menag tarik ucapan soal Pembatalan Haji yang ditulis Tribun itu jelas hoaks atau informasi bohong yang menyesatkan,” tegasnya lagi.

Media melakukan kesalahan dalam pemberitaan. Dalam pernyataan ini disebutkan nama media-nya

Rekomendasi Keputusan Kemenag Menurut Suhaili, keputusan pembatalan penyelesaian sudah final keberangkatan jemaah Indonesia pada masalah penyelenggaraan haji 1441H/2020M itu sudah tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) No 494 tahun 2020. Dalam keputusan itu tidak ada pengandaian bersyarat jika Saudi memutuskan ada penyelenggaraan ibadah haji. Penilaian moral

Jamaah haji asal Indonesia sudah tidak memungkinkan untuk berangkat

Menag Fachrul, lanjut Suhaili, juga tidak pernah menyampaikan pengandain bersyarat seperti itu. Menag justru menjelaskan alasan pembatalan keberangkatan, salah satunya terkait keharusan penerapan protokol kesehatan berupa karantina di masa pandemi yang secara waktu tidak memungkinkan lagi. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 163

Selain analisis teks, temuan lain dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan pemanfaatan website sebagai media komunikasi krisis. Menurut Coombs (2006), ada dua komponen dalam komunikasi krisis yakni isi pesan (content) – sudah dibahas di analisis framingdan form (cara menyampaikan pesan). Cara menyampaikan pesan terdiri dari tiga prinsip yakni : segera (be quick), terbuka (be open) dan konsisten (be consistent). Tiga prinsip ini memiliki irisan dengan prinsip-prinsip CERC yakni be first, be right, be credible, express empathy, promote action, dan show respect (Enjang, 2020). Kemenag RI sudah melakukan prinsip segera dan menjadi yang pertama, dengan mengunggah pernyataan resmi tak lama setelah Menag Fachrul Razy selesai menyampaikan pengumuman. Sikap kesegeraan juga ditunjukkan saat mengekspos pesan mengenai alasan pembatalan haji dan mengonfirmasi isu-isu yang keliru. Hal ini merupakan upaya untuk menjaga kredibilitas Kemenag. Konsistensi ditunjukkan dengan pesan-pesan yang seragam, terutama dalam membingkai penyebab masalah yakni lambannya Arab Saudi dalam memutuskan nasib haji tahun ini. Sementara mempromosikan tindakan ditampilkan lewat pesan-pesan opsi yang dapat dipilih jamaah yang gagal berangkat beserta konsekuensinya. Prinsip menunjukkan empati hanya muncul sedikit dalam pernyataan resmi, yakni ketika Menag menytakan simpatinya kepada mereka yang gagal berangkat. Prinsip keterbukaan tidak terlalu muncul dalam hal ini. Mengacu pada Coombs (2006), ada dua jenis keterbukaan yakni dalam hal keterbukaan data dan kesediaan narasumber untuk dihubungi dengan cara memberikan keterangan soal pihak yang bisa dikontak. Tentang keterbukaan data, Kemenag RI baru menyampaikan data versi mereka. Satu sisi ini memang wajar karena organisasi berusaha membingkai (framing) informasi yang sesuai dengan kepentingan mereka (Kriyantono, 2015), dalam hal ini Kemenag RI menyampaikan informasi yang berisi alasan keputusan pembatalan keberangkatan. Sementara dalam pernyataan resmi, tidak ada informasi kontak (misal nomor telepon atau alamat surat elektronik) yang bisa dihubungi publik atau media jika ingin menindaklanjuti suatu informasi.

Komunikasi dan Informasi 164 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Kesimpulan Pembatalan pemberangkatan jamaah haji dapat menjadi isu yang sensitif dan menimbulkan polemik di Indonesia. Kemenag RI sebagai penanggungjawab penyelengaraan haji di Indonesia telah melakukan langkah-langkah komunikasi krisis sejak awal guna mengantisipasinya. Salah satu media komunikasi yang dimanfaatkan adalah situsweb resmi lembaga untuk menyampaikan pernyataan-pernyataan resmi. Dengan situsweb resmi, maka organisasi dapat menyampaikan pesan dengan segera dan utuh (jika dibandingkan konferensi pers, di mana media massa akan memberitakan pernyataan resmi itu sesuai dengan kebihakan redaksi masing-masing). Dari isi pesan, Kemenag RI secara konsisten mengekspos alasan membatalkan memberangkatkan jamaah haji Indonesia. Tulisan ini masih memiliki keterbatasan karena hanya menganalisis tiga pernyataan resmi sebagai sampel dan hanya dari satu platform yakni situsweb resmi, sehingga kesimpulan yang diambil masih bersifat awal dan perlu pendalaman lebih lanjut. Keterbatasan lain adalah pernyataan resmi yang dianalisis adalah sebelum ada keputusan resmi Arab Saudi mengenai haji 2020 (Catatan penulis : tulisan dikirim pada tim editor pada 21 Juni 2020). Tentunya apa pun keputusan Arab Saudi nantinya, Kemenag RI perlu memberikan respon dan penjelasan kepada publik di Tanah Air. Untuk penelitian selanjutnya dapat diperluas ke platform media lain misalkan akun media sosial resmi Kemenag RI. Selain itu juga dapat dikembangkan dengan membandingkan antara frame organisasi dengan frame media dan/atau frame publik (Kriyantono, 2015). Frame media dengan meneliti pemberitaan media massa, sementara frame publik dapat dilakukan dengan cara meneliti bagaimana trend pembicaraan isu ini di dunia maya dengan tagar-tagar tertentu. Berdasarkan frame media dan/atau frame publik maka dapat diketahui apakah apa yang disampaikan organisasi mendapatkan dukungan atau justru penolakan dari media atau publik.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 165

Daftar Pustaka Buku/jurnal/makalah/laporan penelitian Coombs, Timothy W (2006) “Crisis Management: A Communicative Approach” dalam Carl H.Botan dan Vincent Hazelton (Editor) Public Relations Theory II. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbraum Associates Dickmann, Petra et al (2014) “Risk Communication and Crisis Communication in Infectious Disease Outbreaks in Germany: What Is Being Done, and What Needs to be Done”. Society for Disaster Medicine and Public Health, Inc. DOI: 10.1017/dmp.2014.36 Enjang AS; Wibawa, Darajat; Wahab, Encep Dul ; Muslim, Acep (2020) Mendorong Penerapan Crisis and Emergency Risk Communication (CERC) untuk Mengatasi Pandemi Covid 19 di Indonesia. Digital Library UIN Sunan Gunung Djati http://digilib.uinsgd.ac.id/30723/ Freimuth, Vicki S. et al (2008) Action, Not Talk: A Simulation of Risk Communication During the First Hours of a Pandemic. Health Promotion Practice, Vol. 9, No. 4, Crisis and Emergency Risk Communication for Pandemic Influenza (October) : 35S-44S : Sage Publications, Inc. https://www.jstor.org/stable/26736828 Kriyantono, Rahmat (2014) Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktik. Jakarta : Kencana Kriyantono, Rahmat (2015) Public Relations, Issue & Crisis Management :Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi Kritis, & Kualitatif. Jakarta : Kencana Monggilo, Zainuddin Muda Z (2020) Komunikasi Publik Pemerintah Masa COVID-19: Telaah Kritis Sistem Informasi Publik” dalam buku Tata Kelola Penangangan Covid-19 di Indonesia: Kajian Awal. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta Prastya, Narayana Mahendra (2011) “Komunikasi Krisis di Era New Media dan Social Media” Jurnal Komunikasi Vol.6, No.1, Oktober : 1-20 Prastya, Narayana Mahendra (2016) “Analisis Framing dalam Riset Public Relations” Informasi : Jurnal Kajian Ilmu Komunikasi, Vol 46, No 2 Desember : 193-204 (DOI: https://doi.org/10.21831/ informasi.v46i2.10565 ) Komunikasi dan Informasi 166 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Reynolds, Barbara & Quinn, Sandra C (2008) Effective Communication During an Influenza Pandemic: The Value of Using a Crisis and Emergency Risk Communication Framework. Health Promotion Practice, Vol. 9, No. 4, Crisis and Emergency Risk Communication for Pandemic Influenza (October) : 13S-17S : Sage Publications, Inc. https://www.jstor.org/stable/26736825 Stephens, Keri K; Malone, Patty Callish dan Bailey, Chrstine M (2005) “Communicating with Stakeholders During A Crisis : Evaluating Message Strategies” Journal of Business Communication, Volume 42, Number 4, October 2005 : 390-419 (DOI: 10.1177/0021943605279057) Ulmer, Robert R; Sellnow, Timothy L; Seeger, Matthew W (2011) Effective Crisis Communication: Moving From Crisis to Opportunity. Thousand Oaks: SAGE Wasesa, Silih Agung & Macnamara, Jim (2010) Strategi Public Relations. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Situs Web Resmi Lembaga Al-Asyhar, Thobib (2020) “Memahami Psikologi Calon Haji Tahun 2020”. Tulisan Opini di Kemenag.go.id, tanggal publikasi : 6 Juni 2020. URL: https://kemenag.go.id/berita/read/513470/ memahami-psikologi-calon-haji-tahun-2020, tanggal akses 10 Juni 2020 Laporan Sidang Komisi VIII DPR RI, Rapat Kerja dengan Menteri Agama RI, Kamis 18 Juni 2020. URL : http://dpr.go.id/dokakd/ dokumen/K8-14-46d77ea0fca906318e7df2cf2e26b4c4.pdf, tanggal akses 19 Juni 2020 Media Massa Widiyani, Rosmiha (2020) “Seperti Indonesia, 7 Negara Ini Juga Batal Berangkatkan Haji 2020” detik.com, 12 Juni 2020. URL : https:// news.detik.com/berita/d-5051386/seperti-indonesia-7-negaraini-juga-batal-berangkatkan-haji-2020, tanggal akses 20 Juni 2020 Yuniar, Resty Woro (2020) Haji: Polemik ibadah haji batal tahun ini, dari hoaks dana haji sampai Aceh ingin berangkatkan jemaah haji sendiri. BBC Indonesia, 19 Juni 2020. URL : https://www.bbc. com/indonesia/majalah-53096726 , tanggal akses 20 Juni 2020 Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 167

BISING POLITIK DALAM KOMUNIKASI MENGATASI PANDEMI COVID-19 Udi Rusadi

Peristiwa bencana baik alam maupun non alam dalam proses mitigasinya akan melibatkan berbagai unsur antara lain pemerintah, organisasi politik, aparat keamanan dan masyarakat. Oleh karena itu perisitwa bencana sering menjadi panggung berbagai kepentingan berbagai pihak. Ketika bencana Kartrina terjadi di Amerika, sebuah riset (Tierney et al., 2006) melaporkan, dalam proses penanganan bencana tersirat ada ekspose keterlibatan militer dalam proses mitigasi bencana. Melalui mitigasi Badai Katrina, militer menunjukkan legitimasinya dan ingin menunjukkan agar militer diakui sebagai kekuatan di Amerika Serikat. Hal yang sama ketika terjadi bencana gempa bumi di Cina yaitu di Wenchuan tahun 2008 (Yin & Wang, 2010), ekspose media memberikan penekanan pada peranan Pemerintahan Komunis Cina dalam memberikan kepedulian dengan memusatkan perhatian pada rakyatnya, sehigga proses mitigasi bencana menjadi panggung untuk melegitimasi kekuatan politik pemerintahan. Khusus dalam kasus persebaran wabah Sars tahun 2003 yang menyebar ke berbagai wilayah di dunia, pemberitaan media global dalam melaporkan wabah Sars, mengungkapkan pengukuhan polarisasi kekuatan politik. Melalui riset media (Joye & Joye, 2010) terungkap ada deferesiansi siapa yang termasuk dalam in group (us) dan siapa kelompok lainnya (other). Kelompok in group yaitu kelompok negara-negara barat yang ditempatkan sebagai kelopok positif yang berhasil menangani dan mengontrol situasi bencana dan sebagai kelompok lainnya yaitu negara negara blok timur sebagai negara yang memiliki citra negatif yaitu negara-negara yang tidak bisa menangani bencana secara baik. Polarisasi ini membangun citra negara-negara barat sebagai kelompok yang beradab dan kelompok lainnya yang kacau. Pemberitaan mengenai wabah Sars, oleh media barat, membangun praktik diskursif yang menciptakan dan mereproduksi pandangan yang cenderung Euro-American-centrist. Komunikasi dan Informasi 168 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Tiga studi terebut, paling tidak menyiratkan dalam realitas peristiwa bencana terdapat isu isu sosial, politik dan ekonomi yang menjadi perhatian masyarakat dan media. Berbagai opini berkembang tentang bencana yang diproduksi media. Fenomena yang digambarkan di atas, juga telihat dalam peristiwa Bencana pandemi Covid19 yang merupakan bencana wabah penyakit yang belum ada vaksin dan obat yang mempunyai kepastian bisa menyebuhkannya. Persebarannya sudah dinyatakan sebagai pandemic. Sampai tanggal 28 Juni 2020 telah menginveksi 9.653.048 orang di 216 negara dan yang dinyatakan meninggal mencapai 491.128 orang. Di Indonesia yang terkonfirmasi positif sebanyak 54.010 dan yang meninggal sebanyak 2.754 orang (www. Covid19.go.id). Lamanya persebaran virus telah mengganggu kehidupan masyarakat, sehingga untuk mengadapi pandemi Covid-19, harus semakin fokus dan sungguh sunggguh dilakukan. Permasalahan pandemi Covid-19 ini bukan saja merupakan pemasalahan kesehatan tetapi juga menimbulkan implikasi terhadap bidang ekonomi, sosial budaya dan bahkan politik. Tulisan ini akan melihat dari sisi lain yaitu masalahan kebisingan dalam proses komunikasi dalam menghadapi pandemi Covid-19. Bagi pemerintah dan gugus tugas Covid-19, ingin fokus pada bagaimana melakukan upaya menghentikan pesebaran virus Covid-19dan bagaimana proses perawatan korban Covid-19, tertangani dengan baik. Bagi masyarakat juga ingin fokus bagaimana bisa melakukan upaya agar terhindar dari wabah korona baik melalui perilaku sehat sesuai dengan standar WHO, dan bisa melanjutkan kehidupan mereka dengan sehat dan selamat. Ditengah fokus tersebut berkembang kritikkritik baik terhadap penanganan bencana maupun dalam praktik komunikasinya. Selain itu juga berkembang isu-isu lain yang terkait dan tidak terkait langsung yang menjadi pembicaraan dan menjadi viral di media social. Artikel ini akan membahas, apakah berbagi isu dan kritik yang berkembang merupakan sebuah kebisingan terhadap focus melakukan mitigasi bencana, dan apakah juga merupakan kebisingan dalam proses demokrasi. Memahami konsep bising (noise) dalam proses komunikasi, akan merujuk pada model komunikasi yang dasar dan linier, yaitu model komunikasi matematika yang dikemukakan Shannon and Weaver’s tahun 1949 (dalam Fiske, 1990), yang menjelaskan bahwa proses Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 169

komunikasi merupakan sebuah proses mentranfer pesan dari pengirim ke penerima. Mode Shannon ini mengacu pada proses transmisi tanda-tanda dalam proses telekomukasi dari mengirim kepada penerima sinyal atau tanda-tanda. Dalam proses penerimaan tersebut dimungkinkan terdapat kebisingan atau noise yang menyebabkan code yang dikirim tidak bisa di decode, oleh penerima. Dalam proses tersebut bising adalah segala sesuatu yang ditambahkan ke sinyal dalam proses transmisi dari pengirim ke kepada penerima sehigga signal yang diterima tidak seperti yang dimaksudkan oleh sumbernya. Distorsi ini terjadi karena faktor fisik/teknis tapi bisa disebabkan adanya gangguan semantik, yaitu pengguaan kata atau diksi atau istilah istilah yang tidak sesuai dengan bahasa penerima, sehingga bisa ditafsirkan berbeda. Dengan model Shannon, akan digunakan sebagai keranga analisis, untuk melihat apakah ada kebisingan dalam proses komunikasi dalam menangani bencana Covid19. Untuk menganailisis gangguan luar, akan menggunakan teori bising sebagai sebuah metafora musik, sebagaimana dikemukkan oleh Attali (2009) dalam bukunya Noise, The Political Econmy of Music. Attali tidak berteori tentang musik tetapi berteori melalui musik. Musik bagi nya merupakan sebuah metafora dari suatu realitas yang kredibel, dan menolak pandangan metafora yang retoris. Bagi Attali, metafora yang dimaksud seperti seorang penyair yaitu mengungkapan metaforis sebagai sebuah refleksi realitas dan baginya musik adalah permainan cermin, setiap aktivitas direfleksikan, didefinisikan, direkam, dan terdistorsi. Dalam konteks politik, bising bukanlah suatu yang hanya sekedar warna dan bentuk tetapi merupakan sebuah suara dan pengaturan yang akan menjadi pertujukkan bagi masyarakat. Dengan adanya kebisingan maka lahir gangguan atau kebalikannya merupakan sebuah dunia yang diharapkan. Dengan musik bisa lahir kekuatan atau kebalikannya suatu subversi. Dengan kerangka ini suatu kebisingan yang timbul dalam proses menangani bencana Covid-19 bisa merupakan sebuah kekutan atau ganguan yang subversif. Sebagaimana dalam musik suara dari berbagai alat musik menciptakan atau mengkonsolidasikan kekuatan. Semua instrumen tersebut merupakan elemen kekuatan dalam masyarakat dan menjadi penghubung kekuatan sentral dengan mayarakatnya. Oleh karena dalam teori kekuasaan, kuasa itu dibangun dengan melokalisasi kebisingan. Komunikasi dan Informasi 170 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Dalam rangka lokalisasi tersebut senjata kekuasaan adalah menguping, menyensor, merekam, dan mengawasi. Teknologi mendengarkan dalam, memesan, mentransmisikan, dan merekam kebisingan adalah jantung dari peralatan ini yang dimiliki oleh apparatus (Attali, 2009) Pada negara modern melakukan praktik raksasa kebisinngan dengan menjalakan politik monopoli atau praktek-praktek otoriter, pada saat yang sama menciptakan perangkat penguping untuk membungkam suara bising, sehingga bisa dilokalisasi untuk melanggengkan keuasaannya. Dalam praktik demokrasi setiap ungkapan penyataan, mencoba membangun politik bising putih (political white noise), yaitu dengan manambah atau megembangkan berbagai konteks situasi yang sepertinya akan menghalangi namun malah menunjukkan makna yang disampaikan. Bising putih, diproduksi agar masyarakat memahami ensensi produknya. Ia masih menerima upaya yang disampaikan walu pun sudah mengalami reduksi. Apa yang dilakukan politisi dalam melakukan politik bising putih, ialah dengan memperbayak atau melebihkan informasi yang disampaikan untuk menutupi apa yang tidak ingin ketahui dari dirinya. Dari perpsekif penerima maka, masyarakat bisa memperoleh informasi sebenarnya yang tidak dicari, sebagaimana dikatakan Yudith Butler, “mendengar di luar apa yang dapat kita dengar’ untuk membedakan di antara derau kebisingan dengan nada yang lebih tenang dari biasanya” (Buchan, 2012) Kebisingan Semantik. Walapun pada awalnya model Shannon dan Weaver fokus pada pada permalahan teknis dalam komunikasi tapi kemudian model ini berkembang pada tahapan semantik dan efek komunikasi (Fiske, 1990;Poore & Chrisman, 2006). Shannon dan Weaver, mengindentikasi bising dalam dua tahapan yang akan menentukan apakah komunikasi yang dilakukukan akan efektif. Pertama pada permalahan teknis yaitu pada proses transmisi pesan dari pengirim kepada penerima seberapa akurat pesan diterima. Gangguan bisa berupa bunyi-bunyian yang berisik dari saluran komunikasi yang mengalirkan pesan yang mempengaruhi penerimaan pesan. Pada fase kedua, merupakan ganguan semantik berasal dari pesan yang diproduksi oleh pengirim pesan, yang bisa menyebakan pesan yang diterima tidak tepat seperti yang dimaksud oleh penyampai pesan. Gangguan semantik juga bisa karena adanya perbedaan sistem tanda penerima dangan pengirim. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 171

Dalam koteks komunikasi dalam menangani bencana Covid 19 di Indonesia, telah terjadi kebisingan dalam proses pengiriman pesan dari pemerintah kepada masyarakat. Salah satu Kebisingan terjadi adalah adanya kerancuan semantik, yaitu penggunaan diksi dalam penyampaian informasi kebijakan tentang mudik. Pada awalnya, pemerintah menjelang datangnya bulan Ramadhan 1441 Hijriah, mengeluarkan kebijakan tentang mudik hanya bersifat himbauan, “Masyarakat dihimbau tidak mudik”. Namun demikian pernyataan pemerintah beikutnya, “tidak ada larangan mudik” dengan penjelasan jika langsung berstatus menjadi orang dalam pemantauan (ODP). Masih di hari yang sama, pemerintah menjelaskan akan Kampanyekan Imbauan Jangan Mudik untuk mencegah penyebaran virus Corona penyebab Covid-19 yang kemungkinan akan dibawa pemudik ke kampung. Pada pernyataan pertama, menitik beratkan pada ungkapan himbauan agar masyarakat tidak mudik. Walaupun, bersihat imbauan paling tidak dalam kognisi masyarakat, adalah tidak mudik sebagai pilihan utama yang ditawarkan. Namun demikian dalam pernyataan kedua, ungkapan yang dominan adalah mudik tidak dilarang. Artinya memberikan penekanan makna “boleh” (tidak dilarang) mudik. Diksi ini akan mendorong masyarakat akan mencari jalan dan berupaya untuk melakukan mudik. Seharusnya jika dalam sebuah strategi komunikasi dengan harapakan agar masyarakat tidak mudik, harus konsisten tidak ada diksi yang memperlemah persuasi himbauan tidak mudik dengan mengatakan bahwa mudik tidak dilarang. Diksi ini justru akan mendorong masyarakat untuk mecari celah melakukan mudik. Walau pun ada akhirnya pemerintah secara resmi melarang mudik lebaran. Pernyataan lain yang menimbukan kebingungan semantik, “mudik dilarang” versus “pulang kampung boleh”. Di sini ada dua istilah yang dipandang membingungkan, yaitu penggunana kata “pulang kampung” dan “mudik”. Dari perspektif si penyampai kedua ungkapan tersebut memiliki perbedaan yaitu pulang kampung ditujukan kepada kepada masyarakat yang sekarang sudah tidak ada usaha lagi, dan anak istri dan keluarganya ada di kampung. Sedangkan mudik artinya kembali ke udik untuk tujuan tertentu, misalnya untuk merayakan Hari Raya Indul Fitri. Namun dari perspektif menerima penggunaan istilah itu diterima Komunikasi dan Informasi 172 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dengan kebingungan . Kedua istilah itu dalam praktek masyarakat sering digunakan secara bergantian, terkadang menggunakan pulang kampung terkadang menggunakan mudik, dalam kegiatan yang sama yaitu bepergian kampung halamannya baik untuk tujuan selamannya tidak kembali lagi atau untuk sementara dalam peristiwa tertentu dan akan kembali lagi. Tiga diksi dalam pernyataan pemerintah, “dihimbau tidak mudik” ; “Tidak ada larangan mudik” “Pulang kampung boleh, mudik dilarang” merupakan kebisingan semantik yang diciptakan oleh pemerintah yang menimbulkan efek kebingungan masyarakat. Selain efek tersebut juga pada akhirnya dalam konteks relasi pemerintah dan rakyat menimbukan efek politik, yaitu respon dari LSM, anggota DPR, politisi yang menyimpulkan pemerintah “mencla mencle”. Gambaran komunikasi tersebut jika terjadi terus menerus, tidak saja akan mendeligimiasi proses komunikasi dalam penanganan covid19, tapi akan mendelegitmasi kekusaan pemerintah. Bising Kekuatan versus Bising Subversif Dalam ekonomi politik musik, negara bisa dianggap sebuah organisasi orkestra yang berusaha menggelar pertunjukkan yang penuh harmoni dan melahirkan suara yang bisa memberian kepuasan kepada semua pihak termasuk masyarakat. Dalam musik juga dikenal ada bising atau noise, yang bisa memberikan kekuatan atau juga menjadi gangguan atau subversi (Attali, 2009). Ketika negara sedang memusatkan perhatian terhadap isu bersama, yaitu pandemi Covid-19, diharapkan semua instrument penyelenggara negara yaitu Lembaga eksekutif, legislative, yudikatif dan masyarakat sendiri, berfikir bersama, bekerjasama untuk mengatasi permalahan pesebaran wabah Covid-19. Ada banyak isu yang berkembang, sejak muculnya wabah Covid19, antara lain konflik kepentingan Staf khusus Presiden, Tenaga Kerja Asing (TKA) China, Pemecatan (pemakzulan) presiden, Bangkitnya PKI, Undang Undang Haluan Ideologi Pancasilah (HIP). Pertanyaannnya apakah isu tersebut merupakan sebuah kebisingan dalam komunikasi mengatasi bencana covid 19, apakah bising tersebut merupakan sebuah kekuatan atau gangguan (subversif).Pada artikel ini hanya akan dibahas, isu konflik kepentigan Staf khusus Presiden, TKA Cina dan Pemakzulan Presiden. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 173

Isu Staf khusus Presiden menjadi wacana publik, ada dua. Pertama, isu kartu prakerja, yaitu program pelatihan online kepada korban PKH akibat Covid-19. Yang menjadi permasalahan ialah pelakana pelatihan itu oleh perusahaan yang CEO-nya adalah staf khusus presiden dari kaum milenial, Andi Taufan Garuda Putra, dengan aplikasi Ruang Guru. Praktik ini menimbulkan berbagai pendapat yang isinya berupa kecurigaan akan menjadi ajang praktik korupsi, adanya abuse of power power. Kasus yang kedua ialah aktifitas yang diakukan Andi Taufan (Staf Khusus Presiden Milienial). Polemik itu muncul setelah Andi mengirim surat berkop Sekretariat Kabinet kepada para camat di Indonesia. Dalam surat per tanggal 1 April itu, Andi meminta camat mendukung petugas lapangan Amartha yang akan turut memberikan edukasi kepada masyarakat di desa terkait Covid-19. Aktivitas staf khusus tersebut mendapat kritik antara lain, sebagai bentuk peyalahgunaan kekuasaan untuk memperoleh keuntungan, praktik yang aneh dan konflik kepentingan. Berbagai desakan agar staf khusus tersebut di pecat dan diusut. Ramainya isu ke dua staf khusus presiden tersebut, dinilai akan mengganggu upaya pemerintah dalam mengatasi wabah Covid-19. Tangapan dikemukakan oleh para pakar dan politisi, sementara para pejabat pemerintahan mengklarifikasi, bahwa dalam kasus kartu prakerja sangat terbuka, untuk semua vendor bisa mengajukan usulan penggunaan jasa pelatihan dari untuk para pekerja. Sedangkan untuk kasus penggunaan surat Sekretariat Negara untuk para Camat guna kepentingan perusahaan menurut penjelasan pemerintah, dianggap sebagai sebuah ketidak tahuan dalam administrasi negara. Kasus kedua, ialah Tenaga Kerja Asing dari China (Tiongkok). Pada bulan April tersiar berita akan datang tenaga kerja dari Cina sebanyak 500 orang ke Sulawesi Tenggara. Pada saat itu wabah Covid 19 mulai menyebar di Indonesia sehingga menimbulkan kekhwatiran kepada masyarakat. Pada saat itu Gebernur dan DPRD menolak karena pemerintah sedang berusaha memerangi wabah Covid 19. Reaksi berkembang tidak saja di Sulawesi Tenggara, tapi juga mendapat perhatian dari politisi, pakar nasional dan LSM. Pemerintah (pusat), memberikan penjelasan bahwa kedatangan tengaga kerja itu untuk proyek strategis nasional, masih dalam persiapan yang direncanakan akan mulai aktif pada bulan Juni. Setelah melalui proses, akhirnya Komunikasi dan Informasi 174 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

pada bulan juni Gubernur Sulawesi Tenggara mengizikan kedatangan tenaga kerja tersebut, dengan pertimbangan untuk melanjutkan proyek investasi dan membantu penyerapan tanaga lokal yang medampingi tanaga asing tadi. Penerimaan ini sejalan dengan keputusan Kementerian Kemaritiman dan investasi, untuk menerima tenaga asing, dengan alasan bidang yang akan dikerjakan tenaga asing belum bisa dilakukan tenaga lokal. Reaksi penolakan tidak berhenti. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DPRD-nya menolak, mahasiswa dan elemen masyarakat menolak. Kasus ketiga, ialah isu pemakzulan presiden yang diawali oleh rencana Webinar yang diselenggarakan oleh Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) dengan tema ‘Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’. Rencana tersebut mendapat respon dari Dosen UGM sendiri yaitu dari Fakultas Teknik, Bagas Pujilaksono Widyakanigara menulis di media daring dengan judul ‘Gerakan Makar di UGM Saat Jokowi Sibuk Atasi Covid-19’ Dengan adanya reaksi tersebut kemudian Panita mengubah Rencana webinarmenjadi “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan”. Perubahan judul bertujuan untuk meluruskan anggapan yang mengatakan diskusi tersebut berbau isu makar, tapi mau meluruskan isu isu selama ini, yang menyatakan Presiden bisa dimakzulkan karena menangani wabah Covid 19. Acara belum diselenggarakan tapi kemudian timbul terror terhadap panita, sehingga akhirnya membatalkan seminar. Persitiwa itu kemudian memuncukan isu baru tentang kebebasan pedapat dan demokrasi, yang menghadapi teror dan ancaman. Tentang isu pemakzulan sendiri juga muncul dari dari pernyataan Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarwan yang menanggapi keputusan pemerintah untuk membatakan ibadah Haji tahun 2020, secara sepihak dengan pertimbangan adanya pandemi covid 19. Karena tanpa melalui pembahasan dengan DPR maka dinilai melanggar Undang Undang. Oleh karena itu Munarwan mengusulkan kepada MPR dan DPR untuk melakukan pamakzulan Presiden Joko Widodo. Terakhir, dalam demostrasi penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila, Persaudaraan Alumni (PA) 212 mendesak agar MPR menggelar sidang istimewa untuk memberhentikan Presiden Joko Widodo. Alasannya menurut Ketua Pelaksana Gerakan karena Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 175

Presiden telah membuka peluang besar bangkitnya PKI dan neo komunisme. Pernyataan yang disampaikan Juru bicara FPI dan Ketua pelaksana gerakan tersebut mendapat respon dari pihak pemerintah, politisi, anggota DPR, sebagai suatu yang salah alamat, dan tututan yang tidak berdasar. Ketiga isu tersebut memiliki kaitan dengan isu penanganan covid19. Isu yang pertama terkait langsung upaya usaha mengatasi masalah covdid 19, merupakan suara luar yang berupa kritik karena ada nada sumbang dari praktik penangan kovid 19. Kritik-kritik berupa dugaan adanya penyimpangan kekuasaan yang melibatkan staf khusus presiden. Suara-suara bising yaitu pernyataan pernyataan Lembaga Swadaya Masyarakat, politisi dan pihak pemerintah sendiri. Apakah bising yang berkembang merupakan sebuah kekuatan dalam okestra negara mengatasi bencana Covid 19, atau sebaliknya. Dari perspektif pemerintah bisa jadi telah menggangu pelaksanaan program untuk mengatasi pengangguran akibat Covid 19. Dari perspektif publik, kritik-kritik terhadap praktik pelibatan staf khusus merupakan kritik untuk membangun akuntabilitas publik. Dan efekya adalah pengunduran mereka diri staf khusus presiden. Artinya suara-suara bising tadi telah meluruskan suara sumbang yang yang terjadi. Dengan demikian dari perspektif publik, bising yang terjadi merupakan bising yang memperkuat orchestra dan sebagai politik bising putih (political white noise). Pada isu TKA China, mempunyai dua dimensi yaitu, pada saat penolakan rencana kedatangan tenaga asing China untuk proyek Smelser bulan April, memiliki konteks kuat dengan isu Covid-19, karena pada saat itu isu covid masih pada tahap awal berkembang. Kekhawatiran masyarakat akan penularan Covid-19 dari tenaga asing menjadi logis. Artinya bising yang memperkuat upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. Pada waktu itu, semua elemen di tingkat lokal yaitu Sulawesi Tenggara menolak kedatangan tenaga asing tersebut. Namun pada bulan Juni ketika rencana kedatangan tenaga kerja itu akan diseksekusi, bising berlanjut menjadi isu tenaga kerja, pro dan kontra muncul, baik tingkat lokal maupun nasional. Situasinya wabah Covid-19 sudah masa peloggaran PSBB, sehingga bergeser menjadi isu politik, yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah tentang tenaga kerja. Bisingnya menjadi bising politik, dan yang menjadi sasaran Komunikasi dan Informasi 176 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

adalah kebijakan politik nasional. Kritik pada kebijakan tenaga kerja untuk mengoptimalkan tenaga kerja lokal merupakan bising yang memperkuat kekuasaan negara. Pada kasus yang ketiga, isu pemakzulan Presiden, merupakan bising yang berbiak. Semula soal Tema Webinar, berikutnya ke isu Demokrasi yaitu teror terhadap panita seminar, berikutnya mucul isu pemakzualan dalam konteks berbeda, yaitu suara mermintaan pemakzulan karena keputusan pembatalan ibadah haji sepihak oleh pemerintah dan isu terkait RUU Haluan Ideologi Negara (HIP). Isu tentang tema webinar masih terkait dengan isu Covid 19, karena pro kontra berkaitan dengan pemecatan Presiden di saat pandemi. Dari perspektif penerima, tema ini melahirkan disonansi kognisi, saat Presiden fokus mengatasi pandemi covid 19, yang dibahas pemecatan Presiden. Walau isinya bermaksud meluruskan, tetapi judulnya memjadi bising sebagai teror pada pendengaran (Bailey, 1996) dan masuk dalam memory masyarakat menjadi bising yang menggangu. Ketika berubah mejadi isu teror dan ancaman dalam kebebasan pendapat dan pemakzulan presiden terkait kebijakan pemerintah dan RUU Haluan Ideologi Negara, isu tersebut tidak terkait dengan covid 19, namum bisingnya menjadi bising politik yang memberikan beban tambahan ketika orchestra sedang mengharmonikan suara perlawanan terhadap covid 19. Bising yang murni menyarakan penolakan pada RUU HIP semata bisa dikategorinya bising yang melawan kesenyapan yang dilakukan oleh kekuasaan negara (Bailey, 1996), sebab sebelumnya pada prosesnya sampai menjadi agenda Badan legislatif dan mengirim RUU kepada pemeritah tidak terdengar suara-suara yang mengkritiknya. Isu pemakzulan presiden yang disuarakan Jurubicara FPI dan Ketua aksi persaudaraan Alumi 212, tidak ada kaitannya dengan isu Covid-19, dalam kategori bising ganguan atau yang mensubversi suara upaya upaya mengatasi Covid-19. Membangun Kuasa: Melokalisasi Kebisingan Dalam sebuah pertunjukkan musik apabila terjadi kebisingan, maka berusaha dilokalisasi. Itulah praktik kuasa. Apakah dalam menghadapi wabah Covid-19 di Indonesia terjadi kebisingan ? Dalam bahasan di atas diidentifikasi terdapat kebisingan, baik yang menjadi kekuatan maupun menggangu. Isu isu yang tidak terkait dengan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 177

Covid-19 mensubversi isu yang dihadapi bersama. Reaksi yang berlebih terhadap suatu kebisingan bisa memperluas kebisingan, dan pemerintah tidak melakukan hal tesebut. Dalam kasus staf khusus presiden, maka kebisingan berakhir setelah kedua staf khusus yang menjadi diskusrus mengundurkan diri. Dalam kasus tenaga asing Cina, terdapat pergeseran isu dari kehhawatiran terhadap perluasan rantai penularan Covid-19 ke isu nenaga kerja lokal. Opini yang diproduksi oleh pemerintah daerah dan Pemerintah, bahwa tenaga asing diperlukan untuk menyerap tenaga lokal, dapat dikatakan merupakan upaya meredam (melokalisasi) kebisingan politik, dalam mengurangi gangguan pada fokus pada Covid-19. Dalam isu pemakzulan presiden, pergeseran isu secara sengaja atau tidak merupakan lokalisasi kebisingan, walaupun dalam kategori bising teror terhadap fokus mengatasi Covid-19. Bagaimana cara kuasa berkerja, dalam melokalisasi kebisingan, menurut Attali dengan menguping, menyensor, merekam, dan mengawasi. Aparatus di Indonesia memiliki teknologi kendali kebisingan, sebagaimana terjadi dalam mengahadapi isu-isu Hoax dan ujaran kebencian melalui media sosial. Apakah juga dilakukan dalam menghadapi bising politik menghadapi Covid-19, tulisan ini belum menjangkau aspek ini. Penggunaan teori metafora kebisingan dalam musik dalam konteks komunikasi menghadapi pandemic Covid 19 ini masih merupakan analisis berbaisis teks naratif yang secara metodologis masih belum memadai. Oleh karena itu tulisan ini masih terbuka untuk didiskusikan.

Komunikasi dan Informasi 178 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Attali, J. (2009). Noise. The Political Econmy of Music . Translation by Brian Massumi. Theory and History of Literature, Volume 16 ). Minneapolis: Unversity of Minnesota Press. Bailey, P. (1996). Breaking the Sound Barrier: A historian Listens to noise. Body and Society, 2(2), 49–66. https://doi. org/10.1177/1357034X96002002003 Buchan, B. (2012). Listening for Noise in Political Thought. Cultural Studies Review, 18(3), 36–66. https://doi.org/10.5130/csr. v18i3.2859 Fiske, J. (1990). Introduction To Communication Studies, Second edition (second). Methuen & Co/Ltd. Joye, S., & Joye, S. (2010). News discourses on distant suffering: a Critical Discourse Analysis of the 2003 SARS outbreakak. Discourse & Society, 21(5), 586–601. https://doi. org/10.1177/0957926510373988 Poore, B. S., & Chrisman, N. R. (2006). Order from noise: Toward a social theory of geographic information. Annals of the Association of American Geographers, 96(3), 508–523. https://doi.org/10.1111/ j.1467-8306.2006.00703.x Tierney, K., Bevc, C., Kuligowski, E., Tierney, K., & Bevc, C. (2006). Metaphors Matter : Disaster Myths , Media Frames , and Their Consequences. The Annals of the American Academy of Political and Social Science, 604(March), 57–81. https://doi. org/10.1177/0002716205285589 Yin, L., & Wang, H. (2010). People-centred myth : Representation of the Wenchuan earthquake in China Daily. Discourse & Communication, 4(4), 383–398. https://doi.org/10.1177/1750481310381581

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 179

COMMUNICATION AND NETWORK KRISIS BADAN PENANGGULAN BENCANA INDONESIA PADA ERA TRANSISI COVID-19 DI TWITTER Pipit Fitriyah, dan Ahmad Fatoni

Pendahuluan Virus Covid-19 ditetapkan WHO (World Health Organisation) sebagai sebuah pandemic global pada 11 Maret 2020, akibat meningkatnya kasus pandemi dimulai di kota Wuhan, provinsi Hubei, Cina dan telah membawa banyak tantangan baru bagi kesehatan masyarakat di berbagai negara. Dunia telah mengalami krisis kesehatan masyarakat global dalam 20 tahun terakhir yang disebabkan oleh infeksi virus baru, seperti HIV, subtipe virus Influenza A H1N1, subtipe virus Influenza A H5N1, SARS-CoV1, MERS-CoV, dan Ebola. Namun, kebaruan epidemiologis COVID-19, yang disebabkan oleh strain coronavirus (SARS-CoV2), mengungkapkan kurangnya kesiapan kami karena penyebarannya yang tiba-tiba dan cepat yang membuat banyak pemerintah di seluruh dunia tidak siap. Tidak terkecuali, Indonesia diwakili Presiden Joko Widodo, pada tanggal 2 Maret 2020 menyampaikan informasi bahwa ada dua warga negara Indonesia yang positif virus Covid-19. Kasus tersebut menjadi kasus pertama yang terdeteksi. Dalam penanganan bencana virus corona (Covid-19), Presiden Joko Widodo membentuk tim reaksi cepat penanganan, dipimpin Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam melakukan penanggulangan bencana sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pada UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang dimaksud bencana terdiri dari bencana alam, nonalam dan sosial. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Dalam Komunikasi dan Informasi 180 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

hal ini penyakit coronavirus (covid-19) termasuk bencana nonalam yang sudah ditingkat pandemi sesuai dengan pernyataan WHO. (bnpb. go.id). Fokus ulang langkah pemerintah untuk menekan virus, menurunkan dan menunda puncak ancaman pandemic gelombang ke-2 adalah penting. Langkah-langkah yang tidak terkontrol akan mengarah pada peningkatan cepat dalam jumlah kasus, mencapai puncaknya lebih awal dan membutuhkan lebih banyak kapasitas sistem perawatan kesehatan untuk merespons, sementara langkahlangkah kontrol yang ketat diterapkan lebih awal akan membantu menurunkan jumlah kasus, menunda mencapai puncaknya dan perlu banyak kapasitas yang lebih rendah dari sistem perawatan Kesehatan. Pemerintah Indonesia selama ini telah mempersiapkan lebih dari 100 rumah sakit untuk merawat pasien positif Covid-19. Otoritas keselamatan masyarakat menjadi tanggung jawab langsung pemerintah, dalam hal ini BNPB Indonesia untuk mengelola krisis Covid-19 dan mempersiapkan rencana pasca-krisis dan langkahlangkah darurat untuk berbagai skenario krisis yang akan terjadi di era transisi Covid-19. Merencanakan berbagai strategi untuk potensi risiko atau skenario bencana Covid-19 gelombang ke-2 dan menetapkan pedoman/protokol umum untuk komunikasi krisis. Seperti fenomena yang akan peneliti bahas terkait otoritas-otoritas tersebut harus dengan cepat menyesuaikan respon di lapangan, mengingat bahwa tidak ada rencana yang meramalkan bencana yang sedemikian komprehensif, yang diperparah oleh kesenjangan digital yang besar dan masalahmasalah yang terkait dengan tingkat literasi korban bencana Covid-19. Laman website BNPB Indonesia menyatakan sejak kondisi wabah penyakit virus corona sudah merebak di Wuhan China, sehingga Pemerintah Indonesia mengevakuasi 238 WNI pulang ke Indonesia dan diobservasi di Pulau Natuna. Untuk mendukung penanganan tersebut memerlukan dukungan penanggulangan bencana secara darurat dan cepat serta dukungan Dana Siap Pakai (DSP) BNPB. Bentukan komunikasi krisis BNPB Indonesia dalam penanganan covid-19 memanfaatkan media sosial twitter, sebagai saluran dan media yang digunakan untuk berkomunikasi dalam menyebarkan informasi terbaru mengenai covid-19. Figure 1 dibawah ini menunjukan Akun @BNPB_Indonesia resmi bergabung di twitter Agustus, 2011. Dengan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 181

288,5K following dan 316,2K followers cukup aktif dengan 40,5K Tweets dalam menyampaikan informasi ke publik, terutama dalam perkembangan pandemic Covid-19.

Gambar 1. Profil Akun Twitter @BNPB_Indonesia

Munculnya media sosial membawa impikasi yang luas untuk BNPB Indonesia dalam menangani krisis. Ketersediaan media baru dalam hal ini media sosial Twitter telah meningkat pesat dalam dekade terakhir ini dan memperluas pilihan komunikasi BNPB Indonesia selama krisis, yang tidak lagi terbatas pada media tradisional untuk berkomunikasi dengan stakeholders dan masyarakat. Akun Twitter @BNPB_Indonesia merupakan cara yang efektif dan sangat mudah diakses untuk menyediakan informasi kepada masyarakat yang beragam selama krisis yang sedang berlangsung. Penelitian ini menjelaskan network komunikasi krisis BNPB_Indonesia pandemic Covid-19 di era transisi. Media social Twitter memungkinkan BNPB Indonesia membuat content dan membuat topik-topik tertentu yang menjadi popular dengan difasilitasi penyebaran informasi yang lebih cepat dan memungkinkan dari berbagai perspektif untuk dibagikan dan didistibusikan di media social. BNPB Indonesia membagikan informasi di Twitter dalam bentuk text, gambar, dan video dengan menggunakan hashtag #BersamaLawanCovid19 untuk mengelompokan informasi di Twitter. Komunikasi dan Informasi 182 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Komunikasi Krisis di Media Sosial Twitter Coombs dan Holladay (2010) melihat internet sebagai salah satu pilihan bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan cepat dengan pemangku kepentingan mereka dalam situasi krisis. Menurut mereka, perkembangan internet memiliki pengaruh signifikan terhadap komunikasi korporat. Kecepatan dan kesederhanaan pertukaran informasi tidak hanya memudahkan bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan mereka, hal itu juga telah mengubah harapan para stakeholders. Waktu menjadi elemen penting dalam komunikasi krisis dan pemangku kepentingan sekarang memiliki harapan yang lebih besar dari informasi segera mungkin tentang peristiwa krisis. Jaringan sosial seperti blog, Twitter, Podcast, dan YouTube juga semakin banyak digunakan untuk mendistribusikan pesan, membangun dialog, atau melanjutkan percakapan dengan para stakeholders. Cara lain untuk menggunakan media sosial adalah untuk memindai tandatanda krisis berkembang. Blog, video, atau kelompok pelanggan di Facebook memberikan informasi penting tentang bagaimana memandang stakeholder organisasi. Sekarang organisasi menggunakan media baru untuk berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan mereka dalam situasi krisis. Pemangku kepentingan sendiri bisa digunakan, misalnya, blog untuk berkomunikasi dan bertukar informasi, tidak hanya dengan organisasi, tetapi juga dengan para pemangku kepentingan lainnya, tanpa dibatasi oleh geografi (Coombs, 2008; Stephens dan Malone, 2010). Menurut Fraustino, Liu, dan Jin (2012), media sosial adalah “media digital interaktif yang memungkinkan pengguna konten dapat menghasilkan, memanipulasi, atau mempengaruhi orang lain yang menggunakan media yang sama. Dari perspektif public relations, Wright dan Hinson (2009) mengoperasionalkan media sosial secara luas sebagai alat dan aplikasi digital yang memfasilitasi komunikasi interaktif dan pertukaran konten antara publik dan organisasi. Maraknya media sosial telah mengubah lanskap komunikasi krisis setidaknya dalam dua hal penting. Pertama, media sosial bisa menjadi sumber atau asal mula krisis organisasi, seperti kampanye atau pesan media sosial yang tidak dirancang dengan baik atau buruk yang merusak reputasi organisasi. Kedua, platform media sosial telah menjadi kendaraan utama untuk merusak transmisi rumor, berbagi opini negatif, dan agregasi emosi negatif mengenai sebuah organisasi (Austin & Jin, 2016). Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 183

Social Network Analysis Tsvettovat dan Kouznetsov (2013) mendefinisikan Social Network Analysis (SNA) merupakan sebuah studi yang mempelajari hubungan manusia dengan memanfaatkan teori graf (Susanto, Herlina, & Chrismanto, 2012). Perspektif jaringan memfokuskan pada hubungan antar actor seperti hubungan yang terjadi saat masyarakat bertukar informasi mengenai bencana. Terdapat karakteristik penting dalam penelitian jaringan (Marin & Wellman, 2011). Pertama, memberikan perhatian pada relasi bukan atribut. Kedua, berfokus pada jaringan bukan kelompok (grup). Ketiga, perlunya suatu konteks relasional tertentu agar relasi jadi bermakna. Hanneman dan Riddle mengatakan sebuah jaringan memiliki aktor-aktor yang berposisi penting yang dapat memberikan keuntungan maupun kerugian tersendiri (Galuh, 2013). Ketika menganalisis sebuah jaringan akan terlihat hubungan atau link yang terasal dari komunikasi antar individu atau kelompok (Littejohn & Foss, 2009). Social Network Analysis (SNA) memiliki beberapa level analisis yang dapat dilakukan seperti level aktor, level kelompok dan level sistem. Analisis Level Aktor pada jaringan utuh (complete network) ukuran yang dipakai adalah sentralitas. Ada empat ukuran sentralitas yang paling banyak dipakai, yakni sentralitas tingkatan (degree), kedekatan (closeness), keperantaraan (betweenness), dan eigenvektor (eigenvector). Pada level sistem ukuran yang biasa digunakan adalah kepadatan (density), resiprositas (reciprocity), diameter dan jarak (distance), sentralitas (centralization) (Eriyanto, 2014). Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yang berangkat dari paradigma post-positivisme. Paradigma ini memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang kompleks, penuh makna, holistic, dinamis dan hubungan gejala bersifat interaktif [CITATION Sug11 \l 1033 ]. Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu 23-25 Juni 2020 dimana Indonesia memasuki era transisi krisis pandemi Covid19. Penelitian ini menggunakan metode analisis jaringan komunikasi yang akan menggambarkan pola dalam bentuk struktur dalam jaringan. Penelitian ini menggunakan analisis tingkat aktor dan level. Level aktor digunakan untuk menemukan aktor utama dalam komunikasi krisis ini dan aktor yang memiliki pengaruh Komunikasi dan Informasi 184 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dalam jaringan dan level sistem menggambarkan jaringan secara keseluruhan pada struktur jaringan. Ada beberapa jenis pengukuran yang digunakan untuk level aktor pengukuran menggunakan degree, closeness, betweenness dan eigenvector. Sedangkan untuk level system pengukuran menggunakan jumlah cluster, diameter, density, reprocity, centralization dan modularity. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif (Samatan, 2017). Data yang digunakan sebagai sampel berjumlah 1000 Tweets. Proses analisis dan crawlling data Twitter menggunakan Netlytic.org dan software Gephi. Netlytic dan Gephi secara automatis dapat membuat rantai jaringan berdasarkan nama-nama akun Twitter dan memunculkan data-data yang dapat digunakan untuk menganalisis pada level sistem dan aktor. Struktur Jaringan Komunikasi Gambaran umum dari jaringan secara utuh dapat dilihat dari sturktur jaringan komunikasi yang terbentuk. Struktur jaringan melibatkan aktor-aktor dan relasi di antara semua aktor dalam jaringan. 716 aktor diidentifikasi terdapat dalam jaringan. Aktor-aktor tersebut teribat aktif dalam proses pertukaran informasi pada komunikasi yang dilakukan BNPB pada masa pandemi. Gambar 2 memperlihatkan pola jaringan yang terbentuk dalam komunikasi krisis Covid-19.

Gambar 2. Visualisasi jaringan krisis BNPB Indonesia (@BNPB_Indonesia) di Twitter Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 185

Secara keseluruhan, kepadatan (density) dari jaringan komunikasi yang dibentuk oleh 736 aktor tersebut yaitu 0.0048. Kepadatan (density) menggambarkan seberapa baik aktor-aktor berinteraksi (Eriyanto, 2014). Rendahnya angka kepadatan, menggambarkan relasi di antara semua aktor dalam jaringan tidak berlangsung dengan baik. Relasi yang tidak baik itu terjadi karena intensitas komunikasi yang sangat rendah sehingga arus informasi yang ada dalam jaringan ini sangat lambat. Kepadatan jaringan sempurna (nilai = 1) terjadi ketika semua aktor dalam jaringan satu sama lain dapat menjalin komunikasi dan membuat kontak (Eriyanto, 2014). Interaksi yang intensif hanya dilakukan oleh beberapa orang/akun. Dapat disimpulkan bahwa jaringan dalam akun @BNPB_Indonesia relative renggang dan tidak erat. Tabel 1: Network Properties by Netlytic.org

Network Properties Diameter

4

Density

0.004823

Reprocity

0.027600

Centralization

0.295300

Modularity

0.531700

Jaringan komunikasi krisis pada BNPB Indonesia memiliki diameter sebesar 4 point. Hal ini menjelaskan bahwa jarak terjauh yang dibutuhkan oleh aktor satu untuk menuju aktor lain sejauh 4 langkah. Reciprocity menunjukan tingkat mutualitas komunikasi antar aktor dalam jaringan komunikasi krisis BNPB Indonesia. Nilai 0 pada reciprocity jaringan ini menunjukan bahwa relasi komunikasi yang terjadi hanya satu arah dan komunikasi dua arah tidak terjadi karena aktor-aktor besar atau akun pemerintah tidak membalas pesan dari akun masyarakat yang ditujukan kepada mereka. Hal ini sama seperti akun @infoBMKG yang hanya digunakan untuk media informasi mengenai cuaca, iklim dan gempa bumi (Fatoni, 2019). Centralization dalam jaringan ini bernilai rendah (0.184000) yang menunjukan informasi di jaringan #BersamaLawanCovid19 tidak didominasi oleh 1 aktor. Actor-aktor dalam jaringan ini saling memberikan informasi kepada actor lain dalam jaringan. Dalam Komunikasi dan Informasi 186 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

jaringan sosial #BersamaLawanCovid19 yang ada di media social Twitter, banyak yang terlibat dalam percakapan. Masyarakat yang terlibat dalam percakapan ini memiliki keberagaman yang berbedabeda. Hal ini terlihat dari nilai modularity (0.167600) yang lebih kecil dari 0.5. Aktor dalam sebuah jaringan dapat berasal dari individu, organisasi, negara, dan sebagainya. Sentralitas: Siapa Yang Penting Dalam Jaringan? Dalam proses komunikasi yang terjadi pada massa pandemi ini, salah satu hal paling penting adalah menemukan siapa aktor yang penting dalam jaringan? Siapa aktor yang paling menentukan informasi apa yang harus ada di masyarakat? Untuk mengetahuinya ada empat aspek yang dapat dilihat yaitu popularitas aktor (degree), aktor penghubung dengan aktor lainnya (betweenness) dan kedekatan (closeness) antar aktor dalam jaringan komunikasi krisis pada masa pandemi ini. Popularitas aktor merujuk kepada siapa aktor yang paling banyak dihubungi (Indegree) dan siapa aktor yang paling aktif berkomunikasi untuk menghubungi aktor lain (Outdegree). Dalam konteks komunikasi krisis pada massa transisi Covid-19 ini, aspek ini berkaitan dengan tanggungjawab aktor dalam menangani Covid-19, dalam hal ini pemerintah yang diwakili BNPB dan Masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai Covid-19. BNPB sebagai Gugus Tugas Penanganan Covid-19 pemerintah menjadi aktor yang paling sering dihubungi, selain BNPB ada aktor-aktor lain dari kalangan pemerintah menjadi aktor popular dalam jaringan ini yaitu Kementerian Kesehatan (@ kemenkesri), Presiden Indonesia (@Jokowi), POLRI (@divhumas_ polri), TNI (@puspen_TNI) dan akun Kementerian Komunikasi dan Informasi (@kemkominfo). Jika aktor dianggap oleh aktor lain dapat menentukan sesuatu, maka aktor tersebut dapat dipastikan akan banyak dihubungi oleh aktor lain karena ada banyak aktor yang membutuhkan aktor tersebut.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 187

Tabel 2: Degree Statistic by Gephi

Label

In-Degree

Out-Degree

Degree

440

440

bnpb_indonesia kemenkesri

222

222

jokowi

167

167

divhumas_polri

127

127

puspen_tni

110

7

117

kemkominfo

104

104

Tabel 2 memperlihatkan deskripsi data mengenai sentralitas tingkatan (degree centrality) aktor dalam jaringan. Dari table 2 terlihat, BNPB menjadi aktor yang paling sering dihubungi yaitu sebanyak 440 relasi terjadi dari aktor lainnya. Aktor lainnya yang banyak dihubungi adalah Kementerian Kesehatan RI (222 relasi). BNPB sebagai Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020, menjadi rujukan resmi untuk informasi satu pintu mengenai virus corona dan bagaimana mengendalikannya bagi masyarakat. Sedangkan Kementerian Kesehatan RI, merupakan kementerian yang mempunyai tanggungjawab dalam merumuskan kebijakan nasional, kebijakan pelaksana dan kebijakan teknis di bidang kesehatan pada masa transisi pandemic Covid-19. Kemenkes RI dan Kementerian lain membuat beberapa protokol pada masa transisi diantaranya Paduan Penyelenggaraan Tahun Ajaran Baru di Masa Pandemi Covid-19, Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik baru di Masa Pandemi, Panduan Pelindungan Bagi Perempuan Pekerja Migran Indonesia Dalam Situasi Pandemi Covid-19, dll (Covid19.go.id) Tabel 3: Betweenness Centrality by Gephi

Label kemendesa petz09 djikp yuliahartati

Komunikasi dan Informasi 188 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Betweenness Centrality 104.0 52.0 27.0 24.5

Secara teori, aktor yang memiliki peran sebagai perantara (betweeness) adalah aktor yang paling penting dalam sebuah jaringan. Aktor dalam posisi ini berperan dalam menguhungkan satu aktor dengan aktor lain (Eriyanto, 2014). Aktor ini biasanya berbeda dengan aktor yang memiliki popularitas (degree) tinggi. Akun Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (@ kemendesa) menjadi aktor perantara dalam jaringan akun BNPB. Akun @kemendesa ini, menjadi penghubung antara BNPB (@ BNPB_Indonesia), Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (@djikp), Kementerian Sekertariat Negara (@setnegri_), Kementerian Dalam Nageri RI (@kemendagri_ri), Kementerian Sosial (@kemensosri), dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (@kemenkopmk).

Gambar 3. Visualisasi Jaringan Betweenness akun @kemendesa

Akun Twitter Kemendesa dengan #MulaiDariDesa merupakan akun resmi Kementrian desa, Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada masa transisi Covid-19 dalam jaringan BNPB Indonesia menjadi aktor perantara (betweenness : 104.0) terkait bantuan dana desa untuk Petani dan Buruh Tani. Melalui Webinar Talk Inovasi, wilayah pedesaan dianggap penting untuk diperhatikan dalam menghadapi era Transisi Covid-19. Apresiasi terhadap kontribusi konkrit Kemendes PDTT dalam konteks pandemic Covid-19, yaitu membentuk tim relawan desa melawan Covid-19 dan mendirikan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 189

posko-posko covid-19 di desa-desa. Hal serupa dengan @petz09, @ djikp dan @yuliahartati berada didalam jaringan BNPB Indonesia sebagai perantara (betweenness) dengan pembahasan terkait beberapa public space yang sudah dibuka dan protocol-protokol Kesehatan di era new normal. Informasi-informasi demikian tersebar di dalam jaringan BNPB Indonesia dan banyak diperbincangkan pengguna Twitter. Selanjutnya, seberapa dekat satu aktor dapat menghubungi aktor lain dari jaringan BNPB Indonesia dapat dilihat dari aspek closeness centrality. Aspek kedekatan ini berkaitan dengan beberapa aktor bisa diterima aktor lain (Eriyanto, 2014). Aktor akan memiliki kedekatan baik (nilai = 1) jika ia bisa menjalin hubungan dengan ke semua aktor, dengan hanya melakukan satu atau beberapa langkah dalam jaringan. Kedekatan (Closeness) ini berkaitan dengan seberapa dekat relasi aktor dengan aktor lain. Tabel 3: Closeness Centrality by Gephi

Closeness Centrality Value

The Number of Actor

1.0

360

0.9 – 0.8

29

0.7 – 0.6

55

0.5 – 0.4

3

0.0

280

Analisa dari pihak pemerintah, aktor-aktor yang memiliki tingkat kedekatan yang baik yaitu Pusat Penerangan TNI (@puspen_tni), dan Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman (@fadjroel). BNPB, Kementerian Kesehatan RI, Presiden Jokowi dan Divisi Humas POLRI menjadi aktor popular, tetapi belum memiliki kedekatan dengan setiap aktor dalam jaringan. TNI dan Fadjroel Rachman sebagai Jubir Presiden memiliki kedekatan yang baik karena sering berinteraksi dengan aktor lain yang menjalin komunikasi dengan mereka. Komunikasi Krisis di Era Transisi Covid-19 BNPB Indonesia memberikan himbauan terkait protokol Kesehatan untuk dapat mengurangi risiko tertular/menularkan Covid-19. Krisis sendiri merupakan ancaman signifikan terhadap operasi yang dapat Komunikasi dan Informasi 190 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

memiliki konsekuensi negatif jika tidak ditangani dengan benar. Dalam manajemen krisis, ancamannya adalah potensi kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh krisis terhadap organisasi, pemangku kepentingan, dan industri. Mengadopsi pada betapa pentingnya krisis yang terjadi, Gugus Tugas Nasional mencatat penambahan kasus positif Covid-19 per Selasa (23 Juni, 2020) totalnya 47.896 dengan penambahan 1.051 orang, pasien sembuh menjadi 19.241 dengan penambahan 506 orang & kasus meninggal menjadi 2.535 dengan penambahan 35 (bnpb.go.id), di samping fakta bahwa krisis mengungkapkan kekurangan utama dalam manajemen operasi BNPB Indonesia. Perlu dicatat bahwa reaksi terlambat dan improvisasi Pemerintah terhadap krisis Covid-19 telah digambarkan sebagai contoh “komunikasi krisis yang tidak efektif ” (Coombs, 2015 - 141). Bahkan, “Membuktikan poin kunci tentang komunikasi krisis : hanya karena Anda berkomunikasi selama krisis tidak berarti Anda sudah membuat situasi lebih baik ”(Coombs, 2015 - 141). Menghadapi bencana Covid-19 yang sudah memasuki batch tiga di era transisi Covid-19, berikut beberapa himbauan yang memiliki pengaruh sangat kuat dalam jaringan BNPB Indonesia periode 23-25 juni 2020 sebagai berikut : Table 4 : Konten Tweet BNPB Indonesia di Twitter Agency

BNPB Indonesia

Tgl

Konten

Referensi

23 Juni 2020

Kawasan pariwisata akan dibuka secara bertahap sebagai bagian dari dimulainya aktivitas berbasis ekosistem dan konservasi dengan tingkat risiko COVID-19 paling ringan. Keberhasilannya harus memperhatikan tiga aspek utama, yakni rasa aman, sehat & nyaman. Sebanyak 29 kawasan pariwisata konservasi yang dapat dibuka secara bertahap pada masa pandemi COVID-19 (Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional, Dokter Reisa, Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan RI, Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif Ketua GTPPC19 atau Gugus Tugas Nasional Doni Monardo)

https://twitter.com/BNPB_Indonesia

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 191

Agency

BNPB Indonesia

Tgl

Konten

24 Juni 2020

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 atau Gugus Tugas Nasional Doni Monardo menerima bantuan ventilator produk para peneliti Universitas Indonesia (UI).

https://twitter.com/ BNPB_Indonesia/status/1275783203538649090

Hai #SahabatTangguh, saat ini penggunaan masker merupakan kebiasaan wajib dalam interaksi di kehidupan sehari-hari. Namun masih banyak masyarakat yang belum menggunakan masker dengan benar, padahal penggunaan masker yang benar dapat mengurangi risiko tertular/menularkan COVID-19. Menggunakan masker dengan benar adalah cara terbaik melindungi diri dan orang sekitar terlebih jika dalam situasi yang sulit menjaga jarak. Jadi mari saling mengingatkan untuk disiplin protokol kesehatan demi keselamatan kita bersama. #BersatuLawanCovid19

https://twitter.com/ BNPB_Indonesia/ status/1275677136901332994

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh menekankan, pengurusan jenazah korban COVID-19 dipastikan memenuhi syariat islam.

https://twitter.com/ BNPB_Indonesia/status/1276139590189871104

25 Juni 2020

Referensi

Gugus Tugas Nasional https://twitter.com/ mengumumkan wilayah administrasi BNPB_Indonesia/stadi tingkat kabupaten & kota yang tus/1276170982508519426 berisiko rendah. Sebanyak 188 wilayah dengan risiko rendah tersebut telah ditentukan berdasarkan analisis sejumlah indikator. Detail data kabupaten dan kota dengan kategori risiko berbeda dapat dilihat pada laman https://covid19.go.id/petarisiko (Sumber : Analisis Konten di Twitter oleh Peneliti)

Komunikasi dan Informasi 192 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Pendistribusian informasi pada jaringan BNPB Indonesia yang tidak berhenti di retweet, like dan bahkan di repost dan mention kebeberapa akun pemerintah yang bertanggung jawab menjadi pola yang besar dengan berbagai kepentigan dan cara/gaya penyampaian yang beragam. BNPB Indonesia sendiri dalam mengelola pandemic bukanlah mandat alami BNPB. Namun, mengingat preferensi dan keputusan presiden, Kepala BPBP telah ditugaskan sebagai Kepala Satuan Tugas. Secara keseluruhan, kami tidak dapat memberikan evaluasi BNPB mengingat kurangnya waktu untuk observasi. Namun, perlu dicatat bahwa selain peran utama mereka dalam Satuan Tugas, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah ditugaskan untuk berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan untuk menyebarluaskan informasi terkait protkol Kesehatan menghadapi Covid-19 melalui platform media sosial Twitter. Dapat dilihat dalam jaringan melakukan pengawasan untuk kasus potensial baru Covid-19 dengan berkolaborasi dengan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, dan Departemen Kesehatan. BNPB dilengkapi dengan sekitar 176 pejabat yang akan bergabung dengan tim Pusat Pengendalian Operasi Penanganan Bencana yang sudah ada/ Pusat Operasi Penanggulangan Bencana.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 193

Daftar Pustaka Anastokeskus TSK. (2010) Sosiaalisen median sanasto. Helsinki. Coombs, W.T. (1999), “Information and compassion in crisis responses: a test of their effects”, Journal of Public Relations Research, Vol. 11 No. 2, pp. 125-142. Coombs, T. W. (2007). Crisis and risk communication special section introduction. Public Relations Review, 33, 117. Coombs, T. W. (2007). Ongoing Crisis Communication Planning. Texas: Sage Publication. Coombs, W. T. (2007a). Attribution theory as a guide for post-crisis communication research. Public Relations Review, 33, 135-139. Coombs, W. T. (2007b). Protecting organization reputation during a crisis: The development and application of Situational Crisis Communication Theory. Corporate Reputation Review, 10, 163–176. Coombs, W.T. (2015a), “The value of communication during a crisis: insights from strategic communication research”, Business Horizons, Vol. 58 No. 2, pp. 141-148. Coombs, W.T. (2015b), Ongoing Crisis Communication: Planning, Managing, and Responding, SAGE Publications, Los Angeles, CA. De la, Poypea and Suresh Sood. (2012) Public Sphere Dialoge in Online Newspapers and Social Spaces : The Nuclear Debate in Post Fukushima Frace. Journal “Public Communication Review”. (Vol 2 No. 2 , 31-33). Eysenbach, G. (2008) Medicin 2.0: Social Networking, Collaboration, Participation, Apomediation, and Openness. Journal of Medical Internet Research 2008; 10(3): e22 Coombs, W.T. and Holladay, S.J. (2014), “How publics react to crisis communication efforts: comparing crisis response reactions across sub-arenas”, Journal of Communication Management, Vol. 18 No. 1, pp. 40-57. Djalante, Riyanti. (2020). Review and analysis of current responses to COVID-19 in Indonesia: Period of January to March 2020. Progress in Disaster Science. 2020 Apr; 6: 100091. Published online 2020 Apr 4. doi: 10.1016/j.pdisas.2020.100091 PMCID: PMC7149002 Komunikasi dan Informasi 194 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Eriyanto. (2014). Analisis Jaringan Komunikasi: Strategi Baru dalam Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenadamedia Group Fear-Banks, Kathleen. (2010). Crisis Communications: A Casebook Approach Fourth Editon. New York and London:Routledge Fatoni, Ahmad. (2019). “Chain Network Akun Twitter BMKG (@ infoBMKG) Dalam Penyebaran Indormasi Cuaca, Iklim dan Gempa Bumi.”. Mediakom, 1-17. https://doi.org/10.35760/ mkm.2019.v3i1.1978 Ministry of Health, 30 March 2020, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mintzberg, H. (2007), Tracking Strategies: Toward a General Theory, Oxford University Press, Oxford Statista, 27 March 2020a, • Indonesia: coronavirus (COVID-19) cases 2020. WHO, 26 March 2020, Critical preparedness, readiness and response actions for COVID-19. World Economic Forum, March 2020, How fast is coronavirus spreading? http://bnpb.go.id https://covid19.go.id/p/protokol (Diakses Tanggal 28 Juni 2020)

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 195

GOVERNMENT COMMUNICATION DAN KOMUNIKASI RESIKO Inadia Aristyavani

Pendahuluan Virus Covid-19 adalah salah satu virus yang paling berbahaya dalam beberapa puluh tahun terakhir ini. Bahaya penyebaran virus ini bisa dilihat dari dampak yang ditimbulkan dan pola penyebaran virus. Pertama, virus ini bisa menyebar dengan cara cepat, dari manusia ke manusia. Virus menempel pada tubuh dan benda-benda sehingga mudah berpindah dari satu orang ke orang lain. Penyebaran virus yang cepat ini bisa mengakibatkan ledakan jumlah pasien Covid-19 yang menyebabkan kapasitas rumah sakit dan tenaga kesehatan tidak mencukupi. Di banyak negara, banyaknya pasien yang meninggal disebabkan oleh kapasitas rumah sakit dan tenaga kesehatan yang tidak sebanding dengan jumlah pasien. Kedua, penyakit ini berdampak bukan hanya pada kesehatan tetapi juga hampir semua sektor kehidupan masyarakat mulai dari ekonomi, sosial, budaya, politik, dan sebagainya. Untuk mencegah penyebaran virus, banyak negara yang menerapkan kebijakan penutupan wilayah (lock down) atau bentuk pembatasan warga yang lain, seperti penutupan sekolah, perkantoran, dan sebagainya. Pembatasan ini menyebabkan ekonomi menjadi terhenti. Dampak lanjutannya, terjadi gelombang penutupan perusahaan dan pemutusan hubungan kerja. Terjadi ledakan jumlah pengangguran, kehidupan ekonomi menjadi sulit. Keuangan negara banyak dihabiskan untuk membantu kelompok yang paling terdampak. Dampak di bidang ekonomi ini kemudian merembet ke banyak bidang seperti meningkatnya angka kriminalitas, kehidupan politik yang makin panas, dan seterusnya. Dampak pandemi Covid-19 yang luas inilah yang menyebabkan pemerintah menjadi hati-hati dalam menangani penyebaran virus Covid-19. Pada saat awal munculnya kasus Covid-19 di Indonesia, Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah merahasiakan sejumlah data terkait dengan kasus penyebaran virus ini (Kompas, Komunikasi dan Informasi 196 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

13/3/2020). Pemerintah tidak menginginkan data itu dibuka secara luas yang bisa menyebabkan masyarakat menjadi panik Setelah masyarakat sudah siap, Presiden kemudian meminta aparat pemerintah menginformasikan secara terbuka semua data terkiat dengan virus Covid-19 (Detik.com, 20/4/2020). Bentuk kehati-hatian pemerintah ini tampak dalam berbagai komunikasi publik yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah seperti menghadapi dilema di satu sisi ingin menyampaikan informasi mengenai virus ini apa adanya (termasuk resiko terburuk apabila virus tidak tertangani dengan baik), dan di sisi lain menseleksi informasi tertentu saja agar tidak timbul kepanikan dalam masyarakat. Bagaimana seharusnya komunikasi pemerintah (government communication) terkait dengan pandemi virus Covid-19? Apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengkomunikasikan bahaya Covid-19? Komunikasi resiko adalah aspek yang sangat penting dalam resiko kesehatan (Berry, 2007). Resiko (termasuk resiko kesehatan) umumnya adalah informasi yang membuat seseorang merasa tidak nyaman, karena informasi ini terkait dengan bahaya, kesedihan atau ketakutan (Berry, 2004). Karena terkiat dengan emosi dan ketakutan, dalam banyak kasus mengenai wabah penyakit, pemerintah seringkali berusaha untuk merendahkan dampak atau resiko dari suatu penyakit dengan harapan khalayak tidak panik (Nizamani, et.al, 2019). Padahal dengan cara seperti ini, khalayak tidak mendapatkan informasi yang baik yang menjadi dasar khalayak dalam bertindak. Tulisan ini berusaha mengevaluasi komunikasi resiko yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI) terkait kasus Covid-19. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah apakah komunikasi resiko yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan, telah memenuhi prinsip komunikasi resiko yang baik. Tinjauan Pustaka Informasi Komunikasi Resiko Sejak tahun 1970-an, para ahli komunikasi telah mengkaji pertanyaan penting: apa yang terjadi ketika seseorang menerima informasi mengenai suatu resiko (misalnya tentang bahaya suatu wabah Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 197

penyakit). Menurut Leventhal (1970), informasi terkait resiko suatu penyakit yang berbahaya menimbulkan rangsangan kongnitif yang memicu emosi seseorang. Ada dua kemungkinan ketika seseorang mendapatkan informasi. Pertama, kontrol bahaya (danger control). Informasi mengenai penyakit tersebut membuat seseorang menjadi takut, dan ketakutan itu mendorong orang untuk melakukan tindakan agar terhindar dari resiko penyakit. Misalnya, informasi mengenai bahaya Covid-19 membuat seseorang menjadi takut terkena penyakit tersebut, dan ketakutan itu kemudian memicu orang melakukan tindakan rekomendasi (seperti melaksanakan protokol kesehatan) agar bisa terhindar dari bahaya Covid-19. Kedua, kontrol ketakutan (fear control). Orang berusaha untuk menekan ketakutan mengenai suatu resiko dengan jalan mengurangi ketakutan, misalnya mengalihkan perhatian. Misalnya, bahaya Covid-19 membuat seseorang menjadi ketakutan, dan rasa takut ini merangsang emosi berupa perasaan tidak nyaman. Orang kemudian berusaha mengurangi rasa takut ini, bukan dengan mengikuti rekomendasi protokol kesehatan, tetapi dengan mengalihkan perhatian (penyakit ini hanya terjadi pada orang tertentu, tidak pada saya; bahaya Covid-19 terlalu dibesar-besarkan, dan sebagainya). Upaya penghindaran atau pangalihan dilakukan seseorang agar rasa takut akan informasi bahaya penyakit bisa diturunkan. Informasi mengenai resiko penyakit akan efektif, jika informasi tersebut diolah menjadi kontrol bahaya (danger control). Karena lewat pengolahan kontrol bahaya, orang akan melakukan tindakan pencegahan atau mengikuti rekomendasi agar terhindar dari suatu penyakit. Misalnya, orang takut tertular virus Covid-19. Karena ketakutan itu, orang kemudian menjaga jarak (physical distancing), tidak menghadiri acara yang penuh dengan kerumunan orang, selalu memakai masker, dan sebagainya. Tetapi jika informasi diolah menjadi kontrol ketakutan (fear control), informasi tidak akan efektif dalam mengubah perilaku hidup sehat. Informasi mengenai bahaya dari suatu penyakit hanya menimbulkan ketakutan, dan orang berusaha menghindari ketakutan itu bukan dengan jalan mengikuti protokol kesehatan tetapi melakukan pengalihan atau penghindaran. Bagaimana cara agar informasi resiko kesehatan bisa diolah menjadi kontrol bahaya (danger control)? Rogers (1975, 1983) dan Witte (1992, 1994) mengembangkan gagasan Leventhal dengan menyelidiki Komunikasi dan Informasi 198 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

faktor apa yang membuat suatu informasi bisa diolah secara kongnitif sebagai kontrol bahaya. Menurut Rogers, kontrol bahaya itu mempuyai dua dimensi. Pertama, skala bahaya. Seberapa berbahaya atau beresiko suatu penyakit. Skala bahaya ini, menurut Rogers, terbagi ke dalam dua indikator: (a) Keparahan dari suatu resiko (severity). Seberapa kerusakan atau bahaya dari suatu penyakit. (b) kemungkinan seseorang terkena bahaya (susceptibility). Apakah bahaya dari suatu penyakit diinformasikan hanya mengenai orang-orang tertentu, ataukah bahaya itu bisa mengenai semua orang. Jika informasi mengenai resiko (misalnya penyakit menular) itu disajikan dengan skala bahaya rendah, tidak akan mendorong kognitif (rasa takut) seseorang. Sebaliknya, jika resiko itu disajikan dengan skala yang tinggi, orang baru akan menyadari adanya suatu bahaya. Ilustrasi yang sederhana, jika virus Covid-19 hanya ditampilkan sebagai penyakit flu biasa dan hanya menyerang orang tertentu (seperti orang yang biasa bepergian ke luar negeri), orang cenderung akan mengabaikan penyakit ini karena tidak membuat seseorang menjadi takut. Sebaliknya, jika Covid-19 diinformasikan sebagai penyakit yang mematikan dan menular dengan cepat, orang baru menyadari bahaya dari virus ini. Kedua, efikasi. Dimensi ini berhubungan dengan rekomendasi yang diberikan untuk mengurangi rasa takut. Apakah informasi mengenai bahaya suatu penyakit dilengkapi dengan rekomendasi (tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko) ataukah tidak. Sama dengan skala bahaya, dimensi ini juga mempunyai dua indikator: (a) Efikasi respon (response-efficacy). Informasi ini berkaitan dengan langkah atau tindakan yang bisa mengurangi resiko. (b) Efikasi diri (self-efficacy). Aspek ini berkaitan dengan informasi kemampuan seseorang dalam melakukan tindakan untuk mengurangi resiko tersebut. Misalnya, bahaya virus Covid-19. Informasi mengenai bahaya virus ini disebut mempunyai efikasi respon, jika informasi itu mengandung saran yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan virus. Seperti protokol kesehatan (menjaga jarak, menghindari kerumunan, menggunakan masker dan sebagainya) efektif dalam mencegah penularan. Informasi disebut mempunyai efikasi diri, jika informasi mengenai Covid-19 tersebut menunjukkan bahwa protokol kesehatan itu mudah sekali dilakukan oleh setiap orang. Setiap orang bisa menjalankan protokol kesehatan dengan cara yang mudah dan murah, bisa dilakukan siapa saja. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 199

Menurut Witte (1992, 1994), skala bahaya dan efikasi seperti sekeping mata uang. Dua dimensi ini harus ada dalam sebuah pesan mengenai resiko atau bahaya (misalnya bahaya dari wabah penyakit). Skala resiko diperlukan agar orang menyadari bahaya dari suatu penyakit, dan tidak menganggap remeh penyakit tersebut. Sementara efikasi diperlukan agar orang tidak ketakutan dengan bahaya itu, tetapi bergerak mengurangi bahaya dengan melakukan tindakan (seperti mengikuti protokol kesehatan). Witte bersama koleganya, melakukan banyak sekali penelitian untuk menguji dampak apa yang terjadi jika suatu informasi mengenai bahaya itu hanya memuat skala bahaya saja atau efikasi saja (lihat Witte, et.al, 2002). Berdasarkan penelitian tersebut, Witte (1992, 1994) mengajukan tiga hipotesis. Pertama, tidak berdampak (nol). Kondisi ini terjadi ketika informasi mengenai resiko disajikan dengan skala bahaya rendah. Hal ini karena informasi dengan skala bahaya rendah membuat seseorang tidak menyadari bahaya dari suatu penyakit, sebagai akibatnya orang kemudian tidak memperhatikan penyakit tersebut. Kedua, kontrol ketakutan (fear control). Dampak ini terjadi ketika informasi mengenai resiko disajikan dengan skala bahaya tinggi tanpa disertai dengan penyajikan informasi mengenai efikasi. Informasi suatu penyakit dengan menyajikan bahaya penyakit itu dengan skala tinggi (seperti penyakit bisa membuat kematian) akan merangsang emosi dan rasa takut seseorang. Rasa takut itu, karena tidak disertai dengan informasi yang cukup mengenai apa yang dilakukan untuk bisa terhindar dari resiko, membuat seseorang kemudian cenderung berusaha mengalihkan perhatian. Ketiga, kontrol bahaya (danger control). Dampak ini bisa terjadi jika sebuah informasi mengenai penyakit disajikan dengan skala bahaya tinggi dan disertai efikasi tinggi. Informasi tidak hanya memuat bahaya dari suatu penyakit, tetapi juga rekomendasi apa yang bisa dilakukan oleh seseorang agar terhindar dari peyakit tersebut. Komunikasi Resiko yang Efektif Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Rogers dan Witte di atas, bisa disimpulkan bahwa informasi mengenai suatu resiko (misalnya resiko penyebaran suatu penyakit), hanya akan efektif jikalau dalam informasi itu diolah menggunakan kontrol bahaya (danger control). Dalam kontrol bahaya, orang menyadari suatu bahaya dan kemudian Komunikasi dan Informasi 200 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

mengikuti pesan rekomendasi agar terhindar dari bahaya. Bagaimana cara agar informasi diolah menjadi kontrol bahaya? Studi yang dilakukan oleh Rogers dan Witte menyimpulkan bahwa informasi harus mengandung dua dimensi sekaligus, yakni skala resiko dan efikasi. Dua dimensi ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Agar efektif, kedua dimensi (resiko dan efikasi) ini harus disajikan dalam skala tinggi (Witte, et.al, 2002). Informasi mengenai bahaya dari suatu penyakit hanya berdampak kepada khalayak jikalau informasi itu disajikan dengan skala bahaya tinggi. Informasi itu harus menjelaskan bahwa penyakit itu sangat berbahaya. Hanya dengan skala bahaya yang tinggi, orang menjadi takut yang kemudian terdorong agar melakukan tindakan untuk mencegah bahaya. Jika informasi disajikan dengan skala bahaya yang rendah, tidak muncul ketakutan pada diri seseorang, dan sebagai akibatnya tidak terdorong untuk melakukan tindakan dalam rangka mencegah resiko (Witte, et.al, 2002). Hipotesis ini telah diuji dalam banyak penelitian dan menunjukkan hasil yang konsisten, bagaimana skala resiko berdampak pada respon khalayak (lihat Witte & Allen 2000). Selain skala bahaya, informasi terkiat dengan resiko kesehatan juga harus menyajikan efikasi dalam skala tinggi. Jika sebuah informasi hanya menyajikan skala bahaya saja tanpa diiringi dengan efikasi, dampak yang muncul adalah penghindaran atau pengalihan (Witte, 1992). Orang menjadi takut dengan penyakit, tetapi ketakutan itu tidak diikuti dengan menjalankan protokol kesehatan agar terhindar dari bahaya. Orang lebih terdorong untuk mengurangi rasa takut, dengan jalan mengindahkan informasi. Dengan efikasi yang tinggi, khalayak diyakinkan bahwa penyakit bisa disembuhkan sehingga khalayak menjadi yakin dengan cara-cara yang bisa ditempuh agar terhindar dari bahaya penyakit (Witte, et.al, 2002). METODE Tulisan ini berusaha mengevaluasi Government Communication khususnya melalui rilis yang dikeluarkan oleh tim komunikasi ataupun Public Relations (PR) Kementerian Kesehatan RI, terkait dengan penanganan penyebaran virus Covid-19. Evaluasi didasarkan pada apakah komunikasi yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan RI telah memenuhi prinsip komunikasi resiko yang baik. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 201

Metode penelitian yang dipakai adalah analisis isi (content analysis). Analisis isi adalah metode yang digunakan untuk menemukan secara objektif, sistematis dan deskripsi kuantitatif dari isi komunikasi yang tampak atau manifest (Riffe, et.al, 2019). Objek yang diteliti adalah rilis media (press-release) yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI. Rilis tersebut diambil dari situs Kementerian Kesehatan RI (https://www. kemkes.go.id/folder/view/01/structure-berita-dan-informasi-rilis-berita. html), dari bulan Januari-Juni 2020. Selama 5 bulan, total sebanyak 287 rilis berita yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan terkait dengan Covid-19. Semua rilis berita (N=287) menjadi sampel dalam tulisan ini. Gambar menyajikan jumlah rilis berita dari bulan Januari-Juni 2020. Jumlah rilis terbanyak adalah di bulan Maret (83 buah), sementara jumlah rilis paling sedikit adalah di bulan Januari (16 buah). 90 83

80 70

66

60 52

50 42

40 30 20

28 16

10

0 Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Gambar 1. Jumlah RilisRilis Departemen Keseharan yangyang Diteliti, Januari-Juni 20202020 (N=287) Gambar 1. Jumlah Departemen Keseharan Diteliti, Januari-Juni (N=287) Keterangan: Khusus bulan Juni 2020, rilis yang diteliti sampai tanggal 18 Juni Keterangan: Khusus bulan Juni 2020, rilis yang diteliti sampai tanggal 18 Juni

Standar dalam melakukan evaluasi ini didasarkan pada Rogers (1975, 1983) dan Witte (1993, 1998). Komunikasi resiko mengenai penyakit disebut bagus jikalau memenuhi dua unsur. Pertama, komunikasi menunjukkan skala resiko yang tinggi, dengan memperlihatkan bahaya dari suatu penyakit. Kedua, komunikasi menyertakan rekomendasi untuk mencegah atau mengurangi resiko (efikasi). Secara operasional, standar komunikasi resiko ini telah digunakan dalam studi yang dilakukan oleh Fogatty (et.al, 2011); Hesumen & Fischer (2015) dan Pan (et.al, 2018). Penelitian ini mengadaptasi operasionalisasi yang dibuat oleh ketiga studi tersebut. Komunikasi dan Informasi 202 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Tabel 1. Operasionalisasi Konsep Variabel

Dimensi

Operasionalisasi

Skala Bahaya

Keparahan dari Tinggi: Rilis menggambarkan Covid-19 adalah suatu resiko virus yang sangat berbahaya (misalnya: mematikan, (severity) penyebaran yang luas dan cepat, belum ada obatnya, menyebabkan kelumpuhan sistem kesehatan, dan sebagainya) Rendah: Rilis menggambarkan virus Covid-19 tidak berbahaya (Mis: hanya flu biasa, penyakit bisa sembuh dengan sendirinya, dan sebagainya) Kemungkinan seseorang terkena bahaya (susceptibility)

Tinggi: Rilis menggambarkan bahwa virus Covid-19 bisa menyerang siapa saja karena penularan yang cepat (mis: setiap orang berpotensi tertular virus, virus menempel ke semua benda dan mudah tertular) Rendah: Rilis menggambarkan bahwa virus Covid-19 hanya menyerang orang tertentu saja, tidak semua orang akan terkena virus ini (mis: hanya menyerang orang tua, orang yang kondisi tubuhnya sedang tidak fit, dan sebagainya)

Efikasi

Efikasi respon (responseefficacy)

Tinggi: Rilis menggambarkan virus Covid-19 bisa dicegah dan dihilangkan dengan cara yang mudah. (mis: rilis menggambarkan protokol kesehatan jika dilakukan terbukti efektif dalam membatasi penyebaran virus) Rendah: Rilis menggambarkan virus tidak bisa dicegah dan dihilangkan, tidak ada upaya yang bisa dilakukan untuk bisa mencegah penyebaran virus (mis: rilis menunjukkan tidak ada cara yang efektif untuk membatasi virus dsb)

Efikasi diri (self-efficacy)

Tinggi: Rilis menggambarkan setiap orang bisa melakukan upaya untuk mencegah virus. Pencegahan virus bisa dilakukan dengan cara yang mudah oleh setiap orang (mis: rilis menggambarkan apa saja yang bisa dilakukan orang untuk terhindar dari virus seperti memakai masker, menjaga imunitas, gaya hidup sehat, menjaga jarak / physical distancing, dan sebagainya) Rendah: Rilis menggambarkan kesulitan orang untuk menjalan protokol kesehatan, tidak semua orang bisa dengan mudah melakukan upaya untuk mencegah penyebaran virus (mis: pencegahan virus membutuhkan biaya dan usaha keras, tidak semua orang bisa melakukannya, dan sebagainya)

Keterangan: operasionalisasi konsep, dikembangkan dari Fogatty (et.al, 2011); Hesumen & Fischer (2015) dan Pan (et.al, 2018) Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 203

Proses penelitian sebagai berikut. Peneliti mengumpulkan semua rilis yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan (sebanyak 287 buah). Dua orang koder membaca rilis dan mengidentifikasi skala resiko dan efikasi dari setiap rilis. Sebelum hasil koding dari koder tersebut digunakan, diukur terlebih dahulu reliabilitas dari alat ukur. Dari pengujian, didapat angka reliabilitas untuk setiap pertanyaan dalah di atas 0.7, sehingga alat ukur ini reliabel dan bisa digunakan (Riffe, et.al, 2019). Hasil penelitian kemudian disajikan secara deskriptif. Temuan Penelitian dan Diskusi Tabel 2 menunjukkan hasil penelitian mengenai bagaimana tingkat resiko Covid-19 digambarkan dalam rilis Kementerian Kesehatan. Keparahan resiko (severity) merujuk kepada seberapa beresiko Covid-19 ditampilkan dalam rilis. Apakah Covid-19 digambarkan sebagai virus yang berbahaya (mematikan) ataukah virus yang tidak berbahaya. Dari 287 rilis, hanya 2 rilis (0.7%) yang menggambarkan virus Covid-19 sebagai virus yang berbahaya. Sebanyak 40 rilis (13.9%) menggambarkan virus ini bukan sebagai virus yang berbahaya. Sementara sisanya (245 rilis) tidak mencantumkan atau menunjukkan bahaya dari virus Covid-19. Aspek lain dari tingkat resiko yang diteliti adalah kemungkinan orang terkena virus Covid-19. Apakah rilis menggambarkan setiap orang dengan mudah bisa terkena virus atau sebaliknya. Dari 287 rilis, mayoritas (246 rilis atau 85.7%) tidak memuat informasi mengenai hal ini. Artinya dalam rilis tidak termuat infomasi mengenai kemungkinan orang terkena bahaya virus. Sebanyak 41 rilis memuat infomasi mengenai kemungkinan seseorang terkena bahaya. Dari jumlah tersebut (41 rilis), Sebagian besar menggambarkan dalam skala rendah (39 rilis) dan hanya 2 rilis yang menggambarkan dalam skala tinggi. Tabel 2. Penggambaran Tingkat Resiko dalam Rilis DIMENSI

Jumlah Tinggi

Keparahan dari suatu resiko (severity) Rendah Total

Komunikasi dan Informasi 204 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

2

Persen 0.7%

40

13.9%

Tidak ada/ tidak jelas

245

85.4%

287

100.0%

DIMENSI Kemungkinan seseorang bahaya (susceptibility).

Jumlah terkena

Total

Persen

Tinggi

2

0.7%

Rendah

39

13.6%

Tidak ada/ tidak jelas

246

85.7%

287

100.0%

Tabel 3 menjabarkan secara deksriptif temuan penelitian mengenai penggambaran efikasi dalam rilis Kementerian Kesehatan mengenai Covid-19. Efikasi merujuk kepada informasi mengenai rekomendasi agar terhindari dari virus Covid-19. Efikasi ini bisa berupa efikasi respon, yakni cara yang efektif agar penyebaran virus Covid-19 bisa dicegah, dari 287 rilis yang diteliti, sebanyak 80 rilis memuat informasi mengenai efikasi respon tinggi. Artinya dalam rilis tersebut terdapat informasi yang menunjukkan bahwa virus bisa dicegah dan dihindari lewat protokol kesehatan. Hanya 8 rilis yang memuat efikasi rendah. Selain efikasi respon, bentuk efikasi lain yang penting adalah efikasi diri, yakni informasi mengenai apakah rekomendasi itu bisa dilakukan oleh setiap orang dengan cara yang mudah. Dari 287 rilis, sebanyak 92 rilis berisi tentang efikasi diri-tinggi. Rilis menunjukkan bahwa setiap orang bisa dengan mudah menjalankan protokol kesehatan agar bisa terhindar dari virus. Hanya 2 rilis yang berisi tentang efikasi diri-rendah, di mana upaya menghindari virus ini sulit dilakukan oleh setiap orang. Tabel 3. Penggambaran Efikasi dalam Rilis DIMENSI Efikasi respon (response-efficacy) Total Efikasi diri (self-efficacy) Total

Jumlah

Persen

Tinggi

80

27.9%

Rendah

8

2.8%

Tidak ada/ tidak jelas

199

69.3%

287

100.0%

Tinggi

92

32.1%

Rendah

2

0.7%

Tidak ada/ tidak jelas

193

67.2%

287

100.0%

Dari tabel 2 dan 3 tersebut bisa ditarik sejumlah catatan berikut. Pertama, Kementerian Kesehatan RI (setidaknya dalam rilis media Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 205

yang dibuat), tidak menggambarkan skala resiko Covid-19 dengan skala resiko yang tinggi. Dalam sejumlah rilis, Kementerian Kesehatan RI bahkan menggambarkan Covid-19 ini dalam skala resiko yang rendah (tidak berbahaya dan bisa disembuhkan). Kedua, dari sisi efikasi, Kementerian Kesehatan RI dalam rilis media yang dibuat menunjukkan efikasi dalam skala tinggi. Banyak rilis yang dibuat menggambarkan bahwa virus ini bisa dilawan dan dikendalikan, misalnya lewat pembatasan kegiatan, menjaga jarak (social distancing), pemakaian masker, gaya hidup sehat seperti mencuci tangan, hingga menjaga kondisi tubuh agar tetap fit. Ada sejumlah alasan mengapa komunikasi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI seperti ini, salah satu kemungkinannya karena Kementerian Kesehatan RI berusaha menjaga agar publik tidak panik dan terus berusaha menjaga optimisme publik bahwa virus ini bisa dilawan dan dikendalikan. Mengacu kepada Witte (et.al, 2002), apa yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI ini belum memenuhi prinsip komunikasi resiko yang baik. Idealnya, ketika mengkomunikasikan suatu resiko (seperti wabah virus Covid-19), harus terkandung di dalamnya skala resiko dan efikasi dalam jumlah tinggi. Skala resiko diperlukan agar publik menjadi tersadar dengan bahaya dari suatu penyakit. Kesadaran ini, menurut sejumlah penelitian hanya dimungkinkan ketika informasi disajikan dengan kadar ketakutan yang tinggi, Ketika kadar resiko diberikan dalam skala kecil, tidak merangsang emosi dan kesadaran khalayak (lihat Witte & Allen, 2000). Dalam kasus Covid-19, ketika virus ini hanya disajikan dengan resiko kecil (misalnya digambarkan sebagai flu biasa, atau penyakit yang bisa sembuh dengan sendirinya) tidak akan bisa memancing emosi orang agar bertindak mengikuti pesan persuasi. Anjuran agar publik mengikuti protokol kesehatan hanya dimungkinkan jikalau orang sadar mengenai bahaya dari virus ini. Ketika orang mempersepsikan virus tidak berbahaya, tidak ada motivasi untuk mengikuti protokol kesehatan. Pada sisi ini, komunikasi yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan masih lemah. Komunikasi resiko yang baik tidak hanya berisi resiko, tetapi juga harus dibarengi dengan infomasi mengenai rekomendasi untuk mengatasi resiko. Penelitian yang dilakukan oleh banyak ahli secara konsisten menunjukkan hasil bahwa informais mengenai resiko (seperti wabah penyakit) hanya akan efektif jikalau bahaya resiko itu Komunikasi dan Informasi 206 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

diikuti oleh efikasi yang tinggi (lihat Witte & Allen, 2000). Dengan memberikan efikasi, publik tidak hanya dibuat sadar mengenai resiko suatu penyakit, tetapi juga diberikan jalan keluar cara yang efektif agar terindar dari resiko penyakit. Skala resiko dan efikasi, keduanya samasama penting. Jika skala resiko digunakan untuk menyadarkan publik bahaya dari suatu penyakit, efikasi diperlukan sebagai jalan keluar agar publik tetap optimis suatu penyakit bisa disembuhkan. Di lihat dari sisi efikasi, rilis yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan RI telah memenuhi prinsip komunikasi resiko yang baik. Rilis Kementerian Kesehatan dalam jumlah besar banyak mengetengahkan mengenai cara yang bisa dilakukan oleh publik agar terhindari dari Covid-19 dan optimisme bahwa virus bisa dikendalikan. Salah satu contoh komunikasi publik yang baik adalah pidato Perdana Menteri (PM) Singapura, Lee Hsien Loong, yang disiarkan oleh televisi Singapura (12 Maret 2020).1 Dalam pidatonya tersebut, Lee menyampaikan kondisi terkini mengenai jumlah pasien positif Covid-19. Ia mengatakan bahwa virus ini sangat berbahaya, karena penyebarannya yang sangat cepat dan belum ada obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkannya. Meski demikian, Lee menjanjikan bahwa pemerintah akan melakukan langkah terbaik dalam melindungi warga Singapura. Ia meminta warga untuk bekerjasama dan mengikuti protokol kesehatan agar virus ini bisa dikalahkan. Pidato PM Singapura ini adalah contoh komunikasi resiko yang baik, karena di dalamnya terdapat informasi mengenai skala resiko dan efikasi. Skala resiko (tinggi) diberikan dalam pidato itu dengan mengatakan bahwa virus ini sangat berbahaya dengan penularan sangat cepat, tidak ada orang yang kebal dengan virus ini. Dengan memberikan informasi skala resiko tinggi, ia ingin membangun kesadaran warga Singapura agar tidak menganggap remeh virus. Di sisi lain, isi pidato juga memberikan efikasi (tinggi). Lee menjanjikan bahwa segala upaya terbaik akan dilakukan oleh pemerintah. Ia juga meyakinkan warga Singapura bahwa dengan patuh pada protokol kesehatan, virus ini bisa dikendalikan.

1

Pidato ini bisa dilihat di Youtube, dengan alamat https://www.youtube.com/ watch?v=KaoVg6ejgRQ Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 207

Kesimpulan Tujuan dari tulisan ini adalah mengevaluasi komunikasi resiko yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI lewat 287 rilis yang dibuat dalam periode Januari – 18 Juni 2020. Hasil penelitian menunjukkan, komunikasi resiko atas kasus pandemi Covid-19 belum dijalankan dengan optimal. Dari dua dimensi penting (skala informasi dan efikasi), rilis Kementerian Kesehatan RI bagus pada dimensi efikasi. Rilis telah menyajikan informasi mengenai apa yang bisa dilakukan oleh publik agar terhindari dari virus. Tetapi, rilis yang dibuat masih lemah pada dimensi skala resiko. Rilis dari Kementerian Kesehatan RI tidak secara tegas menunjukkan bahaya dari virus ini. Ketika resiko suatu wabah penyakit tidak digambarkan dengan resiko yang tinggi, ada kemungkinan khalayak tidak menganggap bahwa penyakit ini sebagai penyakit yang sangat berbahaya. Dilansir dari detik.com data kasus positif Covid-19 yang disampaikan juru bicara pemerintah terkait penanganan Corona, Achmad Yurianto, pada Kamis, 18 Juni 2020 total terdapat 42.762 kasus positif Covid-19 hingga pukul 12.00 WIB, ada tambahan 1.331 kasus positif Covid-19 dari hari sebelumnya. Sementara itu, kasus meninggal dunia akibat Covid-19 bertambah 63, sehingga totalnya menjadi 2.339, Pasien Covid-19 yang sembuh bertambah 555, sehingga totalnya menjadi 16.798. Untuk itu, hasil penelitian ini kiranya bisa digunakan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk referensi memperbaiki komunikasi resiko yang dibuat, baik dalam kasus Covid-19 ataupun kasus resiko kesehatan lain di masa mendatang.

Komunikasi dan Informasi 208 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

DAFTAR PUSTAKA Arkin, E., Maibach E., & Parvanta, C. communicating to persuade. Dalam

(2002). General public:

Nelson, D.E, Brownson, B.R C, Remington, P.L, & Parvanta, C (Eds), Communicating public health information effectively. A guide for practitioners. Washington: American Public Health Association. Berry, D. (2004). Risk, communication and health psychology. Maidenhead: Open University Press. Berry, D. (2007). Health communication. Theory and practice. Maidenhead: Open University Press. Fogarty, A.S., Holland, K., Imison, M., Blood, W., Chapman, S. & Holding, S. (2011. Communicating uncertainty - how Australian television reported H1N1 risk in 2009: A content analysis. BMC Public Health, 11:181. doi:10.1186/1471-2458-11-181. Husemann, S. & Fischer, F. (2015). Content analysis of press coverage during the H1N1 influenza pandemic in Germany 2009–2010. BMC Public Health, 15:386. doi: 10.1186/s12889-015-1742-1. Leventhal, H. (1970). Findings and theory in the study of fear communications. Dalam Berkowitz, L. (Ed.), Advances in experimental social psychology. New York: Academic. Nizamani, F.Q., Ishak, S.Z.A, & Nizamani, M. Q. (2019). Political factors affecting parents’ perceptions on televised polio messages in Sindh, Pakistan: A critical investigation. Malaysian Journal of Communication, 35(3), 300-315. doi: 10.17576/ JKMJC-2019-3503-18. Pan, J., Liu2, B. & Kreps, G.L. (2018). A content analysis of depressionrelated discourses on Sina Weibo: Attribution, efficacy, and information sources. BMC Public Health, 18:772. doi: 10.1186/ s12889-018-5701-5. Riffe, D., Lacy, S., Watson, B., & Fico, F. (2019). Analyzing media messages: Using quantitative content analysis in research. 4th Edition. London: Routledge. Rogers, R. W. (1975). A protection motivation theory of fear appeals and attitude change. The Journal of Psychology, 91, 93–114. doi: 10.1080/00223980.1975.9915803 Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 209

Rogers, R. W. (1983). Cognitive and physiological processes in fear appeals and attitude change: A revised theory of protection motivation. Dalam J. T. Cacioppo & R. E. Petty (Eds.), Social psychophysiology. New York: Guilford. Witte, K. (1992). Putting the fear back into fear appeals: The extended parallel process model. Communication Monographs, 59, 329– 349. doi: 10.1080/03637759209376276 Witte, K. (1994). Fear control and danger control: A test of the extended parallel process model (EPPM). Communication Monographs, 61, 113–134. doi: 10.1080/03637759409376328 Witte, K., & Allen, M. (2000). A meta-analysis of fear appeals: Implications for effective public health campaigns. Health Education & Behavior, 27, 591–615. doi: 10.1177/109019810002700506 Witte, K., Meyer, G., & Martell, DP. (2002). Effective health risk messages. A step-by-step guide. Thousand Oaks: SAGE Publications.

.

Komunikasi dan Informasi 210 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

KOMUNIKASI KRISIS PEMERINTAH ERA PANDEMI COVID-19 DI MEDIA MASSA Besti Rohana Simbolon

Pemerintah sebagai suatu organisasi, sedang disorot dalam kemampuannya menangani krisis yang terjadi di Indonesia. Kondisi bencana nonalam yang masuk ke Indonesia di awal Maret 2020 ketika Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua orang Indonesia positif terjangkit virus Corona, yakni perempuan usia 31 tahun dan ibu yang berusia 64 tahun (detik.com) telah menyita banyak waktu dan tenaga masyarakat untuk mengetahui sejauh mana pemerintah bertanggung jawab menangani bencana nonalam tersebut. Media massa menjelaskan setiap hari perkembangan penyebaran Covid-19 dan hal-hal yang menjadi kebijakan dan perhatian pemerintah. Namun sebagian masyarakat menganggap bahwa pemerintah baik di pusat dan daerah berdasarkan pantauan media massa terlihat gagap dan tidak sepakat dalam banyak hal kebijakan yang dikeluarkan. Komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah belum tertata dengan baik. Krisis yang terjadi dampak bencana nonalam seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam Keppres 12 tahun 2020 tentang penetapan Bencana nonalam penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional pada tanggal 13 April 2020, menyebabkan sejumlah persoalan, baik kesehatan, interaksi sosial, perekonomian, kesejahteraan masyarakat, pendidikan dan situasi keamanan. Sangat dibutuhkan komunikasi krisis yang baik dalam menyelesaikan persoalan agar tidak berkepanjangan dan menimbulkan ketidakpercayaan di hati masyarakat. Definisi krisis menurut Davlin (Kriyantono,2012) merupakan suatu kondisi yang tidak stabil dengan berbagai kemungkinan yang menghasilkan suatu hasil yang tidak diharapkan. Dalam situasi krisis, segala prosedur tidak dapat berjalan dengan baik dan terjadi perubahan secara spontan yang berdampak negative pada perusahaan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 211

atau organisasi jika tidak ditangani dengan cepat. Kriyantono (2012) juga mengutip pendapat Duke dkk, bahwa krisis sebagai situasi yang mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik dan nonfisik seperti peristiwa yang membahayakan jiwa manusia (meninggal atau luka) dan merusak sistem organisasi dan lingkungan secara keseluruhan khususnya bagi korban. Pengertian ini sesuai dengan krisis yang terjadi saat ini, Pandemi Covid-19 telah merusak sosial budaya manusia yang terjadi selama ini. Mengakibatkan banyaknya manusia yang meninggal dan sakit serta rusaknya sistem kehidupan yang tertata dalam hal pendidikan, interaksi antarmanusia, perekonomian, pariwisata, keagamaan dan kebudayaan. Terdapat tiga hal yang terjadi dalam krisis menurut Argenti (Prastya,2011), yaitu (1) elemen-elemen yang sifatnya tak terduga, (2) informasi yang tidak mencukupi dan (3) begitu cepatnya dinamika yang terjadi. Sedangkan Millar &Heat menyatakan bahwa informasi suatu krisis menyebar begitu cepat yang berpotensi melumpuhkan jajaran manajemen sebelum mereka bisa mengendalikan situasi dengan efektif. Hal ini juga yang disorot oleh mantan Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo dalam keterangannya pada beritasatu.com tertanggal 1 April 2020. Ia mengungkapkan, sebenarnya media massa bisa didorong untuk menyampaikan informasi yang positif kepada masyarakat, asal pemerintah juga mau terbuka soal informasi sebenarnya. Menurut penilaiannya, kesan informasi tentang virus Corona agak tertutup dan hirarkinya berjenjang dari bawah ke atas yang prosesnya lama sekali. Hal itu berbeda dengan sistem transparansi di Singapura. Pihak yang dinyatakan positif Covid-19 diumumkan kepada publik. sehingga orang yang merasa pernah kontak dengan yang bersangkutan, datang ke rumah sakit mengecek. Ia menyayangkan hal itu tidak dilakukan di Indonesia. Padahal, saat menyebut suspek 01 atau 02 pada kali pertama diumumkan di Indonesia, publik tidak tahu dia siapa, tinggalnya di mana dan pernah bepergian ke mana saja, sehingga membuat masyarakat was-was. (beritasatu.com, 2020) Menurut Yosep, sistem pengelolaan informasi seperti ini memang ada untung-ruginya. Namun, kalau identifikasi terhadap suspeknya itu ditutup, yang terjadi adalah munculnya hoax, kepanikan dan seterusnya. Namun, kalau informasinya dibuka, kemudian kesempatan untuk rapid test itu dibuka seluas-luasnya, orang tentu Komunikasi dan Informasi 212 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

akan lebih tenang. Ia menjelaskan bahwa berita hoax-hoaxitu harus dibantah dengan menanyai sumber-sumber resmi seperti pemerintah dan pihak terkait. Sejauh ini hoax terkait Covid-19 ini sudah sangat banyak. Dari Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mencatat 385 hoax terkait virus Corona dan sudah dicabut, seperti yang terjadi pada kasus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang merasa pernyataannya dipelintir media. Berdasarkan pengertian krisis dan pendapat Josep maka pemerintah menjadi sorotan utama yang diharapkan dapat bertanggung jawab menyelesaikan kepanikan masyarakat dan kerusakan yang ditimbulkan dari dampak bencana nonalam pandemi Covid-19 ini. Komunikasi krisis menjadi satu cara yang diharapkan dapat memberi arahan yang tepat dalam mengendalikan situasi yang terjadi. Dasar dari komunikasi krisis menurut Pinsdorf yang dikutip Prastya (2011) adalah memberikan respons dengan segera begitu krisis terjadi, dengan pesan yang terbuka dan jujur kepada para pemangku kepentingan (stakeholder) baik itu yang terpengaruh secara langsung atau tidak langsung. Perusahaan atau organisasi punya waktu antara 40 menit sampai 12 jam untuk memberikan penjelasan atas krisis yang terjadi. Prinsip Komunikasi Krisis dan Kebijakan Pemerintah Menurut Coombs yang dikutip Prastya (2011) terdapat tiga prinsip penting dalam komunikasi krisis yaitu (1) menyampaikan pesan dengan cepat yaitu memberi kesempatan pada stakeholder terutama media massa untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya untuk menutup peluang bagi pihak-pihak tertentu mengisi kekosongan informasi dengan spekulasi atau informasi salah, (2) konsisten yaitu informasi yang disampaikan bebas dari kontradiksi. Dalam hal ini tim dalam komunikasi krisis harus dapat dipastikan satu suara. Walaupun juru bicara lebih dari satu, tetapi pesan yang diberikan tetap konsisten. Prinsip (3) adalah keterbukaan, yaitu tim komunikasi krisis siap dan bersedia berkomunikasi dengan pemangku kepentingan terutama media massa. Selain itu tim komunikasi krisis harus dapat mengatakan semua yang mereka ketahui tentang krisis yang diseimbangkan dengan stakeholder yang mengalami kerugian langsung akibat krisis. Beberapa kebijakan pemerintah dampak kasus pandemi Covid-19 dari berita tirto.id tertanggal 31 Maret 2020, berdasarkan PERPPU Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 213

No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan dengan tambahan belanja APBN 2020 senilai Rp.405,1 triliun adalah dialokasikan untuk belanja bidang kesehatan, perlindungan sosial, insentif perpajakan dan stimulus KUR serta pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional (restrukturisasi kredit, penjaminan dan pembiayaan dunia usaha seperti UMKM). Berikut rincian kebijakan tersebut : 1.

Prioritas anggaran bidang kesehatan senilai 75 triliun untuk alat pelindung diri (APD) tenaga kesehatan, pembelian alat tes kit, reagen, ventilator, hand sanitizer dan insentif dokter, perawat dan tenaga rumah sakit serta santunan kematian untuk tenaga media dan lainnya

2.

Prioritas anggaran untuk perlindungan sosial senilai Rp110 triliun, dengan menambah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dari 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga, menambah penerima Kartu Sembako dari 15,2 juta menjadi 20 juta orang, anggaran kartu prakerja untuk 5,6 juta orang (PHK, pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil) dan pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA, diskon 50% untuk 7 juta pelanggan 900VA serta dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok senilai Rp25 triliun.

3.

Prioritas anggaran untuk insentif dunia usaha senilai Rp70,1 triliun, yaitu penggratisan pajak PPh 21 sektor industri pengolahan dengan penghasilan maksimal Rp200 juta setahun, pembebasan PPN impor pada 19 sektor tertentu, pengurangan PPh sebesar 25 % bagi para wajib pajak KITE industri kecil menengah, percepatan restitusi PPN bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha, penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22%, serta penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk KUR terdampak Covid-19 selama 6 bulan.

4.

Prioritas nonfiskal, yaitu penyederhanaan larangan terbatas ekspor, penyederhanaan larangan terbatas impor, dan percepatan layanan proses ekspor-impor melalui national logistic ecosystem.

5.

Revisi batas maksimal defisit APBN pada tahun 2020, 2021 dan 2022 yang mungkin membengkak hingga 5,07 persen.

Komunikasi dan Informasi 214 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

6.

Kebijakan moneter yaitu, pemerintah bersama BI dan Otoritas Jasa Keuangan berupaya mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk daya dukung dan menjaga stabilitas perekonomian nasional.

Berita di Kompas.com tertanggal 26 Maret 2020, memaparkan kebijakan lainnya yaitu bahwa Presiden memerintahkan seluruh menteri, gubernur dan walikota memangkas rencana belanja yang bukan belanja prioritas dalam APBN dan APBD seperti perjalanan dinas, pertemuan dan lainnya yang tidak langsung dirasakan oleh masyarakat. Jokowi juga memerintahkan agar pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan ulang anggarannya baik dari sisi kesehatan dan ekonomi serta dapat menjamin ketersediaan bahan pokok dan terjaganya daya beli masyarakat lapisan bawah. Program padat karya tunai diperbanyak dan dilipatgandakan dengan mengikuti protocol kesehatan di beberapa kementerian seperti kementerian PUPR, Perhubungan, Pertanian serta Kelautan dan Perikanan. Kebijakan lainnya adalah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2020 terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ditetapkan pada 31 Maret 2020. Peraturan Menteri Kesehatan No.9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 yang ditetapkan pada 3 April 2020. Selanjutnya terkait kebijakan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang telah membebaskan 22.158 orang narapidana dan anak. 15.477 orang keluar penjara melalaui program asimilasi dan 6.681 orang melalui program hak integrasi (kemlu.go.id). Lalu kebijakan larangan mudik saat Lebaran oleh pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan amanat Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang pengendalian transportasi dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 dan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang pengendalian transportasi selama masa mudik Idul Fitri Tahun1441 Hijriah. Sebagian masyarakat menganggap jika transportasi diizinkan jalan mengapa masyarakat yang mudik dilarang? Untuk apa transportasi jalan jika penumpang dilarang ada? Belum lagi soal kesesuaian wilayah yang diberi izin karena hal-hal tertentu dan PP No 21 tahun 2020 terkait PSBB yang belum dipahami betul oleh masyarakat.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 215

Penerapan Komunikasi Krisis dan Penerapan Kebijakan Pemerintah Berdasarkan prinsip tentang komunikasi krisis dan beberapa kebijakan yang telah disosialisasikan pemerintah, maka terdapat pendapat bahwa pemerintah pusat dinilai tidak konsisten dalam mengambil kebijakan khususnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Survei yang dilakukan Indo Barometer memaparkan bahwa 53,8 persen responden tidak puas terhadap kebijakan penanganan pandemi Covid-19. Sedangkan 45,9 persen menyatakan puas dan sisanya menjawab tidak tahu. Survei dilakukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan pada tanggal 12-18 Mei 2020. Adapun jumlah responden dari keseluruhan kota adalah 400 orang.(tribunnews.com)

Gambar 1. Hasil Survei Indo Barometer Publik Tak Puas Kinerja Jokowi Tangani Corona, Sukabumiupdate.com

Senada dengan hasil survey, Wakil Ketua MPR RI Syariefuddin Hasan mengatakan bahwa diperlukan kebijakan yang tegas dalam penanganan pandemic. Ia meminta seluruh pejabat berjalan dalam satu kebijakan yang tegas, terkontrol dan konsisten dengan kedisiplinan yang tinggi. Ia memberikan apresiasi yang tinggi kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letjen Doni Monardo yang turut meluruskan pernyataan Menteri Perhubungan saat Raker dengan DPR Tentang Kebijakan Pelonggaran PSBB. Bagi Syarief Hasan, Komunikasi dan Informasi 216 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

melonggarkan kebijakan jika indicator keberhasilan dari tingkat terinfeksi dan mortalitas secara sigifikan telah turun. Sementara di Indonesia tren kedua indikator justru semakin meningkat. Terkait pernyataan Menteri Perhubungan, Doni Monardo menegaskan bahwa layanan transportasi yang dibuka bukan untuk masyarakat umum tetapi untuk pihak-pihak yang tersangkut paut dengan penanganan Covid-19. (detiknews.com) Syarief Hasan berpendapat bahwa Menteri Perhubungan tidak tegas dan hal ini dapat berdampak pada lambatnya penanganan pandemi. Sehingga ia berharap seluruh pejabat ketika melakukan semua tindakannya dapat berjalan dalam satu kebijakan yang tegas, terkontrol dan konsisten dengan kedisiplinan yang tinggi. Jika merujuk dari prinsip komunikasi krisis maka poin kedua dalam hal kekonsistenan masih belum terlaksana dengan baik. Pemerintah pusat belum sama dalam menyampaikan komunikasi krisis dan itu terbukti dari pendapat Syarief Hasan. Komunikasi krisis seperti definisi sebelumnya memerlukan sikap konsisten dan keterbukaan kepada semua stakeholder yang terkait. Jika terkesan berbeda dan tertutup maka komunikasi krisis belum dilaksanakan dengan baik. Penting bagi pemerintah pusat memerintahkan jajarannya baik di Kementerian maupun pemerintah daerah agar tidak terkesan salah bicara. Pesan yang disampaikan harus merujuk kebijakan yang telah diambil. Berdasarkan laporan berita Merdeka.com, kasus positif Covid-19 di Sumut terus melonjak. Terlapor di tanggal 23 Juni 2020, positif Covid-19, 1.232 orang karena dalam satu hari terdapat 117 kasus positif dan yang meninggal dunia menjadi 77 orang. Dalam hal ini dr. Whiko dari perwakilan Gugus Tugas di Sumatera Utara hanya mengimbau masyarakat Sumatera Utara untuk mematuhi protokol kesehatan dengan selalu memakai masker, mencuci tangan dengan air dan sabun serta selalu menjaga jarak. Tidak ada himbauan kepada pihak berwenang melakukan tindakan tegas kepada masyarakat di zona merah. Dalam penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penetapan wilayah PSBB datangnya dari pemerintah daerah. Hal ini terkesan tidak tegas karena saat ini beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai zona merah dimana perkembangan penyebaran Covid-19 meningkat dengan korban positif dan meninggal yang Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 217

masih tinggi tidak mendapat tindakan tegas untuk menertibkan masyarakatnya agar tetap melakukan social distancing seperti pada waktu awal Maret diketahui adanya pandemi ini. Penerapan prosedur kesehatan yang ditetapkan pemerintah dilakukan sekedar saja. Dari pantauan di Sumatera Utara, masyarakat yang menggunakan masker masih pada saat mau keluar rumah. Sedangkan ketika bekerja di kantor, banyak yang melepas masker atau ketika berbicara dengan yang lain membuka maskernya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Sumut belum memahami dengan baik fungsi pemakaian masker secara tepat. Petugas kepolisian yang pada awal dilakukan karantina wilayah di Sumut tidak lagi bertindak tegas. Sehingga sampai tertanggal 26 Juni 2020 pasien positif di Sumut mencapai 1.370 orang dan meninggal 86 orang. Sedangkan yang sembuh 356 orang. (Kompas.com) Komunikasi krisis harus terus disampaikan oleh pemerintah agar masyarakat tidak sepele terhadap pandemi Covid-19 ini. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi dalam membina masyarakat agar dapat menerapkan protokol kesehatan. Semua stakeholder harus mengingatkan masyarakat agar tetap melakukan social distancing. Bukan membiarkan saja masyarakat itu bertindak. Pemerintah pusat dan daerah serta Gugus Tugas harus menindak masyarakat yang masih melakukan kerumunan melebihi 50 orang dalam suatu lokasi. Pembatasan sosial biasanya sulit dihindari ketika ada pesta dan kemalangan. Tetapi disinilah peran pemerintah pusat dan daerah dalam mengedukasi masyarakat dan menyampaikan pesan-pesan transformasi budaya yang berbeda dari yang berlaku selama ini untuk diterapkan dalam percepatan penanganan Covid-19. Komunikasi krisis pemerintah tidak hanya disampaikan secara cepat tetapi pesan-pesan kebijakan dan penerapan kebijakan harus dilakukan secara konsisten serta memberikan sikap keterbukaan kepada semua stakeholder yang terlibat untuk bersama-sama menerapkan kebijakan yang telah dibuat sehingga semua yang terkait, dapat secara serentak, satu hati dalam tindakan untuk melakukan percepatan penanganan Covid-19. Informasi krisis terkait masih meningkatnya korban meninggal dan orang positif Covid-19 di daerah zona merah, diharapkan segera ditindaklanjuti dengan tegas sehingga krisis cepat ditangani dan perekonomian di Indonesia dapat bangkit. Komunikasi Komunikasi dan Informasi 218 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

krisis yang tidak dilakukan dengan baik akan mengakibatkan lambatnya penanganan krisis dan mendatangkan kesulitan baru atau krisis lainnya yang salah satunya berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. Penutup 1) Berhasilnya komunikasi krisis pemerintah tidak terlepas dari kesatuan dan kerjasama stakeholder dalam melakukan kebijakan yang ditetapkan. 2) Indikator komunikasi krisis seperti dalam menyampaikan pesan dengan cepat tetap memperhatikan kekonsistenan informasi atau pesan yang disampaikan di semua jajaran dan stakeholder yang terlibat sehingga lebih mudah untuk mendapat gambaran keberhasilan kebijakan dan memperbaiki celah-celah yang menghambat percepatan krisis. 3) Pemerintah pusat diharapkan dapat mendorong dan mengingatkan pemerintah daerah agar menerapkan kebijakan secara jujur dan terbuka dan akan memberikan sanksi kepada pemerintah daerah dan masyarakat yang tidak melakukan sesuai dengan ketentuan, sehingga kondisi penerapan kebijakan yang ditemukan tidak sesuai segera diberikan tindakan untuk memberikan rasa percaya kepada masyarakat bahwa pemerintah serius melakukan kebijakan yang telah mereka buat. 4) Komunikasi krisis tidak akan terlaksana dengan baik jika pemerintah berjalan sendiri dan tidak melakukannya bersama dengan stakeholder yang terlibat. Oleh karena itu media massa sebagai stakeholder berperan penting dalam membantu pemerintah melakukan komunikasi krisis di era pandemi Covid-19 ini.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 219

Daftar Pustaka Acuan Primer (Jurnal) Prastya, N. M. (2011). Komunikasi Krisis di Era New Media dan Social Media Narayana Mahendra Prastya Mahasiswa Pascasarjana Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Jurnal Komunikasi, 6, 1–20. Acuan sekunder (Buku) Kriyantono, R. (2014). Teori-Teori Public Relation Perspektif Barat dan Lokal : Aplikasi penelitian dan Praktik (pertama). Kencana Prenada Media Grup. Sumber Internet Beritasatu. (2020). Media Harus Jadi Rumah penjernih Lawan Hoax Covid-19. Beritasatu. https://www.beritasatu.com/ nasional/615371-media-harus-jadi-rumah-penjernih-lawanhoax-covid19 detiknews. (2020). Kapan Sebenarnya Corona Pertama sekali Masuk RI. Detiknews. https://news.detik.com/berita/d-4991485/kapansebenarnya-corona-pertama-kali-masuk-ri detiknews. (2020). Atasi Covid-19, Pimpinan MPR Dorong Pemerintah Buat Kebijakan Tegas. Detiknews. https://news.detik.com/ berita/d-5005633/atasi-covid-19-pimpinan-mpr-dorongpemerintah-buat-kebijakan-tegas Kemlu. (2020). Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia Terkait Wabah Covid-19. Kemlu. https://kemlu.go.id/brussels/id/ news/6349/kebijakan-pemerintah-republik-indonesia-terkaitwabah-covid-19 Kompas. (2020). 9 Kebijakan Ekonomi Jokowi di Tengah Pandemi Covid-19. Kompas.Com. https://nasional.kompas.com/ read/2020/03/26/07412441/9-kebijakan-ekonomi-jokowi-ditengah-pandemi-covid-19-penangguhan-cicilan?page=all Kompas. (2020). Update Covid-19 di Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi dan Bengkulu. Kompas.Com. https://regional.kompas.com/ read/2020/06/26/16460041/update-covid-19-di-aceh-sumutsumbar-riau-kepri-jambi-dan-bengkulu-26-juni Komunikasi dan Informasi 220 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Merdeka. (2020). Positif Covid-19 di Sumut Capai 1.232 Orang, Kasus Harian Pecahkan Rekor. Merdeka. https://www.merdeka.com/ peristiwa/positif-covid-19-di-sumut-capai-1232-orang-kasusharian-pecahkan-rekor.html Sukabumiupdate. (2020). Hasil Survei Indo Barometer. Sukabumiupdate. https://sukabumiupdate.com/detail/ragamberita/nasional/70123-Hasil-Survei-Indo-Barometer-Publik-TakPuas-Kinerja-Jokowi-Tangani-Corona tirto. (2020). Daftar Kebijakan Jokowi Tangani Pandemi Corona dan Isi Perppu Baru. Tirto. https://tirto.id/daftar-kebijakan-jokowitangani-pandemi-corona-dan-isi-perppu-baru-eJYX tribunnews. (2020). Survei : 53,8 Persen Warga Tak Puas Terhadap Kerja Jokowi Hadapi Covid-19. Tribunnews. https://www.tribunnews. com/corona/2020/05/26/survei-538-persen-warga-tak-puasterhadap-kerja-jokowi-hadapi-covid-19

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 221

KOMUNIKASI NEW NORMAL MASA PANDEMI COVID-19 Ridwan Setiawan Daradjat

Memasuki masa new normal yang merubah infrastruktur, kebiasaan, pola hidup, gaya hidup juga pola komunikasi yang dialami dirasakan dan dijalani setiap orang di seluruh dunia ketika pandemi Covid-19 muncul. Tidak bisa dihindari komunikasi yang bisa dikatakan virtual menjadi fenomena yang berlangsung di akhir tahun 2019 dan awal 2020 ketika ditemukannya virus corona yang membuat social distancing dan physical distancing bahkan communication distancing pun dilakukan dengan sesama kerabat maupun keluarga yang membuat kebiasaan baru dalam kehidupan masa pandemi Covid-19 saat ini. Imbas kehidupan new normal yang menurut penulis itu merupakan kehidupan upnormal baru yang merubah tatanan masyarakat menjalankan kehidupan sehari-harinya. Dengan menerapkan protokolprotokol kesehatan bagi masyarakat agar tidak terjangkit virus corona. Bisa diamati bahwa berbagai sektor mengalami perubahan drastis berpindah kedunia virtual, yang secara terpaksa harus diterapkan demi menjadi atau mencegah penyebaran virus di dunia nyata. Seperti komunikasi sesama rekan kerja dan atasan yang dilakukan secara konferensi video atau istilah lainnya ialah face time yang bertujuan pertemuan secara berkelompok untuk membahas suatu hal-hal penting. Sebelum adanya wabah virus corona terjadi, komunikasi secara virtual sebenarnya sudah muncul sebelumnya, namun semakin meningkat melakukan komunikasinya di masa pandemi covid-19 dan semakin intens pengunaannya di fase new normal saat ini. Bahkan banyak inovsi-inovasi dalam bidang komunikasi di fase new normal yang dibuat untuk kemudahan-kemudahan masyarakat. Sebagai contoh komunikasi untuk konfrensi video dengan menciptakan aplikasi-aplikasi dalam gawai atau perangkat, komunikasi pemasaran yang mau tidak mau dipaksa untuk menggunakan jaringan internet dan juga aplikasi telepon pintar, komunikasi pendidikan yang mana antara pendidik dan peserta didik pun hanya bisa bertatap muka dan berdiskusi dalam dunia maya atau secara virtual. Komunikasi dan Informasi 222 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Komunikasi yang beragam pun dilakukan ketika diberlakukannya pembatasan sosial bersekala besar atau disingkat PSBB oleh pemerintah mulai dari komunikasi menggunakan media sosial, komunikasi media massa yang secara intens menginformasikan perkembangan mengenai pandemi Covid-19 yang sedang terjadi di seluruh dunia. Tingkat kebutuhan masyarakat dalam menggunakan tidak dapat dihindari lagi, dan daya beli masyarakat pun beralih untuk membeli paket data atau pulsa internet untuk tetap berkomunikasi dengan rekan kerja maupun dengan kerabat jauh di luar kota bahkan di luar negeri. Komunikasi tatap muka yang dilakukan pun beralih caranya dengan komunikasi tatap muka secara virtual. Penerapan komunikasi dalam fase new normal di segala bidang kehidupan menjadi merubah tatanan kehidupan sosial masyarakat, yang ujungnya mempengaruhi perekonomian masyarakat juga. Banyak istilah-istilah baru yang digunakan untuk mengedukasi sekaligus mempersepsi masyarakat agar tujuannya terhindar dari wabah virus corona. Penggunaan media digital merupakan solusi terbaik saat new normal kita jalani, karena ketika berkomunikasi tatap muka langsung kita mengalamai gangguan dalam komunikasi dengan tidak jelasnya saat berbicara langsung. Hal itu diakibatkan kita harus menggunakan masker atau bahkan pelindung wajah untuk menjalani protokol kesehatan namun berdampak hambatan saat berkomunimasi dengan tatap muka. Berkaitan dengan pesan yang disampaikan itu akan semakin bias bahkan saru, karena terdengar tidak jelas ketika berbicara langsung tatap muka dengan menggunakan masker atau pelidung wajah. Intonasi artikulasi dan volume suara yang keluar dari mulut tidak dengan jelas saat berbicara menyampaikan pesan. Dilematis sebenarnya ketika tatap muka secara langsung dan melakukan komunikasi dengan menggunakan masker atau pelindung wajah. Satusatunya jalan ialah ketika komunikasi secara tatap muka ialah dengan menggunakan komunikasi secara non verbal, merupakan komunikasi yang berlangsung bukan hanya melalui kata dan kalimat secara lisan, misalnya melalui tindakan, ekspresi wajah, tulisan dan gambar, yang dikenal sebagai lambang yang memiliki makna dan juga menekankan makna yang tersirat dari komunikasi secara verbal (Syarifuddin dan Suryanto, 2016:126).

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 223

Alur komunikasi new normal dengan mengandalkan dunia virtual dimulai ketika informasi munculnya virus baru bernama corona itu digembar-gemborkan oleh media-media massa baik internasional maupun nasional. Secara masif ketika diakhir tahun 2019 yang sebenarnya pernah ada wabah-wabah virus sebelum corona muncul pada beberapa abad yang silam dan berhasil diatasi meski memakan waktu yang lama untuk mengatasi virus yang menyerang manusia. Dunia medis dan bidang komunikasipun ikut terubah dengan situasi new normal life yang menjalankan serangkaian protokol-protokol dalam menjalankannya. Seperti halnya ketika akan melakukan tes-tes kesehatan pada masyarakat perlu dilakukan komunikasi terlebih dahulu. Bahkan memberikan sebutan atau label pada orang yang tertular atau terkena viruspun dilakukan dengan singkatan ODP (Orang Dalam Pengawasan), PDP (Pasien Dalam Pemantauan), OTG (Orang Tanpa Gejala). Sudah menjadi hal yang biasa dalam komunikasi menggunakan labelling agar memudahkan orang lain untuk mengingat akan bahayanya virus corona, dari orang yang tertular virus. Labelling tersebut muncul ketika negara-negara di beberapa benua mulai banyak warga negaranya tertular virus corona tersebut dengan memberikan singkatan-singkatan yang dibuat istilahnya dari badan atau organisasi kesehatan yang ada di negaranya. Isitlah physical distancing dibuat oleh Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) yang memiliki arti istilah ‘pembatasan sosial’ adalah menghindari tempat umum, menjauhi keramaian, dan menjaga jarak optimal 2 meter dari orang lain (sumber: alodokter.com).

Gambar 1. Fase Komunikasi Pandemi Covid-19

224 |

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

Penyaluran komunikasi masa pandemi dengan bisa dikatakan biasa digunakan oleh kebanyakan orang diseluruh dunia. Alihalih pengunaan saluran komunikasi secara virtual menjadi seperti kebutuhan pokok sehari-hari, karena adanya pembatasan jarak fisik yang dikeluarkan di seluruh dunia agar penyebaran wabah corona tidak semakin meluas. Meskipun pada kenyataannya sudah tersebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Komunikasi pada awal mula kemunculan virus dikomunikasikan secara tertutup dikarenakan untuk menghindari kepanikan massal di seluruh dunia, lagi-lagi tak dapat dihindari komunikasi yang istilahnya dari mulut ke mulut berubah menjadi komunikasi dari gawai (perangkat) ke gawai. Komunikasi yang dukungan salurannya melalui teknologi digital ditambah kekuatan internet yang dapat menyebarluaskan informasi atau pesan apapun, memberikan juga efek panik massal. Terlepas informasi atau pesan itu hoax atau fakta yang pasti komunikasi ke seluruh dunia sudah dapat dengan mudah dilakukan antar individu dengan individu, maupun antara individu dengan kelumpok. Fase pembatasan sosial maupun pembatasan fisik secara dunia nyata diterapkan, namun secara dunia maya (virtual) tidak akan pernah bisa diterapkan, karena kemudahan tadi yang didukung akses cepat dilakukan agar komunikasi terjadi tanpa hambatan jarak. Komunikasi fase new normal ditempuh oleh semua orang, baik yang sehat maupun yang tejangkit virus corona. Baik disadari atau tidak bahwa komunikasi yang biasanya berlangsung sebentar dengan menggunakan perangkat masing-masing. Bahkan ketika menyampaikan pesan berantai secara tertulis haruslah mempertimbangkan banyak hal seperti yang diungkapkan Yosal dan Yani dalam bukunya mengutarakan bahwa adanya mata rantai komponen menyampaikan pesan dari komunikator pada komunikan dan adanya gangguan merupakan halhal yang perlu kita pertimbangkan saat melakukan komunikasi secara tertulis. Kita mewaspadai kemungkinan terjadinya gangguan semantis kita upayakan bisa diminimalkan atau dihilangkan dengan cermat memilih kata-kata yang dianggap bisa dipahami komunikan sehingga sekaligus meminimalkan atau menghilangkan juga gangguan yang ada pada penerima (Yosal dan Yani,2014:27). Berubah pola hidup masyarakat termasuk berubah pula komunikasi dan aplikatif dari communication distancing yang diistilahkan dalam Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 225

fase new normal pandemi covid-19 ini. Maksud dari jarak komunikasi itu sebenarnya metamorfosa dari komunikasi yang berjarak atau jarak jauh dan dapat dikatakan intensitas komunikasinya. Komunikasi yang memiliki jarak disini bermakna komunikasi yang dijaraki baik jarak geografis dan jarak intesitasnya. Yang mana jarak secara geografis bisa diartikan komunikasi berjarak dekat dan komunikasi berjarak jauh. Komunikasi berjarak dekat memiliki arti komunikasi yang dilakukan antara komunikator dengan komunikan yang memiliki jarak domisili yang berjauhan, namun terhubung dengan perangkat selular dengan akses internet untuk saling bertukar informasi atau pesan. Jarak yang diartikan jauh meskipun dalam kota, namun bisa juga dekat karena dalam jangkauan atau radius kurang dari 1 kilometer. Kalau jarak fisik harus 2 meter, yang merupakan protokol kesehatan untuk mencegah penularan secara langsung virus corona. Lain dengan jarak komunikasi bisa berkonotasi jauh meski fisik tidak berdekatan namun dapat bertukar informasi dan pesan yang ingin disampaikan. Jarak komunikasi yang mana penggunaan medianya secara spesifik berupa media sosial dengan formatnya visual dan audio berfungsi dengan akses internet yang tergantung kecepatan dan kekuatan sinyal. Hambatan jarak komunikasi ialah sinyal internet yang tergantung pada pemancar dari penyedia jasa telekomunikasi selular yang sesuai letak geografis dari penggunanya. Secara teknik hal ini mempengaruhi komunikasi yang terjadi dengan media sosial, untuk itu juga para provider telepon selular dapat mengantisipasi kendala-kendala teknis yang akan terjadi sehingga jarak komunikasipun dapat dengan lancar dengan sedikit hambatan. Jarak komunikasi yang dilakukan secara intens dapat tersampaikan pesan juga maksud yang lebih jelas daripada komunikasi yang dilakukan sesekali. Hal itu menjadikan jarak komunikasi memiliki nilai penting dari sisi intensitasnya. Secara persepsi jarak komunikasi diasumsikan menimbulkan mutli persepsi yang dapat dipahami oleh masing-masing individu ketika menerima informasi maupun pesan. Informasi mengenai covid-19 yang dalam fase awal kemunculannya di Indonesia dinilai penyalurannya terbantu melalui media sosial dan televisi. Ditambah gencarnya, informasi disalurkan dengan visual-visual menarik diperkuat dengan audioaudio yang unik menjadikan jarak komunikasi bermakna respon akan muncul positif. Komunikasi dan Informasi 226 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Persepsi postif dari jarak komunikasi muncul ketika jarak komunikasi bersamaan digunakannya dengan media online. Baik secara searah seperti siaran langsung di media sosial maupun siaran langsung di media televisi. Fase komunikasi saat status negara yang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau bahkan ada negara yang berstatus lockdown melakukan komunikasi yang tegas kepada warga negaranya maupun warga negara asing yang ingin masuk ke negara tersebut, dalam fase ini melakukan komunikasi peringatan keras yang harus dipatuhi oleh warga negaranya untuk tetap berada dirumah masing-masing. Itu memiliki kekuatan makna untuk warga negaranya agar terlindungi penyebaran virus corona secara massal. Namun lagi-lagi persepsi negatif pun timbul dibalik kepatuhan masyarakat akan aturan diam di rumah. Respon yang timbul tersebut mengacu bagaimana komunikasi dimaknai secara terperinci, dan apa hikmah dibalik pandemi tersebut yang memicu persepsi-persepsi yang berbeda-beda dari penerima pesannya. Komunikasi yang terjadi antara pemerintah dan warga negaranya sudah dapat dipastikan tidak semua warga negaranya mengetahui apa yang ditegaskan oleh pemerintah masing-masing negara, karena informasi terkonstrasi pada warga negaranya yang berada di pusat kota, lain halnya masyarakat yang berada daerah pelosok yang mungkin tidak terjangkau media elektronik seperti televisi. Komunikasi yang harus dilakukan ialah komunikasi secara langsung mendatangi masyarakat yang berada di pelosok, namun kendalanya ialah terganjal adat istiadat yang mereka pegang teguh. Meski masyarakat di daerah pedalaman terhindar dari wabah, tidak menutup kemungkinan akan tertular dari salah satu warganya yang telah keluar daerah lalu kembali kedaerahnya karena ketidaktahuan informasi sedang ada pandemi Covid-19 di kota. Efek yang timbul dari komunikasi fase ini ialah isolasi komunikasi yang terbatas pada wilayah per wilayah, bisa diasumsikan komunikasi wilayah terjadi dengan membuat komunitas-komunitas atau bahkan membentuk satgas-satgas komunikator untuk tetap berkomunikasi dengan anggota komunitasnya. Media penyalurannya tentunya diharuskan menggunakan media virtual. Baik sosial media maupun akses internet bahkan aplikasi sekalipun dapat digunakan secara optimal. Bijak dalam penggunaan media dapat bergantung pada karakter individu-individu yang menggunakan media tersebut. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 227

Kesadaran individu yang melakukan komunikasi dengan baik ialah menyaring dan memilih informasi atau pesan yang diterimanya dengan cermat dan teliti sehingga akan melakukan tindakan yang tepat ketika mengkolektifkan makna-makna dari pesan yang diterimanya. Satgas komunikasi sudah dipastikan memiliki tugas dan peran yang penting dalam menyebarluaskan informasi atau pesan kepada masyarakat. Tidak hanya tanggunjawab pemerintah yang menginformasikan kepada masyarakat akan arti pentingnya PSBB atau social distancing namun masyarakat pun dapat bekerjasama dengan pemerintah untuk saling mengkomunikasikan akan informasi atau pesan yang benar, aktual, dan faktual. Fase komunikasi yang lain ialah komunikasi dalam penanganan pandemi yang sampai saat ini menjadi tugas bersama disetiap lini. Tidak hanya tugas utama paramedis dalam penanganan pandemi Covid-19 ini namun masyarakat yang sadar akan arti penting kesehatan dengan cara mendukung peringatan dan protokol kesehatan. Fase ini melakukan komunikasi yang juga secara terus-menerus dalam menangani pandemi Covid-19 dengan cara menyehatkan masyarakat agat tidak terjangkit virus corona. Bisa dikatakan komunikasi penyuluhan secara daring dapat dioptimalkan, didukung pula dengan komunikasi dengan media luar ruang yang tersebar hingga keseluruh daerah-daerah. Pemikiranpemikiran baru pun diharapkan tumbuh dan berkembang untuk mengkomunikasikan bagaimana penangan pandemi Covid-19 yang sedang terjadi ini. Dengan kata lain komunikasi kesehatan dilakukan oleh para petugas kesehatan, satgas, dan unsur-unsur lainnya yang dapat mendukung percepatan penangan wabah virus corona baik dalam negeri maupun seluruh negara. Pentingnya komunikasi penangan pandemi Covid-19 ini bergantung pada keselarasan pemerintah dan masyarakat untuk saling mendukung untuk segera penanganan tersebut. Sadar kewajiban lebih diutamakan dalam fase komunikasi ini, agar muncul saling bahu membahu untuk percepatan penanganan wabah virus corona tersebut. Bisa dengan melakukan riset, inovasi dan kreasi yang berwujud dan mudah untuk diaplikasikan oleh dan untuk masyarakat. Kebermanfaatan dari apa yang kita lakukan menjadikan penanganan wabah corona ini semakin cepat teratasi. Meski secara medis takdirnya virus corona tidak akan hilang dari kehidupan didunia ini namun Komunikasi dan Informasi 228 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dapat diatasi dan dicegah sebaik mungkin agar tidak tertular dan dapat sembuh dengan sendirinya, tentunya dengan melakukan komunikasikomunikasi yang berfaedah seputar penanganan kesehatan diri, kesehetana lingkungan, kesehatan masyarakat, dan kesehatan seluruh dunia. Inovasi-inovasi terus dilakukan dalam bidang komunikasi secara nyata maupun secara vitual baik elektronik maupun konvensional dalam penyebaran pesan secara terus-menerus. Harapanya adalah masyarakat awampun dapat melakukan komunikasi-komunikasi yang bersifat mengajak keluarganya, lingkungan masyarakatnya untuk dapat menangani pandemi Covid-19 ini secara bergotong-royong. Indahnya kebersamaan dan berbagi informasi dengan komunikasi yang sehat dengan teliti memilih pesan-pesan komunikasi yang diberikan oleh pemerintah untuk penanganan wabah corona tersebut. Dengan saling mengkomunikasikan apa yang dirasa penting dan perlu itulah menjadi peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sudah saatnya setiap individu peduli akan diri sendiri, peduli akan lingkungan sekitarnya sehingga tercipta kebersamaan atau keharmonisan dalam menangani wabah corona ini. Namun kita pun harus melek hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur penyebaran informasi, agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan orang lain dan merugikan diri sendiri. Fase komunikasi new normal inilah yang sedang terjadi sampai hari ini, dimana semua perubahan terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat tentunya. Komunikasi ini dilakukan dalam rangka masih menanamkan persepsi positif bagi individu-individu yang sadar akan kesehatan dirinya dan lingkungannya. Komunikasi mengenai informasi protokol kesehatan masih terus gencar dilakukan dalam fase komunikasi ini, yang mana penggunaan media massa dan media sosial masih terus digunakan agar tujuan dari penanganan wabah corona tersebut dapat berhasil dilakukan. Kondisi new normal memaksa seluruh lapisan masyarakat melakukan perubahan yang signifikan dalam melakukan aktifitasnya. Seperti halnya dalam melakukan perniagaan, peribadatan, bahkan sampai aktifitas pendidikan pun menjadi kondisi atau keadaan new normal. Kebiasaan-kebiasaan yang sebenarnya dulu dilakukan jarang menjadi dilakukan secara sering (intens) misalnya kebiasaan mencuci tangan yang sebelum pandemi jarang dilakukan kini menjadi sering dilakukan baik dengan menggunakan handsanitaizer maupun Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 229

dengan sabun pembersih. Kehidupan sosialpun berubah yang sekarang dilakuan berjarak minimal 2 meter bahkan sampai berjarak jauh dengan media daring. Komunikasi bisnis yang sekarang terjadi beralih ke bisnis secara daring, dengan bentuk komunikasi pemasaran dapat mudah dilakukan dalam kehidupan new normal dengan akses internet dengan lamanlaman yang beraneka ragam untuk berjualan, yang sebenarnya sudah dilakukan sebelum munculnya pandemi Covid-19 namun semakin gencar dilakukan oleh pelaku usaha menengah dan usaha kecil untuk efisiensi biaya operasional namun memaksimalkan pemasukan. Transaksipun beralih menjadi transaksi secara digital, yang dilakukan antara penjual dan pembeli. Dengan fitur komunikasi pemasaran yang sederhana namun dalam komunikasi pemasaran secara virtual ini tidak dapat melakukan penawaran dari pihak pembeli, namun dilakukan penawaran dari pihak penjual berupa potongan harga. Sudah barang tentu ini menjadi dari daya tarik pemasaran dalam dunia virtual. Bidang kesehatan yang melakukan komunikasi fase new normal ini juga dipastikan berubah, yang mana komunikasi-komunikasi untuk inovasi penemuan vaksin untuk menangani virus corona terus dilakukan. Inovas-inovasi yang terus dilakukan dikomunikasikan dengan berbagai bentuk untuk memunculkan citra bahkan reaksi masyarakat tentang keberhasilan penanganan wabah corona tersebut, diseluruh negara dengan pemberitaan-pemberitaan inovasi vaksin terus muncul. Dengan komunikasi yang faktual dan aktual pada akhirnya masyarakat menemukan harapan baru di fase new normal ini dengan inovasi penemuan vaskin yang sedang diuji secara klinis dan akan segera dapat dimanfaatkan oleh masyarakat diseluruh dunia agar kondisi new normal yang kita alami benar-benar normal terjadi, kebal terhadap virus corona baik dari diri sendiri dan lingkungannya. Mari komunikasikan yang positif, faktual dan aktual agar tercipta kondisi kembali ke kehidupan normal meski virus corona masih tetap ada disekitar kita.

Komunikasi dan Informasi 230 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Gassing, S. Syarifuddin dan Suryanto. 2016. Public Relations. Yogyakarta: Penerbit Andi. Iriantara, Yosal dan A. Yani Surachman. 2014. Public Relations Writing: Pendekatan Teoritis dan Praktis. Bandung: Penerbit Simbiosa Rekatama Media. Sumber Internet Nadhira, Marsa, Andi. (2020). “Beragam Istilah Terkait Virus Corona dan COVID-19” alodokter.com, 27 Mei 2020. diakses 29 juni 2020.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 231

KOMUNIKASI PEMERINTAH DALAM KEPUTUSAN SOCIAL DISTANCING Falimu

Saat ini dunia sedang d uji dengan pandemi virus yang luar biasa mengguncang beberapa negara termasuk Indonesia. Sejak bulan Januari atau awal Februari berita tentang virus ini dimulai dari kota wuhan China. Pada awalnya pemerintah Indonesia tidak terlalu memperdulikan berita tentang menyebarnya virus corona dibeberapa Negara. Pemerintah mulanya menganggap bahwa pandemi Covid-19 ini tidak akan sampai ke Indonesia sementara penyebaran virus semakin menyebar kenegara-negara lain lewat orang-orang yang dinyatakan sebagai transmisi. Pernyatakan optimisme yang disampaikan pemerintah tidak sejalan dengan usaha pemerintah. Pemerintah tidak menutup jalur penerbangan, laut maupun darat dari dan ke luar negeri hingga akhirnya awal Maret terdeteksi bahwa ada 3 orang yang baru bepergian ke luar negeri dan dinyatakan positif Covid-19 oleh dokter. Komunikasi yang dilakukan pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini dimana negara harus tegas dalam mengambil sebuah keputusan untuk menyelamatkan masyarakat. Hal ini sangat disayangkan, pemerintah tidak tanggap dalam menghadapi pandemi Covid-19 seperti yang terjadi di negara-negera lain, sehingga jalur komunikasi tidak begitu baik bahkan pemerintah terkesan tidak siap dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Komunikasi pemerintahan pada umumnya, menunjukkan proses pengiriman dan penerimaan pesan (massages) dari satu pihak kepada pihak lain melalui cara-cara dan saluran-saluran tertentu dengan harapan terjadi perubahan perilaku sesuai dengan pesan yang diterima. Komunikasi pemerintahan adalah hasil dari proses rumit yang meliputi baik kognisi (thinking) dan perilaku (doing). Arus komunikasi yang disampaikan pemerintah terkesan lambat dan tidak berpendirian tetap membuat masyarakat juga sangat kecewa. hal ini terbukti saat pemerintah megumumkan bahwa tidak ada Komunikasi dan Informasi 232 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

mudik bagi masyarakat yang tinggal di zona merah atau daerah yang sudah terpapar dengan virus Covid-19. Namun selang beberapa hari kemudian pemerintah mengumumkan kepada media bahwa boleh pulang kampung yang dilarang adalah mudik. Hal ini kemudian menjadi polemik dimasyarakat antar mudik dan pulang kampung. Komunikasi seperti ini sangat membingungkan masyarakat, boleh pulang kampung tapi tidak boleh mudik. sementara dalam kamus bahasa Indonesia pengertian pulang kampung sama dengan pengertian mudik. jalur komunikasi yang kurang baik sehingga membingungkan masyarakat untuk berbuat. Lalu ditambah lagi dengan kegundahan pasca diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah yang sudah tergolong zona merah atau daerah yang sudah terpapar dengan virus yang sangat mengacaukan ini. Pandemic virus ini sangat mengganggu lini kehidupan negara baik itu ekonomi, politik, maupun kehidupan keagaaman, dari segi politik dimana pesta demokrasi pemilihan kepala daerah kemudian ditunda seperti halnya di kabupaten Banggai Sulawesi Tengah yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Dari segi ekonomi kita bisa lihat daya beli masyarakat menurun apalagi saat pasar-pasar, mal-mal dan toko-toko ditutup atau dilarang beroperasi, termasuk warteg-warteg rakyat kecil yang menggantungkan sumber kehidupan masyarakat kecil.Dari segi tranportasi banyak gojek, taksi dan usaha-kusaha tranportasi lainnya tutup yang secara otomatis akan mengakibatkan lumpuhnya jalur perekonomian masyarakat. Dari segi keagamaan.selama bulan ramadhan masjid yang biasanya ramai dengan berbagai kegiatan masjid terlihat sepi. Hal ini disebabkan adanya larangan pemerintah untuk melaksanakan sholat atau kegiatan yang lain. Salah satu manfaat Social Distancing adalah menjaga penyebaran virus Corona atau biasa disebut Covid-19. cara ini dianggap ampuh dalam memutus mata rantai penyebaran virus covid-19 sebab sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh para ahli bahwa virus tersebut hanya akan terjadi penularan jika seseorang akan bersentuhan dengan orang lain atau jika orang yang disebut carier atau orang yang terjangkit virus namun tidak terlihat gejala medis yang terjadi biasa disebut dengan orang tanpa gejala (OTG). Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 233

Dalam melakukan social distancing sesuai anjuran yang disampaikan pemerintah selain dapat menghindari penularan yang dilakukan oleh orang lain kepada kita atau oleh kita kepada orang lain. Maka dalam suasana seperti .sebisa mungkin untuk menjaga jarak dan tidak melakukan aktivitas di luar rumah, apalagi dengan berkerumun. Beberapa manfaat dari kebijakan Social Distancing diantaranya adalah : 1.

Mengurangi polusi Dengan kebijakan Social Distancing yang dikeluarkan oleh pemerintah maka secara otomatis aktivitas masyarakat akan terbatas.

2.

Memiliki waktu luang bersama keluarga Pada saat kebijakan ini diberlakukan maka dengan sendirinya kita membatasi untuk melakukan kegiatan diluar rumah atau melakukan pekerjaan-pekerjaan dari rumah dengan demikian kita memiliki waktu banyak untuk bersama dengan keluarga.Apalagi jika orang tua yang memiliki anak-anak dimasa pertumbuhan maka kehadiran orang tua dirumah sangat dibutuhkan.Jika diharihari sebelum pandemi jarang bertemu dengan anak-anak atau keluarga yang ada dirumah.Maka disaat pandemi seperti saat ini keluarga berkumpul dan anak-anak bisa merasakan kehangatan bersama orang tuanya.

3.

Memiliki waktu untuk menyalurkan hobi dari rumah Dengan adanya pembatasan seperti ini maka bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan hobi yang tertunda.Misalnya bagi mereka yang suka berkebun atau bercocok tanam maka diwaktu seperti ini adalah waktu yang tepat. Sebab dengan bercocok tanam atau berkebun maka kegundahan atay rasa stres atau tekanan pekerjaan kita di kantor akan hilang. Atau misalnya ibu-Ibu yang hoby memasak maka mereka dapat menyalurkan bakat dan hobynya untuk keluarga atau bahkan untuk berbisnis kuliner secara online hal ini juga bisa menambah income atau pendapatan keluarga.

4.

Memiliki waktu untuk berolahraga Banyak orang yang sibuk dengan pekerjaan kantor sehingga lupa untuk melakukan olahraga atau tidak memiliki waktu untuk

Komunikasi dan Informasi 234 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

olahraga. Nah, di saat seperti ini jadi memiliki waktu untuk bisa olahraga. 5.

Memiliki waktu yang lebih untuk memastikan gizi keluarga. Disaat belum terjadi pandemi kebanyakan orang tua sibuk khususnya ibu yang sering memberikan makan instan kepada anak-anak mulai dari sarapan sampai pada bekal kesekolah. Namun pada saat pandemi seperti saat ini orang tua memiliki waktu yang luang untuk memastikan asupan gizi kepada anak-anak.

Inilah beberapa manfaat dari kebijakan pemerintah meskipun tanpa kita pungkiri bahwa dampak negatifnyapun ada. Misalnya : 1.

Banyak pegawai yang terkena imbasnya dengan di PHK,

2.

Sulitnya perekonomian, karena barang-barang atau kebutuhan pokok meningkat harganya

3.

Sulitnya mencari lapangan kerja

4.

Semakin banyaknya anak-anak yang mengalami kebosanan dirumah karena tidak bisa bertemu dengan teman-teman.

Banyak hal yang harus kita jaga agar tidak terjadi penularan Covid-19 ini tidak hanya sekedar social distancing tapi juga menjaga pola makan menjaga imun tubuh dan juga iman diri. Kenapa ? Karena saat situasi seperti ini banyak hal yang menggangu kestabilan diri yang memicu menurunnya imun sehingga memudahkan virus masuk ke dalam tubuh.Semua orang tidak siap dalam menghadapi wabah atau pandemi ini.Namun bukan berarti kita tak bisa melakukan apa-apa. Tetap bersyukur bahwa apa yang terjadi adalah atas kehendak Allah SWT dan semuanya ada hikmanya. Dalam suasana seperti ini menjaga daya tahan iman adalah salah satu hal yang penting selain menjaga daya tahan imun. Sebab berapa banyak orang yang mengakhiri hidupnya dikarenakan tekanan kehidupan. Karena tidak mampu untuk memikul beban dan merasa mengakhiri hidup adalah jalan satu-satunya. Maka pada saat seperti ini komunikasi yang baik dari para anggota keluarga atau anggota masyarakat di sekitarnya adalah hal yang sangat membantu untuk meringankan beban setiap individu apalagi mereka yang terkena dampak dari Covid-19.Dukungan moral dan moril adalah daya tahan yang kuat buat kelangsungan hidup mereka. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 235

Dengan adanya pandemi ini menyebabkan perubahan sosial yang sangat luar biasa di masyarakat khususnya pada bidang komunikasi. Masyarakat dituntut bisa dan terbiasa untuk mengggunakan teknologi yang selama ini bagi sebagian orang merupakan penghambat dalam bersosialisasi. Demikian juga terhadap anak pada awalnya gadget sangat mengganggu proses pertumbuhan anak sebagaimana para praktisi perkembangan anak menyampaikan bahwa anak yang terlalu sibuk dengan gadget maka nilai sosialnya akan terganggu. Anak akan cenderung menjadi pribadi yang tertutup. Namun, dengan adanya wabah ini maka satu-satunya alat komunikasi dan juga alat pembelajaran yang efektif sebagai pengganti sekolah adalah gadget. Gadget adalah alat komunikasi yang sangat berperan dalam mendukung proses pembelajaran anak. Apalagi saat ada kebijakan tentang Social Distancing semua pertemuan dibatasi dan hanya bisa menggunakan media sosial. Sebenarnya pada dasarnya perubahan saat ini yang dikarenakan wabah Virus sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi melalui digitalisasi yang tanpa kita sadari sudah mampu mengubah tatanan kehidupan masyarakat kita. Sebelum adanya wabah virus ini, digitalisasi dimasyarakat sudah mulai tertanam. Jadi bukan hal baru lagi saat diberlakukan pembatasan atau social Distancing dan hanya bisa menggunakan media sosial saat berurusan dengan publik. Menurut Stephen W. Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication (Sendjaja, 2014), ada tiga pendekatan dalam segi komunikasi antar manusia yakni : 1.

Pendekatan scientific (ilmiah-empiris). Pada dasarnya pendekatan ini berlaku di kalangan ahli ilmu eksakta.Yakni menekankan pada Cara terhadap unsur objektivitas dan pemisahan antara known (objek yang ingin diketahui dan diteliti) serta knower (subjek pelaku atau pengamat).

2.

Pendekatan Humanistic (Humaniora Interpretatif),yakni pendekatan dengan cara pandang yang mengasosiasikan dengan prinsip subjektivitas. Manusia mengamati sikap dan perilaku

Komunikasi dan Informasi 236 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

orang-orang di sekitarnya , membaur dan melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan orang-orang di lingkungannya. 3.

Pendekatan Social Sciences (Ilmu Sosial). Ini merupakan gabungan dari pendekatan scientific dan humanistic di mana objek studinya adalah kehidupan manusia, termasuk di dalamnya memahami tingkah laku manusia.

Dari teori yang disampiakan bahwa jelas bahwa manusia membutuhkan kesematan secara langsung untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sekitar.Disinilah terlihat kondisi pandemi Covid-19 jauh dari edeal hubungan manusia secara humanis.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 237

Daftar Pustaka A.Foss, Stephen W. Littlejohn dan Karen. 2009. Theoris Of Human Communication. Terjemahan oleh Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta: Salemba humanika Garnet, James L. “Effective Communications in Government”, dalam James L. Perry, editor. 1989. Handbook of Public Administration. San Francisco: Jossey-Bass Publishers Rudianto dkk, 2020 Krisis Komunikasi dalam Pandemi Covid-19, Buku Litera, Jogjakarta Sedamaryanti, (2018 : 31) Komunikasi pemerintahan, PT Refika Aditama, Bandung Sendjaja, 2014, Teori Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka Jurnal Administrasi Publik, Vol. 3, No. 1, 2004 38 http://www.corporate interlinkcom.au/planning.html

Komunikasi dan Informasi 238 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

KOMUNIKASI PEMERINTAH, TRANSPARANSI, DAN TRUST SEBAGAI MODAL SOSIAL MENGHADAPI PANDEMI COVID-19 Rizaldi Parani

Latar Belakang Penyebaran virus Corona hingga saat ini belumlah berhenti meskipun ada beberapa negara yang dianggap berhasil dalam menekan wabah Covid-19 ini. Adapun jumlah negara yang terkena virus ini hingga akhir April 2020 berjumlah 185 dan hanya ada empat negara yang dinyatakan berhasi menekan penyebaran Covid-19 yaitu: Vietnam, Korea Selatan, Taiwan dan Selandia Baru. Faktor yang dianggap menunjang keberhasilan keempat negara ini adalah peran kepemimpinan dalam pemerintahan (Thertina, 2020). Amerika Serikat merupakan negara dengan jumlah penderita terbesar di dunia yang mencapai 1.662.293 kasus dan kemudian diikuti oleh Brasil dengan 374.898 kasus, Rusia dengan 353.427 kasus dan Inggris dengan 262.547 kasus (Amani, 2020). Sementara itu, data pada negara-negara di Asia Tenggara hingga akhir Mei 2020 yang memiliki jumlah penderita terbanyak adalah Singapura namun demikian angka kematian tertinggi akibat kasus ini adalah Indonesia sebanyak 1.520 orang (Larassaty 2020). Hingga pertengahan bulan Juni 2020, kasus penderita Covid-19 di Indonesia tidak mengalami penurunan bahkan cenderung meningkat. Ada berbagai macam alasan yang menyebabkan tidak adanya penurunan jumlah angka penderita mulai dari lambatnya pemerintah dalam melakukan antisipasi, tidak adanya transparansi, penerapan peraturan yang tidak ketat sampai kurangnya koordinasi yang baik antar institusi pemerintah (Kholis, 2020). Hal ini menyebabkan munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan juga rendahnya partisipasi masyarakat dalam mematuhi kebijakan/ peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Adanya ketidakpercayaan dan rendahnya partisipasi anggota masyarakat memberikan gambaran hilang atau rapuhnya social capital Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 239

(modal sosial) dimiliki untuk bersama-sama mengatasi masalah pandemic ini. Herry Yogaswara, Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI juga menjelaskan bahwa modal sosial memegang peranan penting dalam hal penanganan bencana karena didasarkan atas rasa kebersamaan dan saling percaya (Pranita, 2020). Oleh sebab itu untuk bisa membangun rasa saling percaya dibutuhkan adanya kebersamaan/ kolektivitas yang mana dalam hal ini Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengundang partisipasi masyarakat. Upaya yang diperlukan untuk membangun rasa saling percaya adalah bersikap transparan dan sikap transparan ini nampak dari government communication (komunikasi pemerintah) dalam setiap keputusan yang dibuat dan tindakan yang dilakukan. Tulisan ini mencoba membahas bagaimana government communication bisa membentuk modal sosial yang kuat sebagai bentuk ketahanan menghadapi pandemi Covid-19 ? Government Communication, Transparansi, Trust dan Modal Sosial Komunikasi yang dibangun oleh pemerintah terhadap warganya merupakan suatu moral obligation (kewajiban moral) sebagai pengemban amanat warganya selain juga sebagai bagian dari praktek demokrasi. Untuk bisa menjalankan amanat ini maka semua ide, gagasan dan pemikiran yang dilakukan oleh pemerintah haruslah disampaikan dalam bentuk informasi, kebijakan dan peraturan yang berorientasi pada kepentingan warganya. Pasquier (2012) memberikan pemahaman mengenai government communication sebagai, “All the activities of public sector institutions and organizations that are aimed at conveying and sharing information, primarily for the purpose of presenting and explaining government decisions and actions, promoting the legitimacy of these interventions, defending recognized values and helping to maintain social bonds’. Dari definisi ini terlihat bahwa aktivitas komunikasi yang dilakukan pemerintah memainkan peran penting sebagai bentuk tanggung jawab terhadap warganya. Ruijer juga menambahkan bahwa pemerintah harus memiliki keinginan dan kemampuan untuk menyampaikan pesan, mendengarkan kebutuhan warga dan bekerja sama sehingga memunculkan keterikatan antara dua belah pihak (Ruijer, 2013). Komunikasi dan Informasi 240 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Secara umum penilaian kerja dari government communication diukur dari bagaimana pelaksana pemerintah membuat peraturan/ kebijakan dan juga dampak dari peraturan/kebijakan tersebut bagi kepentingan warganya. Canel and Sanders (2012) juga menjelaskan mengenai tugas dari pemerintah sebagai berikut “the task of defining government communication can be approached at different levels looking at its actions (what it does) or looking at what it is”. Namun demikian peraturan/kebijakan tersebut bisa bermakna politis karena tidak terlepas dari agenda dan tujuan pelaksana pemerintah dan hal inilah yang menjadi kompleks terutama dalam menempatkan prioritas kepentingan. Government communication dalam pelaksanaanya tetaplah harus menekankan pada kepentingan umum atau warga karena adanya trust dan amanat yang sudah diberikan. Oleh sebab itu pelaksanaan government communication menurut WPP, sebuah organisasi yang memberikan perhatian terhadap government practice mengemukakan 4 (empat) prinsip dasar yang harus dipatuhi oleh pelaksana pemerintahan dalam melakukan government communication: 1.

Openness yang merujuk pada ketersediaan akses yang bisa digunakan oleh warga secara terbuka untuk mendapatkan informasi dari pemerintah. Pada era digital dewasa ini kemudahan akses ini dapat dilakukan secara online.

2.

Inclusiveness yang merujuk pada kesempatan untuk melibatkan warga, mendengarkan dan juga mengerti persoalan yang dihadapi meskipun tidak ada solusi yang dapat diberikan.

3.

Responsiveness yang merujuk pada kesigapan pemerintah dalam memberikan pelayanan terhadap kepentingan warga.

4.

Reliability yang merujuk pada komitmen pemeritah terhadap warga untuk bisa dipercaya dalam mengemban tugas (WPP, 2016).

Salah satu hal penting dari keempat prinsip ini adalah openness yang mana sangat berkaitan erat dengan transparency. Jadi keterbukaan haruslah dibuktikan dengan adanya nilai transparan yang bisa memberikan kesempatan bagi warga untuk menambah kepercayaan. Pemahaman dari transparansi sendiri menurut Bastida Albaladejo (2019) adalah “a strategic responsibility, essential to enhance trust in relationships”. Jadi adanya tranparansi pada pemerintahan secara Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 241

langsung akan menumbuhkan kepercayaan yang mana ini akan sangat berpengaruh dalam hubungan dengan warganya. Adanya kepercayaan dari warga akan sangat mendukung aktivitas yang dilakukan pemerintah. Piotrowski (2008) juga mempertegas pemahaman transparansi dalam pemerintahan dengan mengatakan bahwa “Governmental transparency allows the public to develop a more accurate picture of what is happening inside a government”. Jadi dengan demikian transparansi berkaitan dengan akses yang diberikan oleh pemerintah kepada warganya untuk bisa mengetahui segala sesuatu yang terjadi di dalam pemerintahan. Penekanan transparansi lebih terkait dengan bagaimana informasi yang disampaikan pemerintah dianggap relevan, jelas dan bisa dipahami oleh warga jadi bukan dari banyaknya informasi yang disampaikan. Bastida Albaladejo (2019) lebih lanjut mengemukakan 3 (tiga) persyaratan dasar dalam transparansi yaitu; (1) transparansi harus melaporkan informasi yang relevan, (2) transparansi harus berdasarkan pada informasi adil/berimbang dan (3) rata/informasi yang diberikan haruslah seimbang dan bisa dibandingkan. Informasi yang relevan, adil dan jelas serta bisa dibandingkan inilah menjadi landasan yang kuat dalam membangun apa yang dimaksud dengan kepercayaan terhadap pemerintah (trust in government) dalam konteks hubungan pemerintah dan warganya. Adapun trust in government sendiri menurut Bouckaert and van de Walle (2003) adalah interpretasi warga menyangkut segala sesuatu yang benar dan adil yang dilakukan oleh pemerintah. Jadi warga memiliki kebebasan dan menilai aktivitas yang dilakukan pemerintah. Jadi dengan kata lain kepercayaan terhadap pemerintah merupakan sikap dan tindakan nyata yang ditampilkan warga yang merupakan hasil dari adanya government transparency. Interaksi yang terjalin antara pemerintah dengan komunitas/ warga secara baik dan didasari dengan transparansi akan membangun kepercayaan dan mengundang partisipasi yang baik dari warganya. Hal ini menjadi landasan yang solid dalampembentukan modal sosial. Modal sosial yang kuat sangatlah diperlukan pada konteks masyarakat yang lemah atau yang sedang terkena bencana (Warner 2001). Modal sosial menurut Putnam (2012) adalah “features of social organization such as networks, norms, and social trust that facilitate coordination and Komunikasi dan Informasi 242 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

cooperation for mutual benefit”. Jadi dari pemahaman modal sosial ini terdapat beberapa nilai penting seperti: network, norms dan social trust yang relevan dengan fungsi-fungsi normatif yang harus dijalankan oleh pemerintah dalm konteks government communication dan juga government transparency. Trust merupakan dasar dari modal sosial yang berlandaskan pada keyakinan. Paraskevopoulos (2010) menekankan harus adanya keyakinan yang bersifat timbal balik dan memastikan tidak ada pihak yang menguasai atau mengambil keuntungan terhadap pihak lainnya. Jadi trust itu terbentuk dari adanya kepentingan yang saling melengkapi dan membentuk suatu modal sosial yang kuat. Modal sosial pada masyarakat mengikat bukan hanya secara horizontal yaitu antara individu atau komunitas, melainkan juga secara vertikal/ hirarkis yaitu antara pemerintah dengan individu atau biasanya dikenal dengan pola patron-klien (Warner, 2001). Hubungan yang bersifat horizontal dan hirarkis menurut Jovita et.al (2019) akan terlihat jelas dalam bentuk bonding social capital yang mana hubungan antar individu didasarkan atas ikatan persamaan yang kuat baik secara sosial maupun etnis; sementara itu bridging social capital menekankan pada hubungan antar individu yang memiliki perbedaan baik secara etnis, ras, sosial-ekonomi dan juga pendidikan; dan yang terakhir adalah linking social capital yang merujuk pada hubungan antara institusi dengan individu yang didasarkan atas power relation yang dimiliki untuk tujuan menyediakan akses terhadap pelayanan (pemerintah dengan warganya). Modal sosial memiliki peran penting bagi suatu negara dalam menghadapi bencana baik itu karena alam maupun non-alam. Hal ini dinyatakan secara jelas oleh LaLone (2012) yang mengatakan bahwa modal sosial merupakan potensi penting yang berupa bantuan yang tertanam dalam nilai-nilai yang dianut oleh anggota masyarakat dan kelompok-kelompok lainnya yang didasarkan atas ikatan interaksi, kepercayaan dan dukungan secara individual dan kolektif yang digunakan sebagai bentuk ketahanan dalam menghadapi bencana. Jadi modal sosial merupakan basis pertahanan terkuat dalam menghadapi bencana.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 243

Government Communication, Transparansi dan Trust pada Masa Pandemi Covid-19 Pandemi Covid-19 sudah menjadi bencana bukan hanya bagi Indonesia saja melainkan juga bagi dunia. Sejak pertama kali ditemukan di Wuhan, China hingga saat ini jumlah korban tetap bertambah dan hanya beberapa negara saja yang dianggap berhasil dalam menekan penyebaran Covid-19 seperti: Vietnam dan Selandia Baru. Indonesia sampai sekarang jumlah penderita Covid-19 masih tetap bertambah meski cenderung fluktuatif. Hal ini dikarenakan tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam memerangi Covid-19 ini tidaklah sama dengan negara-negara lainnya karena Indonesia secara geografis adalah negara kepulauan (memiliki lebih dari 17.000 pulau) dan secara demografis selain memiliki jumlah penduduk yang besar (lebih dari 267 juta orang) juga memiliki budaya yang beragam. Selain itu keterlambatan pemerintah Indonesia dalam melakukan antisipasi juga menjadi salah satu sebab bencana ini sampai sekarang masih belum dapat ditanggulangi. Pemerintah Indonesia memainkan peran penting dalam upaya menekan penyebaran Covid-19 dan semenjak pertengahan Maret 2020 telah menunjuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai lembaga yang mewakili pemerintah dalam penanganan Covid-19. Selanjutnya BNPB membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang dipimpin oleh kepala BNPB, Let.Jen. Doni Monardo. Sebagian besar anggota Gugus Tugas Covid-19 ini diisi oleh para menteri yaitu: Menkopolhukam, Menkes, Menkeu dan Menko bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan. Selain itu Gugus Tugas Covid-19 juga bekerjasama dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan juga Lembaga Mikrobiologi Universitas Indonesia berkaitan dengan penelitian untuk penemuan vaksin Covid-19. Pada awal Maret 2020. Pemerintah juga menunujuk Ahmad Yurianto sebagai juru bicara pemerintah berkaitan dengan Penanganan COVID 19 dan kemudian pada awal Juni 2020 posisi juru bicara Pemerintah ditambah dengan hadirnya Reisa Broto Asmoro yang diperbantukan dalam bidang edukasi mendampingi Ahmad Yurianto. Semua ini dilakukan pemerintah pusat yang tujuannya adalah untuk menjalankan government communication yang baik dengan menciptakan one voice yaitu informasi yang diberikan kepada warga berasal dari satu sumber. Komunikasi dan Informasi 244 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Namun demikian langkah yang dilakukan pemerintah dalam membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tidaklah melibatkan para ahli yang mengerti tentang kondisi masyarakat dan bisa mewakili kepentingan masyarakat. Keanggotaan tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sebagian besar diisi oleh para menteri yang duduk di Pemerintahan Pusat, kepala daerah tingkat I, kepolisian dan juga militer. Hal ini menyebabkan kecenderungan kerja yang dilakukan akan cenderung sangat birokratis dan kemungkinan akan menjadi lambat. Selain itu penempatan para anggota dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tidak berlandaskan pada prinsip inclusiveness karena cenderung tidak dekat dengan kepentingan warga. Oleh sebab itu penting kiranya melibatkan para akademisi yang berlatar belakang ilmu sosial seperti: sosiolog, antropolog, pakar komunikasi selain tentunya ahli kesehatan masyarakat. Prinsip inclusiveness sangat penting dalam pelaksanaan government communication karena bukan hanya berkaitan dengan kepentingan masyarakat tetapi juga kemampuan Pemerintah dalam memahami kondisi aktual yang terjadi. Meskipun pemerintah pusat telah menunjuk juru bicara Pemerintah dalam Penanganan Covid 19 namun masih banyak pejabat yang sering mengambil keputusan ataupun memberikan informasi yang tidak sesuai dengan channel yang sudah disiapkan. Hal ini terlihat dari adanya beberapa kejadian seperti: permintaan gubernur DKI Anies Baswedan untuk lockdown yang ditolak oleh Joko Widodo (Jokowi) karena hanya kepala negara saja yang berwenang untuk memutuskan lockdown (Prihatin, 2020); kemudian adanya miscommunication antara Fadjroel Rachman (Juru Bicara Presiden) dengan Pratikno (Mensesneg) soal mudik. Pratikno meralat pernyataan Fadjroel dengan mengatakan bahwa pemerintah menghimbau untuk tidak mudik; dan juga perbedaan pendapat antara Ngabalin (Tenaga Ahli Utama Kantor Staff Kepresiden) dengan Juri Ardianto yang juga pejabat Kantor Staff Kepersidenan (Pelaksana Tugas Deputi IV Bidang Komunikasi Politik) berkaitan dengan adanya anggota Kantor Staff Kepresiden yang terindikasi terkena Covid-19 (Asmara, 2020). Kejadian-kejadian ini sedikit banyak juga mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Perbedaan pandangan yang terjadi antar pejabat pemerintah membuat masyarakat menjadi bingung dan ragu dalam menyikapinya Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 245

karena pada dasarnya pemerintah telah menunjuk Ahmad Yurianto sebagai Juru Bicara Pemerintah. Keadaan ini juga menunjukan bahwa government communication yang dijalankan telah menyimpang dari prinsip reliability yang merujuk pada komitmen yang harus dijalankan untuk bisa dipercaya dalam mengemban tugas. Keputusan yang dihasilkan oleh pemerintah harus bisa mendasarkan pada prinsip reliability agar masyarakat percaya. Prinsip lainnya yang juga penting untuk diperhatikan pemerintah dalam menjalankan government communication adalah openness karena ini terkait dengan government transparency yang dapat memberikan gambaran bagi warga/masyarakat apa yang dilakukan oleh pemerintah. Transparansi dalam penanganan Covid-19 ini biasanya sangat erat kaitannya dengan penggunaan uang/dana dan juga system data/ informasi yang dilakukan oleh pemerintah. Presiden Jokowi menjamin semuanya ini dilakukan secara transparan (Bayu, 2020). Adapun dana yang disiapkan oleh pemerintah untuk penanganan Covid ini mencapai Rp. 677,2 triliun dengan rincian; Rp. 87,55 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 203,9 triliun untuk perlindungan masyarakat dan Rp. 123,46 triliun untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah (Hakim, 2020). Namun demikian dalam pelaksanaannya, pemerintah belum bisa sepenuhnya transparan karena hingga sekarang belum juga tersedia akses bagi warga/masyarakat untuk bisa memperoleh data dan laporan berkaitan dengan penggunaan dana tersebut. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) yang mana pemerintah belum memberikan infromasi berkaitan penggunaan dana bagi pengadaan alat untuk rapid tes dan juga PCR (Ramadhan, 2020). Belum lagi menyangkut penyalurannya ke daerah-daerah baik menyangkut proses dan juga jumlahnya. Ketidaktransparan ini menyulitkan warga untuk melakukan pengawasan dan juga proses sinkronisasi sehingga berpotensi memunculkan keresahan dan ketidakpercayaan. Keadaan ini menunjukkan bahwa Pemerintah belum sepenuhnya menjalankan government communication dengan baik terutama menyangkut prinsip openness karena belum tersedianya akses bagi warga/masyarakat. Data menyangkut jumlah penderita Covid-19 yang disampaikan oleh juru bicara pemerintah setiap harinya sudah merupakan suatu bentuk keterbukaan meskipun data tersebut belum Komunikasi dan Informasi 246 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

bersifat aktual karena keterbatasan infrastruktur di daerah-daerah terutama menyangkut keterbatasan alat test dan laboratorium. Akan tetapi untuk masalah penggunaan anggaran dan juga bantuan dan sosial masih jauh dari terbuka dan transparan. Sehingga sulit bagi masyarakat yang berada di daerah-daerah terutama menyangkut daerah tingkat II dan dibawahnya untuk bisa menerima bantuan dana dan peralatan dengan cepat. Cara kerja pemerintah yang lambat (unresponsiveness) inilah yang mendapat sorotan dari masyarakat. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak bekerja sama dengan elemenelemen masyarakat di daerah seperti: lembaga swadaya masyarakat dan juga media massa daerah terutama dalam hal penyaluran dan pengelolaan dana. Oleh sebab itu government communication yang dilakukan masih belum bisa transparan terutama menyangkut masalah penggunaan dan pengelolaan dana. Salah satu sebabnya adalah karena kurangnya melibatkan partisipasi masyarakat. Pembentukan Modal Sosial dalam Menghadapi Covid-19 Harus diakui modal sosial yang dimiliki bangsa Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini masih termasuk lemah yang mana government communication yang dilakukan oleh pemerintah masih belum sepenuhnya berorientasi pada kepentingan masyarakat. Semua ini pada akhirnya berujung pada rendahnya tingkat kepatuhan dan kepercayaan masyarakat. Oleh sebab itu pemerintah harus berinisiatif untuk mulai menempatkan prioritas pada sektor kesehatan dibandingkan sektor lainnya. Pelaksanaan government communication dalam penanganan Covid-19 masih belum sepenuhnya transparan yang mana bisa terlihat dari lemahnya partisipasi dan juga tidak adanya trust/ kepercayaan yang diberikan warga/masyarakat kepada pemerintah. Seperti yang diyakini oleh Paraskevopoulos (2001) bahwa dalam membangun kepercayaan haruslah didasarkan atas hubungan yang bersifat timbal dan juga berimbang sehingga tidak ada pihak yang mendominasi. Persoalan menekan penyebaran Covid 19 adalah tanggung jawab Pemerintah namun keberhasilannya sangatlah ditentukan oleh partisipasi warga/ masyarakat untuk bisa bekerja sama mematuhi setiap kebijakan/ peraturan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Untuk bisa bekerja sama dan berpartisipasi maka pemerintah dan masyarakat harus bisa Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 247

memahami apa yang menjadi expectation (harapan) dan juga obligation (kewajiban) yang harus dipatuhi oleh masing-masing pihak. Pemahaman akan harapan dan kewajiban antara pemerintah dengan masyarakat menjadi landasan yang kuat dalam pembentukan trust dan ini menjadi modal sosial yang kuat dalam menghadapi bencana Covid-19. Persyaratan lainnya dalam membentuk modal sosial menurut Jovita et.al (2019) adalah adanya linking social capital yang merujuk pada adanya transparansi dalam hubungan antara pemerintah dengan warga menyangkut akses terhadap pelayanan. Jadi jelas yang menjadi penghubung antara kedua aktor dalam membentuk trust adalah transparansi yang mana ini nampak dari government communication yang dilakukan oleh pemerintah. Government communication dengan kata lain berfungsi sebagai alat yang harus dipakai oleh pemerintah untuk membangun trust yang menjadi inti dari terbentuknya modal sosial yang kuat dalam masyarakat. Modal sosial inilah yang digunakan sebagai ‘benteng’ dalam menghadapi penyebaran Covid-19. Seperti yang dijelaskan oleh LaLone (2012) bahwa modal sosial menjadi daya tahan masyarakat yang penting yang berupa nilai-nilai yang dianut oleh anggota masyarakat, kelompok, dan institusi yang didasarkan atas ikatan interaksi, kepercayaan dan dukungan. Semua ikatan, kepercayaan dan dukungan ini akan bisa menjadi kuat apabila expectation dan obligation yang dimiliki oleh masing-masing pihak bisa dipahami dengan baik. Kesimpulan Upaya menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia tidak hanya terpaku pada perspektif medis saja melainkan juga melalui perspektif sosial. Salah satu inisiator yang memainkan peranan penting dari perspektif sosial adalah pemerintah. Alat ataupun strategi yang digunakan pemerintah dalam memperkuat ketahanan sosial masyarakat adalah melalui government communication yang mana harus bersifat transparan dan mewakili kepentingan masyarakat. Informasi yang bersifat transparan berkaitan dengan data dan juga penggunaan serta penyaluran dana akan membentuk rasa percaya/trust pada masyarakat. Rasa percaya tentunya akan mendorong partisipasi warga/masyarakat untuk bersama-sama Pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19 melalui bentuk kerja sama maupun kepatuhan. Semua ini Komunikasi dan Informasi 248 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

pada akhirnya akan membentuk landasan modal sosial yang kokoh yang mana ini akan menjadi benteng terakhir yang bisa menguatkan masyarakat dari penyebaran Covid-19. Peran pemerintah dalam “memainkan” government communication sangat menentukkan keberhasilan dalam menghadapai persoalan penyebaran Covid-19. Memang harus diakui bahwa pemerintah hingga saat ini belum maksimal dalam menjalankannya. Namun demikian terlihat pemerintah sudah mulai memfokuskan dan memberikan prioritas penuh terhadap masalah kesehatan ketimbang permasalahan lainnya saat ini. Salah satu bukti dari kepedulian ini dalam masa transisi adalah munculnya SKB 4 (empat) menteri menyangkut masalah pembelajaran melalui sekolah dan juga upaya Pemerintah untuk bekerja sama dengan para stakeholders nya untk menyiapkan sejumlah protokol-protokol kesehatan dan dengan demikian juga diharapkan muncul kepercyaan dan kepatuhan yang tinggi dari masyarakat untuk menekan penyebaran Covid-19 ini.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 249

Daftar Pustaka Amani, Khairunisa N. (2020). Deretan Negara dengan Kasus Corona COVID-19 Terbanyak di Dunia Setelah AS. https://www.liputan6. com/global/read/4263207/deretan-negara-dengan-kasus-coronacovid-19-terbanyak-di-dunia-setelah-as Asmara, Gian C. (2020). Di Tengah Covid-19, Fadjroel Sampai Ngabalin Bikin Bingung. https://www.cnbcindonesia.com/ news/20200406092059-4-149931/di-tengah-covid-19-fadjroelsampai-ngabalin-bikin-bingung Bastida Albaladejo, Francisco J. (2019). “Transparency and Government Trust”. Public Sector Economics, 43(1), 15-19. Bayu, Dimas J. (2020). Jokowi Pastikan Data dan Informasi Penanganan Covid-19 Transparan. https://katadata.co.id/berita/2020/04/20/ jokowi-pastikan-data-dan-informasi-penanganan-covid-19transparan Bouckaert, G., & Van de Walle, S. (2003). Comparing measures of citizen trust and user satisfaction as indicators of ‘good governance’: Difficulties in linking trust and satisfaction indicators. International Review of Administrative Sciences, 69(3), 329-343 Canel, María J., & Sanders, K. (2012). “Government communication: An emerging field in political communication research”. The Sage handbook of political communication, 2, 85-96. Hakim, Nur R. (2020). Anggaran Penanganan Covid-19 Membengkak Jadi Rp 677,2 Triliun, Ini Rinciannya. https://nasional.kompas. com/read/2020/06/04/05010011/anggaran-penanganan-covid19-membengkak-jadi-rp-677-2-triliun-ini-rinciannya Jovita, Hazel D., Nashir, H., Mutiarin, D., Moner, Y., & Nurmandi, A. (2019). “Social Capital And Disasters: How Does Social Capital Shape Post-Disaster Conditions In The Philippines?”. Journal of Human Behavior in the Social Environment, 29(4), 519-534. Kholis, A. (2020). Menakar Kepercayaan Publik Terhadap Pemerintah Jokowi di Tengah Krisis Corona. https://matranews.id/menakarkepercayaan-publik-terhadap-pemerintah-jokowi-di-tengahkrisis-corona/

Komunikasi dan Informasi 250 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

LaLone, Mary B. (2012). “Neighbors Helping Neighbors: An Examination Of The Social Capital Mobilization Process For Community Resilience To Environmental Disasters”. Journal of Applied Social Science, 6(2), 209-237. Larassaty, E. (2020). Update Covid-19 Asia Tenggara; Singapura Menduduki Peringkat 1 Kasus Positif, Indonesia Kematian Terbanyak. https://health.grid.id/read/352172925/update-covid19-asia-tenggara-singapura-menduduki-peringkat-1-kasuspositif-indonesia-kematian-terbanyak?page=3 Paraskevopoulos, Christos J. (2010). “Social Capital: Summing Up The Debate On A Conceptual Tool Of Comparative Politics And Public Policy”. Comparative politics, 42(4), 475-494. Pasquier, M. (2012). Government communication. Encyclopedic dictionary of public administration, 1-3. Piotrowski, Suzanne J. (2008). Governmental Transparency In The Path Of Administrative Reform. New York: Suny Press. Pranita, E. (2020). Modal Sosial Disebut Penting Lawan Corona di Indonesia, Apa Maksudnya? https://www.kompas.com/sains/ read/2020/04/26/170000223/modal-sosial-disebut-pentinglawan-corona-di-indonesia-apa-maksudnya-?page=all. Prihatin, Umbari I. (2020). Istana Tolak Keinginan Anies Baswedan untuk Karantina Jakarta. https://www.liputan6.com/news/ read/4215397/istana-tolak-keinginan-anies-baswedan-untukkarantina-jakarta Putnam, R. (2012). “Bowling Alone: America’s Declining Social Capital”. The urban sociology reader, 82-90. Ramadhan, A. (2020). Pemerintah Dinilai Belum Transparan Terkait Anggaran Penanganan Covid-19. https://nasional.kompas. com/read/2020/05/18/17242711/pemerintah-dinilai-belumtransparan-terkait-anggaran-penanganan-covid-19 Ruijer, HJM. (2013). Proactive Transparency and Government Communication in the USA and the Netherlands. Virginia Commonwealth University. Thertina, Ruth M. (2020). Empat Negara yang Dinilai Sukses Kendalikan Penyebaran Corona. https://katadata.co.id/berita/2020/04/24/ Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 251

empat-negara-yang-dinilai-sukses-kendalikan-penyebarancorona Warner, M. (2001). “Building Social Capital:: The Role Of Local Government”. The Journal of Socio-Economics, 30(2), 187-192. WPP. (2016). The future of government communication: How can governments better connect with their citizens in today’s increasingly polarised world? from https://www.govtpracticewpp. com/

Komunikasi dan Informasi 252 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

KOMUNIKASI PESANTREN MELAWAN PANDEMI COVID-19 SAAT NEW NORMAL Kun Wazis

Pendahuluan Lembaga pendidikan Islam pondok pesantren dengan kekuatan elemen kyai, santri, kitab kuning, pondok, dan masjid (Dhofier, 2011) memiliki peran penting dalam menekan laju pertumbuhan bahaya pandemi corona virus desease (Covid-19) di Indonesia saat penerapan new normal atau tata kehidupan baru. New normal yang dipandang sebagai paradigma berpikir dan berperilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan, guna mencegah terjadinya penularan covid-19 (Heryanto, 2020) bukan hal mudah dilakukan oleh institusi pesantren. Hal ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, banyaknya jumlah pondok pesantren yang dihuni santri dari berbagai daerah, termasuk zona merah Covid-19. Berdasarkan data Kementerian Agama tahun 2016, pesantren di nusantara berjumlah 28.194 lembaga dengan jumlah santri yang mencapai 4.290.626 buah (Muhyiddin, 2017) yang santrinya berasal dari berbagai wilayah berbeda. Dengan kondisi seperti ini, disinyalir potensi penyebaran Covid-19 akan menimbulkan kerawanan baru apabila santri dikembalikan ke pondok pesantren jika tidak dilakukan pengetatan protokol kesehatan. Kedua, tidak semua pesantren memiliki fasilitas yang memadai dalam menghadapi new normal. Sebagai lembaga pendidikan berbasis asrama, pesantren adalah entitas yang terkena dampak cukup serius dan dilematis. Dianggap serius karena di pesantren bermukim jutaan santri dan ustad (guru) yang sangat rentan tertular atau menularkan penyakit. Dilematisnya, di satu sisi santri, ustad, dan pengasuh pesantren ingin tetap melaksanakan kegiatan rutin sebagai lembaga pendidikan agama, tapi di sisi lain tidak (belum) bisa menerapkan protokol kesehatan secara penuh. Akhirnya hampir semua pesantren memulangkan santrinya lebih awal dari jadwal kepulangan sesuai kalender akademik. Konsekuensinya, semua kegiatan pembelajaran, baik sekolah atau Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 253

madrasah maupun pengajian kitab, terpaksa dilaksanakan secara daring atau pembelajaran jarak jauh (Marsudi, 2020). Berdasarkan masih adanya persoalan menghadapi new normal tersebut, Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI-PBNU) atau Asosiasi Pesantren menyatakan bahwa pelaksanaan new normal di pesantren tidak dapat dilakukan jika tidak ada dukungan pemerintah untuk tiga hal. Pertama, kebijakan pemerintah yang kongkrit dan berpihak sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam menjaga pesantren dari resiko penyebaran virus covid-19. Kedua, dukungan fasilitas kesehatan untuk pemenuhan pelaksanaan protokol kesehatan, seperti rapid test, hand sanitizer, akses pengobatan dan tenaga ahli kesehatan. Ketiga, dukungan sarana dan fasilitas pendidikan meliputi fasilitas pembelajaran online bagi santri yang belum bisa kembali ke pesantren dan biaya pendidikan (Syahriyah/SPP dan Kitab) bagi santri yang terdampak secara ekonomi (Ghofarrozin, 2020). Kekhawatiran pihak pondok pesantren tersebut memiliki relevansi dengan keputusan presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020 yang menetapkan Covid-19 sebagai jenis penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang wajib ditanggulangi. Dapat dimaklumi bahwa pertimbangan dalam Keppres tertanggal 31 Maret 2020 itu adalah penyebaran Covid-19 yang bersifat luar biasa dengan ditandai jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Lebih dari itu, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dinyatakan bahwa dampak bahaya Covid-19 ini bersifat multdimensi, mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Coronavirus Desease 2019 (Covid-19) yang dinamakan oleh World Health Organization (WHO) pada tanggal 11 Februari 2020 (Burhan, 2020) telah menimbulkan bencana besar di dunia. Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien Komunikasi dan Informasi 254 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dengan kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah ribuan kasus. Pada awalnya, data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajang dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok (Burhan, 2020). Berdasarkan fenomena bahwa peran pondok pesantren sangat diperlukan dalam rangka menanggulangi bahaya Covid-19, maka penelitian ilmiah terhadap komunikasi pesantren menjadi menarik dilakukan (Wazis, 2019). Sebab, akan meningkatkan keluasan ilmu komunikasi yang didefinisikan sebagai proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan, dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tidak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan, atau perilaku (Effendy, 1989). Sedangkan urgensi menjadi pondok pesantren sebagai obyek kajian komunikasi didasarkan beberapa pertimbangan berikut. Pertama, problematika pandemi Covid-19 telah menjadi kewaspadaan dunia dan nasional dengan melibatkan semua kekuatan dalam masyarakat, termasuk kiprah ribuan organisasi pondok pesantren dalam memberikan perlindungan kepada jutaan santrinya dari virus membahayakan itu. Kedua, pondok pesantren memiliki hubungan komunikasi yang baik dengan santri, wali santri, dan masyarakat sekitar pondok pesantren, sehingga komunikasi yang dibangun dengan berbagai elemen masyarakat akan meningkatkan kesadaran sosial warga dalam mengurangi penyebarluasan Covid-19. Ketiga, memperkaya khazanah kajian komunikasi dengan obyek pondok pesantren yang dapat dikembangkan melalui bidang kajian komunikasi, seperti komunikasi publik kyai kepada santri dalam menangani penyebaran Covid-19 yang masih tinggi, komunikasi organisasi pondok pesantren dalam menerapkan protokol kesehatan di lingkungan pondok pesantren, dan komunikasi kesehatan di lingkungan pondok pesantren dalam menanggulangi Covid-19. Pertimbangan lainnya yang tidak kalah penting dalam melihat komunikasi pesantren adalah Nomor 18 Tahun 2019 tentang pesantren yang menyatakan bahwa ruang lingkup fungsi pesantren adalah pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 255

penanggulangan wabah Covid-19, fungsi pendidikan pesantren dapat dilakukan melalui kegiatan mendidik santri agar memiliki pengetahuan dalam menanggulangi penyebaran Covid-19, seperti jaga jarak dengan menghindari kerumunan, memakai masker dengan disertasi etika batuk dan bersin, sering cuci tangan melalui aktivitas wudhu dan aktivitas lainnya. Fungsi dakwah dapat dilakukan kyai, ustad, dan guru dalam menyampaikan pesan komunikasi kesehatan dalam kegiatan pengajian. Sedangkan fungsi pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan bersama-sama bergerak dengan masyarakat membentuk pesantren tangguh Covid-19. Metode Penulisan Metode yang digunakan penulis dalam mengkaji komunikasi pesantren dalam melawan pandemi Covid-19 ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan kajian literature (Denzim & Lincoln, 2009). Yakni, mendeskripsikan komunikasi pesantren sebagai bidang kajian baru dalam ranah komunikasi dengan mendasarkan pada kajian literatur. Sumber literatur yang digunakan adalah publikasi media massa, terutama media online diantaranya Jawa Pos.com, Kompas.com, dan Republika untuk mendapatkan gambaran tindakan komunikasi yang dilakukan oleh pesantren dalam menghadapi Covid-19. Pemilihan ketiga media massa nasional ini karena kredibilitas yang dapat mewakili reputasi dan kredibilitas media di Indonesia dengan beragam corak ideologi yang berbeda (Wazis, 2020). Melalui metode deskriptif dengan studi literatur ini, tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah menjelaskan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi pesantren dalam menghadapi pandemik Covid-19 saat new normal diberlakukan. Karena terkait dengan komunikasi organisasi, maka data-data mengenai komunikasi organisasi pesantren diperoleh dari media online yang resmi dikeluarkan oleh pesantren maupun media massa. Selain itu, menjelaskan bentuk tindakan komunikasi yang dilakukan oleh pesantren dalam menyiapkan santrinya belajar di pondok pesantren disaat pandemi Covid-19 memasuki new normal. Dengan menjelaskan berbagai pesan komunikasi yang disampaikan masyarakat pesantren, baik kyai, guru/ ustad, dan santri dalam menyikapi pandemi Covid-19, maka akan ditemukan aspek kebaruan dalam kajian ini. Komunikasi dan Informasi 256 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Penelitian mengenai Komunikasi Pesantren dan Wabah Covid-19 dapat dikatakan baru dari sisi isu kontemporer, yakni dilihat dari munculnya virus yang ditemukan pada 31 Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China (Isbaniah, 2020) yang menuntut ilmuwan komunikasi melihatnya dari perspektif komunikasi. Kajian komunikasi pesantren dapat disebut bidang kajian baru (Wazis, 2019) yang dapat memperkaya khazanah kajian dalam bidang komunikasi sebelumnya, seperti komunikasi interpersonal, komunikasi kesehatan, komunikasi politik, komunikasi antarbudaya, komunikasi transedental, komunikasi komunikasi massa, dan bidang kajian komunikasi lainnya. Adapun aspek kebaruan (novelty) dalam kajian komunikasi pesantren dalam menghadapi Covid-19 ini dapat ditelurusi dari sejumlah riset sebelumnya yang relevan dan sejenis, tetapi belum menyentuh relasi komunikasi pesantren melawan pandemi Covid-19 saat new normal. Pertama, penelitian Ahmadi (2020) berjudul “Kepemimpinan Kiai dalam Membangun Komunikasi dan Komitmen Integrasi Budaya di Pondok Pesantren Hidayatul Insani Fii Ta’limiddin Kota Palangkaraya” yang menjelaskan tentang pola komunikasi kontingensi berbasis spiritualitas. Pola ini menggabungkan antara pola komunikasi publisitas satu arah, pola komunikasi transaksional yang kooperatif, terbuka dan partisipatif, dan pola komunikasi transmisi. Hasil penelitian disertasi pada program Doktor Pascasarjana IAIN Jember ini juga menyebutkan bahwa pola yang ditemukan ini mencerminkan komunikasi yang variatif, situasional dengan didasari nilai-nilai keagamaan (Ahmadi, 2020). Kedua, penelitian Atwar Bajari, Uud Wahyudin, dan Dedi Rumawan Erlandia (2019) berjudul “Kyai Vs Internet and Media The Influence of Media and the Internet in Health Material Learning in Traditional Islamic Boarding Schools (TIBSs) in West Java, Indonesia” yang menjelaskan tentang pengaruh penggunaan media dan gadget dalam pembelajaran materi kesehatan di lingkungan pondok pesantren Salafiyah (klasik/ tradisional) di wilayah Propinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menyebutkan, Pondok Pesantren Salafiyah di Jawa Barat mengalami perubahan semakin terbuka untuk media dan internet. Larangan ketat pada penggunaan media di pondok pesantren memengaruhi pandangan mereka tentang masalah kesehatan mereka. Hasil penelitian menyebutkan, mayoritas santri menyatakan bahwa Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 257

sumber informasi kesehatan adalah kyai, tetapi ada kesenjangan yang signifikan antara yang disampaikan informasi dan kebutuhan santri. Perbedaan dalam kebijakan kyai terhadap penggunaan media dan gadget telah menyebabkan perbedaan dalam volume rata-rata informasi kesehatan dan prosedur untuk hidup bersih para santri (Bajari, 2019). Ketiga, penelitian Erwin Nur Rif ’ah (2019) berjudul “Pemberdayaan Pusat Kesehatan Pesantren (Poskestren) Untuk Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat” yang menjelaskan mengenai solusi dalam peningkatan pengetahuan terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pondok pesantren di wilayah Kabupaten Jember. PHBS disampaikan melalui beberapa metode, antara lain: 1) pembekalan atau alih teknologi; 2) pendampingan yaitu melalui pendampingan terhadap pondok pesantren dalam membentuk Poskestren; 3) pelatihan manajemen dan pembentukan Kader Santri Sehat; yaitu memberikan pengetahuan tentang pengelolaan dan pembangunan relasi kerja untuk Poskestren, serta melakukan pelatihan bagi Kader Santri Sehat sebagai investasi keberlanjutan program Poskestren yang telah didirikan (Rif ’ah, 2019). Keempat, penelitian Uud Wahyudin (2017) berjudul “Model Komunikasi Kesehatan Islami dalam Tradisi Pesantren” menjelaskan tiga makna komunikasi kesehatan yang dilakukan oleh para santri yaitu; (1) komunikasi kesehatan yang merupakan proses penyampaian informasi kesehatan dan kebersihan yang biasanya dilakukan kyai kepada para santri pada saat sorogan, (2) komunikasi kesehatan kelompok pada saat bandongan, dan (3) komunikasi kesehatan organisasi pada saat mendiskusikan kegiatan atau program kesehatan yang akan dilakukan (Wahyudin, 2017). Kelima, penelitian terbaru di jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia yang memuat hasil riset yang terkait dengan Covid-19 juga tidak menyentuh pesantren karena memfokuskan pada komunikasi kesehatan, media massa, dan publikasi jurnal internasional yang mengkaji/ meneliti Covid-19 (Darsono, Rohmana, Busro, 2020; Reetz, Maryani, Agustina, 2020; Akhmad, 2020). Berdasarkan kajian pustaka sebelumnya, penulis melihat masih ada ruang terbuka yang masih harus diisi dalam penelitian dengan tema Komunikasi Pesantren dan Wabah Covid-19 terletak pada fokus komunikasi pesantren melalui media online dalam melawan penyebaran wabah Covid-19 terhadap komunitas santri. Komunikasi dan Informasi 258 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Hasil dan Pembahasan Berdasarkan kajian yang dilakukan penulis, komunikasi pesantren dalam melawan Covid-19 di saat new normal dapat dipetakan dalam banyak tindakan komunikasi. Pertama, pondok pesantren di Indonesia berbeda-beda dalam memaknai pesan penerapan new normal. Hal ini dapat dilihat dari keputusan pondok pesantren yang tidak sama didalam mengembalikan para santri mereka di lingkungan pondok pesantren. Kedua, para kyai pondok pondok pesantren mendukung pelaksanaan new normal dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat saat santri melaksanakan kegiatan di pesantren. Ketiga, komunikasi pesantren dilakukan melalui saluran komunikasi media online dan media sosial yang dimiliki oleh pesantren. Pertama, pemaknaan pesan komunikasi komunitas pesantren yang berbeda-beda dalam menyikapi pengaktifan kembali belajar santri di pondok saat new normal. Pada Kamis (25/6/ 2020) sebagaimana dilaporkan Republika Online, sejumlah kiai sepuh Nahdlatul Ulama melakukan pertemuan khusus menghadapi situasi pandemik covid-19 di Aula Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Hal tersebut dilakukan mengingat saat ini adalah masa penerimaan santri baru dan beberapa pesantren sudah mulai membuka kembali aktivitasnya. Beberapa Kyai Khos yang hadir dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Diantaranya dari Jawa Timur adalah Rois Am PBNU KH Miftahul Akhyar, KH Anwar Mansur, KH Kafabihi Mahrus, KH Hasan Mutawakil Alallah, KH Idris Hamid, KH Agus Ali Masyhuri, KH Anwar Iskandar, KH Ubaidilah Faqih dan KHR Azzaim Ibrahimy. Sedangkan dari Jawa Tengah adalah KH Ubaidilah Shodaqoh dan KH Muadz (Nashrullah, 2020) Rapat penting yang dimoderatori Katib Am PBNU KH Yahya Cholil Staquf itu dilaksanakan sebagai respons atas situasi di lapangan. Sudah banyak pesantren memulai aktivitasnya secara mandiri dan masih banyak lagi pesantren yang belum memulai aktivitasnya dikarenakan beberapa hal, di antaranya kesiapan secara mandiri pesantren dalam menjalankan protokol Covid-19 dan masih adanya larangan oleh beberapa pemerintah daerah. Ada tiga hal penting yang disepakati para kiai sepuh; (1) memberikan dukungan penuh kepada pesantren yang membuka kembali aktivitas pesantrennya dengan petunjuk protokol kesehatan yang ketat, (2) meminta kepada Lazisnu yang selama ini sudah bergerak dengan gerakan filantropinnya yang luar biasa untuk Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 259

menciptakan skema bantuan yang fokus membantu pesantren dalam menerapkan protokol kesehatan, (3) mendorong pemerintah untuk lebih menekankan pada kebijakan kuratif dalam program penangan Covid-19 seperti membangun sarana fasilitas kesehatan yang lebih baik (Nashrullah, 2020). Kedua, tindakan komunikasi pesantren dalam menghadapi pandemi Covid-19 di era new normal ini dibuktikan dengan kesiapan sejumlah pondok pesantren di Indonesia yang sudah menerima/ mengembalikan santri untuk belajar/mengaji di pondok pesantren. Pesan yang ingin disampaikan kepada publik adalah bahwa pesantren yang dikenal memiliki kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia (Suharto, 2018) tetap berkomitmen menyelenggarakan pendidikan Islam kepada para santrinya. Para komunikator pesantren, yakni kyai, pengasuh pondok, dan para ustad telah mempertimbangkan secara matang jika membuka kembali pembelajaran di pesantren. Keinginan para ustad, kiai, dan pengasuh pesantren tersebut dapat kita pahami, setidaknya dengan tiga pertimbangan; (1) kegiatan pembelajaran tidak selamanya dapat dilakukan dengan Pembelajaran Jarak Jauh/PJJ. Masalah utama yang dihadapi, tidak semua tempat tinggal santri mempunyai akses yang memadai terhadap jaringan internet dan kuota internet yang cukup untuk mengikuti pembelajaran, (2) pergaulan santri. Santri yang terlalu lama berada di rumah tanpa aktivitas yang sepadan dengan pesantren menimbulkan kejenuhan. Pada saat itu mereka melepaskan kejenuhan dengan berbagai akivitas, mulai bermain handphone hingga mencari pergaulan di luar. Kebanyakan wali santri meminta kepada pesantren agar segera menarik kembali putra-putrinya karena khawatir pergaulan mereka berdampak negative, (3) bagi pesantren, santri yang terlalu lama di rumah menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Yang paling terasa ialah disiplin santri untuk mengikuti dan menaati jadwal kegiatan dan peraturan seperti salat berjamaah, mengaji kitab kuning, salat Tahajud, masuk madrasah, dan kegiatan-kegiatan lain yang selama ini menjadi rutinitas (Marsudi, 2020). Ketiga, komunikasi pesantren dalam melawan pandemi Covid-19 saat new normal disampaikan oleh pihak pesantren melalui media resmi pondok pesantren. Secara terbuka, pondok pesantren Komunikasi dan Informasi 260 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

menginformasikan jadwal penarikan santri secara terjadwal melalui media online pesantren dan media media sosial yang dimiliki oleh pesantren dan jaringan para santrinya. Melalui saluran komunikasi media online pesantren dan media sosial pelaksanaan penarikan kembali santri lebih cepat diketahui wali santri. Melalui media itu pula, pihak pesantren menyampaikan protokol kesehatan yang ketat ketika memasuki pondok pesantren. Penutup Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi pesantren melibatkan komunikator pesantren, yakni kyai, ustad, dan pengasuh pesantren dalam menyampaikan pesan kepada komunikan, yakni santri dan wali santri dalam menghadapi Covid-19. Komunikasi pesantren juga dinampakkkan dari tindakan komunikasi wali santri dan santri yang mematuhi peraturan pondok pesantren sebelum mengembalikan anak-anak mereka ke pesantren. Komunikasi pesantren disampaikan melalui media online dan media sosial yang dilakukan oleh pihak pesantren kemudian disebarluaskan melalui media sosial para santri maupun jaringan alumni pesantren. Komunikasi pesantren ditampilkan dalam bentuk hubungan ketaatan para wali santri dan santri terhadap setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pondok pesantren.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 261

Daftar Pustaka Ahmadi. (2020). Kepemimpinan Kyai dalam Membangun Komunikasi dan Komitmen Integrasi Budaya di Pondok Pesantren Hidayatul Insan fii Ta’limiddin Kota Palangkaraya. Jember: Ringkasan Disertasi Program Doktor Pascasarjana IAIN Jember. Akhmad, B.A. (2020). Disparities in Health Communication of the Groups of Mosques in Responding to the Covid-19 Pandemic in Banjarmasin, South Kalimantan. Jurnal Komunikasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, 5 (1), 101-110. Diakses 28 Juni 2020 Bajari, A, Uud W., Dedi R. E. (2019). Kyai Vs Internet and Media The Influence of Media and the Internet in Health Material Learning in Traditional Islamic Boarding Schools (TIBSs) in West Java, Indonesia. E-Journal Digital Commons, September 2019. Diakses 31 Maret 2020 Burhan, E., dkk. (2020). Pneumonia Covid-19: Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Darsono, D., Rohmana, J.A., Busro. (2020). Against COVID-19 Pandemic: Bibliometric Assessment of World Scholars’ International Publications related to COVID-19. Jurnal Komunikasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, 5 (1), 75-89.

Diakses 28 Juni 2020 Denzim, N.K., Yvonna S.L. (2009). Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dhofier, Zamakhsyari. (2011). Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES. Effendy, Onong Uchjana. (2020). Mandar Maju.

Kamus Komunikasi. Bandung:

Ghofarrozin, A., Sholeh, H. (2020). Pemerintah Jangan Paksakan New Normal di Pesantren Jika Tidak Siap. Jakarta: Press Release Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI-PBNU) atau Asosiasi Pesantren Indonesia Komunikasi dan Informasi 262 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Heryanto, G.G. (2020). New Normal dan Komunikasi Termediasi. 28 Mei diakses 25 Juni 2020. Isbaniah, F, dkk. (2020). Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus (2019-nCoV). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tertanggal 31 Maret 2020 Marsudi, I. (2020). Dilema Pesantren Hadapi New Normal. Jawa Pos. com, 16 Juni diakses 25 Juni 2020. Muhyiddin. (2017). Pertumbuhan Pesantren di Indonesia Dinilai Menakjubkan. Republika Online, 30 November diakses 25 Juni 2020. Nasrullah, N. (2020). Rapat Kiai Sepuh NU Hasilkan 3 Poin New Normal Pesantren. Republika.co.id, 26 Junidiakses 25 Juni 2020. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Reetz, M.R., Maryani, E., Agustina, A. (2020). Media Use and Gratification Sought by the Public during the Coronavirus Outbreak in Indonesia: A National Survey. Jurnal Komunikasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, 5 (1), 111-124. diakses 28 Juni 2020 Rif ’ah, Erwin Nur. (2019). Pemberdayaan Pusat KesKesehatan Pesantren (Poskestren) Untuk Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Jurnal Warta Pengabdian LP2M Universitas Jember, 13 (3), diakses 31 Maret 2020 Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 263

Suharto, B. (2018). Pondok Pesantren dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Wahyudin, Uud. (2017). Model Komunikasi Kesehatan Islami dalam Tradisi Pesantren. Jurnal Ilmu Komunikasi Acta Diurna Universitas Jenderal Soedirman, 3 (2), 2017, diakses 31 Maret 2020 Wazis, K. (2019). Memaknai Komunikasi Pesantren. Media Cetak Radar Jember Edisi Jumat 24 Mei. Diakses 31 Maret 2020 Wazis, K. (2020). Konstruksi realitas semu mengenai isu terorismeradikalisme terhadap pondok pesantren. Jurnal Kajian Komunikasi Fikom Unpad, 8 (1), 1-14. 28 Juni 2020.

Komunikasi dan Informasi 264 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

PENERAPAN CERC MODEL DALAM KRISIS KOMUNIKASI Pundra Rengga Andhita

Praktik penolakan masyarakat terhadap orang sakit memang telah berlangsung lama. Praktik ini mudah ditemui dalam catatan masyarakat, khususnya tipologi penyakit menular. Sayangnya, penolakan tidak hanya dialami oleh mereka yang masih hidup. Penolakan bagi orang meninggal seringkali luput dari perhatian yang masih hidup. Inilah salah satu polemik yang muncul dalam pandemi covid-19. Jenazah positif covid 19 yang akan dimakamkan, ditolak oleh masyarakat sekitar area pemakaman. Persoalan ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Salah satunya pernah terjadi di Kabupaten Banyumas, Selasa (31/3/20). Penolakan warga terhadap pemakaman jenazah positif covid-19 sempat menarik perhatian masyarakat daring dan luring. Banyumas menjadi sorotan beberapa media massa nasional. Tidak sedikit juga tokoh pemerintah dan organisasi masyarakat akhirnya ikut memberikan tanggapan pada kasus tersebut. Rencana pemakaman jenazah positif covid-19 di Banyumas memang cukup dramatis. Pemakaman jenazah ditolak di empat kecamatan, yakni, Kecamatan Patikraja, Wangon, Purwokerto Timur dan Purwokerto Selatan. Bahkan, salah satu lokasi penolakan berasal dari warga yang tinggal satu daerah dengan jenazah. Di kesempatan lain, penolakan juga dilakukan ketika jenazah sudah dimakamkan. Makam akhirnya dibongkar, Rabu (1/4/20). Pembongkaran dipimpin langsung oleh Bupati Banyumas, Achmad Husein. Kejadian lain yang menarik perhatian adalah ketika mobil ambulans yang mengangkut jenazah dihadang oleh massa di desa Tumiyang, Pekuncen, Kabupaten Banyumas. Mereka menolak, menutup jalan, menyoraki dan meminta mobil tersebut memutar balik. Dalam rekaman video yang beredar, nampak, Achmad Husein turun langsung, mencoba meyakinkan massa bahwa pemakaman sesuai prosedur dan tidak membahayakan masyarakat. Namun massa tidak begitu saja menerima penjelasan, komunikasi berlangsung dalam tensi tinggi, ada nuansa kemarahan dari massa yang membuat suasana menjadi semakin menegangkan. Massa berpendapat, proses pemakamanan berlangsung Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 265

tanpa adanya izin atau musyawarah dengan warga setempat. Mereka ingin dilibatkan terlebih dulu sebelum pemakaman dilakukan. Menyikapi hal itu Husein nampak tetap berusaha tenang, menunjukkan kemauan untuk mendengarkan masyarakat. Apa yang dilakukan Husein ini sangat tepat. Persis seperti yang diungkapkan oleh Lloyd dan Bor (1996) bahwa ketika menghadapi kemarahan atau agresifitas yang berlebihan maka kita harus mampu menunjukkan kemauan untuk berbicara dan mendengarkan masyarakat, tidak terbawa emosi, menjaga jarak aman dan mempertahankan kontrol terhadap situasi. Secara normatif, manusia sebagai makhluk beragama (Islam), memiliki sejumlah kewajiban tertentu. Salah satunya adalah menguburkan jenazah. Kewajiban ini ada dipundak sesama muslim. Adapun manusia sebagai makhluk sosial, juga perlu mengedapankan prinsip keadilan bagi sesamanya, baik yang masih hidup atau sudah meninggal. Menguburkan jenazah merupakan bentuk penghormatan dan tanggung jawab terhadap kemanusiaan. Mereka yang meninggal karena positif covid-19 berhak dikuburkan dan mendapatkan penguburan yang layak. Bayangkanlah perasaan keluarga korban ketika mendengar kabar penolakan. Ini bisa memunculkan persepsi yang sporadis, melebar. Dalam wawancara yang ditayangkan salah situs berita nasional, Kompas.com (3/4/20), Achmad Husein mengungkapkan permintaan maafnya kepada masyarakat atas penolakan pemakaman jenazah positif covid-19. Ia juga mengatakan, penolakan disebabkan karena kurangnya sosialisasi dan upaya edukasi kepada masyarakat. Dalam beberapa kasus penolakan masyarakat, tidak efektifnya komunikasi di masa krisis, sering kali menjadi penyebab awal masalah. Komunikasi yang tidak berjalan dengan baik jika terus dibiarkan berpotensi memberikan dampak destruktif fisik, menyebar dan berkelanjutan. Apalagi jika menyangkut dengan adanya ancaman kesehatan yang berpotensi memengaruhi keamanan seseorang. Ancaman itu bisa memotivasi orang untuk mengambil tindakan spekulatif demi melindungi dirinya. Ada tiga tahapan komunikasi yang perlu diperhatikan dalam situasi krisis, yakni, sebelum kejadian, ketika kejadian dan setelah kejadian (Banks, 2011). Pada kasus yang terjadi di Banyumas, penolakan masyarakat muncul karena kurangnya komunikasi dari pihak pemerintah setempat dengan masyarakat sekitar di masa sebelum Komunikasi dan Informasi 266 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

krisis (sebelum pemakaman korban). Khususnya komunikasi terkait bagaimana pola penyebaran covid 19 di kalangan orang hidup dan meninggal. Ada anggapan bahwa jenazah yang dikuburkan dekat area pemukiman warga masih dapat menyebarkan covid-19. Anggapan itu berakumulasi dengan kekhawatiran sehingga memunculkan tindakan berlebihan terhadap segala sesuatu yang bersifat positif covid-19. Salah satunya, menjauhi covid-19 dari diri dan lingkungannya. Crisis and Emergency Risk Communication Model (CERC Model) Mungkin perlu kiranya kita mempelajari strategi komunikasi yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat dalam menghadapi serangan antraks di tahun 2001. Serangan antraks kala itu berbeda dengan yang pernah terjadi sebelumnya di Amerika Serikat sepanjang tahun 1915 hingga 1924. Konon, penyebaran antraks di tahun 2001 merupakan serangan teror dari sejumlah pihak, meski akhirnya sulit dbuktikan. Namun kabar itu sudah menyebar di masyarakat dan korban berjatuhan. Jika dibiarkan eskalasi kecemasan masyarakat akan semakin menguat, krisis yang awalnya ada di ranah kesehatan berpotensi melebar ke lainnya. Kondisi itu menciptakan tantangan baru bagi CDC. “Challenges for the medical and public health community to communicate in accurate, credible, timely, and reassuring ways”(Reynolds & Seeger, 2005). Lebih lanjut, CDC membutuhkan strategi komunikasi integratif yang dinamakan Crisis and Emergency Risk Communication-model (CERC model). Sebuah model yang menggabungkan konsep risk communication dan crisis communication sebagai satu keterkaitan dalam mengatasi problematika di bidang kesehatan. Selain bersifat eksternal (mengedukasi masyarakat), aspek yang diperhatikan dalam model ini adalah membangun pemahaman internal di kalangan pemangku kepentingan. Pemahaman itu menyangkut tentang bagaimana komunikasi integratif dapat dilaksanakan efektif untuk menghindari, mengurangi dan mengantisipasi potensi ancaman lebih dini. Ancaman yang dimaksud di sini adalah meluasnya krisis kesehatan ke arah krisis multi dimensi di kehidupan masyarakat. CERC model memandang penerapan komunikasi tradisional saja tidak cukup untuk menanggapi, mengantipasi dan mengatasi ancaman Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 267

bahaya yang kompleks akibat krisis kesehatan berskala global. CERC model memiliki strategi komunikasi yang integratif dengan memperhatikan berbagai tahapan. CERC model describes five general stages of a crisis: pre-crisis, initial event, maintenance, resolution and evaluation (Seeger, Reynolds & Sellnow, 2009). Dalam pelaksanaannya, penerapan CERC model yang dilakukan oleh CDC selama serangan antraks berjalan sukses, mampu menimalisir risiko ancaman. “The CERC model developed by the CDC significantly improves the likelihood that many of these communication activities will help contain and limit the harm” (Seeger, Reynolds & Sellnow, 2009). Di tahun berikutnya, penerapan CERD model mulai disosialisaskan lebih luas. Sebanyak lebih dari 100 ribu orang tenaga kesehatan diberikan pelatihan CERC model secara intensif. Model ini juga digunakan oleh CDC ketika menghadapi krisis yang disebabkan oleh badai topan Katrina pada tahun 2005 dan 2007 di Amerika Serikat. Tabel 1. Crisis and Emergency Risk Communication Model (CERC Model)

Komunikasi dan Informasi 268 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Sumber: Reynolds & Seeger (2005)

Dalam mengatasi persoalan penolakan jenazah positif covid-19, jika CERC model ingin diterapkan, sebaiknya dilakukan tidak hanya pada skala lokal, tetapi juga nasional. Hal ini diperlukan karena covid-19 bukanlah pandemi lokal melainkan global. Selain itu, penolakan jenazah positif covid-19 tidak hanya terjadi di satu daerah saja, Banyumas. Kejadian serupa terjadi juga di Mimika (Papua), Binjai dan Tanah Karo (Sumatera Utara), Cianjur (Jawa Barat), Gowa (Sulawesi Selatan), Kapuas (Kalimantan Tengah), Pasuruan (Jawa Timur), Padang (Sumatera Barat), Semarang (Jawa Tengah) dan lainnya. Begitu banyaknya kasus penolakan menandakan ada krisis komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat. Inilah alasan penerapan CERC model harus terintegrasi dari atas ke bawah. Simultansi komunikasi yang selama ini berjalan sudah sangat baik. Hanya saja sebaiknya dapat lebih dikembangkan tidak sebatas data ODP, PDP, korban meninggal, himbauan jaga jarak, penggunaan masker dan menghindari kerumuman. Persoalan turunan lain yang diakibatkan oleh covid-19 juga perlu lebih diprediksikan, diantisipasi dan dikomunikasikan dengan tepat. Jangan sampai menunggu krisis kesehatan semakin meluas menjadi krisis sosial, ekonomi dan moral masyarakat. Penerapan CERC model yang terintegrasi secara nasional juga sebaiknya beriringan dengan adanya jalinan kemitraan kelompok, lembaga dan organisasi daerah, termasuk merangkul sektor swasta. Dengan semakin banyak pihak yang terlibat maka ini akan membagi beban saluran komunikasi yang tidak hanya bertumpu pada satu titik saja. Ketersediaan saluran komunikasi yang seragam, variatif dan simultan akan memainkan peran kunci dalam mengelola persepsi preventif masyarakat terhadap ancaman kesehatan yang berlebihan, terutama kepada positif covid-19 meninggal dunia. Nantinya, himbauan komunikator pencegahan covid 19 sebaiknya jangan hanya dibebankan pada pemerintah, baik itu Gugus Tugas Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 269

Covid 19, Kementerian Kesehatan atau kepala daerah saja. Kemitraan strategis perlu dibangun oleh pemerintah dengan berbagai lapisan masyarakat mulai dari organisasi masyarakat hingga opinion leader di tiap daerah. Namun pola komunikasi kemitraan harus tetap menjadikan episentrum informasi berasal dari pemerintah dan bersifat tegak lurus. Semua sumber informasi keluar dari satu pintu. Kemitraan bertugas membantu penyebaran informasi yang bersifat seragam dan menyeluruh. Kemitraan strategis akan menjadi garda terdepan bukan hanya dalam memberikan informasi, tetapi juga memengaruhi pendapat dan mengubah persepsi preventif masyarakat yang terlalu berlebihan terhadap pasien positif covid-19, termasuk yang telah meninggal dunia. Tentu saja pesan yang disampaikan jangan hanya dalam ranah kesehatan, tetapi perlu ditambahkan variasi lain. Khususnya pesan spiritual berbasis keagamaan. Ini penting karena dalam kondisi carut marut yang disebabkan pagebluk covid-19, pesan spiritual akan menjadi rambu-rambu yang sangat efektif bagi manusia sebelum bertindak. Pendekatan Perubahan Perilaku Kelompok, lembaga, organisasi masyarakat dan opinion leader merupakan elemen yang mudah masuk dan menyentuh sektor akar rumput. Mereka lebih tekun dalam membangun adaptasi sosial dan psikologis yang relevan dengan karakteristik lokal. Pendekatan terhadap akar rumput perlu mengedepankan prinsip the behavioural change approach, yakni, pendekatan yang ditujukan untuk mengubah perilaku individu melalui perubahan kognisi mereka. Pendekatan ini meyakini bahwa orang adalah pengambil keputusan yang rasional dan perilaku kesehatannya sangat dipengaruhi oleh kognisi. Singkatnya, untuk mendapatkan perubahan perilaku maka harus terlebih dulu memenuhi kebutuhan kognisi. Pemenuhannya menyasar pada upaya peningkatan pengetahuan melalui pertukaran informasi yang bersifat dua arah. Penolakan pemakaman jenazah positif covid-19 sering terjadi karena tidak bulatnya informasi yang diketahui oleh masyarakat. Masyarakat beranggapan, meskipun jenazah sudah dikuburkan dalam tanah, penyebaran covid 19 masih bisa terjadi. Apalagi jika di sekitarnya ada pemukiman atau peternakan yang mengandalkan sumur, resapan Komunikasi dan Informasi 270 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

air tanah untuk mandi dan minum. Kebutuhan kognisi yang tidak utuh cenderung membuat manusia bertindak spekulatif, apalagi jika ditambah dengan perasaan cemas dan was was. Dalam kondisi sekarang, informasi terkait covid 19 sudah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Ini wajar karena mereka perlu melindungi diri dan keluarganya. Jadi, ketika ada kasus penolakan pemakaman jenazah covid 19 bukan sepenuhnya kesalahan masyarakat. Ada kebutuhan informasi yang tidak terpenuhi mengenai risiko, non risiko dan alternatif tindakan yang sesuai dalam menghadapi positif covid 19. Masyarakat bertindak berdasarkan informasi yang mereka miliki. Idealnya, hubungan antara masyarakat dan pemerintah bisa bersifat partnership yang mengedepankan harmonisasi, keseimbangan, keseluruhan dan keberlanjutan. Harmonisasi itulah yang mendorong terbangunnya kepercayaan satu sama lain. Nantinya kepercayaan akan memudahkan penerimaan informasi kesehatan bagi masyarakat. Muaranya, menghasikan tindakan pencegahan dalam batas-batas protokol kesehatan yang sesuai dengan arahan pemerintah. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah pendampingan bagi positif covid-19, eks positif covid-19 ataupun keluarga positif covid-19 yang telah meninggal. Jika selama ini pendampingan lebih fokus pada sosio-ekonomi, maka perlu kiranya sosio-psikis juga menjadi perhatian bersama. Pendekatan yang bisa digunakan adalah the self empowerment approach, yakni pendekatan yang memberdayakan orang untuk membuat pilihan yang sehat bagi dirinya. Mereka bisa membuat pilihan, keputusan dan mengontrol lingkungan sosialnya. Kemampuan itu yang membuat psikis mereka tidak terbebani dengan sikap lingkungan terhadapnya. Seandainya ada diskriminasi, mereka menjadi lebih kebal, baik fisik maupun mentalnya. Terakhir, kita perlu memberikan apresiasi terhadap World Health Organization (WHO) yang sudah menggunakan istilah physical distancing setelah social distancing. Kedua istilah itu memang memiliki maksud yang baik, memutus penyebaran covid-19. Hanya saja, physical distancing terdengar lebih mudah dipahami dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini berbanding terbalik dengan istilah social distancing yang tidak semua masyarakat awam memahami interpretasi kalimat tersebut. Istilah itu berpotensi memunculkan multi tafsir, berimplikasi memunculkan tindakan yang berbeda satu sama lain. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 271

Jadi, mengganti istilah menjadi physical distancing sudah sangat tepat disosialisasikan kepada masyarakat luas. Namun perlu juga diingat, meski istilah telah berganti, persinggungan antara mereka yang negatif dan positif covid-19 masih berpotensi menjadi krisis di masyarakat. Kondisi tersebut bisa berlangsung cukup lama, mungkin akan berhenti ketika obat atau vaksin covid-19 telah berhasil ditemukan. Selama belum terjadi, potensi persinggungan tersebut harus senantiasa disikapi dengan cermat dan cepat sebelum memicu persoalan lainnya.

Komunikasi dan Informasi 272 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Anugrah, Arbi. (2020). “Bupati Banyumas: Jenazah Pasien Corona Ditolak Warga Dipindah 4 Kali.” Detik.com, 2 April. diakses 15 Juni 2020. Berry, Dianne. (2007). Health Communication: Theory and Practice. Maidenhead: Open University Press. Centers for Disease Control and Prevention. (2020). “CDC Organization”. Cdc.gov, 18 Mei diakses 15 Juni 2020. Coombs, W. Timothy; Holladay, Sherry J. (2010). The Handbook of Crisis Communication. Hoboken, NJ: Wiley-Blackwell. Fearn-Banks, Kathleen. (2007). Crisis Communications: A Casebook Approach. Mahwah, N.J: Lawrence Erlbaum Associates. Hadi, Feryanto. (2020). “Kronologi Makam Jenazah Positif Corona di Sebuah Kebun di Banyumas Dibongkar Usai Didemo Warga.” Wartakota.com, 1 April. . Heath, R. Dan H, O’Hair (eds.). (2009). Handbook of Risk and Crisis Communication. New York: Routledge. Indonesia, VOA. (2001). “Serangan Anthrax Ditemukan Lagi di Washington - 2001-10-22.” Voaindonesia.com, 22 Oktober. diakses 15 Juni 2020. Suaradotcom. (2020). “Warga Hadang Ambulans, Tolak Pemakaman Jenazah Pasien Corona”. Suara.com, 31 Maret. < https://www. youtube.com/watch?v=Noqi1GbkQU8> diakses 15 Juni 2020. Thompson, Teresa L & Dorsey, Alicia & Miller, Katherine (Katherine I.) (2003). Handbook of health communication. L. Erlbaum Associates, Mahwah, N.J. ; London. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 273

Veil, S., Reynolds, B., Sellnow, T. L., & Seeger, M. W. (2008). CERC as a Theoretical Framework for Research and Practice. Health Promotion Practice, 9 (4_suppl), 26S-34S. Zain, Fadlan Mukhtar. (2020). “Duduk Perkara Penolakan Pemakaman Pasien Covid-19 di Banyumas, Bupati Minta Maaf dan Pimpin Pembongkaran Makam.” Kompas.com, 3 April. diakses 15 Juni 2020.

Komunikasi dan Informasi 274 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

PERAN PEMERINTAH SEBAGAI AKTOR DALAM JARINGAN KOMUNIKASI PADA PEMBERITAAN DI MASA PANDEMI COVID19 Rr. Wuri Arenggoasih dan Ifadatul Khabibah

Indonesia mengonfirmasi adanya virus corona dimulai sejak adanya pernyataan resmi dari Presiden Jokowi pada tanggal 2 Maret 2020, yaitu tentang kasus pertama 2 warga yang positif corona berasal dari Depok (Saubani, 2020). Kemudian, kasus pertama ini menggunakan istilah kasus 1 dan kasus 2 yaitu seorang ibu berusia 64 tahun dan anaknya yang berusia 31 tahun. Mereka tertular setelah melakukan pertemuan dengan warga negara Jepang yang berdomisili di Malaysia (Ihsanuddin, 2020a). Padahal pada bulan Februari 2020, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyatakan virus corona dari Cina ini tidak terdeteksi ke Indonesia dan belum ada kasus virus tersebut (Purnamasari, 2020). Namun, Australia menyangsikan klaim tersebut karena lalu-lintas perjalanan antara China dan Indonesia cukup tinggi dan pernyataan dari Universitas Harvard yang menilai Indonesia yang tak mampu mendeteksi virus corona (Tim/asa, 2020). Hal ini juga diperkuat munculnya kasus pertama virus corona di London yang diduga pasien setelah melakukan perjalannan ke Bali (Intisari, 2020). Serta, kasus pertama di Selandia Baru yaitu seorang warga yang telah melakukan perjalanan dari Iran dan melakukan transit penerbangan di bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali (Fdi & ayp, 2020). Sejak pernyataan resmi tersebut, perkembangan virus corona menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Kemudian pada tanggal 13 Maret 2020, Presiden Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang dan bertanggung jawab di bawah Presiden (Bayu, 2020). Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dibentuk dengan pertimbangan bahwa penyebaran Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) di dunia cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu yang kemudian menimbulkan korban jiwa dan kerugian material dan implikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 275

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memiliki tugas untuk memberikan arahan kepada pelaksana dalam melaksanakan percepatan penanganan Covid-19 serta melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan percepatan penanganan Covid-19. Sehingga, tujuan percepatan penanganan Covid-19 melalui sinergi antar kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah dapat berjalan (Mth, 2020). Hingga tanggal 3 Juni 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengumumkan positif 28.233, sembuh 8.406 dan meninggal 1.698 (Covid-19, 2020). Sedangkan jumlah seluruh dunia, WHO mengumumkan jumlah dari 216 negara, terkonfirmasi positif 6.366.788 dan meninggal 383.262 per tanggal 4 Juni 2020. Berdasarkan realita tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke urutan 33 tapi berada di urutan 12 di lingkup Asia (Hafizh, 2020). Berikut peta persebaran Covid-19 di Indonesia, sbb:

Gambar 1 . Peta Persebaran Covid-19 di Indonesia per Tanggal 4 Juni 2020 Sumber: (COVID-19, 2020)

Fase ke fase: Kasus Pertama hingga Pemberlakuan Fase New Normal Setelah terkonfirmasi bahwa Indonesia mulai terjangkit Covid-19 di Depok, muncullah fase-fase yang harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia seiring dengan bertambahnya jumlah penularan virus. Saat itu mulai muncul kecemasan pada masyarakat terutama ketika mengalami gejala plu atau batuk. Pertama, fase pengenalan hidup bersih, sehat dan jaga jarak. Sadar bahwa persebaran virus diawali di Jakarta, Anies Baswedan sebagai gubernur DKI menghimbau masyarakat sesuai anjuran WHO untuk ikut menjaga lingkungan kerja dari risiko penularan covid-19. Hal ini dilakukan antara lain dengan menggunakan masker, rajin cuci Komunikasi dan Informasi 276 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

tangan dan menjaga jarak (Dnu, 2020). Istilah menjaga jarak yang awalnya dikenal dengan social distancing diubah menjadi pyshical distancing karena sempat menjadi sesuatu problema di masyarakat (Ikhsania, 2020). Bahkan, beberapa negara telah melarang warganya untuk berjabat tangan karena dapat meminimalisir perpindahan virus dari seseorang ke orang lain (Utomo, 2020).

Gambar 2. Gaya Salaman Corona Ala Ma’ruf Amin, JK dan Sri Mulyani (pertengahan Maret 2020)

Kedua, fase work from home (WFH), pada tanggal 15 Maret 2020 saat konferensi pers, Jokowi menghimbau untuk masyarakat bekerja, belajar dan beribadah di rumah kemudian meminta pejabat terkait untuk membuat kebijakan sehubungan dengan hal tersebut (fey/ugo, 2020). Sehingga, seketika sekolah dan kantor bahkan rumah ibadah dan tempat-tempat umum menjadi sepi. Seiringan dengan hal tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya menjadi kasus ke76. Sebelum dinyatakan positif, Menhub Budi Karya masih menjalankan tugasnya yang salahsatunya mengikuti rapat terbatas dan bertemu perwakilan Belanda di Istana Negara (Putsanra, 2020b). Semakin hari jumlah corona semakin bertambahnya bahkan negara tetangga Singapura kemudian Malaysia telah melakukan lockdown wilayahnya di minggu ketiga bulan Maret 2020. Istilah lockdown terkait penyebaran Covid-19 diartikan sebagai mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara. Sehingga, semua fasilitas umum harus ditutup, seperti sekolah, transportasi umum, tempat umum, perkantoran, bahkan pabrik harus ditutup (Novianingsih, 2020). Di Indonesia, Kota pertama yang berani melakukannya adalah Kota Tegal kemudian Tasikmalaya, Papua, Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 277

Makassar, Ciamis, dan Surabaya (Ihsanuddin, 2020). Jakarta juga ingin melakukan karantina wilayah karena dinilai sebagai episentrum Covid-19 namun hal tersebut ditolak presiden (Yuliani, 2020). Alasannya, kestabilan perekonomian dan karakter dan budaya setiap Negara berbeda-beda, Jokowi memilih menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan (Ihsanuddin, 2020) sebagai fase ketiga. Pada masa bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam terpaksa menjalankan ibadah tidak seperti tahun sebelumnya. Bahkan, semenjak Jokowi mengeluarkan himbauan untuk ibadah dirumah, banyak masjid meniadakan sholat berjamaah ataupun kegiatan ibadah yang diikuti banyak orang (Azzahra, 2020). Serta, beberapa daerah mengeluarkan kebijakan aturan yang menghimbau masyarakat untuk tidak melakukan aktifitas mudik/pulang kampung dan tradisi menjelang Ramadhan (Kampar & Prot-dokpim, 2020). Tentu saja, kebijakan ini menjadi dilematis di masyarakat. Ditambah, pernyataan Jokowi yang sempat membuat viral di media sosial yang mana memperbolehkan pulang kampung tapi melarang mudik (Murhan, 2020). Bahkan, masyarakat dan pihak-pihak berwenang sempat memiliki kerancuan dalam melaksanakan tugas dan menghadapi fenomena mudik vs pulang kampung (Santia, 2020). Dibalik kontrofersi fase keempat dengan kebijakan larangan mudik vs pulang kampung, pemerintah mengubah kebijakan cuti bersama pada hari lebaran ke akhir tahun (Tumangger, 2020). Fase kelima adalah fase new normal yang dijalankan pemerintah sejak terbitnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Terbitnya Kepmenkes ini menghentikan salahsatu poin pada Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 terkait meliburkan tempat kerja. Hal ini dilakukan karena dunia kerja tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan dan perekonomian harus berjalan (Putsanra, 2020). Komunikasi dan Informasi 278 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Penanganan Covid Menjadi “Panggung” Di Media Pada sisi lain, kebijakan-kebijakan pemerintah yang telah mengubah secara massif fase ke fase kehidupan masyarakat Indonesia selama pandemic. Syahrizal Syarif seorang ahli epidemiologi Universitas Indonesia menilai bahwa bentuk respon yang termasuk lambat, strategi komunikasi kurang baik, dan regulasi yang simpang siur (Bahtiar, 2020). Sama halnya dengan pendapat Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute bahwa pemerintah seringkali mengkomunikasikan kebijakan yang membingungkan atau disebut juga Equivocal Communication, yaitu memiliki makna pengemasan pesan yang sengaja dibuat tidak jelas, tidak langsung dan tidak lugas. Bahkan, kemunculan pejabat pemerintah yang juga sebagai bagian dari aktor politik melakukan tiein publicity (memanfaatkan kejadian luar biasa atau lazim) sehingga seakan seperti perebutan panggung publisitas (Heryanto, 2020). Bentuk tie-in publicity terbukti dengan adanya lonjakan berita secara drastis setelah Presiden Jokowi mengumumkan pasien Covid-19 pertama di Indonesia. Hasil riset menunjukkan dalam rentang waktu 2-4 Maret 2020 terdapat 38.836 berita tentang Covid-19 yang dirilis 2.997 media online dan 155 media cetak (Gual, 2020). Berikut ini adalah data tokoh-tokoh yang muncul di pemberitaan terkait Covid-19 selama rentang waktu 2-24 Maret 2020, sbb:

Grafik 1. Data Kemunculan Tokoh pada Pemberitaan terkait Covid-19 (2-24 Maret 2020) Sumber: (Gual, 2020)

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 279

Melihat data diatas, tampak Presiden Jokowi dan Anies Baswedan menjadi pusat sumber berita. Namun, Wasisto Raharjo (pengamat Politik) melihat adanya ketidaksepahaman antara Presiden Jokowi dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Karena, Jokowi dan Anies terlihat semacam kompetisi dalam penanganan persoalan Covid-19 di negeri ini walaupun keduanya memiliki misi mulia (Fadil, 2020). Kontestasi diantara keduanya makin tampak di media ketika Anies Baswedan mengkritisi setelah presiden mengumumkan keadaan darurat nasional. Karena, Anies Baswedan sebagai gubernur Jakarta telah meminta ijin pemerintah pusat untuk bertindak cepat pada Januari 2020 (The Economist, 2020). Terbukti perbedaan kebijakankebijakan seperti terkait kebijakan lockdown yang telah disuarakan Anies dipertengahan Maret. Namun, kebijakan yang dibuat Jokowi bukan lockdown tapi memilih melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Serta disaat bersamaan, Jokowi menyatakan pemerintah daerah tidak boleh mengambil kebijakan berbeda dengan pusat. Selain itu, pada saat kebijakan Pemprov DKI melarang perjalanan bus AKAP pada 29 Maret. Kebijakan ini harus batal karena pemerintah pusat melalui Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan memperbolehkan bus AKAP tetap beroperasi (Ridhoi, 2020). Analisis Jaringan Komunikasi Pemerintah Dalam Penanganan Covid-19 Dibalik adanya kontradiktif kebijakan Presiden Jokowi dan Anies Baswedan, sebenarnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetap menjalin komunikasi. Tercatat diantaranya, Dinas Kesehatan DKI Jakarta berkoordinasi dengan Kemenkes dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) untuk bergabung dalam Public Health Emergency Operating Centre (PHEOC) untuk menjaga pintu masuk sebagai mengantisipasi penyebaran virus corona atau saat itu masih disebut virus Pneunomia Wuhan (ant, 2020). Kemudian, adanya pertemuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota terkait penanganan Covid-19 dan menyampaikan pesan presiden (Wardani, 2020). Adapun pertemuan langsung antara Jokowi dan Anies saat meninjau kesiapan MRT hadapi New Normal di pintu masuk Stasiun MRT Bundaran HI, keduanya tampak membahas sesuatu dari gadget Anies (Prasetia, 2020). Komunikasi dan Informasi 280 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Fenomena komunikasi yang terjadi antara Jokowi dan Anies Baswedan bukan hanya berdampak satu sama lain. Namun, komunikasi antara mereka dapat berpengaruh terhadap pejabat dibawahnya bahkan publik. Bahkan, proses komunikasi ini juga dapat berdampak pada kebijakan yang dibuat, penanganan di masa pandemi yang dapat menambah jumlah korban hingga perekonomian. Sehingga menjadi suatu yang perlu untuk diketahui dan dipelajari tentang jaringan komunikasi. Mengapa? Karena, studi jaringan komunikasi dapat menjelaskan proses komunikasi dalam terbentuknya fenomena atau peristiwa komunikasi dan relasi antar aktor yang saling mempengaruhi (Eriyanto, 2014). Metode penelitian jaringan mempunyai titik tolak dan karakteristik, yaitu memusatkan perhatian pada relasi dan bukan atribut, berfokus pada jaringan bukan kelompok (group) dan agar relasi bermakna maka relasi harus ditempatkan dalam konteks relasional tertentu. Sehingga, penelitian jaringan menekankan akar metode jaringan sebagai metode struktural yang melihat aktor (misalnya individu) pada struktur tertentu. Artinya, metode analisis jaringan komunikasi adalah metode yang berusaha menggambarkan dan menjelaskan struktur komunikasi dalam suatu sistem, dimana data relasional tentang arus komunikasi dianalisi dengan menggunakan beberapa jenis hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Sehingga upaya mengidentifikasi struktur komunikasi ini bermaksud memahami gambaran besar dari interaksi manusia dalam system dengan tujuan holistik yaitu menekankan keterkaitan komponen dalam hubungan individu yang saling terhubung yang mana hubungan itu dibentuk melalui arus infomasi. (Eriyanto, 2014). Secara sederhana, jaringan adalah seperangkat aktor yang mempunyai relasi dengan aktor lain dalam tipe relasi tertentu. Sedangkan, jaringan komunikasi menggambarkan relasi aktor satu dengan Iainnya dalam struktur sosial tertentu secara sisi mikro (aktor), bukan makro. Dengan kata lain, jaringan komunikasi terdiri dari dua hal penting yaitu aktor dan relasi. Aktor disebut juga node adalah individu (orang) dan bukan individu (organisasi, negara, institusi, perusahaan, dan sebagainya) pada jaringan utuh dalam jaringan yang diamati dan dianalisis (Utami, 2018). Relasi (link/edge) adalah bentuk interaksi aktor satu sama lain. Link dilambangkan dalam satu garis yang Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 281

menghubungkan antara aktor. Adanya garis antara aktor menunjukkan ada relasi dan sebaliknya jika antara aktor tidak ada garis bisa dibaca sebagai tidak ada relasi (Eriyanto, 2014). Setelah menghimpun seluruh aktor terkait penanganan Covid-19 melalui pemberitaan media online Detik.com selama 23 Februari hingga 31 Mei 2020 dengan jumlah 1.269 berita yang di ambil secara random terdapat 245 aktor yang memiliki relasi/hubungan. Berikut gambaran jaringan komunikasi para aktor yang memiliki relasi selama penanganan Covid-19, sbb:

Gambar 3 . Jaringan Komunikasi Para Aktor Yang Memiliki Relasi Selama Penanganan Covid-19 Sumber: data diolah, 2020

Berdasarkan bentuk jaringan komunikasi diatas, jaringan komunikasi terkait penanganan Covid-19 terbagi menjadi 3 cluster yang mana salah satunya terdiri dari banyak komponen, yaitu: 1.

Cluster komponen sentral Komponen adalah pengelompokan aktor (node) yang sekurangkurangnya memiliki satu link dalam jaringan. Sehingga komponen sentral pada jaringan komunikasi adalah kelompok aktor yang paling berperan dalam penyebaran informasi (Eriyanto, 2014).

Komunikasi dan Informasi 282 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 4. Cluster Komponen Sentralitas Sumber: data diolah

2.

Cluster komponen peran pendukung Pada cluster ini terdiri dari banyak komponen namun tidak memiliki link dengan komponen sentral. Namun, hal ini tidak dapat diartikan langsung tidak ada relasi karena bisa jadi arus informasi terjadi secara komunikasi interpersonal. Sebagai contoh: adanya aktor Hendar Priadi (Walikota Semarang) di komponen pendukung dan Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng) berada di komponen sentral namun keduanya tidak ada link pada jaringan.

Gambar 5. Cluster Komponen Peran Pendukung Sumber: data diolah Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 283

Namun, hal ini dapat dikatakan bahwa Hendar Priadi sebagai node tidak memiliki kepadatan jaringan dan klik yang terbangun pada komponen central. Klik adalah kelompok yang lebih ketat dibandingkan komponen karena aktor (node) didalamnya saling terhubung. Bahkan, cluster komponen pendukung tidak memiliki brige dan hubs dengan cluster komponen sentral. Bridge adalah link yang menghubungkan dua kelompok terpisah dalam satu jaringan. Sedangkan, Hubs adalah node yang memiliki koneksi paling banyak yang mana ini adalah salah satu ciri dari komponen sentral (Eriyanto, 2014). 3.

Cluster komponen pemencil Pemecil (isolate) adalah aktor yang tidak memiliki satupun link dengan aktor lain sehingga dapat dikatakan tidak memiliki hubungan dalam jaringan. Terdapat empat aktor di cluster pemecil ini, yaitu Ace Hasan Syadzily (Waket Komisi VIII DPR), Juri Ardiantoro (Deputi IV Bidang Kompol dan Diseminasi Informasi, R. Agus H. Purnomo (Direktur Jenderal Perhubungan Laut).

Gambar 6. Cluster Komponen Pemencil Sumber: data diolah

Bila fokus pada cluster komponen sentral, Presiden Jokowi telah menjadi Hubs atau aktor dengan koneksi terbanyak dengan 42 link. Sedangkan, Anies Baswedan hanya memiliki 23 link dan Acmad Yulianto (Jubir Gugus Penanganan Covid-19) memiliki 22 link. Hal ini membuktikan bahwa penanganan Covid-19 menjadi kewenangan pusat berjalan dibawah kendali presiden. Selain itu, Muhadjir Effendy (Menko PMK) dan Terawan Agus Putranoto (Menkes) adalah cutpoints dalam jaringan komunikasi terkait penanganan Covid-19. Cutpoins adalah aktor (node) yang menjadi perekat dari jaringan tersebut (Eriyanto, 2014). Komunikasi dan Informasi 284 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 7. Hubs Dan Cutpoints Dalam Jaringan Komunikasi Terkait Penanganan Covid-19 Sumber: data diolah

Kemudian, jika node Jokowi, Anies Baswedan, Acmad YuliantoJubir Gugus Penanganan Covid19, Muhadjir Effendy (Menko PMK) dan Terawan Agus Putranoto (Menkes) dihubungkan maka akan membentuk klik.

Gambar 8. Klik Dalam Jaringan Komunikasi Terkait Penanganan Covid-19 Sumber: data diolah

Kesimpulan Indonesia telah berada dimasa pademi Covid-19 selama lebih dari 100 hari. Sejak persiapan New Normal yang mana memaksa masyarakat untuk hidup normal dengan tidak meninggalkan protokolar kesehatan, Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 285

arus informasi yang terjadi di dalam pemerintah harus menjadi lebih baik. Bukan berarti persiapan New Normal adalah pintu kebebasan dan Indonesia sudah bebas dari ancaman Covid-19 yang bisa berdampak dalam berbagai bidang terutama kesehatan, perekonomian hingga peningkatan statistika kematian. Munculnya kluster komponen pendukung (Gambar 2) yang mengambarkan banyak pihak yang belum terhubung dengan pemerintah pusat secara interpersonal, tentu saja hal ini bisa jadi memicu miss communication antara pemerintahan daerah dan pusat. Padahal setiap daerah memiliki karakteristik berbeda sehingga perlu adanya perhatian dimasing-masing wilayah. Bila melihat Gambar 6, banyak aktor yang bisa meningkatkan koordinasi untuk menjadi cutpoints agar tidak ada gap antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu, aktor cutpoints yang telah terbentuk bisa menjadi jalan untuk menambah link dengan aktor lain.

Komunikasi dan Informasi 286 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka ant. (2020, January 30). Cegah Virus Corona, Anak Buah Anies Baswedan Jaga Semua Pintu Masuk Jakarta. www.jpnn.com. https://www. jpnn.com/news/cegah-virus-corona-anak-buah-anies-baswedanjaga-semua-pintu-masuk-jakarta Azzahra, T. A. (2020, April 17). Salat Tarawih dan Buka Bersama di Masjid Istiqlal Resmi Ditiadakan. detiknews. https://news.detik. com/berita/d-4980960/salat-tarawih-dan-buka-bersama-dimasjid-istiqlal-resmi-ditiadakan Bahtiar, F. (2020, May 30). Mulai dari PSBB hingga New Normal, Penanganan Corona di Indonesia Simpang Siur. SINDOnews.Com. https://nasional.sindonews.com/read/52879/15/mulai-dari-psbbhingga-new-normal-penanganan-corona-di-indonesia-simpangsiur-1590825947 Bayu, D. J. (2020, March 13). Jokowi Bentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Katadata.co.id. https://katadata.co.id/ berita/2020/03/13/jokowi-bentuk-gugus-tugas-percepatanpenanganan-covid-19 COVID-19, G. T. P. P. (2020, June 4). Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Covid19.Go.Id. https://covid19.go.id/ Dnu. (2020, March 3). Cara Mencegah Virus Corona. detiknews. https:// news.detik.com/berita/d-4922774/cara-mencegah-virus-corona Eriyanto. (2014). Analisis Jaringan Komunikasi. Kencana. Fadil, V. (2020, March 23). Jokowi dan Anies Tangani Corona, Orang Ini Bilang: Mereka Seperti Berkompetisi. Warta Ekonomi. https:// www.wartaekonomi.co.id/read277595/jokowi-dan-aniestangani-corona-orang-ini-bilang-mereka-seperti-berkompetisi fdi, & ayp. (2020, February 28). WN Selandia Baru Positif Corona Sempat Transit di Bali. Internasional. https://www.cnnindonesia. com/internasional/20200228181821-113-479186/wn-selandiabaru-positif-corona-sempat-transit-di-bali fey/ugo. (2020, March 15). Jokowi Imbau Masyarakat Bekerja dan Beribadah di Rumah. Nasional. https://www.cnnindonesia. com/nasional/20200315141316-32-483586/jokowi-imbaumasyarakat-bekerja-dan-beribadah-di-rumah Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 287

Gual, M. (2020, March 30). Panggung Covid-19: Diisi hoaks, politisasi, dan kegaduhan. https://www.alinea.id/. https://www.alinea. id/nasional/panggung-covid-19-diisi-hoaks-politisasi-dankegaduhan-b1ZJW9sOL Hafizh, M. N. (2020, June 4). Update Corona Indonesia dan Dunia Hari Ini Kamis 4 Juni 2020. AyoBandung.com. https://www. ayobandung.com/read/2020/06/04/91488/update-coronaindonesia-dan-dunia-hari-ini-kamis-4-juni-2020 Heryanto, G. G. (2020, March 23). Komunikasi Wabah Corona. Republika Online. https://republika.co.id/share/q7mrdi469 Ihsanuddin. (2020a, March 3). Jokowi Pakai Istilah Kasus 1 dan Kasus 2 untuk Dua Pasien Positif Corona. KOMPAS.com. https://nasional. kompas.com/read/2020/03/03/16193511/jokowi-pakai-istilahkasus-1-dan-kasus-2-untuk-dua-pasien-positif-corona Ihsanuddin. (2020b, April 2). Jokowi Akhirnya Blak-blakan soal Alasan Tak Mau Lockdown... Halaman all. KOMPAS.com. https:// nasional.kompas.com/read/2020/04/02/05405561/jokowiakhirnya-blak-blakan-soal-alasan-tak-mau-lockdown Ikhsania, A. A. (2020, March 4). Wajib Tahu! Ini Sederet Mitos dan Fakta Seputar Virus Corona. SehatQ. https://www.sehatq.com/ artikel/mengungkap-mitos-virus-corona-lewat-fakta-sebenarnya Intisari. (2020, February 24). Wilayah Indonesia Ini Disebut Telah Terpapar Virus Corona, Menkes Australia: Kita Perlu Memonitor. Tribun Palu. https://palu.tribunnews.com/2020/02/24/wilayahindonesia-ini-disebut-telah-terpapar-virus-corona-menkesaustralia-kita-perlu-memonitor Kampar, D., & Prot-dokpim. (2020, April 15). Cegah Penyebaran Covid, Pemkab dan MUI Keluarkan Aturan Tentang Aktivitas Bulan Suci Ramadhan Dan Idul Fitri 1441 H/ 2020 M. Pemerintah Kabupaten Kampar. https://kominfosandi.kamparkab.go.id/2020/04/15/cegahpenyebaran-covid-pemkab-dan-mui-keluarkan-aturan-tentangaktivitas-bulan-suci-ramadhan-dan-idul-fitri-1441-h-2020-m/ mth. (2020, 03). Presiden Teken Keppres Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Website Resmi Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI. https://kominfo.go.id:443/content/ Komunikasi dan Informasi 288 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

detail/25046/presiden-teken-keppres-gugus-tugas-percepatanpenanganan-covid-19/0/berita Murhan. (2020, April 23). Beda Mudik dan Pulang Kampung, Kata Viral dari Presiden Jokowi dalam Acara Mata Najwa Shihab. Banjarmasin Post. https://banjarmasin.tribunnews.com/2020/04/23/bedamudik-dan-pulang-kampung-kata-viral-dari-presiden-jokowidi-acara-mata-najwa-shihab?page=4 Novianingsih, Y. N. (2020, March 18). Sering Mendengar Istilah Lockdown? Begini Arti dan Penjelasannya. Tribunnews.com. https://www.tribunnews.com/nasional/2020/03/18/seringmendengar-istilah-lockdown-begini-arti-dan-penjelasannya Prasetia, A. (2020, Mei). Momen Anies Hampiri Jokowi dan Berbincang Usai Cek Pendisiplinan di MRT. detiknews. https://news.detik. com/berita/d-5028413/momen-anies-hampiri-jokowi-danberbincang-usai-cek-pendisiplinan-di-mrt Purnamasari, D. M. (2020, November 2). Menkes: Belum Ada Virus Corona Terdeteksi Harusnya Bersyukur, Bukan Dipertanyakan Halaman all. KOMPAS.com. https://nasional.kompas.com/ read/2020/02/11/16255511/menkes-belum-ada-virus-coronaterdeteksi-harusnya-bersyukur-bukan Putsanra, D. V. (2020a, Mei). Protokol New Normal Kemenkes untuk Cegah Penularan Corona COVID-19. tirto.id. https://tirto.id/ protokol-new-normal-kemenkes-untuk-cegah-penularancorona-covid-19-fCRj Putsanra, D. V. (2020b, March 15). Kronologi Kegiatan Menteri Perhubungan Sebelum Positif Coronavirus. tirto.id. https://tirto. id/kronologi-kegiatan-menteri-perhubungan-sebelum-positifcoronavirus-eFdY Ridhoi, M. A. (2020, May 12). Anies dan Pemerintah Pusat Selisih Tangani Corona, Dampaknya ke Publik. https://katadata.co.id/ berita/2020/05/12/anies-dan-pemerintah-pusat-selisih-tanganicorona-dampaknya-ke-publik Santia, T. (2020, April 14). Kepala Desa Ingin Pemerintah Pusat Larang Mudik. liputan6.com. https://www.liputan6.com/bisnis/ read/4227171/kepala-desa-ingin-pemerintah-pusat-larang-mudik Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 289

Saubani, A. (2020, March 2). Kronologi Temuan Kasus Ibu-Anak Warga Depok Positif Corona. Republika Online. https://republika.co.id/ share/q6jwtm409 The Economist. (2020, June 6). Indonesia’s president has a new rival. The Economist. https://www.economist.com/asia/2020/06/06/ indonesias-president-has-a-new-rival Tim/asa. (2020, December 2). Ahli Kesehatan Australia Ragukan Klaim Indonesia Bebas Corona. Internasional. https://www.cnnindonesia. com/internasional/20200212201104-113-474083/ahli-kesehatanaustralia-ragukan-klaim-indonesia-bebas-corona Tumangger, D. (2020, April 10). Cegah Covid-19, Pemerintah Geser Cuti Bersama Idulfitri ke Akhir Tahun. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. https://menpan. go.id/site/berita-terkini/cegah-covid-19-pemerintah-geser-cutibersama-idulfitri-ke-akhir-tahun Utami, A. B. (2018). ANALISIS JARINGAN KOMUNIKASI KELOMPOK. DiMCC Conference Proceeding, 1(0), 1–35. Utomo, A. P. (2020, April 3). Jabat Tangan Dilarang di Tengah Virus Corona, Negara Ini Gunakan Cara Menyapa Baru Halaman all—Kompas.com. https://www.kompas.com/global/ read/2020/03/04/153331070/jabat-tangan-dilarang-di-tengahvirus-corona-negara-ini-gunakan-cara?page=all Wardani, D. A. (2020, March 17). Kata Pengamat, Jokowi Peringatkan Anies Lewat Tito soal Penanganan COVID-19. Voice of Indonesia. https://voi.id/berita/3748/kata-pengamat-jokowi-peringatkananies-lewat-tito-soal-penanganan-covid-19 Yuliani, P. A. (2020, March 20). Sebut DKI Episentrum Covid-19, Anies: Risiko Penularan Meluas. https://mediaindonesia.com/ read/detail/297833-sebut-dki-episentrum-covid-19-anies-risikopenularan-meluas

Komunikasi dan Informasi 290 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

COVID-19 DALAM KACAMATA KOMUNIKASI KRISIS Sulvinajayanti

Indonesia saat ini telah masuk dalam fase paling kritis. Situasi kritis yang dialami Indonesia lantaran harus berjibaku melawan penyebaran virus corona jenis baru atau dikenal dengan sebutan novel coronavirus. Secara resmi oleh World Healt Organization (WHO) virus ini disebut sebagai Covid-19 yang berarti “Covid” singkatan dari Corona Virus Disease, sedangkan angka “19” menunjukkan tahun munculnya virus tersebut. Akibat dari situasi krisis ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang kian hari kian memburuk, penduduk miskin bertambah, hingga bertambahnya hutang luar negeri Indonesia. Covid-19 telah terdeteksi sejak November 2019 di Kota Wuhan, RRT. Dengan cepat virus menyebar. Menginfeksi puluhan, lalu ratusan, ribuan, hingga ratusan ribu orang. Virus menyebar melewati sekatsekat geografis. Tidak hanya rakyat Tiongkok yang diinfeksi Covid-19. Beberapa warga negara lain juga mulai diinfeksi. Seketika dunia gempar. Banyak negara mulai menerapkan sistem pembatasan masuk-keluar negaranya. Tujuan kebijakan ini adalah untuk membatasi pergerakan orang guna mengontrol penyebaran virus. Beberapa negara berhasil dengan sistem seperti ini. Beberapa negara lainnya masih harus berjibaku karena berbagai faktor, salah satunya adalah keterlambatan mengantisipasi infeksi Covid-19. Indonesia termasuk salah satu negara yang masih harus berjibaku dengan segala kekuatan untuk bertanding cepat dengan Covid-19. Virus ini melaju dengan cepat. Menginfeksi siapa saja yang melakukan kontak dengan orang yang suspect. Ibarat jaringan sosial, infeksi orang pertama akan menyebabkan orang-orang lain terinfeksi selama mereka melakukan kontak langsung seperti bersamalaman. Pola penularan virus ini tergolong unik. Virus masuk melalui mata, hidung, telinga, dan mulut. Pemerintah Indonesia seakan tidak mau kalah cepat cengan langkah penyebaran virus. Berbagai kebijakan diambil, diantaranya “merumahkan” Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 291

siswa dan mahasiswa, mengubah sistem kerja kantoran, mengeluarkan himbauan agar masyarakat tetap di rumah dan sering mencuci tangan, serta menyiapkan rumah sakit rujukan, laboratorium kesehatan, dan mengerahkan tenaga kesehatan yang ada. Ternyata langkah ini belum terlalu cepat dengan langkah Covid-19. Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto hingga 20 Juni 2020 sebanyak 45.891 kasus terkonfirmasi positif. Penambahan lima provinsi ditempati oleh DKI Jakarta dengan 142 kasus, Sulawesi Selatan 112 kasus, Jawa Tengah 99 kasus, Kalimantan Selatan 94 kasus, dan Jawa Timur 91 kasus (https://republikasi.co.id, diakses 22 Juni 2020). Pemerintah juga mencatat penambahan pasien sembuh sebanyak 521 orang sehingga total 18.404 dan pasien meninggal bertambah 36 orang sehingga total 2.465 pasien meninggal. Hingga saat ini tercatat 439 kabupaten maupun kota terdampak di 34 provinsi, Orang Dalam Pemantauan sebanyak 42.714 orang dan Pasien Dalam Pengawasan 13.225 orang. Sistem pengendalian kesehatan nasional belum memadai, seperti yang disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa (liputan6.com, diakses 22 Juni 2020). Hal tersebut jika melihat dari jumlah pemeriksaan Covid-19 dengan rapid tes kepada penduduk Indonesia masih sangat rendah. Semestinya jumlah penduduk yang dites bias mencapai 30.000 per hari, namun hingga hari ini jumlah penduduk yang dites hanya sekitar 11.000 per hari, seharusnya Indonesia mampu memiliki kapasitas untuk melakukan pemeriksaan Covid-19 hingga mencapai 27.000 per hari. Di sisi lain, terjadi kemunduran waktu untuk seseorang bisa mendapatkan hasil tesnya. Manajemen Komunikasi Krisis Krisis adalah situasi ketidakpastian dan mereka yang terkena dampak perjuangan krisis untuk mendapatkan kembali kendali atas situasi (Millar; Heath, 2004). Ketika suatu krisis menghantam sebuah perusahaan, perusahaan itu berupaya meminimalkan dampaknya dengan merespons krisis dan masyarakat melalui strategi respons yang tepat. Pada saat yang sama, orang mencoba mencari informasi terkait krisis dan mengevaluasi tanggung jawab krisis. Krisis merupakan “turning point in history life”, yakni titik balik dalam kehidupan yang memberi dampak signifikan. Tergantung pada Komunikasi dan Informasi 292 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

reaksi yang diperlihatkan individu, kelompok masyarakat dan terlebih bangsa. Krisis akan memengaruhi reputasi atau citra baik perusahaan maupun pemerintah. Pemeriksaan situasi krisis dan bagaimana faktorfaktor tertentu menentukan tingkat ancaman reputasi yang ada dalam krisis perusahaan atau pemerintah. Ada tiga faktor yang membentuk tingkat ancaman pertama adalah tanggung jawab krisis awal, kedua sejarah krisis dan akhirnya reputasi relasional sebelumnya (Wekesa, 2013). Komunikasi adalah poin penting dalam setiap aktivitas PR dalam menjaga citra positif institusi pemerintah di mata masyarakat. Komunikasi yang tidak baik juga akan menyebabkan hubungan yang buruk antara hubungan masyarakat pemerintah dengan masyarakat. Sehingga saat ada masalah tentang kebijakan yang ditentang oleh publik dan hubungan masyarakat tidak bias menanganinya dengan cepat maka bisa berkembang menjadi krisis. Krisis seperti proses yang dilakukan ketika melakukan penelitian. Strategi komunikasi sebagai dasar untuk melaksanakan manajemen krisis, yaitu krisis adalah masa kritis yang berkaitan dengan suatu peristiwa itu kemungkinan pengaruh negatif pada organisasi. Sebuah keputusan dengan cepat dan tepat perlu dilakukan agar tidak memengaruhi operasi secara keseluruhan organisasi. Pengambilan keputusan jelas membutuhkan pemrosesan informasi langkah berani untuk meminimalkan efek yang tidak diinginkan. Sebuah krisis cenderung merupakan situasi yang menghasilkan efek negative memengaruhi organisasi dan publiknya, produknya, dan reputasinya (Banks, 2007; Mitroff, 2005 dalam Kriyantono, 2015). Krisis tidak bisa dihindari, tetapi kemungkinan masih bisa dicegah. Untuk itu diperlukan antisipasi dan menghindari dampak negatif krisis manajemen krisis menyiapkan berbagai strategi dan taktik yang akan dilakukan untuk menghadapi krisis. Prinsip pertama dalam manajemen krisis yang berorientasi pada keselamatan publik, Public Relation juga menerapkan strategi komunikasi krisis yang dirancang dengan (1) mengurangi risiko kepanikan publik (2) mengurangi kekhawatiran dirasakan oleh publik (3) mengurangi spekulasi, terutama di awal krisis (4) melindungi perusahaan dari kritik spekulatif, yang biasanya muncul dari wacana publik di media massa (5) yang bisa dipercaya (akuntabilitas), pengungkapan, dan komunikasi keseimbangan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 293

kepentingan (komunikasi simetris) (6) dirancang untuk meminimalkan kerusakan pada citra organisasi (Kriyantono, 2015). Strategi komunikasi dalam krisis yaitu komunikasi krisis. Ada beberapa definisi komunikasi krisis. Crisis communication is the dialog between the organization and its publics prior to, during, and after the negative occurrence (Fearn; Banks, 2011). Artinya, dialog yang terjadi antara perusahaan dan public dalam waktu sebelum dan setelah krisis. Pendapat lain mengatakan “crisis communication can be defined broadly as the collection, processing, and dissemination of information required to address a crisis situation” (Coombs, 2014a). Ini berarti bahwa komunikasi krisis dapat didefinisikan secara luas sebagai pengumpulan, pemrosesan, dan penyebaran informasi yang dibutuhkan untuk mengatasi situasi krisis. Dari definisi di atas itulah strategi komunikasi krisis adalah bagian penting dari manajemen krisis yang harus dilakukan komunikasi yang intens dengan komunitas dan menyaring informasi yang dibutuhkan. Informasi yang terkadang tidak jelas dari mana sumber dan kebenaran masih dipertanyakan juga menimbulkan desas-desus bahwa itu akan terjadi membingungkan publik, oleh karena itu peran PR harus selalu proaktif menanggapi dan memberikan informasi dengan cepat dan tepat untuk meminimalkan rumor ini. Kegiatan public relations dalam memberikan pesan yang relevan dengan situasi krisis dan saluran terbuka komunikasi terbuka, yang disebut krisis komunikasi (Kriyantono, 2015). Strategi pengetahuan manajemen krisis, menurut Coombs “is behind the scene,” yaitu, terjadi dalam karya tim manajemen krisis (Kriyantono, 2012). Manajemen krisis tidak hanya hubungan masyarakat tetapi juga seseorang yang memiliki otoritas penuh dalam mengambil keputusan. Dalam kondisi saat ini maka masyarakat butuh informasi agar penyebaran virus bisa dikendalikan. Peran pemerintah adalah dengan memaksimal fungsi public relations untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak panik namun tetap waspada. Dari sekian banyak peran yang dilakukan oleh seorang public relations sebagai pengontrol publik dan mengarahkan apa yang dipikirkan oleh publik maka komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dari semuanya. Secara umum public relations adalah suatu kegiatan yang dijalankan secara berkelanjutan oleh lembaga atau perorangan untuk Komunikasi dan Informasi 294 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

mengupayakan terbentuknya suatu hubungan yang baik dengan publik agar terciptanya suatu pengertian dan penerimaan publik demi kelancaran dalam mencapai tujuan. Public relations adalah suatu seni untuk menciptakan pengertian publik yang lebih baik, yang dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap seseorang atau lembaga. Fungsi public relations menurut Bertrand R. Canfield; 1) Mengabdi kepada kepentingan umum; 2) Memelihara komunikasi yang baik; dan 3) Menitikberatkan moral dan tingkah laku yang baik. Adapun Halhal yang biasa dilakukan oleh seorang public relations adalah berita, rilis pers, pidato, event, tulisan, dan audio/ visual/ slide presentasi. Hubungan masyarakat (humas) diartikan sebagai salah satu kegiatan dari public relations yang menangani hubungan antara lembaga dengan masyarakat. humas merupakan seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap sesuatu individu/ organisasi. Fungsi humas adalah memberikan penerangan pada publik, melakukan persuasi kepada publik, upaya untuk menyatukan sikap dan perilaku suatu lembaga sesuai dengan sikap dan perbuatan masyarakat. Public Relation dapat didefinisikan sebagai suatu proses yaitu, sebagai rangkaian tindakan, perubahan, atau fungsi yang membawa hasil. Salah satu cara populer untuk menggambarkan proses, dan untuk mengingat komponen-komponennya, adalah dengan menggunakan akronim RACE, pertama diartikulasikan oleh John Marston dalam bukunya “The Nature Of Public Relations”. Pada dasarnya, RACE berarti bahwa aktivitas PR terdiri dari empat elemen kunci: 1.

Mencari Kembali. Apa masalahnya?

2.

Aksi dan perencanaan. Apa yang akan dilakukan tentang hal itu?

3.

Komunikasi. Bagaimana masyarakat akan diberitahu?

4.

Evaluasi. Apakah jumlah penonton tercapai dan apa efeknya?

Melihat salah satu elemen kunci aktivitas PR yang dikemukakan oleh John Marston adalah Komunikasi. Bagaimana masyarakat akan diberitahu? Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona (Covid-19) meluncurkan situs www.covid19.go.id sebagai sumber informasi resmi penanggulangan virus corona yang kini menjadi pandemi global. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 295

Pemerintah berharap informasi mengenai penanganan Covid-19 bisa merujuk pada satu sumber mengenai virus corona dan bagaimana mengendalikannya. Situs covid19.go.id dikembangkan oleh tim komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat untuk penanggulangan Covid-19. Tim terdiri atas berbagai unsur, mulai pemerintah, UNICEF, WHO, organisasi masyarakat sipil, hingga dunia usaha. Karena saat ini banyak informasi tidak akurat yang beredar di masyarakat, sehingga masyarakat butuh akses pada informasi akurat, cepat dan terpercaya. Untuk itulah situs www.covid19.go.id dibuat agar bisa menjadi sumber informasi resmi satu pintu. Menghadapi situasi ini memang tidaklah mudah. Penulis harus mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk menangani Covid-19 di Indonesia. Namun di sisi lain masih ada lobang yang harus ditutupi agar langkah pemerintah ini menjadi tidak sia-sia. Salah satu lobang yang harus ditutupi itu adalah praktik komunikasi krisis pemerintah. Komunikasi krisis adalah praktik penyampaian informasi krisis berupa data, situasi, kondisi, dan strategi yang akan dilakukan untuk keluar dari situasi krisis yang dihadapi. Praktik komunikasi krisis yang baik akan mendukung pencapaian tujuan guna keluar dari situasi krisis. Sayangnya dari sisi ini Pemerintah Indonesia masih kalah cepat dengan virus. Menurut hemat penulis, ada beberapa celah komunikasi krisis yang menjadi titik krisis bagi pemerintah dalam menghadapi Covid-19 ini. Pertama, buruknya praktik komunikasi pemerintah. Sejak Covid-19 terdeteksi di RRT beberapa pemerintah di dunia mulai bersiap dan mengeluarkan kebijakan penanggulangan. Namun pemerintah Indonesia justru mengeluarkan kebijakan tiket pesawat murah dan membayar social media influencer untuk berkampanye agar wisatawan datang ke Indonesia. Dalam kondisi normal, kebijakan ini tentu tidak salah. Pemerintah ingin memanfaatkan peluang. Saat negara-negara tujuan wisata di dunia mulai membatasi jumlah orang yang masuk di negaranya, maka Indonesia siap menampung. Tentu saja jumlah wisatawan yang datang berkorelasi dengan jumlah pendapatan negara. Pun demikian dengan perekonomian masyarakat. Namun, kondisi dunia sedang tidak baikbaik saja. Pergerakan orang masuk ke Indonesia akan menyebabkan infeksi virus menjadi nyata karena mereka sebagai carrier. Terbukti Komunikasi dan Informasi 296 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

ketika 2 Maret 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Selanjutnya kita bisa menebak, infeksi virus semakin besar bahkan sampai dalam lingkaran dekat istana. Lihat juga apa yang terjadi di Istana Presiden. Alih-alih menenangkan publik, para pejabat saling menyangkal komentar satu sama lain di media. Mengingat, ada dua miskomunikasi yang membuat pernyataan oleh satu pejabat dikoreksi oleh pejabat lain. Komunikasi yang dilakukan oleh pejabat Istana Kepresidenan dalam menghadapi pandemi Covid-19 dianggap buruk dan tidak profesional. Hal yang sedang diperdebatkan yaitu siaran pers oleh salah satu pejabat pada 2 April 2020 adalah “Mudik Boleh, tetapi Status Orang dalam Pemantauan” (news.detik.com). Presiden mengizinkan pulang, tetapi wajib melakukan isolasi selama 14 hari. Malam harinya penyataan tersebut dibantah oleh Mensesneg (nasional.kompasompas. com). Dalam keterangannya mengatakan bahwa pemerintah mengajak agar masyarakat tidak perlu mudik. Tidak lama setelah pejabat pertama juga memperbarui siaran persnya, “Pemerintah Imbau Tidak Mudik Lebaran, Bansos Dipersiapkan Hadapi Covid-19” Kondisi ini membentuk citra negatif pemerintah di mata publik. Pemerintah dianggap tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Manajemen komunikasi di Istana belum berjalan dengan baik sehingga kepercayaan publik terhadap pemerintah semkain tergerus dengan kondisi saat ini. Inilah yang masih perlu dievaluasi dan dikelola secara profesional yang mendesak untuk segera diperbaiki mengingat ini adalah masalah pandemi bersama yang berkaitan dengan keselamatan dan nasib banyak orang. Kedua, respon remeh temeh pemerintah. Penulis yakin bahwa pemerintah tahu bahwa penduduk Indonesia punya risiko tinggi terinfeksi Covid-19. Namun respon pemerintah justru menunjukkan kurangnya kecerdasan komunikasi krisis. Beberapa menteri dalam pemerintahan justru mengeluarkan pernyataan yang kurang mendidik masyarakat. Pernyataan yang keluar terkesan menyepelekan keadaan darurat. Jika pola komunikasi ini dimaksudkan agar masyarakat tidak panik, maka ini salah besar. Para ahli komunikasi sepakat bahwa komunikasi adalah proses yang mengalir dan tidak dapat ditarik kembali (irreversible). Kalimat yang dilontarkan pemerintah justru memperparah kondisi. Alhasil sekarang saatnya memetik buah dari Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 297

praktik komunikasi yang kurang bijak. Jika saja pemerintah bisa memanfaatkan waktu yang ada, maka tentu kebijakan komunikasi lebih bisa dipersiapkan dengan baik. Ketiga, kualitas manajemen komunikasi krisis pemerintah. Himbauan pemerintah untuk work from home atau bekerja dari rumah dan melakukan social distancing justru kurang efektif di lapangan. Di satu sisi karena perilaku masyarakat yang sulit untuk diubah. Namun di sisi lain ada proses manajemen komunikasi yang kurang efektif dilakukan pemerintah. Manajemen komunikasi krisis membutuhkan strategi dalam perencanaan dan pelaksanaannya. John Marston dalam bukunya The Nature of Public Relations memberikan konsep manajemen komunikasi yang dikenal sebagai RACE. Konsep RACE merupakan singkatan dari Research, Action, Communication, dan Evaluation. Research berkaitan dengan mencari tahu masalah dan situasinya. Satuan gugus tugas pemerintah untuk penanganan Covid-19 perlu melakukan riset secara berkelanjutan untuk tahu penyebab masalah, data orang terinfeksi, pola penyebaran infeksi, respon publik, perilaku khalayak, dan lain sebagainya. Datadata yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis sehingga tahu apa informasi yang layak diberikan ke publik dan mana informasi yang hanya meningkatkan kecemasan publik. Riset harus dilakukan terus menerus selama situasi krisis berlangsung. Action berkaitan dengan tindakan perencanaan dan pelaksanaan program komunikasi. Hasil riset yang telah didapatkan kemudian diproses menjadi program komunikasi. Proses ini menentukan bagaimana pesan dan program dirancang, media apa yang akan digunakan, siapa tim pelaksana, berapa anggaran yang dialokasikan, dan lain sebagainya. Proses perencanaan ini menjadi sangat penting karena menurut Prof. Hafied Cangara, guru besar Komuniaksi Universitas Hasanuddin, gagal dalam perencanaan berarti merencanakan kegagalan suatu program. Jika proses ini berjalan dengan baik maka luarannya adalah protokol kebijakan komunikasi krisis. Inilah yang akan menjadi pedoman pelaksanaan komunikasi krisis di lapangan. Communication berkaitan dengan tindakan prosedural komunikasi krisis. Dalam aspek ini tim komunikasi krisis pemerintah harus menyusun cara memberitahu masyarakat agar informasinya lebih terpercaya atau menghindari hoax. Tak bisa dipungkiri dengan adanya media sosial maka Komunikasi dan Informasi 298 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

informasi mudah menyebar bahkan tanpa di-filter terlebih dahulu sehingga menimbulkan kepanikan masyarakat. Dalam praktiknya pemerintah telah meluncurkan situs www.covid19.go.id sebagai saluran satu pintu. Namun agaknya situs tersebut tidak cukup mengingat tidak seluruh masyarakat mempunyai kecakapan digital yang sama. Oleh karenanya perlu hubungan media (media relations) yang baik agar tidak ada informasi yang dipelintir oleh media karena hanya akan menimbulkan respon panik di masyarakat. Evaluation berhubungan dengan tindakan evaluasi pelaksanaan protokol komunikasi krisis. Banyak pertanyaan yang dapat dijadikan indikator dalam hal ini, seperti, seberapa luas capaian informasi risiko di masyarakat? Bagaimana dampak informasi tersebut? Bagaimana respon masyarakat? Adakah perubahan perilaku di masyarakat? Apakah masyarakat mengikuti kebijakan pemerintah? Apakah media menulis berita sesuai dengan apa yang disampaikan pemerintah? Dan lain sebagainya. Hal ini penting karena manajemen komunikasi krisis adalah proses berkelanjutan dan jangka panjang. Masih Ada Harapan Kasus pandemi ini masih terus berkembang. Pemerintah harus terus memikirkan cara efektif dan efisien sambil memikirkan momentum agar tidak kalah cepat dengan penyebaran virus. Meskipun ada kekeliruan komunikasi di awal, agaknya saat ini masih belum terlambat memperbaiki itu semua. Komunikasi memang bukan segalagalanya, namun segala-galanya perlu dikomunikasikan. Komunikasi memegang peran sentral untuk mengubah perilaku masyarakat. Praktik komunikasi yang baik akan menghasilkan respon yang baik pula. Pemerintah dianggap tidak cukup baik dalam mengimplementasikan komunikasi krisis ketika berhadapan dengan pandemi virus korona atau Covid-19. Ini karena informasi yang disampaikan pemerintah mengenai penanganan korona kepada publik belum cukup terbuka. Dukungan data dalam komunikasi krisis oleh pemerintah masih lemah. Prinsip dasar komunikasi secara umum adalah, pihak lain memahami pesan yang kami sampaikan. Pemerintah juga dianggap tidak cukup sensitif terhadap krisis yang disebabkan oleh pandemi korona. Ini membuat krisis komunikasi oleh pemerintah tidak mampu menggerakkan masyarakat untuk dapat mengimplementasikan protokol kesehatan. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 299

Sebaliknya, kondisi yang berkembang adalah orang-orang meremehkan pandemi Covid-19 saat ini. Mungkin pemerintah ingin menghindari kepanikan, tetapi sense of crisis nya yang lemah dan ditiru oleh sebagian masyarakat. Kondisi ini diperburuk, dengan banyak media massa yang belum kritis menanggapi kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19. Sementara itu, tidak semua lapisan masyarakat dapat mengakses berita dari media massa yang sudah cukup kritis. Ada kesenjangan informasi di masyarakat. Dengan demikian, media yang berhasil mendidik hanya mereka yang ada di komunitas yang bisa mengakses berita berkualitas. Atas dasar itu, diharapkan agar pemerintah dapat meningkatkan komunikasi krisis dalam menangani pandemi Covid-19. Masyarakat diminta untuk bersatu, dan memberikan masukan kepada pemerintah terkait penanganan Covid-19. “Media massa harus lebih kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah, dan harus bertindak sebagai watchdog. Kuncinya pemerintah harus transparan kepada publik agar publik dapat memahami kondisi sebenarnya. Dalam situasi krisis ketertutupan informasi justru membuat kepercayaan publik tergerus ke titik nadir. Jika situasinya seperti ini maka pemerintah memiliki pekerjaan tambahan, yakni, memperbaiki citra yang kadung buruk di mata rakyatnya sendiri. Semoga badai ini bisa berlalu dan kita dapat menyongsong pagi yang cerah esok hari. Semoga.

Komunikasi dan Informasi 300 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Butterick, Keith. (2011). Pengantar Public Relation: Teori dan Praktik. Terjemahan oleh Nurul Hasfi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Cangara, Hafied. (2013). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Cutlip, scott M., et. Al. (2011). Effective Public Relation. Terjemahan oleh Tri Wibowo, B.S. Jakarta: Kencana. Coombs, W.T. (2007), ‘Protecting Organization Reputations During a Crisis:The Developme nt and Application of Situational Crisis CommunicationTheory’, Corporate Reputation Review, Volume 10, Number 3, pp. 163–176. Coombs, W.T. (2014a), Applied Crisis Communication and Crisis Management:Cases and Exercises. Sage, Thousand Oaks, CA. Coombs, W.T. (2014b), Crisis Management and Communications, http:// www.instituteforpr.org/crisis-management-communications/ (accessed 11October 2014). Coombs, W.T. (2014c), ‘State of Crisis Communication: Evidence and theBleeding Edge’, Research Journal of the Institute for Public Relations, Volume 1,Number 1, pp. 1–12.Coombs, W.T. (2015), Ongoing Crisis Communication: Planning, Managing andResponding (4th edn), Sage, Thousand Oaks, CAhttps:// republikasi.co.id, diakses 21 Juni 2020. Fearn-Banks, K. (2011), Crisis Communications: A Casebook Approach (4th edn),Routledge, New York. Kriyantono, R. (2015). Public relations, issue & crisis management. Jakarta: Prenada Media. Kriyantono, R. (2012). Public Relations & Crisis Management: Critical Public Relations, Etnografi Kritis, dan Kualitatif. Jakarta: Prenada Media. Millar, Dan P., ”Exposing the Errors: An Examination of the Nature of Organizational Crises, ” in Robert L. Heath and Dan P. Millar. (2004). Responding to Crisis: A Rhetorical Approach to Crisis Communication. NJ: Lawrence Erlbaum.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 301

Nova, Firsan. 2009. Crisis Public Relation. Jakarta: Kompas Gramedia Purnamasari, D.M. (2020). “862 Kasus Baru Covid-19 di 25 Provinsi: Jakarta Tambah 142, Sulsel 112”, nasional.kompas.com, 21 Juni 2020. diakses 22 Juni 2020. Purwaningwulan, M.M. (2013). Public Relation dan Manajemen Krisis. Jurnal Majalah Ilmiah Unikom, Vol.11, No.2, 166-167. Ruslan, Rosady. (1995). Praktik dan Solusi Public Relation. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Wekesa, A.S. (2013). An Analysis of Team Effectiveness in Crisis Communication. International Journal of Humanities and Social Science. Vol. 3 No. 7. Yuniar, A. (2020). “Pemerintah Akui Kapasitas Rapid Test Indonesia Masih Rendah”, liputan6.com, 22 Juni 2020. < https://www. liputan6.com/bisnis/read/4285652/pemerintah-akui-kapasitasrapid-test-indonesia-masih-rendah> diakses 22 Juni 2020.

Komunikasi dan Informasi 302 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

ANALISA KARAKTERISTIK UNGGAHAN INSTAGRAM #UNTILTOMORROW PADA MASA PANDEMI COVID 19 Rama Kertamukti, Bono Setyo, Diah Ajeng Purwani

Pendahuluan Penerapan semi lock down atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Indonesia memberikan kebijakan untuk bersekolah, bekerja dan beraktivitas di rumah. Pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan di luar rumah, pandemi Covid-19 membuat pekerjaan itu dipaksa dikerjakan di rumah. Kebijakan itu untuk menekan penyebaran virus Corona yang telah mengakibatkan hampir 500 ribu warga dunia yang dilaporkan meninggal karena virus ini1. Virus ini sangat mudah menyebar hanya dengan droplet (tetesan kecil) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi melakukan aktivitas seperti batuk, bersin, atau mengembuskan nafas. Bila kita berada dalam jarak yang tidak terlalu dekat dapat dengan mudah tertular saat menghirup udara yang mengandung virus karena aktivitas teman yang terinfeksi. Bahkan, kita juga dapat tertular virus Corona disebabkan karena menyentuh permukaan benda yang telah terkontaminasi virus, lalu kita menyentuh mata, hidung, atau mulut dan virus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui aktivitas tersebut. Begitu mudahnya penularan tersebut aktivitas normal menjadi lumpuh dan aktivitas di rumah manjadi opsi yang paling bisa diterima semua pihak. Aktivitas di rumah membuat interaksi sosial secara tatap muka menjadi berhenti karena ketakutan atas penularan virus corona. Penggunaan media sosial untuk berkomunikasi menjadi pilihan yang bisa diterima semua pihak, tanpa bersentuhan dan memiliki jarak secara fisik tetapi tanpa memberi jarak dari berkomunikasi verbal. Survei Firma konsultan Kantar menyatakan pengguna WhatsApp terus tumbuh dari hari ke hari. Pada hari-hari awal pandemi di bulan Maret 2020, penggunaan aplikasi tersebut secara global melonjak sampai 27% kemudian melonjak hingga 40% (Burhan, 2020). Begitu juga dengan media sosial Instagram, Tech Crunch melaporkan ada 1

https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=korban+meninggal+covid +di+dunia Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 303

lonjakan lebih dari 40% dalam pengguna dimulai dipertengahan Maret 20202. Laporan lain dari platform pemasaran Klear menunjukan bahwa postingan pengguna di Instagram Story per harinya meningkat 15% dalam sepekan. Jumlah pengguna yang melihat Story pengguna lainnya pun meningkat 21%. Lonjakan 21% itu pada pertengahan Maret, menurut survei baru terhadap 1.021 pengguna Instagram oleh platform influencer-marketing Klear (Whateley, 2020). Peningkatan baik WhatsApp dan Instagram terjadi selama pandemi Covid19, dikarenakan banyak negara menerapkan lockdown sehingga arus komunikasi secara fisik sangat terbatasi. Untuk dapat terhubung dengan keluarga, teman, dan kolega selama lockdown, orangorang memaksimalkan peran media sosial seperti WhatsApp dan Instagram untuk menghubungi keluarga, teman, dan kolega. Lonjakan peningkatan bermedia sosial tersebut diantisipasi oleh Facebook sebagai pemilik WhatsApp dan Instagram dengan mengurangi bit rate pada video Facebook dan Instagram, serta menambah kapasitas sesuai kebutuhan karena bertambahnya pengguna yang menggunakan media sosial untuk berhubungan (Instagram, 2020). Instagram juga menjadi lalu lintas informasi yang disampaikan pengguna ke pengguna lain dan juga pengguna instagram mengkonsumsi informasi dari pengguna lain. Pengguna saling memproduksi dan mengkonsumsi konten yang ada dalam linimasa instagram. Dunia siber mempermudah manusia untuk tidak hanya mengkonsumsi tetapi juga memproduksi informasi. Bahkan Informasi yang dikonsumsi tidak hanya sekedar copy paste tetapi juga ada yang memang diolah betul dalam penyampaiannya. Praktek produksi sekaligus konsumsi adalah praktek yang memang menjadi kultur dunia siber, konsep prosumption dalam dunia siber telah menyatukan produksi dan konsumsi dalam satu aktifitas, dan menghasilkan kekhasan media sosial. Prosumption merupakan suatu proses yang melibatkan produksi dan konsumsi. Prosumption seringkali ditunjukkan saat konsumen terlibat dalam memproduksi sebagian atau keseluruhan suatu hal yang dikonsumsi dirinya atau orang lain (Ritzer & Jurgenson, 2010: 14). Dalam perkembangannya prosumtion tidak harus terjadi dalam suatu waktu (Ritzer, 2014: 160-161). Fasilitas dan kemampuan teknologi 2

https://voi.id/teknologi/4227/trafik-pengguna-media-sosial-naik-40-persenselama-pandemi-corona

Komunikasi dan Informasi 304 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

yang dihadirkan internet memungkinkan peleburan produsen dan konsumen, menjadikan semua pengguna internet seorang prosumer (Haraway dalam Ritzer, 2014). Maraknya blog, situs pribadi bahkan akun di media sosial adalah bagian maraknya aktivitas “prosumsi”, aktivitas itu semakin menguat dengan aktivitas update status para pengguna di media siber yang bisa dilakukan setiap saat dan dikonsumsi oleh pengguna lain. Istilah prosumsi diperkenalkan Alvin Tofler melalui “Future Shock” yang terbit pada 1970-an (Toffler, 1971:3). Kemajuan teknologi, seperti internet, memungkinkan setiap orang menjadi produsen dan konsumen informasi sekaligus. Secara keseluruhan, ini adalah kejatuhan hirarki terpusat dalam kepemilikan media yang selama ini menguasai arus deras informasi dan memandang ke depan untuk masyarakat yang lebih tersebar dan responsif, dihuni oleh hibrida dari konsumen dan produsen yang disebut “prosumer”. Mengunggah informasi yang diinginkan dan juga berbagi informasi menjadi aktivitas yang sangat digemari pengguna media sosial. Instagram sebagai media sosial pun mengalami kenaikan aktivitas. Berbagi informasi mengenai virus Corona ketika masa pandemi ini di Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan penggunaan instagram dimulai sejak dimulai sekolah dan perguruan tinggi ditutup di Indonesia pada pertengahan bulan Maret. Berbagi hashtag dalam mempertautkan informasi menjadi sesuatu yang lazim digunakan untuk lebih dilihat pengguna lain. Hashtag masih menjadi cara terbaik untuk menyebarkan konten Anda di Instagram serta memastikan konten Anda disebarkan kepada orang yang tepat. Tidak hanya efektif untuk meningkatkan engagement saja, namun juga bisa menambah jumlah followers Instagram. Hashtag yang relevan di Instagram dan berdampak besar pada tujuan yang diinginkan (Tasker, 2018:183). Instagram juga membuat informasi semakin menarik karena visual yang dihadirkan (Serafinelli, 2018:63). Penelitian mengenai hashtag yang dilakukan dalam instagram dilakukan Carmeen Lee menjelaskan Hashtag dapat menyampaikan emosi yang terkait terutama dengan tuntutan politik, solidaritas, persatuan, kebencian, frustrasi dalam gerakan payung 2014 di Hongkong dengan lebih mengumpulkan 700 pos di instagram (Lee & Chau, 2017:1). Karakteristik pengguna instagram dapat dilihat dengan penggunaan hashtag dan visual yang diunggah diteliti pula oleh Yunhwan Kim dengan hasil bahwa sifat Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 305

pengguna instagram dapat dilihat dari foto-foto yang ditampilkan dalam galeri mereka (informan) dengan melihat informasi eksplisit dan implisit yang pengguna hadirkan pada foto mereka (Kim & Kim, 2018:1111). Penelitian ini ingin menghadirkan bagaimana analisa karakteristik unggahan instagram #untiltomorrow pada masa pandemi Covid 19. Tagar ini merupakan bentuk tantangan yang dinamakan Until Tomorrow Challenge. Untuk mengikuti Until Tomorrow Challenge pengguna instagram cukup menyukai (like) posting pengguna lain yang menyertakan caption Until Tomorrow. Postingan yang diunggah adalah postingan dengan gaya yang lucu atau memalukan. Until Tomorrow Challenge hadir karena para pengguna yang harus melakukan aktivitas dirumah saja dan menyikapi kebosanan selama berdiam diri di rumah akibat pandemi Covid-19. Melihat karakteristik ini kita akan melihat bagaimana pengguna instagram menyikapi pandemi Covid-19 melalui caption dan visual yang dihadirkan. Beragam gaya postingan dihadirkan untuk memberi perasaan pengguna dalam menyikapi tantangan until tomorrow di dalam postingan yang mereka bagikan. Postingan itu dapat menggambarkan apa yang dialami pengguna dalam masa pandemi Corona ini, mereka menciptakan karakteristik tersendiri sesuai dengan dirinya. “Photos are playing a great role in self-expression online. Unlike texts, one does not need to care much about word selection and grammatical errors, and one can express oneself simply and intuitively” (Amancio, 2017:3). Pada masa pandemi ini semakin banyak orang yang berbagi informasi yang mereka buat sendiri melalui media sosial. Keterlibatan media sosial sekarang mewakili lebih dari 20 persen dari total penggunaan internet (Amancio, 2017:6). Jutaan jam dihabiskan oleh orang-orang untuk mengunggah gambar, menandai tautan dengan komentar, menulis uraian (caption), dan juga mengunggah video. Semakin banyak orang, dan komunitas, yang sadar akan kekuatan suara mereka sendiri dan menemukan cara untuk mengekspresikan diri mereka, untuk diri mereka sendiri dan komunitas mereka sendiri melalui media baru walau sebenarnya materi yang mereka produksi. Kasus #untiltomorrow di instagram dapat menjadi ruang peneliti untuk melihat bagaimana dengan hashtag yang dibuat dan tipologi pengguna instagram dapat digambarkan melalui visual dan caption yang menyertai.

Komunikasi dan Informasi 306 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Metode Penelitian Media sosial telah mendorong revolusi dalam interaksi dan berbagi sesama. Seperti halnya instagram menawarkan kepada penggunanya untuk membaca, menonton atau mendengarkan, dan memahami, pengalaman orang lain serta menghubungkan penggunanya kembali dengan realitas mereka sendiri (Royal Society for Public Health (RSPH) & Young Health Movement, 2017:13). Untuk mendapatkan sampel acak dari pengguna Instagram peneliti mengambil objek penelitian dari #untiltomorrow yang penggunanya berasal dari Indonesia. Pertama-tama mendapatkan akun pengguna instagram melalui penelusuran lewat mesin pencari Google untuk mendapatkan akun yang menjadi bahan pembicaraan di media online. Unggahan mereka memiliki hashtag #untiltomorrow yang muncul di timeline publik Instagram dan banyak direspon pengguna lainnya. Proses ini menghasilkan pengguna instagram yang dianggap mewakili subjek penelitan karena banyaknya respon dan paling banyak dikomentari. Dengan pemeriksaan yang cermat dari setiap pengguna di set ini, peneliti menelusuri akun pengguna instagram dengan seksama dan dihubungkan dengan unggahan-unggahan yang diposting sebelumnya. Peneliti memilih untuk mengambil pengguna instagram yang masuk dalam top 10 (dilihat dari pemberitaan media dan respon pengguna lain) kemudian dianalisis menggunakan paradigma kritis intepretatif sehingga mendapatkan karakteristik dari pengguna instagram yang menggunakan #untiltomorrow. Untuk memahami makna suatu masyarakat sebagai sebuah teks sosial, diperlukan penafsiran melalui pelibatan diri peneliti dari dalam masyarakat yang akan ditafsirkannya (Halik, 2018: 164), ketika informan ada di dalam ruang media sosial maka diperlukannya etnografi virtual untuk menjangkau makna yang dihasilkan pengguna instagram. Yang ditemukan dalam wilayah sosial bukanlah hanya hubungan yang bersifat kausalitas, korelasional atau asosiatif saja, namun lebih dari itu adalah makna (Denzin, 2017:8). Seorang peneliti sosial masuk ke dalam obyek yang dikajinya dengan cara tertentu untuk menjelaskan obyek simbolis tersebut dengan cara memahami makna ketika dalam dunia siber. Untuk itu Habermas mengungkapkan bahwa diperlukan partisipasi dalam proses menghasilkan obyek dan struktur simbolis tersebut (Nunes, 2006:101). Teks-sosial harus ditafsirkan secara Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 307

kreatif produktif dengan keterbukaan terhadap masa kini dan masa depan. Peneliti sosial dalam meneliti tidak hanya sekedar memproduksi teks sosial, tetapi juga menafsirkannya secara kreatif masalah sosial yang dihadapinya (Hepp & Krotz, 2014:218). Menurut Pawito, Penelitian komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakanprediksi-prediksi, atau untuk menguji teori apapun, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan atau pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi (Pawito, 2007:35). Pembahasan Tantangan “Sampai Besok” atau “Until Tomorrow” Challenge ini adalah aktivitas di instagram yang mengajak pengguna lain untuk menemukan foto diri mereka yang konyol atau memalukan di galeri handphone. Foto ini kemudian diposting di halaman Instagram mereka sebagai bagian untuk mengisi kegiatan di rumah saja semenjak pemerintah mengharapkan masyarakat untuk beraktivitas di rumah untuk menghindari penularan virus Corona. Postingan ini bisa dihapus oleh pengguna yang telah memposting karena itu aktivitas di instagram ini disebut “Until Tomorrow” Challenge. Challenge ini ramai di halaman Instagram dimulai pada akhir Maret, para artis Indonesia pun turut meramaikannya ditengah penyebaran virus Corona. Unggahan ini ramai karena masyarakat Indonesia menghabiskan waktunya untuk beraktivitas di rumah dalam rangka melakukan jaga jarak sosial. Aktivitas mayoritas masyarakat beralih menjadi online, waktu dihabiskan lebih banyak di media sosial daripada biasanya sebagai cara untuk tetap berhubungan dengan teman. Tantangan “Until Tomorrow” ini karakternya hampir sama dengan challenge tangkap ayam online yang sering kita temukan di status-status teman Whatsapp kita untuk mengisi kekosongan di rumah. Penelitian ini diawali dengan peneliti memasukkan keywords di mesin pencari Google dan mendapatkan bahwa unggahan foto-foto lawas dipajang oleh para pengguna instagram. Ditemukan tantangan ini juga diramaikan oleh para artisartis dan menempati peringkat pertama di Google. Penggunaan mesin pencari Google karena Instagram memperkenalkan fitur baru dimana pengguna bisa mengikuti hashtag seperti halnya mengikuti akun, pengguna tak perlu lagi mencari hashtag Instagram untuk Komunikasi dan Informasi 308 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

menemukan konten baru yang mereka minati dengan menelusuri feeds yang tak berujung. Tetapi adanya peraturan dan algoritma baru ini, menempelkan hashtag yang sama untuk setiap postingan dapat dianggap sebagai spam oleh algoritme instagram sehingga menggunakan feed tersendiri hashtag #untiltomorrow menjadi tidak efektif karena bercampur dengan berbagai postingan. Mesin pencari Google memperlihatkan artikel dengan judul “12 potret kocak nan nyeleneh #Until Tomorrow challenge seleb Indonesia” (Rosita, 2020), ada di urutan teratas di Google. Kesepuluh itu dimulai dengan Andre Taulany dengan unggahannya yang memperlihatkan masa lalunya ketika remaja, kemudian berturut-turut yang menjadi perhatian media adalah Prisia Nasution dengan menampilkan wajah Batak untuk memperjelas asal daerah dimana ia dilahirkan, Ali Syakieb dengan wajah yang didandani makeup perempuan sehingga terlihat ia berjenis kelamin perempuan, Cita-Citata yang memperlihatkan glamournya ia ber-make up, Hamish Daud dengan memperlihatkan ketika ia semasa balita, Rizky Alatas ketika memulai karier di dunia entertainment, Jessica Mila memperlihatkan ketika ia menokohkan peran dalam salah satu filmnya “Imperfect”, Billy Davidson aktor yang sedang naik daun dengan gayanya yang manly dan ia memposting ketika wajah yang sangat kewanitaan, Acha Septiarsa tetap memperlihatkan kecantikan ketika muda, lalu Boy William pun juga memperlihatkan ketampanan di masa muda.

Gambar 1. Andre Taulany dalam #untiltomorrowchallenge Sumber : IG @andreataulany Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 309

Kesepuluh unggahan tersebut diunggah ketika sedang masa pandemi Covid19 dan juga dimulainya banyak aktivitas belajar dan bekerja berhenti untuk dialihkan aktivitasnya di rumah. Unggahan-unggahan yang ada dalam rangka #Untiltomorrow tidak ada yang memaknai tentang pandemi yang sedang terjadi di Indonesia. Percakapan di dalam komentar pun jarang ditemui, contoh pada caption Andre Taulany dia tidak menuliskan apa-apa dalam unggahannya dan di like sebanyak 54.669 follower, setelah unggahan ini ia menunggah mengenai kabar kesembuhan pasien Covid19 di Malang di like sebanyak 21.278 follower. Prisia Nasution menuliskan “udah kan? batak kali lah mukaku disini”, yang tidak menghubungkan dengan pandemi covid19 di like sebanyak 19.842 follower. Perhatian Prisia Nasution dengan pandemi di unggah sebelumnya live IG bareng bersama dokter ahli Nova Riyanti dan di like sebanyak 2909 follower. Tantangan #Untiltomorrow ini memberikan banyak perhatian bagi follower-follower dengan diperlihatkan dari jumlah like yang begitu banyak dibandingkan dengan unggahan-unggahan lain. Penelusuran penggunaan hashtag #Untiltomorrow dilakukan dengan mencari gambar yang berhubungan dengan tantangan ini melalui Google Image, dan gambar yang tebanyak adalah artis dan selebgram yang menghiasi tantangan #Untiltomorrow di galerinya. Tantangan ini memang untuk menyikapi kebosanan pengguna Instagram selama berdiam diri di rumah akibat wabah Covid19. Hasil yang didapat dari Google images terlihat postingan #Untiltomorrow di instagram hanya memberikan informasi yang lucu-lucuan, segar dan menghibur untuk mengendorkan ketegangan mental, untuk meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh (Kompas.com, 2020). Masyarakat membutuhkan informasi pengalih ketegangan atas pandemi Covid19.

Gambar 2. Pencarian pada Google images untuk #untiltomorrowchallenge (sumber : pribadi) Komunikasi dan Informasi 310 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Di dalam melihat unggahan kalangan masyarakat biasa peneliti melakukan dengan menelusuri jejak tantangan #Untiltomorrow melalui pencarian di Instagram dengan kata kunci #Untiltomorrowchallenge dan melihat pada baris Top Posts saja karena hampir 195.948 unggahan. Unggahan yang ada tidak berbeda dengan para selebgram dan artis yang mengunggah tantangan #Untiltomorrow, mereka menghadirkan kebahagian, ketampanan, kecantikan yang menjadi Top posts di linimasa yang dipilih instagram secara algoritmanya. Kesamaan dari postingan antara publik figur dan masyarakat biasa karena mereka terikat secara cyber relations yang tidak mengenal batasan. Dunia siber merupakan integrasi dari berbagai peralatan teknologi komunikasi dan jaringan komputer (berupa; sensor, tranduser, koneksi, transmisi, prosesor, signal, pengontrol) dapat menghubungkan peralatan komunikasi (komputer, telepon genggam, instrumentasi elektronik, dan lain-lain) tersebar di seluruh penjuru dunia secara interaktif. Terhubungkan dengan suatu jaringan sehingga mampu menghubungkan berbagai aplikasi dalam dunia siber. Orang saling berjejaring menciptakan komunikasi lewat sosial media. Aktivitas saling berjejaring menghasilkan masyarakat berjejaring (network society), yang mampu saling mempengaruhi. Pengertian masyarakat berjejaring tersebut terbentuknya ikatan online berdasarkan pada kesamaan minat isu dan topik (Casstell, 2004:3). Tantangan #Untiltomorrow menghasilkan postingan yang memang diawali dengan tantangan yang mendorong para pengguna Instagram untuk memposting foto memalukan atau foto lucu diri sendiri di akun masing-masing dan segera menghapusnya kembali dalam waktu 24 jam. Viralnya tantangan ini didukung dengan partisipasi para pengguna instagram, Tantangan yang harus dilakukan adalah pengguna memposting foto konyolnya di Instagram dengan tulisan ‘Untill Tomorrow’. Foto harus tetap dipasang di feed Instagram sepanjang hari sebelum akhirnya dihapus. Cara ikut #Untiltomorrow adalah Anda menyukai (like) postingan pengguna lain yang menyertakan caption Until Tomorrow (Aida, 2020).

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 311

Gambar 3. Pencarian pada pengguna yang melakukan #untiltomorrowchallenge di instagram. sumber : pribadi

Unggahan-unggahan tantangan #Untiltomorrow memiliki karakteristik saling memberikan pengaruh satu sama lain karena saling terikat dalam hashtag yang sama. Dalam praktik prosumtion, hypertekstual menjadi sesuatu yang sangat signifikan karena ini adalah metode menciptakan networking dalam dunia Instagram ditandai dengan tagar atau hashtag (#) ataupun memanggil akun pengguna tertentu dengan menggunakan @ lalu dikaitkan nama pengguna. Praktik ini seharusnya menjadi perhatian dalam dunia networking society. Budaya siber bersifat dispersal yang menyebar, dimana produksi, distribusi dan konsumsi tidak terpusat. Karena setiap pengguna internet dapat sesuka hati menjadi produsen, distributor atau hanya sekedar konsumen (personal freedom) (Kertamukti, 2013: 45). Jadi siapapun bisa menjadi trendsetter dalam beberapa topik atau masalah. Di dalam tantangan #Untiltomorrow rujukan visual dan caption adalah para artis. Unggahan yang mempunyai karakter lucu dan menghibur menjadi tolak ukur yang lainnya ketika mengunggah Komunikasi dan Informasi 312 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

visual untuk tantangan ini. Apabila melihat kasus seperti ini pemerintah bisa melihat pola penyebaran informasi dalam tantangan #untiltomorrow bahwa persepsi masyarakat dapat terbentuk berdasar bukti sosial dan menciptakan kepatuhan masyarakat mayoritas, dan mayoritas dalam instagram adalah selebgram atau artis yang memiliki follower banyak, seringkali juga memiliki bukti sosial atau social proof3 (Shotton, 2018:22). Selebgram atau artis adalah influencer ataupun KOL (Key Opinion Leader) bila mereka memiliki kemampuan khusus untuk bidang tertentu sehingga mampu membentuk persepsi masyarakat yang efektif. Tantangan #Untiltomorrow sebenarnya bisa menjadi testing water4 bagi informasi yang disampaikan ke masyarakat oleh pemerintah. Informasi dapat cepat masuk ke ruang-ruang diskusi masyarakat misalkan betapa cepat dan menularnya Covid19 bagi manusia sehingga diperlukan informasi yang segera sampai ke masyarakat. Apabila ada program PSBB, psysical distancing, pembagian Zona dalam satu daerah atau #dirumahaja sebagai suatu program untuk mencegah penularan Covid-19 dan dibutuhkan segera sampai ke masyarakat, agar bisa dipatuhi informasi bisa disebar melalui influencer ataupun KOL (Key Opinion Leader) yang memiliki jejaring aktif di media sosial. Hal ini dilakukan agar program penyebaran informasi segera tersampaikan dan efektif. Berbagai macam tipe influencer bisa digunakan untuk mempermudah informasi segera diterima dan dipahami masyarakat. Menggunakan influencer ataupun KOL (Key Opinion Leader) seperti dalam tantangan #Untiltomorrow tidak hanya mempengaruhi visual pengguna instagram lain seperti dalam tantangan itu tetapi juga dapat meningkatkan awareness atas perhatian bahayanya Covid19, mengedukasi pengetahuan pengguna instagram dalam memahami Covid19 lebih akurat, meningkatkan perhatian masyarakat atas suatu kasus, dan memperdalam informasi atas aspek kepentingan atau urgensinya untuk kepentingan masyarakat banyak.

3

4

Fenomena psikologis dan sosial di mana orang menyalin tindakan orang lain dalam upaya untuk melakukan perilaku dalam situasi tertentu Kamus Cambridge, testing the water adalah idom yang artinya “to find out what people’s opinions of something are before you ask them to do something”, mengukur pendapat dari orang atau kelompok tertentu mengenai sesuatu sebelum orang atau kelompok tertentu itu disuruh melakukan sesuatu. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 313

Kesimpulan Tantangan #Untiltomorrow para selebgram dan artis memberi rujukan visual dan caption pada pengguna instagram untuk mengunggah dan membagikan pengalaman mereka untuk dikonsumsi orang lain, unggahan-unggahan yang diunggah mempunyai karakter lucu dan menghibur. Unggahan para artis dan selebgram tersebut menjadi tolak ukur pengguna lainnya ketika mengunggah visual untuk tantanga, hasilnya karakter dalam tantangan #Untiltomorrow menghibur para pengguna instagram ketika mengalami kebosanan ketika mereka harus membatasi bekerja di luar rumah dan beraktivitas di rumah saja. Instagram sebagai sebuah hasil budaya siber memiliki unsur presence atau kehadiran meski tidak secara fisik, sering kita menyebutnya dunia maya. Karakter ini juga yang mendorong terbentuknya salah satu budaya baru yakni budaya virtual. Aktivitas ini menghasilkan kerangka prosumption yang dimediatisasi dengan media sosial sehingga siapapun dapat menghasilkan informasi dan menjadi trendsetter informasi tersebut bahkan memperkuat informasi yang ada dan dalam media sosial seperti instagram disebut influencer ataupun KOL (Key Opinion Leader). Mereka bekerja sangat efektif karena memiliki follower yang banyak dan ini bekerja dalam networking society yang merupakan ruang yang sekarang digunakan masyarakat Indonesia karena harus membatasi dirinya di ruang offline atau bertemu secara fisik.

Komunikasi dan Informasi 314 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Aida, N. R. (2020). Mengenal Until Tomorrow Challenge dan Tantangan Lain yang Asyik Dimainkan Saat Karantina...”. Retrieved from Kompas.com website: https://www.kompas.com/tren/ read/2020/03/29/150200965/mengenal-until-tomorrow-challenge-dan-tantangan-lain-yang-asyik-dimainkan?page=all, diakses 24 Juni 2020 Amancio, M. (2017). “Put It in Your Story”: Digital Storytelling in Instagram and Snapchat Stories (Uppala Universitet). Retrieved from https://search.proquest.com/docview/2002493112?accountid=8144%0Ahttp://sfx.aub.aau.dk/sfxaub?url_ver=Z39.882004&rft_val_fmt=info:ofi/fmt:kev:mtx:dissertation&genre=dissertations+%26+theses&sid=ProQ:ProQuest+Dissertations+%26+Theses+Global&atitle=&title=“ Burhan, F. A. (2020). Penggunaan WhatsApp dan Instagram Melonjak 40% Selama Pandemi Corona. Castells, M. (2004). The Network Society: A Cross-cultural Perspective. Montpellier Parade: Edward Elgar Publishing Limited. Denzin, N. K. (2017). Critical Qualitative Inquiry. Qualitative Inquiry, 23(1), 8–16. https://doi.org/10.1177/1077800416681864 Halik, A. (2018). Paradigma Kritik Penelitian Komunikasi (Pendekatan Kritis-Emansipatoris dan Metode Etnografi Kritis). Jurnal Tabligh, 19(2), 162–178. Hepp, A., & Krotz, F. (2014). Mediatized Worlds. London: Palgrave Macmillan. Instagram. (2020). Combatting Misinformation on Instagram. Kertamukti, R. (2013). Komunikasi Simbol : Profetik Jurnal Komunikasi, 6(1), 53–66. Kim, Y., & Kim, J. H. (2018). Using computer vision techniques on Instagram to link users’ personalities and genders to the features of their photos: An exploratory study. Information Processing and Management, 54(6), 1101–1114. https://doi.org/10.1016/j. ipm.2018.07.005

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 315

Kompas.com. (2020). 10 Cara Meningkatkan Daya Tahan Tubuh. Retrieved from https://health.kompas.com/read/2020/04/25/193100668/10cara-meningkatkan-daya-tahan-tubuh?page=all Lee, C., & Chau, D. (2017). Language as pride, love, and hate: Archiving emotions through multilingual Instagram hashtags. Discourse, Context & Media Journal, XXX, 1–9. https://doi.org/10.1016/j. dcm.2017.06.002 Nunes, M. (2006). Cyberspaces of Everyday Life. In Cyberspaces of Everyday Life. https://doi.org/loc? Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Pelangi Aksara. Ritzer, G. (2014). From ’ Solid ’ Producers and Consumers to ’ Liquid ’ Prosumers. (January 2014), 157–176. Ritzer, G., & Jurgenson, N. (2010). Production, Consumption, Prosumption. Journal of Consumer Culture, 10(1), 13–36. https://doi. org/10.1177/1469540509354673 Rosita, I. T. (2020). 12 potret kocak nan nyeleneh Until Tomorrow challenge seleb Indonesia. Retrieved from Idn Times website: https://www.idntimes.com/hype/entertainment/andi-aris/potretkocak-seleb, diakses 24 Juni 2020 Royal Society for Public Health (RSPH), & Young Health Movement. (2017). Social media and young people’ s mental health and wellbeing. In Royal Society for Public Health,. https://doi. org/10.1371/journal.pone.0055745 Serafinelli, E. (2018). Digital Life on Instagram: New Social Communication of Photography. Bingley: Emerald Publishing. Shotton, R. (2018). The Choice Factory. Hampshire: Harriman House. Tasker, S. (2018). Hashtag Authentic. London: White Lion Publishing. Toffler, A. (1971). Future_Shock (15th ed.). Bantam Books, Inc. Whateley, D. (2020). A new survey of 1,021 Instagram influencers shows how the social-media platform has changed in recent weeks and what areas they’re leaning into.

Komunikasi dan Informasi 316 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

DIMENSI MEDIA HIPERLOKAL INFOTANGERANG.CO.ID PADA PEMBERITAAN COVID-19 Rocky Prasetyo Jati, dan Mira Herlina

Pendahuluan Covid-19 memang menjadi momok semua masyarakat, semua merasa kehidupan menjadi tidak normal, kehidupan menjadi tidak mudah. Masyarakat yang tidak siap menghadapi pandemi, semua seperti merasakan harus belajar banyak, harus belajar hal yang baru, dan segera beradaptasi dengan keadaan yang sebelumnya tidak terpikirkan sebelumnya. Pemerintah tidak kurangnya untuk menghadapi Covid-19 dengan segala upaya dan kerja keras dari Gugus Tugas yang telah dibentuk Presiden. Di tengah riuhnya pemberitaan dan issue jika informasi yang tersebar saat ini tidak transparan dan cenderung sangat tersentralisasi ke Pemerintah Pusat, menjadi perhatian penting. Semua orang mestinya sudah tahu, Indonesia merupakan negeri kepulauan dengan karakteristik memiliki banyak provinsi dan memiliki ciri khas karakteristik lokalitas yang berbedabeda. Penyakit Virus Corona (Covid-19) tahun 2020 merebak virus baru coronavirus jenis baru (SARS-CoV-2) yang penyakitnya disebut Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Virus ini ditemukan di Wuhan, China pertama kali dan sudah menginfeksi 90.308 orang per tanggal 2 Maret 2020 (Yuliana.2020). Covid-19 ini merupakan virus global yang telah dinyatakan pandemi oleh WHO, namun, seperti apa yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo, bahwa cara penanganan Covid-19 dalam setiap negara bisa berbeda-beda. Hal tersebut berkaitan dengan ciri khas, budaya yang memiliki kekhasan masing-masing, dan setiap negara tentu memilik gaya hidup/budaya lokal yang berbeda. Wabah covid-19 ini juga menjadi hal yang mengkhawatirkan bagi masyarakat, karena banyak warga Indonesia yang terkena dampak penularan virus ini. Oleh karenanya, pemerintah berinisiatif untuk mengambil kebijakan lockdown selama 14 hari guna mengantisipasi penularan wabah corona ini (Nur Rohim. 2020). Cara penanganan dan strategi dalam Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 317

mengendalikan dalam masyarakat mengenai covid-19 bisa jadi berbeda, hal ini bisa dilihat dari pemberitaan nasional, terdapat negara yang memberlakukan keputusan lockdown, ada juga yang lebih memilih untuk terbatas dengan kelonggaran dalam beberapa prinsip protokol Covid-19, di Indonesia, Pemerintah lebih memilih strategi ‘karantina wilayah’ dengan beberapa inovasi kebijakan. Pemerintah menyebut strategi tersebut dengan PSBB atau pembatasan sosial berskala besar atau istilah physical distancing (social distancing). Keputusan pemerintah ini mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Humas Pemerintah Daerah sudah bergiat dalam menginformasikan perkembangan Covid-19 dalam daerahnya selain itu gerakan sosial masyarakat dalam kelompok masyarakat yang peduli dan mendukung keputusan pemerintah pusat seperti aktivitas Japelidi yaitu komunitas peduli literasi media, yang menciptakan beragam sosialisasi mengenai Covid-19 dengan beragam bahasa daerah di Indonesia dan hal tersebut sangat membantu pemerintah dalam membangun kesadaran masyarakat daerah tentang Covid-19. Sosialisasi tentang Covid-19 yang di lakukan oleh komunitas masyarakat dan media lokal yang ada di daerah mendukung peran pemerintah daerah melalui pemberitaan lokal, hal ini dikarenakan Informasi yang dianggap masyarakat daerah tidak transparan tentang Covid-19, serta kecenderungan masyarakat menggunakan dan mempercayai media sosial sebagai sumber informasi yang belum jelas kebenarannya sehingga merebaknya informasi dan pemberitaan yang berisikan hoax tentang Covid-19 baik di daerah. Aktivitas kelompok masyarakat daerah yang berperan dalam memberikan informasi benar dan berimbang dalam mendukung pemerintah daerah maupun pusat tentang Covid-19, maka eksistensi media hiperlokal mulai berkembang di daerah sebagai inovasi dari media komunitas. Eksistensi media hiperlokal diyakini dapat berperan sebagai corong informasi Covid-19 pada masyarakat local yang dapat memenuhi informasi pada masayarakat yang terdapat komunitaskomunitas local. Jika sebelumnya media komunitas terbatas pada komunitas dalam suatu wilayah tertentu, dibatasi oleh geografis tertentu, dan media terbatas frekuensi seperti radio atau televisi, namun, dengan pola media hiperlokal, masyarakat akan lebih terbantu mendapatkan informasi bahkan menyampaikan informasi Komunikasi dan Informasi 318 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

terkini melalui penggunaan teknologi internet yang prinsipnya media hiperlokal menggunakan teknik algoritma dalam internet ataupun mapping data dari internet termasuk pengelolaan media sosial sebagai sarana informasi sekaligus berita untuk masyarakat, sebagai metode pengembangan media hiperlokal. Media Hyperlocals datang dalam berbagai bentuk, tetapi karakteristik utama mereka menunjukkan mereka sebagai sumber berita. Media berita hiperlokal memiliki banyak kesamaan dengan surat kabar komunitas mingguan - situs-situs ini berfokus pada area kecil yang ditentukan secara geografis, seperti yang dikatakan literatur teoritis tentang media lokal (Murinska, 2019). Istilah media hiperlokal pada awalnya digunakan oleh peneliti/sarjana dari Inggris, seperti Damian Radcliffe yang memaparkan beberapa artikel dan laporan. Media hiperlokal tidak lagi terbatas seperti radio komunitas dan televisi komunitas sehingga Media hiperlokal dikenal memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi seperti internet. Media hiperlokal dalam beberapa literatur lebih banyak dimanfaatkan sebagai media alternatif untuk kebutuhan jurnalistik. Karena Beberapa penelitian menyebutkan masyarakat membutuhkan informasi yang bersifat lebih lokal dibandingkan harus menerima informasi atau berita yang terpusat secara nasional. Sementara media lokal atau media publik lokal yang tidak mampu memberikan informasi dengan gaya yang diinginkan masyarakat, media hiperlokal hadir memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan perkembanganya terdapat beberapa situs web yang telah hadir ditengah masyarakat, seperti kawalcovid19.org, yang secara rutin memberikan informasi terkini terkait Covid-19. Peran situs web tersebut sangat membantu sebagai informasi pendukung atau bahkan membantu kebutuhan informasi transparan yang dibutuhkan masyarakat yang sebelumnya telah diterima melalui situs web yang dihadirkan oleh Gugus Tugas Pemerintah. Selain itu Beberapa media arus utama juga telah menciptakan sarana media khusus Covid-19, seperti kumparan.com yang secara khusus telah membuat laman untuk media sentral terkait Covid-19. Di daerah, situs web humas Pemerintah Daerah juga secara bersamaan menambah laman khusus dalam situs resmi-nya untuk fokus kepada informasi terkini, sosialisasi serta pemberitaan aktivitas pemerintah untuk penanganan Covid-19. Termasuk infotangerang.co.id media hiperlokal berbasis situs webyang rutin memberikan informasi terkini seputar Covid-19 pada masa Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 319

pandemik. Dalam pengelolaannya media hyperlocal infotangerang. co.id yang paling utama adalah memperlengkapi legalitas perusahaan dimana infotangerang.co.id bernaung didalam PT. Info Tangerang Multimedia. Selain itu dalam pengelolaannya diperlukan peran aktif masyarakat baik itu secara langsung maupun melalui medsos untuk memberikan informasi dan menanggapi informasi covid-19 dengan cepat, yang utama adalah informasi yang akurat dan akuntabel yang akan disiarkan di web infotangerang.co.id. Dari uraian diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Dimensi Media Hiperlokal Infotangerang.co.Id Pada Pemberitaan Covid-19. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dimensi media hiperlokal web Infotangerang. co.id. Manfaat penelitian penelitian ini sebagai perkembangan konsep dimensi media hiperlokal sebagai perkembangan media komunitas dalam pemenuhan informasi bagi masyarakat local. Sehingga hal yang perlu didiskusikan pada media hiperlokal merupakan bagian temuan dalam aktivitas media komunitas masyarakat local. Terutama media local Infotangerang.co.id Metodologi Dimensi Media Hiperlokal Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivism dengan metode kualitatif deskriptif melalui wawancara kepada key informan dan studi literature yang berkaitan dengan media hiperlokal. Menurut Jamesh Mc. Millan dan Sally Schumacer dalam Research in Education; A Conceptual Introduction, paling sedikit ada empat strategi pengumpulan data dengan multi-metode dalam penelitian kualitatif, yaitu dengan observasi partisipatif, wawancara mendalam, studi literatur dan artefak, serta teknik pelengkap (Bugin, 2008). Untuk dapat menganalisis dan mendiskusikan sejauh mana media hiperlocal telah memasuki masyarakat lokal terutama media di Tangerang, maka peneliti melakukan penelitian pada media hiperlokal Infotangerang. co.id. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan key informan maka peneliti melakukan tahapan berikutya yaitu menganalisa jawaban-jawaban key informan dengan dukungan referensi dan literature lainnya sehingga didapat jawaban masalah penelitian ini yaitu bagaimana dimensi media hiperlokal infotangerang. co.id pada pemberitaan covid-19. Komunikasi dan Informasi 320 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Media Hiperlokal Pada Covid-19 Komunikasi media yang efektif pada pandemi Covid-19 adalah media yang mamu membujuk masyarakat untuk dapat melakukan instruksi yang diajurkan oleh pemerintah sebagai penyelamatan diri dalam wabah Covid-19 namun pada hilirnya terhaji pembantahan atau pelanggaran pada instruksi tersebut dan diharapkan media hiperlokal dapat memberikan kontribusi dalam mempersuasi masayarakat local dalam mematuhi anjuran pemerintah dalam penanganan Covid-19 misalnya tetap di rumah, pelaksanaan protocol kesehatan, jaga jarak dan WFH. Penelitian yang berkaitan dengan Media Hiperlokal sudah mengalami perkembangan, hal ini dikarenakan kemajuan teknologi yang menuntut media lokal untuk menginformasikan secara fakta, factual dan berimbang dalam memenuhi informasi masyarakat atau komunitas local daerah. Apalagi dengan adanya wabah Covid-19 masyarakat lokal sangat butuh informasi secara rinci tentang perkembangan covid-19 di daerah meraka. Para peneliti sebelumnya telah mendefinisikan media hyperlocal dari beberapa sudut pandang. Beberapa sarjana mengaitkan media hyperlocal dengan voluntarisme dan jurnalisme partisipatif (Borger et al., 2016; Waldman, 2011). Berita hyperlocal yaitu “kemampuan untuk menumbuhkan gambaran beragam kewarganegaraan tentang demokrasi dan kohesi komunitas local (Williams et al., 2015: 699). Sementara menurut Radcliffe (2012: 9) mendefinisikan media hyperlocal sebagai “berita online atau layanan konten yang berkaitan dengan kota, desa, kode pos tunggal atau komunitas kecil lainnya yang didefinisikan secara geografis”. Namun, hyperlocal diakui ditandai oleh lebih dari lokasi yang berbeda. Sejalan perkembangannya Media Hiperlocal sehingga melnciptakan model-model dalam penyebaran informasinya kepada masayarakat local baik di media yang berbasis social media maupun berbasis web Model diantaranya Model Metzgar dimana model ini bertujuan untuk mengenali heterogenitas. Aktivitas media hyperlocal terdiri dari 6 elemen yaitu : 1) elemen geografis yang jelas, di mana publikasi hiperlokal terikat pada area fisik tertentu, terbatas, fisik atau area khusus yang menarik; 2) orientasi komunitas, ketika hyperlocal berusaha untuk membangun rasa memiliki dan keterhubungan dalam kelompok sasaran; 3) pencarian berita asli, Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 321

karena inisiatif hyperlocal bercita-cita untuk membuat konten baru; 4) orientasi web, karena hyperlocal belum ditetapkan melalui outlet media tradisional; 5) mengisi kesenjangan yang dirasakan dalam liputan berita; 6) keterlibatan sipil melalui interaktivitas. 6 elemen ini juga berkaitan dengan karakteristik media berita tradisional dan jurnalisme (Radcliffe, 2012 dikutip dalam Janna Hujanen,2019).

Gambar.1 Alur Berfikir

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Janna Hujanen dkk 2019) format media hyperlocal beragam. Namun media hyperlocal beragam dapat diklasifikasikan melalui kelompok publikasi, tujuan, kepengarangan/penulis, praktik, dan kontennya yang beragam. Sehingga dalam menganalisis media hiperlokal dapat dilakukan dengan 4 dimensi yaitu 1) authorship (Dimensi kepengarangan), 2) business goals (dimensi tujuan bisnis) 3) content (dimensi isi) dan 4) community engagement (dimensi keterikatan atau keterlibatan dengan masyarakat local). Untuk itu dalam penelitian ini menjelaskan dan mengembangakan 4 dimensi tersebut untuk mengetahui bagaimana media hiperlokal kota tengerang yaitu Infotangerang.co.id dalam aktifitas penyampaian informasi berkenaan covid-19. Hasil penelitiann Pisapat Youkongpun dari universitas Autralia mengatakan bahwa peran media komunitas yang diproduksi oleh penduduk setempat akan memperkuat gagasan bahwa media komunitas telah menyediakan saluran komunikasi yang jauh lebih efektif bagi masyarakat lokal di lingkungan komunitasyang mencerminkan media ‘hyperlocal’. Karena Komunikasi dan Informasi 322 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

media ‘hyperlocal’ focus untuk menjangkau masyarakat lokal dengan menyediakan berita lokal, meliput politik lokal dan melibatkan orangorang dalam urusan yang relevan dengan wilayah mereka (Pisapat Youkongpun. 2015). Berdasarkan 4 dimensi media hiperlokal yang dipekenalkan oleh Janna Hujanen dkk 2019 melalui temuan mereka tentang dimensi media hiperlokal pada media hiperloal Infotangerang. co.id dengan hasil analisa sebagai berikut: Dimensi Authorship (Dimensi Kepengarangan) Media hiperlokal Infotangerang.co.id berkaitan covid-19 dimana authorship merupakan mereka yang terlibat dalam pemberitaan di Infotangerang.co.id yaitu menurut key informan pemberitaan covid-19 ditulis dan diberitakan oleh wartawan yang profesioanal layaknya media nasional yang tentuny apara wartawan memiliki pengetahuan tentang etika jurnalistik dalam pemberitaan covid-19. Namun wartawan professional dalam media hiperlokal infotangerang. co.id dibagi dua yaitu Pertama; Profesional kerja, artinya wartawan kami di haruskan profesional dalam bekerja sesuai dengan 11 Poin Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Kedua; Profesional Upah/Gaji Karyawan (Wartawan). Wartawan infotangerang.co.id mendapat gaji sesuai Upah Minimum Provinsi. Dengan total 9 orang yang terdiri dari 4 wartawan dan 5 orang untuk posisi Redaktur Pelaksana. Artinya pemberitaan media hiperlokal infotangerang.co.id diproduksi secara professional yang memiliki keahlian didalam memproduksi dan menyiarkan pemberitaan di media online kususnya media hiperlokal. Selain wartawan yang profesional terlibat dalam menulis meginformasikan covid-19 maka masyarakat local juga terlibat secara sukarela untuk menginformasikan seputar covid-19 dengan jumlah 7 sampai 10 orang dengan rata-rata berasal dari wilayah Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Cilegon-Banten melalui media sosial Instagram @infotangerang.id dan @infotangerangkota dan sudah di kroscek kebenaran informasinya oleh pihak redaksi infotangerang. co.id. Wartawan mendapatkan berita original tentang covid-19 dan selalu terjun kelapangan bila mendapatkan informasi tentang covid-19, baik berita pasien berstatus OTG, ODP dan PDP. Tentu liputannya dengan menggunakan Protokol Kesehatan. Dan sumber informasi tentang covid-19 yang ditayangkan di infotangerang.co.id didapat dari Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 323

masyarakat local daerah sekitar, keterangan Pers dari Dinas Kesehatan dan dari website resmi covid-19 di berbagai Pemerintahan. Kredibilitas sumber pesan berkaitan dengan sumber yang dapat dipercaya dan memiliki keahlian. Sementara kejujuran dan keterbukaan informasi dapat mengurangi terjadinya rumor, kecemasan dan kepanikan yang tidak perlu. Kejujuran ini perlu juga dilakukan dalam mengkomunikasikan apa yang diketahui dan tidak diketahui terkait faktor (Handrini,2020). Dimensi Business Goals (dimensi tujuan bisnis). Dimensi ini menyangkut apakah publikasi tersebut bersifat model bisnis nirlaba. Berdasarkan informasi dari key informan media hiperlokal Infotangerang.co.id mendapatkan keuntungan bisnis dalam memberitakan Covid-19 dari iklan yang berasal dari Instansi Pemerintahan maupun Perusahaan Swasta. Di infotangerang.co.id menyediakan Rubrik Trending untuk mengetahui jumlah Viewers dan kami menggunakan Google Analytics sebagai acuan untuk mengetahui jumlah pengunjung. Total keseluruhan rata-rata pengunjung Perhari saja bisa mencapai 1000 (Seribu) view khusus berita covid-19 wilayah Tangerang. Menurut key informan berita covid-19 di masa pandemi saat ini menjadi informasi penting masyarakat guna antisipasi/pencegahan di wilayah masyarakat itu sendiri tentunya hal ini akan mengundang para peiklan untuk membayar iklan di infotangerang.co.id. Selain itu infotangerang.co.id memang masih satu grup infotangerang.net, akan tetapi setelah berbadan hukum kami gunakan infotangerang.co.id sebagai prioritas dalam memberikan informasi. Pada bagian ini terlihat ada perbedaan media hiperlokal infotangerang.co.id. Artinya Temuan ini mendukung temuan penelitian yang dilakukan oleh Janna Hujanen dkk 2019 yaitu Empat dari lima media hiperlokal tidak memiliki ambisi bisnis. Faktanya, hanya satu perwakilan yang mengatakan bahwa ia dapat memperoleh subsistennya sendiri dari publikasi. Namun, ini tidak berarti bahwa publikasi hyperlocal tidak memiliki dampak ekonomi. Bahkan tanpa tujuan bisnis yang dinyatakan, mereka memiliki dampak implisit pada lingkungan bisnis lokal. Ketika mereka memberikan berita dan informasi lokal secara gratis, sampai taraf tertentu hal itu mengurangi daya tarik dan pentingnya media komersial tradisional sebagai sumber informasi. Media hyperlocal juga Komunikasi dan Informasi 324 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dapat menyediakan saluran baru untuk pengiklan lokal, masyarakat, dan penyelenggara acara untuk mengiklankan dan mempromosikan diri mereka sendiri. Hingga taraf tertentu, ini juga memengaruhi potensi iklan dan pendapatan dari perusahaan media lawas setempat. Dimensi Content (dimensi isi) Dimensi ini menjelaskan bahwa media hyperlocal hanya fokus pada memproduksi konten mereka sendiri dari wartawan professional yang dimiliki oleh Infotangerang.co.id. artinya Infotangerang.co.id berkaitan informasi covid 19 bila dipersentasekan untuk di awal terjadi isu virus corona bisa mencapai 50 persen, namun untuk saat ini menurun di angka 5 sampai 10 persen. Wartawan infotangerang.co.id harus berpedoman pada 11 Poin Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan PPRA, Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang disusun Dewan Pers. Sebagai contoh berita covid-19: dan informan menyebutkan bahwa pemberitaan di Infotangerang.co.id tidak menyebutkan nama pasien ataupun inisialnya. Foto wajah selalu kami buramkan, baik itu pasien orang dewasa maupun anak-anak. Informan menyatakan bahwa wartawan mengikuti prinsip-prinsip jurnalistik profesional. Ini bertujuan untuk menghasilkan beberapa berita asli setiap hari, dengan maksud untuk mengisi kesenjangan pengetahuan yang dirasakan dalam landskap berita local. infotangerang.co.id selalu memperbarui informasi dimana perhari mampu menghasilkan update berita atau isu-isu lokal terkait covid-19 diatas 5 kali dan infotangerang.co.id menyediakan statistik di rubrik infotangerang.co.id. walaupun untuk saat ini infotangerang. co.id tidak update seperti biasa dikarenakan adanya Work From Home dalam satu bulan hanya 3 atau 5 kali update pemberitaan tentang pasien covid-19 namun informasi melalui @infotangerang.id dan @ infotangerangkota tetap memiliki informasi covid-19 yang berasal dari masyarakat terutama masayarakat lokal. Temuan ini tidak sejalan dengan dimensi konten dalam temuan penelitian sebelumnya dimana media hiperlokal Firlandia dapat memproduksi berita sebanyak 40 persen diperbarui setiap hari atau beberapa kali seminggu yang berisikan isu-isu local seperti media hiperlokal Lemin kirjava di Firlandia publikasi yang bergantung pada berbagai genre dan konten lokal asli. Konten yang dihasilkan bervariasi misalnya dari berita berat sampai berita ringan seprti resep kue dan posting blog tentang hiking. Selain itu berita di media hiperlokal Nopola dapat dikatakan media Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 325

hyperlocal menghasilkan konten lokal segar, termasuk web tv dimana konten juga didukung oleh Berbagai asosiasi dan perusahaan local yang bersama-sama bertanggung jawab pada produksi konten media hiperlokal artinya dengan mendukung media hiperlokal orang-orang bisa menulis konten pada media hiperlokal tergantung bidang mereka masing-masing sehingga moto mere adalah “setiap orang bisa menulis konten tetapi tidak semua dapat menulis konten terbaik”. sejalan dengan penenelitian yang pernah dilakaukan oleh Marco (2014) bahwa di pasar negara berkembang, konten social dan kesehatan mengalahkan berita politik dan hiburan seperti di Brazil, Nigeria, dan China mereka lebih suka konten kesehatan disini dapat dilihat bahwa pada infotangerang. co.id sudah tepat untuk memberitakan covid-19 pada masyarakat local Tangerang. Dimensi Community Engagement Pada dimensi ini adanya keterlibatan masyarakat pada pemberitaan media hiperlokal artinya pada dimensi ini media hiperlokal mampu mengundang masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan media hyperlocal dan berinteraksi degan masyarakat lokal sendiri. Namun pada dimensi ini media hyperlocal tidak selalu berhasil meningkatkan rasa kebersamaan dengan masyarakat local maupun komunitas yang sudah direncanakan. Sementara aspek terlibatnya komunitas adalah prinsip penting bagi media hiperlokal. komunitas sering kali sulit untuk terlibat di situs web karena media tersebut tidak memberikan peluang kepada komunitas untuk memberikan informasi pada media hiperlokal. Dari hasil penelitian pada dimensi ini menurut informan Infotangerang.co.id berkaitan informasi Covid-19 masyarakat tidak terlibat langsung, karena informasi Covid-19 diberikan bukan hanya dari pasien itu sendiri, namun melalui Dinas kesehatan melalui gugus tugas percepatan penanganan covid-19 di masing-masing wilayah, dan informasi yang didapatkan Infotangerang. co.id melalui Pemerintah, baik itu tingkat kecamatan sampai Desa dengan mematuhi beberapa poin protokol kesehatan. Demikian juga komunitas lokal seperti Komunitas Gugus penanganan Covid-19. Komunitas tersebut aktif memberikan informasi baik itu melalui media elektronik ataupun media online dan pada rubik Infotangerang. co.id karena media hiperlokal Infotangerang.co.id terdapat ruang komunitas, hal ini akan menciptakan keselarasan antara Infotangerang. Komunikasi dan Informasi 326 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

co.id dengan masyarakat local maupun komunitas yang ada di local dalam pemberitaan covid-19. Sehingga menurut media hiperlokal Infotangerang.co.id mereka berhasil dalam melibatkan masyarakat pada pencarian informasi terkait dengan Covid-19. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan beberapa temuan penelitian sebelumnya, di Firlandia media hiperlokal terkadang sulit melakukan hubungan baik dengan masyarakat lokal bahkan pada media hiperlokal akan sulit memberikan interaktivitas dengan komunitas lokal dimana mereka merupakan tujaun dari adanya media hiperlokal. Karena media hyperlocal tidak selalu berhasil meningkatkan rasa kebersamaan dengan masyarakat lokal maupun komunitas yang sudah direncanakan. Sementara aspek terlibatnya komunitas adalah prinsip penting bagi media hiperlokal. komunitas sering kali sulit untuk terlibat di situs web karena media tersebut tidak memberikan peluang kepada komunitas untuk memberikan informasi pada media hiperlokal. Hasil penelitian Regina G. Lawrence (2017) mengatakan pembuatan berita, dengan sebagian berfokus pada melibatkan reaksi dan respons pengguna terhadap konten media hiperlokal. Mereka mengidentifikasi keterlibatan faktor teknologi, ekonomi, profesional, dan organisasi yang membatasi berita di media hiperlokal. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik tentang peran media hiperlokal infotangerang.co.id berkaitan dengan pemberitaan Covid-19. Dalam Dimensi Authorship (dimensi kepengarangan) infotangerang.co.id memiliki wartawan yang professional dalam memberikan pemberitaan Covid-19. Disamping itu Dimensi Business Goals (dimensi tujuan bisnis) infotangerang.co.id memiliki tujuan keuntungan walaupun infotangerang.co.id ini secara umum didirikan bertujuan untuk masyarakat lokal Tangerang dimana pada pemberitaan covid-19 infotangerang.co.id banyak mendapatkan iklan dari produk lokal maupun peroduk yang secara pendistribusiannya adalah nasional. Sementara Dimensi Content (dimensi isi) tentan covid-19 di infotangerang.co.id di lakukan oleh wartawan profesional yang mengetahui etika jurnaslistik dalam pemberitaan di media walaupun ada sebagain konten informasi berasal dari masyrakat lokal yang diambil dari social media Instagram @infotangerang artinya konten berita covid-19 di infotangerang.co.id sangat memperhatikan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 327

kebutuhan informasi Covid-19 pada masyarakat Tangerang. Selain itu Dimensi Community Engagement infotangerang.co.id sangat melibatkan komunitas local baik dari pemerintah maupun komunitas dari masyarakat sipil dalam pencarian informasi yang berkaitan dengan covid-19 sehingga keterikatan hubungan baik antara masyrakat maupun pemerintah pada media hiperlokal infotangerang.co.id sangat baik. Kesimpulan penelitian ini adalah terjawabnya masalah penelitian yaitu infotangerang.co.id mengaplikasikan empat dimensi media hiperlokal sebagai acuan untuk memberitakan informasi masyarakat local terutama issue tentang Covid-19. Sehingga sebagai bahan diskusi selanjutnya adalah media hiperlokal dapat dikembangakan menjadi media yang pontesial bagi pemenuhan informasi bagi masyarakat local dimana isu-isu Covid-19 yang terjadi di wilayah lokal dapat dijangkau oleh wartawan media hiperlokal walaupun media hiperlokal mesti bersaing dengan media journalism lainnya serta media social tengah kondisi pandemic yang mebatasi para wartawan untuk menyajikan kebutuhan informasi Covid-19.

Komunikasi dan Informasi 328 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

DAFTAR PUSTAKA Jurnal Burhan Bugin. 2008. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya Kencana Jakarta Handrini Ardiyanti. (2020). Komunikasi Media Yang Efektif Pada Pandemi Covid-19. Jurnal Info Singkat. Vol. XII, No.7/I/Puslit (25-30) Marco Veremis. (2014). Hyper-Local Content Is Key—Especially Social Media A Cross-Country Comparison of Mobile Content in Brazil, China, India, and Nigeria. Mit Press Journals. Innovations. volume 9, number 3/4. 98-101. Nur Rohim Yunus, Annissa Rezki. (2020). Kebijakan Pemberlakuan Lock Down Sebagai Antisipasi Penyebaran Corona Virus Covid-19. Vol 7, No 3. Jurnal Sosial Budaya Syar-I-SALAM. 227238 Jaana HujanenI, Katja LehtisaariII, Carl-Gustav LindénIII & Mikko GrönlundIV. 2019. Emerging Forms of Hyperlocal Media The case of Finland. Journal Nordicom Review Volume 40: Issue s2 101-114 Pisapat Youkongpun. (2015). Community-Based Media in Promoting Identity and Culture: A Case Study in Eastern Thailand. Media Watch Journal. 6 (1) 57-72, Regina G. Lawrence. (2017). Practicing Engagement Participatory journalism in the Web 2.0 era. Journal Journalism Practice. Volume 12, 2018 - Issue 10 Sandra Murinska. (2019). Impact of Hyperlocal Media On Local Communities. Proceedings of the International Scientific Conference. Volume VI, May 24th-25th, 401-411. Yuliana (2020). Corona virus diseases (Covid-19). Sebuah tinjauan literature. Jurnal Wellness and Healthy Magazine. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Volume 2, Nomor 1. 187 – 192

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 329

FRAMING BERITA PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA DI ERA PANDEMI COVID-19 Yoyoh Hereyah, dan Indiwan Seto Wahjuwibowo

Pendahuluan Media banyak andil dalam pembentukan opini, pembentukan sikap dan prilaku yang menentukan masyarakat. Media cetak, media elektronik, dan media online, berlomba-lomba menyajikan berita yang aktual hingga yang sensasional, untuk memanjakan khalayak pembaca yang menjadi target sasarannya. Beragam berita disajikan dan dikemas sedemikian rupa agar pembaca tertarik dan berminat membaca atas berita yang disajikan. Tak pelak lagi media massa, elektronik dan media online yang hadir di tengah masyarakat menarik untuk diamati, baik sebagai cerminan sejarah masyarakat, pranata perantara masyarakat dan lembaga penyelenggara kekuasaan dan juga peran sertanya dalam sistem sosial masyarakat informasi. Salah satu jenis media massa adalah media online.Keberadaannya kini telah memberikan sumbangsih yang besar bagi peradaban manusia. Maka tidak heran bila kemudian media online berlomba – lomba menawarkan dirinya melalui penyajian berita kepada para pembacanya. Fenomena ini bisa dimaklumi karena media online memiliki peran penting dalam membentuk opini masyarakat dan memberikan pengaruh yang besar terhadap khalayaknya. Media bisa menjalankan fungsinya apabila ia diisi oleh komunikator yang menyampaikan pesan kepada pihak tertentu. Jelas terlihat bahwa arti komunikasi pada dasarnya adalah pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti dimana bahasa sebagai alat sentralnya. Bahasa atau kata-kata adalah lambang terbesar yang digunakan oleh media. Media online sangat ampuh dalam meningkatkan peranan bahasa itu sendiri. Maka secara tidak langsung dalam hal ini, memberikan stimuli kepada khalayaknya untuk mau mengikuti kemauan dari media tersebut. Bila ini terjadi maka akan ada kekuatan besar yang ada pada media mempengaruhi sistem masyarakat dan Komunikasi dan Informasi 330 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

secara tidak langsung akan merepresentasikan suatu kondisi sosial hingga kesadaran masyarakat dalam membaca dan mengkonsumsi berita tidak berdasarkan atas realitas yang terjadi sesungguhnya. Realitas semu yang terjadi pada akhirnya akan mensubordinasikan masyarakat tanpa mereka sendiri menyadarinya. Salah satu tema menarik yang menjadi perhatian publik saat ini adalah pemberitaan tentang pemindahan ibu kota negara. Berangkat dari beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang pembingkaian media mengenai berbagai berita, baik dari media cetak maupun media online, di antaranya : Dari penelitian yang dilakukan oleh Yudhi Agung Wijanarko dan Sri Hastjarjo berjudul “Analisis Framing Pemberitaan Deklarasi Pencapresan Jokowi” di Media Massa menunjukkan hasil bahwa karakteristik framing di surat kabar harian Media Indonesia, Kompas, Republika, dan Jawa Pos tentang pencapresan Jokowi dapat dibagi menjadi beberapa tahap menggunakan framing Entman, yaitu tahap Define Problem, Diagnose Causes, Make Moral Judgement, dan Treatment Recommendation. Dari beberapa tahap tersebut menunjukkan hasil yang berbeda-beda dari pembingkaian yang dilakukan oleh ketiga media online tersebut. (Wijanarko & Hastjarjo, 2017) Penelitian mengenai analisis framing lainnya berjudul “Analisis Framing Pemberitaan Konflik Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta di Media Online” yang disusun oleh Boby Tridona memperlihatkan analisis framing media online kompas.com dan detik.com dengan menggunakan model Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki dalam memuat pemberitaan konflik Gubernur DKI Jakarta dengan DPRD DKI pada periode 27 Februari2015 – 10 Desember 2015 menunjukkan hasil framing yang berbeda dari media online tersebut, dimana pada kompas.com Gubernur DKI digambarkan sebagai sosok yang tidak mengindahkan etiak dan sopan santun, dan kompas.com juga memuat berita mengenai bentuk dukungan terhadap Gubernur DKI Jakarta dan DPRD, sedangkan pada media online detik.com, menggambarkan Gubernur DKI Jakarta sebagai sosok yang pemberani dan berita yang dimuat hanya bentuk dukungan terhadap Gubernur DKI Jakarta dan tidak kepada DPRD DKI Jakarta (Tridona, 2016). Selanjutnya penelitian yang disusun oleh Xena Levina Atmadja dengan judul “Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Sosok Basuki Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 331

Tjahaja Purnama (Ahok) di Media Online” memperlihatkan sosok Ahok yang berbeda dari stigma atau stereotip yang ada di Indonesia dari framing media online detik.com, kompas.com, dan viva.co.id. Hasil analisis framing dari ketiga media online tersebut menunjukkan hasil bahwa Ahok dibingkai sebagai pemimpin politik beretnis Cina yang pemaaf dan tidak pendendam. Pembingkaian yang dilakukan oleh ketiga media online ini merupakan salah satu upaya untuk membentuk suatu pemikiran menjadi wajar di benak pembaca (Atmadja, 2014). Penelitian berikutnya dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Konflik Israel – Palestina dalam Harian Kompas dan Radar Sulteng” dilakukan oleh Achmad Herman dan Jimmy Nurdiansa. Penilitian tersebut membuahkan hasil bahwa ada beberapa factor yang terlihat berbeda dalam memberitakan masalah konflik yang terjadi antara Israel – Palestina, dari cara kedua media online tersebut menyajikan pemberitaan konflik, dari segi hardnews, opini, dan feature. Namun terlepas dari perbedaan tersebut, kedua media online memberikan solusi yang mutlak dilakukan yaitu perdamaian (Herman & Nurdiansa, 2010). Dari hasil penelitian analisis framing media online maupun media massa di atas, terlihat tiga penelitian merupakan kasus yang terjadi di dalam negeri dan sisanya merupakan penelitian mengenai kasus yang terjadi di luar negeri, menunjukkan hasil bahwa pembingkaian yang dilakukan oleh media online dan massa dapat berbeda-beda hasilnya, tergantung kepada penulis maupun citra dari media tersebut. Menjadi penting diketahui, pembingkaian oleh media tidak berdiri sendiri, melainkan ada beberapa elemen mendasar yang menyertai proses framing, wartawan selaku pencari dan pembuat berita, adalah pembuat bingkai pertama atas berita yang dibuatnya, berikutnya masuk pada dewan redaksi, hasil berita yang sudah dibuat diperiksa tim redaksi dengan segenap jajarannya, bila lolos selanjutnya dipublikasi dalam media tersebut. Frame berita yang sedang hangat saat ini salah satunya adalah tentang pemberitaan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan, tepatnya di Kota Palangkaraya, pemberitaan pemindahan ibu kota negara ke wilayah tersebut menimbulkan pro dan kontra di berbagai pemberitaan media, terlebih di tengah suasana wabah Covid-19 saat ini, menarik untuk diteliti, bingkai yang dibuat oleh media terkait Covid-19, istimewanya di media online. Komunikasi dan Informasi 332 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Media online khususnya seperti kompas.com, republika.co.id, tempo.co, dan jawapos.com, mengambil peran penting dalam pemberitaan nasional. Pada tahun 2019, tepatnya pada 26 Agustus, pemerintahan Joko Widodo dan Ma’Aruf Amin menyatakan akan memindahkan ibukota Indonesia, ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kota Palangkaraya. Pemindahan suatu ibukota biasanya dilakukan untuk alasan pemerintahan. Dikabarkan dengan dipindahkannya ibukota Indonesia ke Kalimantan Timur, Jakarta akan tetap dijadikan sebagai pusat bisnis Indonesia. Pernyataan tersebut menimbulkan banyak tanggapan dari masyarakat, dan pembingkaian yang dilakukan oleh media online khususnya kompas.com, republika.co.id, tempo.co, dan jawapos.com memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan opini, tanggapan, persepsi masyarakat terhadap suatu masalah. Terlebih ditengah suasana wabah Covid 19 yang tengah melanda. Sebelum terjadinya wabah Covid, pemberitaan pemindahan Ibu Kota Negara, sudah menimbulkan pro dan kotra ditengah masyarakat, terlebih saat ini, issue, factor kepentingan, campur tangan berbagai pihak di balik pemberitaannya menjadi hal menarik untuk diteliti. Dari penjelasan tersebut kemudian peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana framing berita pemindahan ibu kota negara di era pandemi Covid-19 oleh media online Kompas.com, Republika. co.id, Tempo.co, JawaPos.com? Kerangka Teori Media massa adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia akan informasi maupun hiburan dan termasuk salah satu elemen penting dalam proses komunikasi massa. Dalam kata lain, media massa merupakan saluran komunikasi massa guna menyampaikan informasi atau pesan kepada khalayak banyak secara luas. Media massa mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Media massa mengumpulkan sejumlah uang untuk menyediakan informasi dan hiburan. Media massa juga merupakan bisnis yang berpusat pada keuntungan. Menurut sejarahnya, buku adalah media massa pertama, sedangkan internet adalah media massa terbaru (Imran, 2012). Media massa dapat diklasifikasikan kepada dua kategori yaitu media cetak dan media elektronik. Media cetak terdiri dari sumber bertulis seperti koran, majalah, majalah, buku, newsletter, iklan, memo, Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 333

formulir bisnis, dll, sedangkan media elektronik terdiri dari pada televisi, radio dan juga internet. Belakangan, perkembangan internet yang pesat bahkan telah menjadi pendorong lahirnya beragam bentuk media online. Melalui blog atau situs bahkan telah menjadi media alternative dalam menyebarkan informasi secara lebih cepat tanpa tergantung atau terbatas masalah waktu dan tempat (Setiawan, 2013). Dalam penelitian ini, media massa yang digunakan adalah media massa online yang diambil dari situs kompas.com, republika.co.id, tempo.co, jawapos.com. Dalam komunikasi, bahasa yang baik sangat dibutuhkan. Agar enak terdengar, maka bahasa ynag digunakan haruslah bahasa yang baik dan tidak menyakiti perasaan orang lain. Bahasa adalah salah satu yang digunakan dalam komunikasi yang memiliki lambang pesan didalamnya. Bahasa disini sebagai lambang verbal berupa ucapan atau tulisan. Setiap orang memiliki kesempatannya masing-masing untuk mencari atau menemukan pesan-pesan yang ia tuju melalui media massa (Sholihat, 2019). Media massa adalah sarana utama dalam melakukan kegiatan komunikasi massa, dengan media massa pesan-pesan yang akan disampaikan dengan menyebar secara cepat dan luas. Media massa yang digunakan ada 3 jenis, yaitu media massa cetak, media massa elektronik, dan media digital. Contoh dari media massa cetak adalah, majalah, surat kabar dan berbagai macam buku. Contoh dari media massa elektronik adalah televsi dan radio. Contoh dari media massa digital adalah internet (Sholihat, 2019). Komunikasi massa dapat dibagi menjadi 2, secara luas dan sempit. Komunikasi massa secara luas merupakan kegiatan yang dilakukan antara satu orang atau lebih untuk menyampaikan pesan melalui media massa cetak, elektronik ataupun digital dengan mengharapakan adanya timbal balik. Komunikasi massa secara sempit merupakan komunkasi yang ditujukan kepada orang banyak (Sholihat, 2019). Komunikasi massa memiliki peranan yang sangat penting. Dalam komunikasi massa, tidak terdapat dialog antara komunikator dengan komunikan sebab, dalam komunikasi massa ini, komunikasi yang terjadi bersifat satu arah. Oleh karena itu, komunikator harus bisa menyampaikan pesannya secara jelas dan sesuai dengan sumber yang sudah ada. Komunikan juga harus siap untuk menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Komunikasi dan Informasi 334 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Dalam komunikasi massa, komunikator berbicara kepada komunikan melalui, berita, sebagaimana diketahui berita dibuat oleh wartawan atas hasil konstruksi realitas social yang terjadi di masyarakat, Berita dalam pandangan konstruksi sosial bukan merupakan fakta yang riil. Berita adalah produk interaksi wartawan dengan fakta, Konstruksi realitas terbentuk bukan hanya dari cara wartawan memandang realitas tapi kehidupan politik tempat media itu berada. Sistem politik yang diterapkan sebuah negara ikut menentukan mekanisme kerja media massa negara itu mempengaruhi cara media massa tersebut mengonstruksi reallitas. Menurut Ibnu Hamad, karena sifat dan faktanya bahwa tugas redaksional media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka tidak berlebihan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan. Dari penjelasan di atas, pada dasarnya pekerjaan media adalah kegiatan yang berkaitan dengan bagaimana pekerja media mengkonstruksikan suatu realitas. Isi media merupakan hasil dari para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Tuchman (1980) menyatakan bahwa, pembuatan berita di media massa pada dasarnya merupakan penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah ”cerita”. Karenanya, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality). Berita bersifat subyektif, opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif. Jadi hasil kerja jurnalistik tidak bisa dinilai dengan menggunakan sebuah standar yang baku, karena berita adalah produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang tentunya menghasilkan realitas berbeda pula. Wartawan dalam proses konstruksi realitas berperan sebagai partipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial. Jadi wartawan layaknya agen/aktor pembentuk realitas, artinya tidak ada realitas dalam arti riil, akan tetapi wartawan membentuk berita dengan menguraikan, mengurutkan, mengkonstruksi peristiwa demi peristiwa, sumber demi sumber, serta membentuk cerita dan berita tertentu, sehingga terbentuk berita yang bersifat subjektif, karena merupakan hasil dari representasi dari realitas yang hadir setelah Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 335

melalui konstruksi dan pemahaman wartawan atas fakta. Judith Lichtenberg menilai bahwa realitas hasil konstruksi itu selalu terbentuk melalui konsep dan kategori yang kita buat, kita tidak dapat melihat dunia tanpa kategori dan tanpa konsep. Tuchman mengatakan bahwa berita adalah hasil transaksi antara wartawan dengan sumber. Dalam sebuah wacana selalu ada fakta yang ditonjolkan, disembunyikan, bahkan dihilangkan sampai terbentuk satu urutan cerita yang mempunyai makana sesuai frame yang dipilih. Dalam konteks ini relevan dibicarakan proses-proses framing media massa. Dimana dalam penyajian suatu berita atau realitas dimana kebenaran tentang suatu realitas tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhdap aspek-aspek tertentu saja, dengan mengunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur dan ilustrasi lainya. Konsep framing atau frame sendiri bukan berasal dari ilmu Komunikasi, melainkan konsep yang dipinjam dari ilmu Kognitif. Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media, menjelaskan dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Framing merupakan strategi pembentukan dan operasionalisasi wacana media, karena media massa pada dasarnya adalah wahana diskusi atau konservasi tentang suatu masalah yang melibatkan dan mempertemukan tiga pihak, yakni wartawan, sumber berita dan khalayak. Tema berita adalah fenomena sosial yang dituangkan oleh wartawan melalui tulisannya, ragam tema mengacu pada setiap aktifitas, peristiwa atau kasus yang terjadi dalam keseharian masyarakat. Salah satu yang saat ini tengah menggemparkan dunia adalah Covid-19. Covid-19, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Virus baru dan penyakit yang disebabkannya ini tidak dikenal sebelum mulainya wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019. Covid-19 ini, sekarang menjadi sebuah pandemi yang terjadi di banyak negara di seluruh dunia. Komunikasi dan Informasi 336 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang merupakan penelitian yang hasilnya berupa data seperti tulisan ataupun lisan untuk dapat menyediakan gambaran tentang bagaimana konteks, situasi, dan kejadian ataupun fenomena yang dihadapi, penelitian kualitatif juga merupakan penelitian yang berdasar pada pola fikir induktif dan pengamatan objektif partisipatif terhadap suatu peristiwa yang terjadi yang berkaitan juga dengan objek-objek ilmu sosial, ekonomi, dsb. (Suyitno, 2018) Menurut Creswell penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan untuk memahami suatu gejala. (Dr.J.R.Raco) Penelitian ini menggunakan paradigma Konstruktivisme yang menurut Rantona dari (Eriyanto 2003:13) ialah paradigma yang dimana kebenaran atas realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial dan kebenaran akan suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma ini menyatakan bahwa realitas sosial yang sedang diamati tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, konsep ini diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L.Berger dengan Thomas Luckman. Ada beberapa model pendekatan analisis framing yang dapat digunakan untuk menganalisis suatu teks media, dalam penelitian ini yang digunakan adalah analisis teori framing model Robert N Entman. Menurut Mustika dari (Eriyanto, 2002) Mengatakan bahwa Robert N. Entman membagi framing menjadi dua dimensi, yaitu seleksi isu dan penonjolan isu. Seleksi isu adalah proses pemilihan fakta yang berasal dari suatu realitas yang kompleks dan disini peran wartawan adalah melakukan seleksi isu tersebut dan memilih mana yang akan ditampilkan. Penonjolan isu ini berkaitan dengan menuliskan semua fakta setelah aspek tertentu dari suatu isu telah dipilih maka peran penonjolan isu adalah memberikan arti atau makna di dalam sajian berita berupa pemakaian kata, kalimat dan gambar agar mudah dipahami oleh masyarakat. Pada model framing Robert N Entman secara umum adalah pemberian definisi, penjelasan, evaluasi maupun rekomendasi dan memberikan gambaran bagaimana suatu isu dimaknai oleh wartawan. Entman membagi elemen framing menjadi empat hal yaitu :

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 337

1.

Define problems (pendefinisian masalah); ini adalah elemen yang paling utama dan berguna untuk memberikan penekanan bagaimana suatu peristiwa diartikan oleh wartawan. Terdapat kemungkinan bahwa dengan peristiwa yang sama dapat dipahami dengan pendangan yang berbeda, maka dari framing ini akan menunukan perbedaan tersebut.

2.

Diagnosis causes (memperkirakan penyebab masalah); elemen framing ini berfungsi untuk membingkai siapa saja aktor yang terlibat dalam peristiwa itu dan apa penyebabnya itu bisa terjadi

3.

Make moral judgement (membuat pilihan moral); Elemen ketiga ini adalah elemen dimana adanya argumentasi yang mendukung pendefinisian masalah dan penyebab masalah di atas.

4.

Treatment recommendation (menekankan penyelesaian); elemen ini digunakan untuk merangkum solusi yang dikehendaki oleh wartawan dan cara apa yang dipilih untuk menyelesaikan suatu masalah dan ini tergantung bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dilihat sebagai penyebab utama dari suatu masalah.

Analisa dan pembahasan Pengambilan berita dilakukan dengan model framing Robert N. Entman yang diambil dari 4 media online yang berbeda yaitu, kompas. com, republika.co.id, tempo.co, jawapos.com, Tema berita yang dipilih berfokus kepada pemindahan ibu kota negara di era pandemi Covid-19. Setiap berita dari setiap media memiliki sudut pandang yang berbeda, yang kemudian hasilnya dapat disimpulkan. Maka hasilnya sebagai berikut: Kompas.com Judul Berita

Meski RI Tengah Dilanda Corona, Pembangunan Ibu Kota Baru Jalan Terus (25 Mei 2020)

Define Problem

Pemindahan Ibu Kota Negara Jalan Terus

Diagnose Cause

Sudah dilakukan kajian intensif sebelumn- ya dan sudah diputuskan oleh Presiden (Juru bicara Menko Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Jodi Mahardi

Komunikasi dan Informasi 338 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Moral Judgement

Treatment Recommendation

Pembangunan akan di danai oleh investor asing, penggunaan dana APBN seminimal mungkin,

Judul Berita

Pemerintah Masih Pertimbangkan untuk Lanjutkan Pindah Ibu Kota, Untuk Apa?

Define Problem

Perekonomian RI butuh lokomotif (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa)

pembangunan ibu kota negara dapat memberikan dampak lanjutan yang cukup luas, mulai dari penciptaan lapangan kerja hingga menghidupkan perekonomian di wilayah-wilayah sekitar proyek pembangunan ibu kota negara (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa)

Penghentian Pembangunan Ibu Kota Negara

Pembangunan Ibu Kota Negara tidak berdampak pada perekonomian (SyahrulAidi Maazat, - Anggota Komisi V dari Fraksi PKS)

Sebaiknya dipasti- kan dulu apa yang terjadi sebelum mengambil sebuah statements, karena jika terjadi salah paham dapat menimbulkan sebuah masalah yang baru di dalam suatu organisasi.

PNS Pindah Ke Ibu Kota Negara

perumusan dan persiapan roadmap pemindahan PNS tetap dilaksanakan

(11 Juni 2020 ) Ada Pandemi Covid-19, Jadikah PNS Pindah ke Ibu Kota Baru? (23 Juni 2020)

Treatment Recommendation

Moral Judgement

Rencana melanjutkan pemindahan Ibu Kota Negara

(24 Juni 2020)

Pemerintah Diminta Hentikan Pembangunan Proyek Ibu Kota Negara di Tengah Pandemi Covid-19

Diagnose Cause

(Menpan RB Tjahjo Kumolo)

mengupayakan melakukan penyederhanaan birokrasi di K/L dengan cara melakukan peleburan eselon III dan IV. Upaya tersebut terus dilakukan guna mempermudah dan mempercepat proses birokrasi. Proses inventarisasi pemangkasan administrasi dan peleburan eselon III dan IV di berbagai K/L sudah mencapai 60 persen. (Menpan RB Tjahjo Kumolo) Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 339

Dari hasil model framing Robert N. Entman yang dilakukan pada berita yang dipublikasi oleh kompas.com, menyatakan bahwa pemindahan ibu kota negara di tengah pandemic Covid-19 tetap akan dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai kajian, aturan serta dampak ekonomi bagi masyarakat sehingga keputusan yang diambil tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat dengan tetap mengedepankan aturan main yang ditetapkan, pernyataan terlihat pada penentuan define problem, makes moral judgment, serta treatment recommendation yang memberikan jalan keluar bagi pemerintah dan masyarakat. Republika.co.id Judul Berita

Transparansi Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara (30 April 2020)

Define Problem

Transparansi Anggaran Pemindahan Ibu Kota Negara

Komunikasi dan Informasi 340 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Diagnose Cause

pemerintah belum . menganggarkan dan melakukan kegiatan pembangunanibu kota barupada 2020. (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono sudah ada anggaran yang dipakai untuk pemindahan ibu kota. Pun meski tidak ada mata anggaran di APBN 2020, Kementerian PUPR bisa mengalokasikan dana ratusan miliar rupiah untuk seremoni pembangunan proyek besar tersebut

Moral Judgement

Treatment Recommendation

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk ikut mengawasi dan mengaudit penggunaan anggaran yang dialokasikan untuk proyek ibu kota baru. pemerintah mengkaji ulang atau kalau perlu menunda proyek perpindahan ibu kota yang dimulai pada 2024. menunda penyelesaian beberapa proyek infrastruktur yang menguras dana besar untuk dialihkan guna meningkatkan daya beli masyarakat agar pertumbuhan ekonomi kembali pulih

Judul Berita

Pandemi Covid-19, Legislator: Tunda Pemindahan Ibu Kota

Define Problem

Diagnose Cause

(04 Maret 2020)

Treatment Recommendation

Penundaan Pemindahan Ibu Kota Negara

Anggaran pemindahan ibu kota dialihkan untuk penanganan virus Covid-19. (Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus)

Keselamatan setiap warga negara harus menjadi fokus utama pemerintah dalam penanganan wabah virus ini, ketimbang masalah pertumbuhan ekonomi,”( Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus)

pemerintah untuk memperluas program perlindungan sosial seperti PKH dan BLT untuk masyarakat miskin dan rentan miskin Pemerintah memberikan perhatian serius kepada pelaku UMKM dan pekerja informal. mencukupi, penyediaan ventilator, obat-obatan, fasilitas rumah sakit, fasilitas penginapan yang layak dan segala sesuatu kebutuhan dalam rangka penanganan Covid -19 memberikan santunan bagi para tenaga medis yang telah menjadi korban dalam penangananan Covid-19

Pemindahan Ibu Kota Negara Sesuai Rencana Terus berjalan, tetap sesuai jadwal,” kata Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Himawan Hariyoga Djojokusumo setelah rapat koordinasi RKP 2021 di Jakarta, Rabu (4/3).

prosesnya sudah dalam tahap penyelesaian regulasi yakni keputusan presiden (Kepres) dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota yang baru akan disampaikan ke DPR setelah reses. Reses DPR direncanakan mulai pada Jumat (28/2) hingga dua pekan

-

-

(06 April 2020)

Bappenas: Ibu Kota Pindah Sesuai Rencana Sekalipun Ada Wabah

Moral Judgement

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 341

Judul Berita

Din Terbitkan Maklumat Corona Minta Pemindahan IKN Ditunda

Define Problem

Maklumat Din : Penundaan Ibu Kota Negara

Moral Judgement

Diagnose Cause

Karena Wabah Corona

Treatment Recommendation

Kala bangsa berduka karena corona adalah wajar dan waras jika:” bangsa Indonesia melaksanakan lima poin yang disampaikannya.

(05 April 2020)

Dari hasil model framing Robert N Entman yang dilakukan pada berita yang dipublikasi oleh Republika.co.id, pemerintah kurang mengikuti aturan yang ditetapkan, serta tetap menjalankan proyek pemindahan ibu kota Negara meski aturan atau paying hukumnya masih dalam proses penyelesaian, sehingga hal ini dapat berpotensi merugikan masyarakat bila proyek ini tetap dilanjutkan, pernyataan tersebut dapat terlihat pada elemen, define problem, makes moral judgement, dan treatment recomedation. Elemen define problem lebih menekankan pada penundaan pemindahan ibu kota Negara, sedangkan di makes moral judgement-nya menekankan pentingnya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan negara, sedangkan pada treatment recommendation-nya menekankan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Tempo.co Judul Berita

Define Problem

Pandemi Corona, Persiapan Ibu Luhut: Persiapan Kota Baru Ibu Kota Baru Jalan Terus Jalan Terus

(25 Maret 2020)

Komunikasi dan Informasi 342 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Diagnose Cause

Kementerian BUMN serta Kementerian Keuangan terus berkomunikasi dengan investor dan mitrajoin ventureuntuk pemindahan ibu kota

Moral Judgement

. --

Treatment Recommendation

penyusunan desain urban yang ditargetkan tuntas pada medio tahun 2020. menyiapkan terbentuknya Badan Otorita Ibu Kota Baru.

PKS Ingatkan Sri Mulyani: Tunda Ibu Kota Baru, Fokus Corona

(07 April2020)

Corona, PKS Minta Sri Mulyani Tunda Biayai Proyek Ibu Kota Baru

(06 April 2020)

PKS : Tunda Ibu Kota Baru, Tuntaskan Corona (Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Mucharam)

Focus penan- ganan Virus Corona

semua pengeluaran yang tidak urgen, agar ditunda.

Maklumat PKS : Tunda Ibu Kota Negara Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Mucharam)

Focus penan- ganan virus Corona

semua pengeluaran yang tidak urgen, agar ditunda

Dari hasil model framing Robert N. Entman yang dilakukan pada berita yang dipublikasi oleh Republika.co.id, pemerintah kurang mengikuti aturan yang ditetapkan, serta tetap menjalankan proyek pemindahan ibu kota negara meski aturan atau paying hukumnya masih dalam proses penyelesaian, sehingga hal ini dapat berpotensi merugikan masyarakat bila proyek ini tetap dilanjutkan, pernyataan tersebut dapat terlihat pada elemen define problem, makes moral judgement, dan treatment recomedation. Elemen define problem lebih menekankan pada penundaan pemindahan ibu kota Negara, sedangkan di makes moral judgement nya menekankan pentingnya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan negara, sedangkan pada treatment recommendation-nya menekankan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 343

Jawapos.com Moral Judgement

Treatment Recommendation

Judul Berita

Define Problem

Kelanjutan Ibu Kota Baru Tunggu RAPBN

Rencana pemindahan Ibu Kota Negara Tersendat

Atasi Pandemi Covid 19

apabila IKN bisa memulihkan perekonomian, baik dari sisi penciptaan lapangan kerja maupun penarikan investasi, hal itu bisa menjadi pertimbangan.(Sri Mulyani, Menkeu)

-

Proyek pemindahan Ibu Kota Jalan terus, rakyat susah

Proyek Ibu Kota negara menguntungkan segelintir Elit

-

Ditunda dulu, fokus pada penanganan Covid-19

Pemindahan Ibu Kota Negara Tetap Lanjut

IKN adalah salah satu prioritas Nasional, Semua prioritas nasional kami tetap berjalan, termasuk juga IKN tetap berjalan,” kata Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata dilansir dariAntara,Kamis (30/4).

Diagnose Cause

(17 Juni2020)

Proyek Ibu Kota Baru Jalan Terus, Faisal: Rakyat Susah, Elite Pesta (13 Mei 2020) Bappenas: Pemindahan Ibu Kota Negara Tetap Lanjut Meski Ada Covid-19

(30 April 2020)

Komunikasi dan Informasi 344 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

pemerintah baru menyiapkan hal-hal mendasar, misalnya infrastruktur yang dibutuhkan. pertajam menyelesaikan masterplan, urban desain tahun ini masterplan ibu kota negara sudah siap. Kemudian dilakukan penetapan rencana tata ruang kawasan dan pembahasan RUU IKN hingga Badan Otorita Ibu Kota. pada 2021, tahapan ground breaking dimulai. pada 2022, hunian pendukung hingga sarana kesehatan mulai dibangun.

Judul Berita

Define Problem

Diagnose Cause

Moral Judgement

Treatment Recommendation

pada 2023, jaringan telekomunikasi mulai dibangun, begitu juga dengan lahan untuk diplomatik. Pada 2024, rencananya ibu kota negara telah resmi pindah ke Kalimantan Timur. (Kepala Bappenas : Suharso Momoarfa)

Dari hasil model framing Robert N Entman yang dilakukan pada berita yang dipublikasi oleh JawaPos.Com menyatakan bahwa pemindahan ibu kota negara lebih banyak menimbulkan masalah ketimbang menguntungkan, hal ini terlihat pada eleman define problem, diagonis couses, makes moral judgement, dan treatment recomendation. Define problem lebih menekankan akan ada masalah bila dilanjutkan, sementara pada diagnosis couses-nya lebih menekankan untuk focus pada penanganan wabah corona, demikian juga di elemen makes moral judgement, pembangunan dapat dilanjutkan bila menguntungkan masyarakat, sementara di elemen treatment recommendation lebih menekankan pembuatan rencana yang terukur untuk pembangunan berkelanjutan dan lebih focus pada penanganan wabah corona. PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan pada media online Kompas.Com Republika.Co.Id, Tempo.Co, JawaPos.com, mengambil tema mengenai pemindahan ibu kota negara di era pandemi Covid-19 dengan analisis framing Robert N Entman membuktikan bahwa dalam penyajian dan penyampaian beritanya, masing-masing media memiliki karakteristik tersindiri. Terlihat hasil analisa data sebagai berikut : Framing Kompas.Com, temuannya adalah bahwa dari hasil model framing Robert N Entman yang dilakukan pada berita yang dipublikasi oleh Kompas.Com, menyatakan bahwa pemindahan ibu kota Negara di tengah pandemi Covid-19 tetap akan dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai kajian, aturan serta dampak ekonomi bagi Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 345

masyarakat sehingga keputusan yang diambil tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat dengan tetap mengedepankan aturan main yang ditetapkan, pernyataan terlihat pada penentuan define problem, makes moral judgment, serta treatment recommendation yang memberikan jalan keluar bagi pemerintah dan masyarakat. Framing Republika.Co, temuannya adalah bahwa dari hasil model framing Robert N Entman yang dilakukan pada berita yang dipublikasi oleh Republika.Co.Id, pemerintah kurang mengikuti aturan yang ditetapkan, serta tetap menjalankan proyek pemindahan ibu kota Negara meski aturan atau paying hukumnya masih dalam proses penyelesaian, sehingga hal ini dapat berpotensi merugikan masyarakat bila proyek ini tetap dilanjutkan, pernyataan tersebut dapat terlihat pada elemen, define problem, makes moral judgement, dan treatment recomedation, elemen define problem lebih menekankan pada penundaan pemindahan ibu kota Negara, sedangkan di makes moral judgement nya menekankan pentingnya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan Negara, sedangkan pada treatment recomendationnya menekankan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Framing Tempo.Co, temuannya adalah bahwa dari hasil model framing Robert N Entman yang dilakukan pada berita yang dipublikasi oleh Republika.Co.Id, pemerintah kurang mengikuti aturan yang ditetapkan, serta tetap menjalankan proyek pemindahan ibu kota Negara meski aturan atau paying hukumnya masih dalam proses penyelesaian, sehingga hal ini dapat berpotensi merugikan masyarakat bila proyek ini tetap dilanjutkan, pernyataan tersebut dapat terlihat pada elemen, define problem, makes moral judgement, dan treatment recomedation, elemen define problem lebih menekankan pada penundaan pemindahan ibu kota Negara, sedangkan di makes moral judgement nya menekankan pentingnya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan Negara, sedangkan pada treatment recomendationnya menekankan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Framing JawaPos.Com, temuannya adalah bahwa dari hasil model framing Robert N Entman yang dilakukan pada berita yang dipublikasi oleh JawaPos.Com menyatakan bahwa pemindahan ibu kota Negara lebih banyak menimbulkan masalah ketimbang menguntungkan, hal ini terlihat pada eleman define problem, diagonis couses, makes moral judgement, dan treatment recomendation. Komunikasi dan Informasi 346 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Define problem lebih menekankan akan ada masalah bila dilanjutkan, sementara pada diagnosis cousesnya lebih menekankan untuk fokus pada penanganan wabah corona, demikian juga di elemen makes moral judgement, pembangunan dapat dilanjutkan bila menguntungkan masyarakat, sementara di elemen treatment recommendation lebih menekankan pembuatan rencana yang terukur untuk pembangunan berkelanjutan dan lebih fokus pada penanganan wabah corona. Hasil analisa dan temuan pada data penelitian pada empat media online tersebut, memperlihatkan bahwa, setiap media akan menkostruksi realitas social sesuai sudut pandang media tersebut, mulai nilai nilai, ideologi, afiliasi politik, factor kedekatan dan keberpihakan pada kelompok tertentu, sebagaimana yang dinyatakan oleh Peter L Berger, bahwa, berita adalah hasil kostruksi pekerja media atas realitas sosial, demikian halnya dengan pemberitaan pemindahan ibukota di era pandemic Covid 19, Framing Kompas.Com, untuk empat berita yang tersaji semua berita bernilai positif, hal ini tampak pada pilihan nara sumber yang berasal dari pemerintah di antaranya adalah Suharso Monoarfa, Tjahyo Kumolo, dan semua elemen konstruksi mulai dari define problem, diagnosis cousis, makes moral judgement dan treatmen recommendation menggunakan pernyataan yang berpihak pada pemerintah, seperti :memberikan jalan keluar, mengkaji ulang, mengikuti aturan. Sementara, untuk Republika.Co.Id, dari 4 berita yang tersaji semua berita bernilai negative, hal ini tampak pada pilihan nara sumber yang berasal dari luar pemerintahan atau oposisi dari pemerintah, seperti dari anggota Fraksi PAN, Din Samsudin, meski mengutif pernyataan dari pemerintahan, namun pemberitaan yang dibuat persifat pemberitahuan saja, tanpa ada manfaat dan jalan keluar yang ditawarkan, hal ini terlihat tidak adanya makes moral judgement dan treatment recommendation yang ditawarkan. Kemudian Frame yang dibuat oleh Tempo.Co, dari 3 berita yang tersaji, berita yang dibuat ada yang bernilai negatif juga bernilai positif, hal ini terlihat dari elemen konstruksinya, define problem nya setuju dengan pemerintah, namun diberita yang lain juga menyarankan penundaan pemindahan ibu kota negara. Demikian juga untuk makes moral jugement dan treatment recommendation, seimbang. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 347

Terakhir, frame yang dibuat oleh JawaPos.Com, hampir mirip dengan frame yang dibuat oleh Republika.co.id, berita dibuat bernilai negative, dan satu berita bersifat netral, dan tidak ada makes moral judgement dan treatment recommendation. Dapat terlihat bahwa, meski peristiwa dan issue yang terjadi adalah hal yang sama, ketika media memberitakan peristiwa tersebut dapat berbeda sama sekali, antara satu dan lain media. Hal ini sejalan dengan teori framing, bahwa media melakukan seleksi issue dan penonjolan issue atas peristiwa yang sama sesuai dengan kepentingan media tersebut, dan ini pun sejalan dengan berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa penelitian terdahulu, bahwa media media melakukan framing sesuai dengan kepentingannya dan factor factor yang mengikutinya seperti, afiliasi politik, keberpihakan, nilai nilai, dan budaya media, serta idiologi yang dimilikinya. Demikian halnya dengan ke empat media online di atas, kompas. com, republika.co.id, tempo.co, jawapos.com, melakukan hal yang sama atas pemberitaan pemindahan ibukota Negara di era pandemic covid ini. Kesimpulan Dilihat dari hasil penilitian yang telah dilakukan pada setiap satu berita yang diambil dari media online, kompas.com, republika.co.id, tempo.co, jawapos.com dengan menggunakan analisis framing Robert N Entman dapat disimpulkan hasil bahwa keempat media online tersebut Dapat terlihat bahwa, meski peristiwa dan issue yang terjadi adalah hal yang sama, ketika media memberitakan peristiwa tersebut dapat berbeda sama sekali, antara satu dan lain media. Hal ini sejalan dengan teori framing, bahwa media melakukan seleksi issue dan penonjolan issue atas peristiwa yang sama sesuai dengan kepentingan media tersebut, bahwa media media melakukan framing sesuai dengan kepentingannya dan faktor factor yang mengikutinya seperti, afiliasi politik, keberpihakan, nilai nilai, dan budaya media, serta idiologi yang dimilikinya. Demikian halnya dengan ke empat media online di atas, kompas.com, republika.co.id, tempo.co, jawapos.com, melakukan hal yang sama atas pemberitaan pemindahan ibukota Negara di era pandemic covid ini. Sebagai saran, hendaknya pembaca cerdas Komunikasi dan Informasi 348 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

ketika membaca berita yang disajikan oleh media, terlebih di media online, dimana berita dapat secara cepat datang, cermat membaca dan memahami bacaan agar tidak terjebak pada penggiringan opini tertentu oleh media. Bagi media, lakukan cover both side dalam pemberitaan agar pemberitaan jadi berimbang.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 349

Daftar Pustaka Anisa Indarini (2019). Sederet konsep SMART yang diterapkan di ibukota baru Daryanto. (2014). Teori Komunikasi. Malang: Gunung Samudera. Hotman Siregar (2019) . Ketua DPR Bambang Soesatyo dukung pemindahan ibukota. Ibnu, hamad, Agus Sudibjo, M Qodari, (2001). Kabar-Kabar Kebencian. Prasangka Agama di Media Komsahrial Romli, M. (2016). Komunikasi Massa. Jakarta: PT Grasindo. Mustika, R. (2017). Analisis framing pemberitaan media online mengenai kasus pedofilia di akun Facebook. Jurnal Penelitian Komunikasi, page 139-146. Raco, M. M. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo. Sakinah Rahmah (2019). Ibu kota pindah, milenial makin sulit punya rumah. Sachril Agustin ( 2018 ). Kata Anies soal PKS tolak pemindahan ibukota Suyitno. (2018). Metode penelitian kualitatif: konsep, prinsip dan operasionalnya. Malang: Akademia Pustaka. Sobur, Alex (2001).Analisis Teks Media suau pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Remaja Rosda karya Bandung Yudhi Agung ( 2019 ) Jurnal umum : Framming media massa : Pemindahan ibukota S.D.Glazek and K.G. Wilson, Phys. Rev. D 57 (1998) 3558.

Komunikasi dan Informasi 350 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

INFODEMIK COVID-19 DALAM RUANG KOMUNITAS VIRTUAL Loina Lalolo Krina Perangin-angin

Pendahuluan Pada 11 Maret 2020 lalu, World Health Organization (WHO) mengumumkan status pandemi global untuk penyakit Corona Virus Desease 2019 atau biasa disebut Covid-19 yang diakibatkan oleh virus Corona. Dalam istilah kesehatan, pandemi berarti terjadinya wabah suatu penyakit yang menyerang banyak korban secara serempak di berbagai negara. Kemunculan virus Corona sendiri mulai terdeteksi pertama kali di negara China, khususnya di kota Wuhan, pada awal Desember 2019 untuk kemudian menyebar cepat ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Saat WHO menetapkan status tersebut, sudah ada 118.000 kasus yang tersebar di 110 negara (www.allianz.co.id). Pada 27 Maret 2020, kompas.com memberitakan ada 200 negara, termasuk Indonesia, yang melaporkan kasus positif Covid-19 dengan jumlah kasus sebanyak 529.614 kasus. Hingga 10 April 2020, jumlah yang terinfeksi di seluruh dunia mencapai lebih dari 1,6 juta orang, dimana 355.000 orang dinyatakan sembuh dan 90.000 orang meninggal. Di Indonesia, pada 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan Dr. Terawan memberitakan kasus pertama positif Covid-19 yang menginfeksi 2 orang perempuan setelah berjumpa dengan kolega mereka seorang WNA Jepang yang tinggal di Malaysia. Pada 27 Maret 2020 jumlah kasus positif yang dilaporkan adalah 1046 kasus di 28 propinsi. Pada 10 April 2020, jumlah kasus positif menjadi 3512 kasus di 34 propinsi; 282 orang diantaranya dinyatakan sembuh dan 306 orang meninggal. Untuk memutus mata rantai penyebaran lebih luas dari virus ini, pemerintah Indonesia pun mulai menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial atau Social Distancing mulai pertengahan Maret 2020. Masyarakat diminta untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, kecuali bila perlu. Sebagian besar aktivitas dimana orang banyak berkumpul harus Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 351

dilakukan dari rumah, terutama untuk belajar dan bekerja. Kebijakan tersebut mendorong masyarakat untuk menggunakan teknologi komunikasi didalam melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk didalam mencari informasi, hingga terjadi peningkatan penggunaan Internet dan media sosial. Salah satu perusahaan telekomunikasi, Telkomsel, mengakui ada peningkatan jumlah pengguna Internet sebanyak 5% setelah kebijakan tersebut diberlakukan (tagar.id, 20 Maret 2020). Pesaingnya, XL Axiata, mencatat kenaikan traffic mencapai 52% untuk streaming, chat 13%, media sosial 13%, browsing 11%, dan VOIP 3%. Dampak meningkatnya penggunaan Internet dan media sosial ini sangat terasa bagi penyebaran informasi (termasuk mis- dan disinformasi) terkait Pandemi Covid-19. Tingkat penyebaran penyakit yang berlangsung cepat dan singkat melewati batas negara menyebabkan tumbuhnya kebutuhan untuk selalu mendapatkan informasi terbaru tentang pandemi tersebut, tidak peduli informasi tersebut benar dan akurat atau tidak. Akibatnya terjadilah diseminasi informasi yang berlebihan terkait Pandemi Covid-19. Diseminasi berlebihan tentang pandemi, atau biasa disebut infodemik, adalah “informasi berlebih akan sebuah masalah, sehingga kemunculannya dapat mengganggu usaha pencarian solusi terhadap masalah tersebut” (Sufehmi, www.covid19. go.id, 2020). Dalam sejumlah kasus, Infodemik juga dapat berakibat fatal hingga menyebabkan korban nyawa dan kepanikan masyarakat. Beredarnya berbagai narasi yang menghasut dan menyesatkan di media sosial telah menyebabkan kepanikan di tengah masyarakat. Misinformasi tersebut menyebabkan masyarakat banyak menjadi bingung, panik dan merasa tidak nyaman. Di sejumlah daerah bahkan terjadi pembelian barang tertentu secara besar-besaran karena ketidak-pastian informasi mengenai kebijakan pembatasan sosial yang diambil oleh pemerintah. Aksi belanja tersebut menyebabkan sejumlah bahan pokok maupun alat kesehatan seperti masker menjadi langka di pasar. Sempat pula beredar informasi mengenai obat tertentu atau khasiat bawang putih yang menahan langkah penderita untuk segera memeriksakan diri ke pusat layanan kesehatan ketika merasakan gejala penyakit tertentu karena ingin mencoba khasiat dari obat herbal tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini diadakan untuk mengetahui penggunaan media sosial sebagai sumber informasi dan fenomena infodemik Covid-19 selama masa Pembatasan Sosial. Komunikasi dan Informasi 352 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Ruang Komunitas Virtual Sebagai Sumber Informasi Terkait Pandemi Covid-19 Perkembangan teknologi komunikasi telah mendorong perubahan dramatis dalam cara individu menerima dan menyebarkan informasi. Internet memang menciptakan konvergensi media yang mengubah cara media utama -televisi, surat kabar dan radio- berinteraksi dengan khalayaknya, tetapi konvergensi yang lebih mendasar sebenarnya terjadi pada interaksi didalam proses komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi. Ada perubahan besar dalam cara masyarakat mengkonsumsi pesan, terutama didalam komunitas virtual. Watkins (2009) menyebutkan bahwa teknologi media baru seperti Internet telah menguliti kekuasaan-tanpa-batas media utama tradisional, karena khalayak telah mengambil alih kekuasaan tersebut. Kehadiran Internet, diikuti dengan media sosial, juga memberikan perubahan dalam cara masyarakat mengkonsumsi isi media (Denis & DeFleur, 2010; Walther, 2011). Disatu sisi pesan diterima langsung melalui saluran komunikasi massa. Disisi lain, isi media juga diterima melalui saluran komunikasi antarpribadi yang (juga!) diisi oleh informasi dari media massa sambil berdiskusi dengan keluarga, sahabat dan teman didalam ruang-ruang komunitas virtual. Tak jarang kedua aksi ini pun dilakukan secara simultan dengan difasilitasi oleh media sosial. Sarah Hartshorn (2010) menjelaskan media sosial sebagai “sebuah cara untuk mentransmisi, atau berbagi informasi dengan khalayak luas”. Hansen, et.al. (2011) menjelaskan media sosial merujuk pada “serangkaian alat online untuk mendukung interaksi sosial diantara para penggunanya”. Fungsi utamanya adalah memfasilitasi terciptanya atau terbaginya konten oleh para penggunanya dengan bercirikan pada “transforming monologue (one-to-many) into dialog (many-to-many). Wigmore (2012) menyebutkan media sosial sebagai saluran komunikasi online kolektif yang didedikasikan untuk input, interaksi, saling berbagi konten dan kolaborasi berbasis komunitas melalui “website and forum, microblogging, social networking, social bookmarking, social curation, and wikis”. Sesuai dengan definisi yang telah disebutkan, media sosial memiliki sejumlah karakteristik, seperti adanya partisipasi antar individu, terbuka, memfasilitasi percakapan, membentuk komunitas, dan keterhubungan. Media sosial mendukung kontribusi dan umpan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 353

balik dari partisipan yang tertarik untuk bergabung. Tidak ada satu individu pun dapat menghalangi orang lain menjadi partisipan didalam media sosial. Setiap orang dapat berpartisipasi sesuai dengan minatnya. Selain itu, layanan media sosial bersifat terbuka untuk setiap umpan balik maupun partisipasi dengan membuka komentar maupun saling berbagi informasi. Jarang sekali ada penghalang untuk mengakses ataupun menggunakan konten yang dibagi melalui media sosial. Percakapan didalam media sosial bersifat dua arah, mengijinkan komunitas untuk terbentuk dan berkomunikasi secara cepat dan efektif untuk saling berbagi konten. Karena itu, media sosial sangat tergantung pada sifat keterhubungan dengan membuka link pada situs dan sumber lainnya (Subrahmanyan, 2010; Kadushin, 2012). Selain memfasilitasi interaksi sosial, situs jejaring sosial (Social Networking Sites), seperti Facebook, Instagram, Twitter, Line, Whatsapp, dan lainnya juga menfasilitasi diseminasi informasi kepada banyak pihak, termasuk konten multimedia maupun informasi personal yang diposting sebagai profil publik. Individu dapat menerima informasi sebuah peristiwa langsung dari situsnya, sembari memberi komentar seakan-akan dirinya terlibat didalam peristiwa tersebut, lalu membagi informasi ke banyak orang lainnya. Saksi mata bahkan dapat menambah informasi dengan ditambah perspektif pribadi, bahkan kadang bertolak belakang dengan peristiwa itu sendiri. Pada akhirnya, informasi yang disebar ulang ke berbagai pihak tersebut menjadi viral, dibagi oleh banyak orang, tanpa satu orang pun mengambil tanggung jawab sebagai sumber informasi. Informasi terkait Pandemi Covid-19 dapat diakses secara mudah di berbagai media. Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, maupun LineToday secara masif menyebarkan informasi tentang penyebab, gejala, sampai cara mencegah tertular virus Corona. Tetapi, media sosial pun menyebarkan informasi tentang bahaya serta tingkat kematian akibat Covid-19. Bahkan ada berbagai spekulasi dan asumsi pribadi diedarkan sehubungan dengan penyakit ini. Banyak informasi salah dan menyesatkan dibagi melalui media sosial. Informasi tentang kematian secara mendadak di berbagai tempat, misalnya, disebarkan sebagai akibat positif tertular Covid-19 tanpa mengecek kembali apakah informasi tersebut benar atau tidak. Misinformasi dan disinformasi ini kemudian disebar ulang melalui komunitas-komunitas virtual seperti grup Whatsapp maupun Line. Komunikasi dan Informasi 354 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Metodologi Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan unit analisis adalah individu. Adapun populasi penelitian adalah individu yang sudah memiliki akun media sosial atau berusia diatas 12 tahun sesuai dengan kebijakan pembuatan akun di sejumlah media sosial. Sampel penelitian diambil secara disproposional melalui convenience technique sampling karena aturan Pembatasan Sosial membatasi penyebaran instrumen penelitian secara tatap muka. Data penelitian dikumpulkan melalui angket yang disebarkan secara daring dalam rentang waktu tanggal 4 – 20 Juni 2020 melalui sejumlah media sosial yang tersedia, seperti grup-grup WhatsApp dan Facebook. Analisis terhadap data dilakukan secara deskriptif. Menyadari kelemahan penelitian ini adalah pada proses sampling yang dilakukan secara terbatas, maka hasil penelitian ini tidak dimaksudkan untuk dapat digeneralisasi kedalam populasi yang lebih luas. Temuan Penelitian Angket yang terkumpul dan valid untuk diolah didalam penelitian ini adalah sebanyak 315 buah, yang berasal dari berbagai propinsi di Indonesia; 46,7% dari Jawa Barat, 30,2% DKI Jakarta, 8,9% Jawa Timur, 4,1% Bali, dan 3,5% Jawa Tengah. Sisanya sekitar 6,7% berasal dari Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia Bagian Timur. Dilihat dari profil, 67,0% responden adalah perempuan dan 33,0% laki-laki dengan kategori usia sebanyak 43,8% berusia antara 20-30 tahun, 25,7% berusia kurang dari 20 tahun, dan 15,6% berusia antara 40-50 tahun. Dilihat dari penghasilan atau uang jajan bulanan, sebanyak 30,8% mendapatkan kurang dari 1 juta rupiah per bulan, 30,8% antara 1 juta hingga 3 juta rupiah, dan sisanya 38,4% memiliki penghasilan diatas 3 juta rupiah, bahkan 17,5% responden mengaku berpenghasilan lebih dari 9 juta rupiah perbulannya. Hal ini sejalan dengan latar belakang pendidikan responden yang sebagian besar atau 47,3% adalah lulusan SMA yang sedang kuliah, sisanya 26,0% adalah lulusan sarjana dan 24,8% lulusan pascasarjana. Dalam kaitan dengan pola penggunaan Internet dan media sosial, tertinggi responden yaitu sebanyak 33,0% mengaku terkoneksi dengan Internet selama 3-6 jam per hari untuk menggunakan media sosial, diikuti dengan 28,9% menghabiskan 6-9 jam, kemudian 13,0% Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 355

selama 9-12 jam, 12,4% menghabiskan kurang dari 3 jam, bahkan 12,7% menghabiskan lebih dari 12 jam per hari untuk bermedia sosial. Untuk menggunakan Internet, sebanyak 39,7% responden mengaku menghabiskan Rp. 100.000,00 hingga Rp. 200.000,00 setiap bulannya untuk membeli paket Internet, sementara 27,6% menghabiskan kurang dari Rp. 100.000,00, dan sisanya sebanyak 32,7% menghabiskan Rp. 200.000,00 atau lebih. Berikut adalah urutan akun-akun media sosial yang dimiliki dan atau sering digunakan oleh responden : WhatsApp (99,7%), Instagram (96,5%), YouTube (94,6%), Facebook (82,5%), Line (81,9%), TTwitter (74,0%), Path (25,7%), dan lainnya (45,1%). Untuk selanjutnya, tabel-tabel berikut akan menjelaskan temuan penelitian yang berhubungan dengan sumber informasi utama terkait Pandemi Covid-19 serta fenomena infodemik didalam ruang-ruang komunitas virtual. Keharusan untuk tetap tinggal di rumah selama masa Pembatasan Sosial telah mendorong masyarakat untuk mencari informasi terkait Pandemi Covid-19 dari berbagai sumber yang tersedia tanpa harus keluar rumah. Tabel 1. Sumber Informasi Utama terkait Pandemi Covid-19 Selama Masa Pembatasan Sosial

Sumber Informasi Televisi

Tidak Pernah

Hampir Tidak Pernah

KadangKadang saja

f

f

%

f

%

%

Teratur, tidak setiap hari f

%

Teratur, setiap hari f

%

f

%

28

8,9 41

13,0

145

46,0

69

21,9

315

100

Radio

119

37,8 82

26,0

96

30,5

15

4,8

3

1,0

315

100

Surat kabar cetak

152

48,3 76

24,1

65

20,6

19

6,0

3

1,0

315

100

Surat kabar versi online

29

9,2 22

7,0

114

36,2

100

31,7

50 15,9

315

100

Website resmi pemerintah

32

10,2 56

17,8

136

43,2

66

21,0

25

7,9

315

100

Portal berita online

21

6,7 25

7,9

116

36,8

101

32,1

52 16,5

315

100

Info diteruskan di WAG keluarga

64

20,3 67

21,3

99

31,4

64

20,3

21

6,7 315

100

Komunikasi dan Informasi 356 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

32 10,2

Total

Sumber Informasi

Tidak Pernah

Hampir Tidak Pernah

KadangKadang saja

f

f

f

%

%

%

Teratur, tidak setiap hari f

Teratur, setiap hari

Total

%

f

%

f

%

Info diteruskan di WAG teman

62

19,7 69

21,9

97

30,8

70

22,2

17

5,4

315

100

LineToday

94

29,8 51

16,2

63

20,0

67

21,3

40 12,7

315

100

Newsfeed Facebook

159

50,5 70

22,2

62

19,7

20

6,3

4

1,3

315

100

Video rekaman di YouTube

92

29,2 70

22,2

88

27,9

43

13,7

22

7,0

315

100

Diseminasi informasi di Twitter

138

43,8 55

17,5

61

19,4

38

12,1

23

7,3

315

100

Diseminasi informasi di Instagram

63

20,0 55

17,5

78

24,8

77

24,4

42 13,3

315

100

Lainnya (sebutkan)

174

55,2 42

13,3

53

16,8

33

10,5

13

315

100

4,1

Tabel 1 menunjukkan sumber informasi utama terkait Pandemi Covid-19 adalah portal berita online (48,6%) dan surat kabar versi online (47,6%). Portal berita online yang dimaksud adalah situs-situs berita yang memberitakan kabar terbaru melalui media daring. Secara organisasi, situssitus ini dapat berdiri sendiri seperti detik.com, kapanlagi.com, merdeka. com dan sejumlah contoh lainnya. Tetapi, situs berita online tersebut bisa saja merupakan konvergensi dari media cetak dan elektronik, artinya situs tersebut merupakan afiliasi dari organisasi media yang lebih besar seperti kompas.com, liputan6.com, republika.co.id, dan lainnya. Surat kabar versi online ternyata menjadi sumber informasi kedua tertinggi bagi responden untuk mencari informasi terbaru terkait Pandemi Covid-19. Surat kabar cetak hanya mendapat 7,0%, tetapi surat kabar yang sudah memiliki reputasi dan kredibilitas ternyata tidak ditinggalkan oleh pembacanya, hanya berpindah dari media cetak ke media online. Hal ini tentu saja berkaitan dengan karakteristik membaca melalui media online yang lebih efisien karena dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Selain itu, informasi melalui media online juga diperbaharui secara cepat dan teratur, sehingga pembaca dengan mudah dapat menemukan informasi yang memang dibutuhkannya. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 357

Untuk situs jejaring sosial, sumber informasi utama didapat melalui diseminasi informasi melalui Instagram (37,7%), LineToday (34,0%), info diteruskan (forwarded message) didalam grup-grup WhatsApp bersama teman dan kolega (27,6%) dan keluarga besar (27,0%), menonton video rekaman di YouTube (20,7%), serta diseminasi informasi di Twitter (19,4%). Angka-angka tersebut hanya menunjukkan upaya pencarian informasi yang dilakukan secara teratur walaupun mungkin tidak setiap hari. Jika digabung dengan angka persentase yang kadang-kadang menggunakan media sosial untuk mencari informasi terkait Pandemi Covid-19, angkaangka tersebut tentu akan bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi sumber informasi utama bagi responden didalam mendapatkan informasi terkait Pandemi Covid-19 selama masa Pembatasan Sosial. Jika dikaji lebih lanjut, data diatas juga menunjukkan masih kurangnya minat para pengguna media sosial untuk mencari informasi langsung dari website resmi pemerintah. Hanya 28,9 % yang mengaku mengakses website resmi pemerintah atau mendapatkan informasi dari media tradisional seperti televisi (32,1%), radio (5,8) atau surat kabar cetak (7,0). Padahal, sumber informasi tersebut jelas jauh lebih kredibel dan dapat dipercaya dibandingkan dengan media sosial karena informasi yang disajikan sudah melewati sejumlah tahapan validasi. Aktivitas mencari informasi yang hanya tergantung pada media sosial dapat dijelaskan dengan mencari tahu alasan responden menggunakan media sosial selama Masa Pembatasan Sosial. Tabel 2 menunjukkan bahwa alasan utama responden menggunakan media sosial adalah untuk mencari hiburan (91,1%), menjalin jejaring (89,6%), menjalin silaturahmi (88,6%), bekerja (88,6%) dan mengisi waktu (88,6%), barulah mencari informasi 81,9%. Jadi informasi terkait Pandemi Covid-19 yang diterima oleh responden merupakan bagian dari aktivitas saat menggunakan media sosial, bukan karena motif utama untuk mencari informasi. Apalagi situs-situs jejaring sosial memang melakukan diseminasi informasi juga melalui laman-laman yang ada, tetapi informasi yang disajikan sudah merupakan paket informasi yang disusun berdasarkan algoritma pemakaian media tersebut.

Komunikasi dan Informasi 358 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Tabel 2. Alasan Menggunakan Media Sosial selama Masa Pembatasan Sosial Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Kurang Setuju

Setuju

Setuju Sekali

f

%

f

%

f

%

f

%

f

Menjalin silaturahmi dengan keluarga besar

5

1.6

9

2.9

22

7.0

167

53.0

112 35.6 315

100

Aktualisasi diri dengan uploading status terbaru

17 5,4

32

10,2

102

32,4

124

39,4

40

12,7 315

100

Mencari berita & informasi terbaru Pandemi Covid-19

10 3,2

14

4,4

33

10,5

161

51,1

97

30,8 315

100

Melakukan aktivitas kerja selama Pembatasan Sosial

7

2,2

5

1,6

24

7,6

153

48,6

126 40,0 315

100

Mengisi waktu selama masa Pembatasan Sosial

5

1,6

4

1,3

27

8,6

149

47,3

130 41,3 315

100

Menjalin jejaring dengan teman dan kolega

3

1,0

4

1,3

26

8,3

153

48,6

120 41,0 315

100

Mencari hiburan selama masa Pembatasan Sosial

4

1,3

6

1,9

18

5,7

141

44,8

146 46,3 315

100

%

Total f

%

Tabel 2 juga menunjukkan ada 52,1% responden yang menggunakan media sosial sebagai sarana aktualisasi diri dengan aktivitas uploading status terbaru. Untuk mengeksplorasi lebih lanjut perihal aktualisasi Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 359

diri dalam kaitannya dengan infodemik, kepada responden diberikan 4 pernyataan yang berhubungan dengan penyebaran informasi di media sosial, yaitu : (1) Saya selalu berusaha menjadi orang pertama yang menyebarluaskan info Pandemi Covid-19, (2) Saya harus meneruskan info Pandemi Covid-19 sebagai bentuk tanggung jawab anggota komunitas virtual, (3) Saya selalu mengecek situs resmi sebelum meneruskan info Pandemi Covid-19, dan (4) Akurasi nomor dua, yang lebih penting info tentang Pandemi Covid-19 bisa segera tersebar. Tabel 3. Pendapat tentang penyebaran informasi di media sosial Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Kurang Setuju

f

f

f

%

%

%

Setuju

Setuju Sekali

Total

f

%

f

%

Pernyataan 1

45

14,3 66 21,0 147 46,7

53

16,8

4

1,3

315 100

f

%

Pernyataan 2

25

7,9

46 14,6 107 34,0

121 38,4 16

5,1

315 100

Pernyataan 3

11

3,5

20

6,3

39

12,4

149 47,3 96 30,5 315 100

Pernyataan 4

23

7,3

88 27,9

64

20,3

52

16,5 88 27,9 315 100

Jika dibandingkan dengan Tabel 3 yang mengukur pendapat responden terhadap empat pernyataan yang diberikan, ada 18,1% responden yang menyatakan setuju untuk selalu berusaha untuk menjadi orang pertama yang menyebarluaskan info terkait Pandemi Covid-19. Jika ditambah dengan jumlah responden yang menyatakan kurang setuju, persentasenya menjadi 64,8%. Pendapat kurang setuju terhadap pernyataan diatas menunjukkan walaupun tidak sepenuhnya menjadi orang pertama yang menyebarluaskan informasi terkait Pandemi Covid-19, tetapi lebih dari separuh responden cenderung menyetujui pendapat tersebut. Sebanyak 43,5% menyatakan harus meneruskan info terkait Pandemi Covid-19 sebagai bentuk tanggung jawab sebagai anggota komunitas virtual. Ada upaya untuk berbagi informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh orang-orang yang dikenal. Sayangnya, hanya 77,8% responden yang mengaku selalu mengecek situs resmi sebelum meneruskan info terkait Pandemi Covid-19. Bahkan 44,4% menyatakan bahwa, bagi mereka, akurasi nomor dua, karena yang lebih penting adalah bagaimana info tentang Pandemi Covid-19 bisa segera tersebar. Komunikasi dan Informasi 360 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Karakteristik media sosial yang terbuka dan terhubung (connectedness) memudahkan pesan untuk berpindah dari satu ruang ke ruang lainnya didalam komunitas virtual. Akurasi pesan tidak lagi penting karena yang lebih penting adalah pesan terbagi secara cepat ke lebih banyak orang alias viral. Mooney (2009) menyebutkan fenomena tersebut terjadi karena jejaring sosial “memenuhi kebutuhan manusia untuk dikenal sebagai mahluk hidup, dan sebagai anggota dari suatu komunitas. Sebagai mahluk hidup penting bagi individu untuk mendapatkan pesan: Anda Eksis!. Dalam penjelasan lain dari Model Uses and Gratification, individu menggunakan media sosial untuk memuaskan kebutuhan psikologis dan sosial; menjadi bagian dari jejaring sosial (belonging needs) untuk aktualisasi diri (self-actualization needs) agar harga dirinya (self-esteem needs) meningkat (West & Turner, 2014). Merujuk pada penjelasan diatas, tidak mengherankan jika saat ini terjadi diseminasi informasi yang berlebihan tentang Pandemi Covid-19. Banyak orang yang merasa perlu untuk membagi pesanpesan tentang Pandemi Covid-19 agar aktualitas dirinya terpenuhi; menjadi orang pertama yang membagi informasi karena dirasa penting untuk diketahui orang banyak. Sayangnya banyak informasi yang secara disengaja ataupun tidak disengaja disebar-luaskan berlatar belakang kepentingan politik, sosial, ekonomi ataupun motif-motif lainnya. Menyadari banyaknya misinformasi dan disinformasi yang beredar, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) setiap bulan mengeluarkan data tentang informasi salah dan menyesatkan yang disebar melalui media sosial. Pada 12 Maret 2020, Kominfo mencatat 196 hoaks yang berhubungan dengan pandemi Covid-19, namun pada Senin, 23 Maret 2020 jumlahnya meningkat menjadi 305, dan pada 17 April 2020 jumlahnya mencapai 566 kasus. Di tanggal yang sama, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) melalui pemeriksa faktanya secara spesifik mencatat misinformasi dan disinformasi seputar Covid-19 sebanyak 301 berita hoaks (www.covid19.go.id). Hal ini menunjukkan begitu masifnya penyebaran berita dan informasi yang salah tersebut. Sebagai tambahan data, penelitian ini juga menemukan jenis informasi terkait Pandemi Covid-19 yang diterima oleh responden adalah tentang jumlah pasien positif setiap hari (62,5%), tips mencegah Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 361

tertular virus Corona (58,7%), pola penyebaran virus Corona (52,4%), gejala tertular virus Corona (49,8%), fasilitas kesehatan terdekat yang ada di sekitar wilayah responden (41,3%), khasiat bahan herbal untuk mencegah tertular virus Corona (28,3%), dan obat-obat tertentu yang dapat diminum untuk menangkal tertular virus Corona. Penutup Pola penggunaan Internet dan media sosial saat ini telah mengubah cara individu mencari, mengolah, dan mendistribusikan informasi, termasuk misinformasi dan disinformasi, terkait Pandemi Covid-19. Diseminasi informasi yang berlebihan (infodemik) seringkali justru menyebabkan kepanikan dan rasa tidak nyaman di tengah masyarakat, apalagi jika infodemik itu beredar di dalam ruang-ruang komunitas virtual yang terkoneksi secara luas, cepat dan masif. Informasi yang tidak tervalidasi bergerak dari satu jejaring kepada jejaring lainnya tanpa ada satu pihak pun yang mengambil tanggung jawab sebagai sumber informasi. Media sosial menjadi satu alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dengan menjadi orang pertama yang menyebarluaskan info-info terkait Pandemi Covid-19 tanpa merasa perlu untuk mengecek kembali akurasi dan kebenarannya melalui sejumlah situs resmi dan terpercaya.

Komunikasi dan Informasi 362 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Denis, Everette E. & Melvin DeFleur. (2010). Understanding Media in the Digital Age. USA : Pearson Education. Inc. Hansen, D, Ben Shneiderman, and Marc A. Smith (2011). Analizing Social Media Network with NodeXL: Insights from a Connected World. USA: Elsevier, Inc. Hartshorn, Sarah. (2010). 5 Differences Between Social Media and Social Networking. http://socialmediatoday.com/SMC/ 194754, as accessed by Sept 17th, 2013. Joseph B. Walther, et.al. (2011), “Interaction of Interpersonal, Peer, and Media Influence Source Online: A research Agenda for Technological Convergence”, in A Networked Self: Identity, Community and Culture on Social Network Sites, edited by Zizi Papacharissi. New York : Routledge. Kadushin, Charles. (2012). Understanding Social Networks: Theories, Concepts, and Findings. USA: Oxford University Press, Inc. Mooney, Carla. (2009). Online Social Networking: Hot Topics. USA: Cengage Learning. Subrahmanyan, Kaveri. (2010). Teens, Social Media, and Relationships. The Prevention Researcher, Volume 17. Supplement. December 2010. www.TPRonline.org. Walther, Joseph B., et.al. (2011). “Interaction of Interpersonal, Peer, and Media Influence Source Online; A research Agenda for Technological Convergence”, in A networked Self ; Identity, Community and Culture on Social Network Sites, edited by Zizi Papacharissi, New York : Routledge. Watkins, Craig. (2009). The Young and The Digital : What the Migration to Social Network Sites, Games, and Anytime, Anywhere Media Means for Our Future. USA : Beacon Press West, Richard and Lynn H. Turner. (2014). Introducing Communication Theory: Analysis and Application. Fifth Edition. USA : MC.GrawHill International Edition. Wigmore, Ivy. (2012). “What is Social Media?”, http://whatis.techtarget. com/definition/social-media, as accessed on September 12th, 2013. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 363

INSTAGRAM MEDIA INFORMASI PUBLIK WORKOUT FROM HOME DI TENGAH PANDEMI COVID-19 Dendy Riksandi, Dasrun Hidayat

Pendahuluan Aktivitas workout sudah banyak dikenal di kalangan milenial. Istilah workout sendiri lazim dikenal sebagai sebuah aktivitas fisik yang dilakukan di tempat kebugaran tubuh dengan pendampingan dari seorang pelatih/trainer. Workout merupakan latihan olahraga penggabungan dari calisthenics dengan bodyweight exercise. Calisthenics adalah latihan dengan beberapa gerakan sederhana, mengikuti irama dan biasanya dilakukan tanpa meggunakan equipment. Bodyweight exercise diartikan sebagai latihan kekuatan yang menggunakan berat badan (Gumilar, Merdekawati Kusmayadi, & Zulfan, 2018). Di tahun 2020, aktivitas workout diakukan dari rumah atau workout from home. Situasi ini menyusul adanya penyebaran pandemi COVID-19 yang menyebabkan kegiatan sosial mulai dibatasi. Bahkan pemerintah di tiap negara mengeluarkan kebijakan Work from Home (WfH). Aktivitas yang biasanya dilakukan diluar rumah harus dialihkan dan terpaksa dilakukan di dalam rumah (WHO, 2020). Adanya pola hidup sehat diharapkan dapat meningkatkan imunitas tubuh sehingga stabilitas kekebalan tubuh akan membantu mencegah penyebaran COVID-19 atau memutus mata rantai wabah tersebut (Telaumbanua, 2020). Menjaga pola hidup sehat (healthy lifestyle) salah satunya dengan aktivitas olahraga (exercise). Melakukan gerakan hidup sehat secara rutin menjadi sebuah gerakan yang bermanfaat. Namun, melakukan olahraga di rumah atau workout from home ternyata lain dengan aktivitas olahraga di tempat kebugaran. Kurangnya alat kesehatan (equipment) dan panduan pendampingan dari pelatih menjadi kendala yang harus dialami oleh masyarakat. Hal ini menjadi satu halangan untuk melakukan gerakan hidup sehat. Perkembangan teknologi menjadi sebuah jalan keluar atas masalah yang dialami. Sebagai alat komunikasi, media sosial menjadi tempat di Komunikasi dan Informasi 364 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

mana keterbukaan informasi bagi publik dapat diakses. Orang-orang dapat secara luas membagikan aktivitas workout yang dilakukan di rumah. Terhitung sejak 15 April 2020 di Instagram terdapat 266 ribu postingan dengan #workoutfromehome. Disertai gerakan sejenisnya seperti #quarantineworkouts sebanyak 19,1 ribu postingan dan 5000 lebih postingan dengan #covidworkout. Instrumen yang paling efektif dalam melakukan aktivitas workout di rumah dapat menggunakan media sosial. Media sosial lebih dipilih karena mudah dalam menggunakannya (Hidayat, Kuswarno, Zubair, & Hafiar, 2018). Media sosial lebih digandrungi oleh anak milenial karena pengetahuannya tentang teknologi (Hidayat, 2014). Dari definisi tersebut dapat dipahami masyarakat dapat melakukan aktivitas komunikasi secara bebas dan luas. Hal penting yang harus dipahami oleh masyarakat adalah pengelolaan informasi yang tepat guna dikala kondisi dan situasi saat ini. Hal ini yang menjadi alasan pentingnya penelitian ini dilakukan. Membangun gerakan bersama untuk memberikan penyadaran pada publik tentang hidup sehat di masa pandemi COVID-19. Selain itu, media sosial merupakan alat terbaik dalam memberikan informasi gerakan tersebut kepada publik. Hal ini diperkuat dengan situasi bahwa semua aktivitas dilakukan dari rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses penyebaran informasi workout from home di instagram sebagai informasi publik di tengah pandemi COVID-19. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan karakteristik pesan yang disampaikan pada media instagram tersebut. Para pengguna media sosial instagram menggunakan media sebagai alat digital promotion dalam mengkampanyekan pola hidup sehat. Setiap pengguna instagram dapat menyampaikan informasi yang dapat memberikan dampak bagi para pengikutnya atau pengguna media sosial lainnya. METHODOLOGY OF RESEARCH Penelitian tentang instagram media informasi publik terkait kegiatan workout from home di tengah pandemi covid-19 ini, dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan hasil penelitian berupa tulisan kata-kata atau kalimat meliputi proses sebaran informasi workout from Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 365

home, dan pengelolaan pesan di instagram. Penelitian tidak bermaksud untuk mengkuantifikasikan hasil atau menghitung data (Afrizal, 2017). Metode deskriptif kualitatif mengedepankan hasil asumsi atas realitas workout from home. Realitas tesebut sebelumnya diklasifikasikan sehingga mempermudah peneliti ketika melakukan deskripsi data (Hidayat & Hafiar, 2019). Obyek dalam penelitian ini adalah informasi publik workout from home di instagram. Subyek dalam penelitian ini yaitu social activist dan entrepreneur. Subyek atau informan penelitian ditentukan melalui teknik purposif. Pemilihan informan dipilih berdasarkan kriteria individu yang dianggap memahami mengenai pemasalahan yang sedang diteliti. Kriteria informan yang dipilih oleh peneliti diantaranya: (1) pengguna aktif media sosial instagram; dan (2) memposting kegiatan workout from home di akun pribadi instagram; (3) memiliki peranan dalam mempengaruhi pengikutnya (influencer). Informan terpilih merupakan Duta Muda Asean 2019 (ASEAN Youth Ambassador 2019) dan juga 50 besar dari The New L-Men Of The Year sebuah kompetisi bagi pria yang menjadi influencer dalam gaya hidup sehat. RESULT AND DISCUSSION Instagram Media Komunikasi di Tengah Pandemi Pada tahap ini peneliti mengkaji mengenai makna media sosial di tengah pandemi COVID-19. Disini peneliti akan memaparkan bagaimana pengguna media sosial instagram dalam memaknai media sosial sebagai kebutuhan komunikasi di tengah pandemic COVID-19. Dengan memaknai media sosial sebagai alat komunikasi, diharapkan interaksi akan tetap berjalan di masa pandemi walaupun hanya melalui saluran teknologi. Media sosial merupakan media yang penggunanya secara mudah melakukan partisipasi, berbagi, dan membuat pesan (Nadya & Hidayat, 2016). Media sosial yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah media sosial instagram. Instagram memiliki karakteristik sendiri dimana menonjolkan kabar berita melalui gambar, audio-video, maupun teks secara bersama. Instagram sebagai media sosial yang instan dan cepat dalam menyajikan informasi (Surijah, Kirana, & Wahyuni, 2017). Hootsuite menyatakan media sosial instagram merupakan platform Komunikasi dan Informasi 366 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

media sosial no 4 paling aktif di Indonesia (Hanindharputri & Putra, 2019). Sementara itu, informan penelitian berpendapat bahwa media sosial seperti instagram, sejatinya menjadi sebuah platform untuk berbagi cerita baik dalam bentuk tulisan, video maupun gambar. Informan mengaku bahwa ia mengelola instagramnya untuk berbagi tentang kegiatan #dirumahaja. Konten yang disampaikan terkait beberapa tips kesehatan untuk memenuhi nutrisi selama pandemi COVID-19. Senada dengan pengakuan informan lainnya bahwa kegiatan berbagi informasi melalui instagram, dimaksudkan untuk membangun kesadaran masyarakat agar peduli terhadap kesehatan. “saya pake instagram dibandingkan medsos yang lain, biasanya dipake untuk berbagi info kesehatan supaya masyarakat sadar menjaga kesehatan itu penting untuk saat ini”. Kesadaran tersebut diharapkan mampu meningkatkan daya tahan tubuh sehingga terhindar dari kemungkinan terinveksi COVID-19. Menjaga kesehatan melalui workout from home dilakukan di media sosial sebagai bentuk nyata membantu pemerintah memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Membagikan informasi di media sosial dinilai efektif dalam kondisi pandemi saat ini. Hal ini yang menyebabkan instagram banyak digunakan masyarakat dari berbagai kalangan. Media sosial merupakan media yang disampaikan melalui online, dan memudahkan penggunanya untuk aktif berperan serta dapat saling bertukar dimana ciri sebaran informasinya dari satu ke banyak sasaran (Budiman, Arif, & Roem, 2019). Sebaran Informasi Workout From Home di Instagram Informan menyebarkan informasi mengenai workout from home dalam akun instagram pribadinya. Gerakan workout yang paling umum dan popular diantaranya Pull-ips, Chin-ups, Push-ups, Dips, Muscle-Ups, Sit-Ups, Crunches. Tujuan dari workout sendiri yakni untuk meingkatkan kekuatan tubuh, fleksibilitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor seperti balance, kelincahan dan koordinasi (Gumilar et al., 2018). Informan menjelaskan bahwa informasi workout yang disampaikan diproduksi dalam bentuk video per-workout (per-muscle group). Informasi yang disampaikan meliputi variasi workout, repetisi (pengulangan), set dan rest time (waktu istirahat). Sedangkan teknik Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 367

penyebaran informasi workout yakni melalui fitur hastag instagram. Teknik ini diakui mampu membantu orang lain dalam mencari informasi workout from home dengan mudah. Frekuensi pesan disampaikan secara berkesinambungan melalui hastag workout sehingga memudahkan pengguna dalam mencari informasi, memberikan komentar, dan membagikan informasi workout tersebut pada orang lain. Bahkan instagram memperbolehkan pengguna menjadi pengikut atau mengikuti akun pengguna lain (Siregar & Rahmansyah, 2020). Selain itu, pengguna instagram dapat memberikan feedback terkait informasi workout. Instagram memberikan peluang kepada pengguna untuk memberikan penilaian terhadap informasi baik itu berupa foto, video maupun teks yang telah diunggah oleh pengguna lainnya. Sebaran informasi tentang workout from home dengan memanfaatkan media instagram sangat membantu informasi tersebut dikonsumsi oleh publik secara cepat. Hal ini selaras dengan karakteristik instagram sebagai media sosial yang mampu menyampaikan informasi secara instan (Surijah et al., 2017). Kondisi ini didukung pula oleh perkembangan teknologi sehingga mampu mematahkan jarak antara makrososial dan mikrososial bahkan juga antara makrobudaya dan mikrobudaya (Kango, 2015). Dalam postingan workout from home pertama, informasi yang disampaikan oleh informan dalam akun instagram pribadinya berupa bodyweight legs home-workout (Set latihan kaki di rumah). Terdapat enam slide video latihan yang dilengkapi dengan panduan berupa teks. Slide pertama adalah lunge split dilakukan dalam 3 sets, 15 reps, dan 60 secs rest. Pada slide kedua dilakukan drop squat touch dalam 3 sets, 15 reps,60 secs rest. Di slide ketiga lunge kicks dilakukan dalam 4 sets (2 kanan dan 2 kiri), 15 reps, 60 sect rest. Selanjutnya slide 4 static side lunge dilakukan dalam 4 sets (2 kanan dan 2 kiri), 15 reps, 60 secs rest. Berikutnya pada slide 5 squat jump dilakukan 3 sets,10 reps, 60 secs rest. Pada slide terakhir squat jacs dilakukan dalam 3 sets, 15 reps, 60 secs rest. Latihan ini berguna untuk membakar lemak dan efektif dalam membentuk otot bagian tubuh bahwah.

Komunikasi dan Informasi 368 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 3.1. Bodyweight Legs Home Workout Sumber: akun instagram informan/instagram.com/darmawan.iqbal

Informasi workout from home berikutnya adalah gym bag arms home-workout. Dalam postingan kali ini, informan melakukan olahraga menggunakan alat berupa tas yang diisi beban dengan beberapa pakaian dan botol minum. Alat yang digunakan dalam aktivitas workout ini menggantikan dumbbell yang biasa digunakan di tempat kebugaran. Terdapat 8 slide video latihan. Pertama wide grip gym bag curl yang dilakukan dalam 3 sets, 12 reps, 60 secs rest. Kedua close grip gym bag curl yang dilakukan dalam 3 sets, 12 reps, 60 secs rest. Ketiga totebag biceps curl dilakukan dalam 4 sets, 12/10/8/8 reps,60 secs rest. Keempat totebag biceps side curl dilakukan dalam 3 sets, 12/10/8/8 reps, 60 secs rest. Kelima gym bag arms extention dilakukan dalam 3 sets, 12 reps, 60 secs rest. Keenam totebag tricep kickbacks dilakukan dalam 4 sets, 12/10/8/8 reps, 60 secs rest. Berikutnya single arm overhead tricep ext dilakukan dalam 4 sets, 12/10/8/8 reps, 60 secs rest. Terakhir overhead triceps extention dilakukan dalam 3 sets, 12 reps, 60 secs rest. Informasi workout from home ini juga di bagikan ulang oleh sebuah portal akun instagram kesehatan bernama @muscleid. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 369

Selanjutnya informasi workout from home yang dibagikan informan adalah band shoulder home-workout. Dalam postingan kali ini 10 slide video disajikan beserta teks sebagai penjelasan. Dalam slide pertama band front press dilakukan dalam 3 sets, 12 reps, 60 secs rest. Selanjutnya band lateral raise dilakukan dalam 3 sets, 15 reps, 60 secs rest. Ketiga band upright row dilakukan dalam 3 sets, 15 reps, 60 secs rest. Keempat single lateral raise dilakukan dalam 3 sets, 15 reps, 60 secs rest. Kelima single front raise dilakukan dalam 3 sets, 15 reps, 60 secs rest. Keenam band face pull dilakukan 3 sets, 15 reps, 60 secs rest. Slide ketujuh band press dilakukan dalam 3 sets, 12 reps, 60 secs rest. Berikutnya band rear delt dilakukan dalam 3 sets, 12 reps, 60 secs rest. Sembilan shrugs dilakukan dalam 3 sets, 12 reps, 60 secs rest. Untuk slide ke 10 merupakan kolaborasi dengan sebuah produk susu penambah massa otot l-men untuk dikonsumsi sebagai asupan protein dalam muscle recovery dan development. Workout from home lainnya dalam akun instagram pribadi informan adalah home abs workout. Yang menarik disini adalah informasi yang disampaikan bukan hanya untuk menjaga kesehatan, namun juga untuk pembentukan tubuh atletis. Terdapat 6 slide video latihan yang disertai teks. Pertama, jackknifes dilakukan dalam 3 sets, 10 reps, 60 secs rest. Pada slide kedua crunches dilakukan dalam 3 sets, 10 reps, 60 secs rest. Di slide berikutnya plank hip raise yang dilakukan dalam 3 sets, 10 reps, 60 secs rest. Selanjutnya leg dan hip raise dilakukan dalam 3 sets, 10 reps, 60 secs rest. Dalam slide kelima Russian twist dilakukan 3 sets, 10 reps, 60 secs rest. Terakhir sit ups dilakukan dalam 3 sets, 10 reps, 60 secs rest. Chest home-workout menjadi postingan kelima dalam sebaran informasi workout from home yang dalam akun instagram informan. Sebanyak sembilan video latihan. Mengawali band push up yang dilakukan dalam 5 round, 10 reps, 60 secs rest. Selanjutnya single band fly dilakukan dalam 3 round, 12 reps, 60 secs rest. Setelah itu overhead band ext dilakukan 3 round, 15 reps, 60 secs rest. Pada slide keempat cross body fly dilakukan 3 round, 15 reps, 60 secs rest. Pada slide berikutnya band triceps ext dilakukan 3 round, 15 reps, 60 secs rest. Slide keenam alt wide/close push up dilakukan dalam 5 round, 10 reps, 60 secs rest. Ketujuh press up jacks dilakukan dalam 5 round, 10 reps, 60 secs rest. Kedelapan spider crunches dilakukan dalam 5 round, 10 reps, 60 secs Komunikasi dan Informasi 370 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

rest. Diakhiri dengan body weight triceps ext dilakukan dalam 5 round, 10 reps, 60 secs rest. Dari hasil studi pustaka dalam akun instagram pribadi informan dapat dilihat bahwa informasi yang disampaikan cukup lengkap. Informasi yang disajikan berupa video latihan sebagai contoh/guide untuk bisa diikuti oleh masyarakat. Tahapan-tahapannya dijelaskan melalui teks untuk menambah wawasan mengenai gerakan-gerakan olahraga dan sebagai panduan agar lebih mudah diikuti. Informasi yang disampaikan cukup efektif dan lengkap sehingga memudahkan masyarakat melakukan aktivitas workout from home di masa pandemi ini. Setiap postingan mencantumkan #homeworkout merupakan sebuah cara dalam mempromosikan gaya hidup sehat di tengah pandemi COVID-19.

Gambar 3.2 Contoh Fitur Like & Comment Instagram Sumber: akun instagram informan/instagram.com

Membagikan informasi workout from home di instagram dapat diberikan feedback oleh para penerimanya secara langsung dengan fitur like dan comment. Fitur like berfungsi untuk memberikan feedback kepada penyebar informasi jika penerimanya merasa suka. Dengan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 371

fitur comment penerima pesan dapat memberikan komentar dengan menuliskan isi komentar dan dapa dilihat oleh pengirim pesan maupun oleh pengguna lainnya. Kegunaan dari kedua fitur dalam instagram tersebut membantu mengefektifkan alur pesan. Hal ini senada dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa fasilitas jejaring sosial secara tak terbatas telah memperluas kemungkinan di luar hambatan kontak langsung yang terlokalisasi (Sarasohn-Kahn, 2008). Melakukan workout from home sangat dianjurkan dalam kondisi saat ini. Seperti yang disampaikan oleh informan Iqbal Darmawan bahwa ketika di rumah seperti sekarang ini justru aktivitas fisik kita semakin berkurang dan akan berimbas pada tingkat imunitas tubuh, tubuh mulai lelah, dan massa otot berkurang. Workout from home akan membantu agar tubuh tetap fit, imun tubuh tetap terjaga dan akan merasa lebih segar. Di tengah pandemi seperti ini masyarakat membutuhkan informasi mengenai workout from home atau hal-hal lain untuk tetap stay active dalam masa pandemi di rumah. Melakukan olahraga dari rumah workout from home memang tidak akan sama dengan panduan atau pendampingan dari pelatih di tempat kebugaran. Mendapatkan pendampingan secara langsung dari trainer akan lebih efektif karena dalam pelaksanaanya interaksi yang terjadi bisa langsung secara dua arah. Namun demikian, adanya pandemi seperti saat ini tentu saja olahraga dari rumah dinilai sangat membantu. Oleh karena itu, dengan adanya informasi workout from home di instagram diharapkan dapat membantu sekaligus menjadi panduan masyarakat untuk berolahraga dari rumah. Langkah ini tentu saja akan menjadi sebuah kontribusi nyata dalam memberikan pengetahuan tentang hidup sehat bagi masyarakat di tengah pandemi COVID-19. CLOSING Berdasarkan hasil data yang telah diperoleh dan dianalisis, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut. 1.

Workout dilakukan sebagai salah satu cara dalam menjaga pola hidup sehat. Istilah work out sendiri merupakan sebuah aktivitas olahraga (exercise) yang dilakukan di tempat kebugaran dengan pendampingan dari trainer. Workout merupakan gabungan dari calisthenics dan bodyweight exercise. Tujuan dilakukannya workout

Komunikasi dan Informasi 372 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

adalah untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Selama pandemi COVID-19, workout dilakukan di rumah atau workout from home dengan menggunakan panduan dari media instagram. 2.

Pengguna instagram memaknai media sosial sebagai alat komunikasi yang paling efektif dalam kondisi pandemi COVID-19. Pemanfaatan media sosial instagram dalam kondisi saat ini, menjadi saluran komunikasi yang efektif dalam menyebarkan informasi kesehatan bagi masyarakat mengenai workout from home di tengah pandemi COVID-19.

3.

Pesan terkait informasi publik workout from home di instagram diproduksi dalam bentuk video latihan berupa audiovisual, serta dilengkapi teks sebagai panduan. Pesan dapat diakses dengan mudah melalui hastag workout. Frekuensi pesan disampaikan secara berkesinambungan sehingga memudahkan pengguna dalam mencari informasi, memberikan komentar, dan membagikan informasi workout tersebut pada orang lain.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 373

REFERENCES Afrizal. (2017). Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu (Edisi.1 Ce). Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA. Budiman, Arif, E., & Roem, E. R. (2019). PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL SEBAGAI SARANA PROMOSI PERPUSDA KABUPATEN BELITUNG TIMUR. Jurnal Ranah Komunikasi, 3, 34–44. Gumilar, G., Merdekawati Kusmayadi, I., & Zulfan, I. (2018). Komunitas Olah Raga Untuk Kaum Urban Bandung: Membangun Jaringan Komunikasi Melalui Media Sosial. Jurnal Riset Komunikasi, 1, 158–169. Hanindharputri, M. A., & Putra, I. K. A. M. (2019). Peran Influencer dalam Strategi Meningkatkan Promosi dari Suatu Brand ( The Role of Influencer in Strategies to Increase Promotion of a Brand ). Seminar Nasional Sandykala, (29), 335–343. Hidayat, D. (2014). Media Public Relations. Jogjakarta: Graha Ilmu. Hidayat, D., & Hafiar, H. (2019). Nilai-nilai budaya soméah pada perilaku komunikasi masyarakat Suku Sunda. Jurnal Kajian Komunikasi, 7(1), 84–96. Hidayat, D., Kuswarno, E., Zubair, F., & Hafiar, H. (2018). Public Relations Communication Behavior Through a Local-Wisdom Approach : The Findings of Public Relations Components Via Ethnography as Methodology. Malaysian Journal of Communication, 34(3), 56–72. Kango, A. (2015). Media dan Peribahan Sosial Budaya. Farabi, 12, 20–34. Nadya, K., Hidayat, D., & BSI, U. (2016). Makna Hubungan Antarpribadi Melalui Media Online Tinder. Jurnal Komunikasi, III(1), 1–11. Sarasohn-Kahn, J. (2008). The Wisdom of Patients: Health Care Meets Online Social Media California HealtHCare foundation About the Author. ComScore Networks ComScore Networks Meredith Abreu Ressi Manhattan Research Resolution Health, (April). Siregar, C. N., & Rahmansyah, S. (2020). Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Implementasi Program Jabar Digital Dalam Akun Instagram Ridwan Kamil Sebuah Kajian Sosio-Digital. Jurnal Sosioteknologi, 18(3), 369. http://doi.org/10.5614/sostek. itbj.2019.18.3.5 Komunikasi dan Informasi 374 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Surijah, E. A., Kirana, C. T., & Wahyuni, N. P. J. D. (2017). Intuisi 9 (1) (2017). Intuisi Jurnal Psikologi Ilmiah, 9(1), 26–38. Telaumbanua, D. (2020). Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan Covid-19 di Indonesia. Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Agama, 12(1), 59–70. WHO. (2020). #COVID Coronavirus Disease 2019: Situation Report 72. DroneEmprit (Vol. 2019).

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 375

KONSUMSI HOAX DI ERA PANDEMIC Gayes Mahestu

Berbicara Covid-19 saat ini sudah tidak asing lagi ditelinga kita semua, mungkin lain halnya ketika akhir tahun lalu dimana virus ini baru muncul di Wuhan Cina (Guan et al., 2020). Ketika itu masyarakat kita tidaklah terlalu terfokus dengan pemberitaan, situasi yang dianggap krisis karena masih jauh dengan Indonesia. Popularitas Covid-19 dalam percakapan sosial media mengalahkan ramainya Pilpress, padahal kita sama-sama tahu Pilpres kala itu begitu panas dan mampu membuat dikotomi dalam masyarakat bahkan dianggap membuat perpecahan bangsa (Huda & Fadhlika, 2019). Ketika diumumkan adanya kasus positif pertama terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020) rasa ingin tahu dan simpati masyarakat Indonesia terhadap korban Covid-19 mulai berubah menjadi kekawatiran yang kemudian berlanjut pada ketakutan. Situasi kepanikan yang biasa hanya dilihat dimedia, baik konvensional maupun media digital mulai dijumpai disekitar kita. World Health Organization (WHO) sebagai Lembaga Kesehatan Dunia pada tanggal 12 Maret 2020 mengumumkan situasi darurat Covid-19 sebagai pandemi sehingga perlu direspon dan ditangani secara khusus. Kebijakan yang dianggap tidak stabil memicu kekhawatiran akan terjadinya krisis ekonomi dan resesi. Pada beberapa negara di awal kemunculan Covid-19 bahkan cenderung menyangkal urgensi dan dampaknya bagi masyarakat, (Wawan Mas’udi; Poppy S Winanti, 2020) dan hal ini juga yang terjadi pada pemerintah Indonesia sebelum kemudian diambil langkah-langkah penanganan melalui pembatasan sosial (social distancing) , isolasi diri, dan pembatasan perjalanan, PSBB dan lainnya. Pandemik ini telah menyebabkan berkurangnya tenaga kerja di semua sektor ekonomi dan menyebabkan banyak pekerjaan hilang. Sekolah telah ditutup, dan kebutuhan akan komoditas dan produk manufaktur telah menurun. Situasi dunia yang semakin memanas akibat Covid-19, jumlah kematian yang tinggi, eksploitasi narasi negatif media, informasi simpang siur, munculnya berbagai konspirasi, juga rendahnya keterbukaan pemerintah memunculkan celah yang kemudian disusupi Komunikasi dan Informasi 376 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

oleh berita bohong atau hoax. Menurut kamus Merriam-Webster, makna hoax adalah “suatu tindakan yang dimaksudkan untuk mengelabui atau menipu.” Kamus Cambridge mendefinisi hoax sebagai suatu rencana untuk menipu seseorang, seperti memberitahu polisi bahwa ada bom di suatu tempat padahal tidak ada; suatu trik. Hoax biasanya ditulis atau dibuat untuk tujuan agar disebarkan (forward) kepada sebanyak-banyaknya orang. Beberapa hoax memanfaatkan rasa takut manusia, atau rasa simpati pada orang lain (Paxson, 2004). Jika merunut terkait hoax di Indonesia, hingga saat ini terusmenerus berjuang dalam memberantas peredaran hoax atau berita bohong. Seperti diketahui semenjak tahun 2002-2016 menunjukan kecenderungan hoax terus meningkat, yakni 8.617 kasus bahkan lebih dari separuhnya atau sekitar 4600 kasus terjadi di tahun 2016 (Kominfo. go.id, 2017) dimana tahun politik dimulai. Seperti yang dilansir antaranews, Indonesia telah dinyatakan darurat hoax (Republika, 2017) dan kondisi ini semakin memburuk ketika Pilpres berlangsung berdasarkan data yang dirilis baik oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Badan Intelijen Negara (BIN) indikasi situs penyebar informasi palsu maupun konten hoax menunjukan jumlah dan persentase yang sangat besar (Tribunnews, 2019). Tahun lalu dari total 1.731 hoax sejak Agustus 2018 hingga April 2019 yang diidentifikasi, diverifikasi dan divalidasi oleh Tim AIS Kemekominfo, didominasi hoax kategori politik diangka 620 item hoax. Disusul 210 hoax kategori pemerintahan, 200 hoax kategori kesehatan, 159 hoax terkait fitnah, 113 hoax terkait kejahatan dan sisanya hoax terkait isu agama, bencana alam, mitos, internasional dan isu lainnya dan April disinyalir memiliki jumlah item hoax tertinggi yakni 486 konten hoax (Detik.com, 2019). Lantas bagaimana dengan tahun ini? Dimana kondisi masyarakat sedang rentan dengan berbagai ketidakpastian. Sebagai contoh terkait dengan bagaimana informasi hoax yang beredar di Indonesia, penulis melakukan riset sederhana yang mengambil sampel data persebaran hoax dan disinformasi yang telah diklarifikasi oleh Kominfo di bulan April 2020 saja telah ditemukan sebanyak 298 informasi hoax dan disinformasi. Hal demikian, dapat digambarkan pada tabel 1.1 berikut. Hampir tiap hari hoax atau berita bohong dikonformasi oleh Kominfo hal ini menunjukan banyaknya infodemik di masyarakat dimulai dari penanganan covid-19, korban, kebijakan, korban, bahkan terkait dengan tokoh-tokoh Dunia. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 377

Gambar 1. Jumlah Hoax dan Disinformasi (April 2020) Sumber: Hasil Olah Data (Mahestu, 2020)

Meskipun telah ada sejak zaman dahulu, hoax di era digital saat ini menjadi permasalahan yang sangat berbahaya karena persebarannya begitu cepat. Jalur penyebaran semakin cepat dengan adanya media online, juga aplikasi sosial media. Apalagi jika isu yang biasa diangkat sekitar SARA dan dapat mengganggu stabilitas keamanan negara. Informasi yang tersebar seringkali mengadu domba dan memecah belah masyarakat. Muncul overload informasi yang dibalut dengan hoax, atau juga dikenal dengan istilah infodemik. Infodemik ini mengarah pada informasi berlebih akan sebuah masalah, sehingga kemunculannya dapat mengganggu usaha pencarian solusi terhadap masalah tersebut (BeritaSatu.com, 2020) Hal ini juga didukung dengan pernyataan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus Februari lalu bahwa “We’re not just fighting an epidemic; we’re fighting an infodemic” (Zarocostas, 2020). Kemajuan teknologi memungkinkan hoax menyebar secara masih dan cepat. Inilah mengapa menjadi sulit dalam menangani persebaran hoax di Indonesia termasuk terkait dengan Covid-19. Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut. Komunikasi dan Informasi 378 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 2. Platform yang digunakan dalam persebaran Hoax dan Disinformasi Sumber : Hasil Olah Data (Gayes Mahestu, 2020)

Tidak hanya masyarakat, sebetulnya wartawan dapat menjadi korban dari hoax karena seringkali berita hoax mengambil sebagian konten dari hasil rilis media resmi dan sebagian lagi adalah rekaaan. Wartawan pun kadangkala dapat terjebak dalam situasi dimana mereka tidak mengikuti prosedur sehingga kualitas berita yang dihasilkan tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menggiring ke arah hoax yang tidak disengaja. Seperti yang terjadi diawal krisis Covid-19, beberapa media di Indonesia terjebak dengan arus konspirasi yang sebenarnya muncul di sosial media yang kemudian diajadikan rujukan arus utama pemberitaan. (Wawan Mas’udi; Poppy S Winanti, 2020 : 339) Karenanya, seringkali masyarakat kesulitan membedakan kebenaran dari berita tersebut. Penulis mencoba mengkategorisasikan hoax yang muncul pada bulan April, sebagai berikut:

Tabel 3. Sebaran Isu yang Diangkat Sumber: Hasil Olah Data (Gayes Mahestu, 2020) Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 379

Isu hoax yang muncul terkait dengan isu sosial dan kriminal, hal ini bisa dipahami mengingat kondisi masyarakat Indonesia yang didominasi ekonomi menengah dan diperburuk dengan tingkat melek informasi masyarakat yang masih relatif rendah. Media Indonesia memberitakan riset yang dilakukan Central Connecticut State University in the US pada tahun 2016 bahwa tingkat literasi Indonesia berada di posisi ke-61 atau dua terbawah setelah negara Botswana. (MediaIndonesia.com, 2016). Tingkat melek informasi berubungan dengan gampangnya masyarakat terprovokasi atu tergiring oleh hoax. Tabel 1. Nada Pesan Yang Disajikan Cakupan

Pesan Bernada Positif

Pesan Bernada Negatif

Lokal

60

152

Nasional

7

30

Internasional

13

36

Jumlah

80

218

Sumber : Hasil Olah Data (Gayes Mahestu, 2020)

Dilihat dari kecenderungan nada hoax yang beredar rata-rata nada yang beredar berkonotasi negative (hoax yang dikemas berupa ancaman, hinaan , ketakutan, kecaman dan hal negative lainnya). Sedangkan untuk yang positif biasa diungkapkan dengan doa dan himbauan terkait dengan informasi Covid-19. Pada sebuah kajian dikatakan orang percaya dan berbagi informasi yang salah terkait dengan COVID-19 dan menunjukkan serangkaian intervensi berdasarkan dorongan akurasi bahwa platform media sosial dapat menerapkan informasi yang salah secara langsung. (Pennycook, McPhetres, Zhang, & Rand, 2020)which has bred a multitude of falsehoods even as truth has increasingly become a matter of life-anddeath. Here we investigate why people believe and spread false (and true. Sebetulnya pemerintah mengadakan berbagai upaya dalam penanggulangan hoax di Indonesia, berbagai pertemuan baik dengan forum dewan pers, google, facebook dan lainnya digagas untuk mencari penanggulangan efektif. Pemerintah juga mendorong masyarakat aktif dalam penanggulangan hoax dan mendukung munculnya forumforum anti hoax seperti misalnya turnbackhoax.id. Namun sekali lagi gencarnya sebaran hoax lebih sulit dibendung dibandingkan dengan Komunikasi dan Informasi 380 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

sebaran yang terlanjur menyebar di masyarakan, pergerakan hoax lebih cepat dibandingkan penanganan yang dilakukan. Dalam hal ini dapat dilihat sebagai berikut. Pada gambar 1.1 salahsatu disinformasi yang dikonfirmasi oleh Kominfo pada tanggal 23 April 2020 di lihat oleh 267 per tanggal 29 Juni 2020 (Https:// www.kominfo.go.id/, 2020) namun jika dilihat pada gambar bahwa berita tersebut telah dibagikan sebanyak 1,6 ribu kali, hal ini sangat tidak sebanding dengan seberapa banyak yang melihat konfirmasi dari Kominfo.

Gambar 1. Contoh Disinformasi yang dikonfirmasi Kominfo Sumber : Hasil Olah Data (Gayes Mahestu, 2020)

Simpulan Hoax di media-media Indonesia diera Covid-19 masih banyak ditemukan dan seringkali dikemas dalam bentuk berita, diikuti infografis dan meme. Penyebaranya lebih kepada media-media yang muncul di media sosial. Saat ini banyak portal media yang ditutup pemerintah karena terbukti menyebarkan konten hoax atau disinformasi Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 381

bernada negatif. Sebaran konstruksi hoax di media-media Indonesia dilakukan secara masif dan sebagian besar terstruktur, infodemik disebarkan melalui berbagai platform media sosial yang kemudian akan berdampak terhadap kehidupan masyarakat. Penggunaan media sosial memungkinkan penyebaran yang lebih cepat dan luas . Adanya konstruksi realitas hoax di media massa Indonesia menunjukan bahwa dibutuhkan kerjsama dari berbagai pihak seperti penyedia platform, media resmi dan kredibel, organisasi sosial, akademisi juga masyarakat yang berperan aktif dalam pemberantasan hoax. Literasi digital diperlukan sehigga sebagai masyarakat tutur dapat memahami cara yang tepat dalam bertukar gagasan di platform digital tanpa membuat isu menjadi melebar dan meluas. Juga masyarakat lebih selektif dalam memilah media – media yang akan dijadikan konsumsi informasi.

Komunikasi dan Informasi 382 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka BeritaSatu.com. (2020). Ancaman Infodemic Dapat Memperburuk Pandemi Covid-19. Retrieved June 29, 2020, from https://www. beritasatu.com/digital/622313-ancaman-infodemic-dapatmemperburuk-pandemi-covid19 Detik.com. (2019). Temuan Kominfo: Hoax Paling Banyak Beredar di April 2019. Retrieved May 1, 2020, from https://inet.detik.com/lawand-policy/d-4532214/temuan-kominfo-hoax-paling-banyakberedar-di-april-2019?_ga=2.74365650.13385749.15882349551569547903.1588234955 Guan, W., Ni, Z., Hu, Y., Liang, W., Ou, C., He, J., … Zhong, N. (2020). Clinical characteristics of coronavirus disease 2019 in China. New England Journal of Medicine, 382(18), 1708–1720. https://doi. org/10.1056/NEJMoa2002032 Https://www.kominfo.go.id/. (2020). [DISINFORMASI] Dari Ratusan Ribu Tahanan Tidak Ada Satupun Aktivis Islam yang Dibebaskan di Tengah Wabah Covid-19. Retrieved June 29, 2020, from https:// www.kominfo.go.id/content/detail/26018/disinformasi-dariratusan-ribu-tahanan-tidak-ada-satupun-aktivis-islam-yangdibebaskan-di-tengah-wabah-covid-19/0/laporan_isu_hoaks Huda, K., & Fadhlika, Z. A. (2019). “Pemilu Presiden 2019 : Antara Kontestasi Politik dan Persaingan Pemicu Perpecahan Bangsa. Jurnal Ilmu Politik, 547–562. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease (COVID-19). Direkorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit, 1–88. Kominfo.go.id. (2017). Kementerian Komunikasi dan Informatika. Retrieved May 1, 2020, from https://kominfo.go.id/content/ detail/8904/melawan-hoax/0/sorotan_media MediaIndonesia.com. (2016). Minat Baca Indonesia, Peringkat 60 dari 61 Negara. Retrieved June 29, 2020, from https://mediaindonesia. com/read/detail/64231-minat-baca-indonesia-peringkat-60dari-61-negara Pennycook, G., McPhetres, J., Zhang, Y., & Rand, D. (2020). Fighting COVID-19 misinformation on social media: Experimental Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 383

evidence for a scalable accuracy nudge intervention. PsyArXiv [Working Paper], 1–24. https://doi.org/10.31234/OSF.IO/UHBK9 Republika. (2017). Indonesia Disebut Darurat Berita Hoax | Republika Online. Retrieved May 1, 2020, from https://www.republika.co.id/ berita/nasional/daerah/17/11/03/oyule4284-indonesia-disebutdarurat-berita-hoax Tribunnews. (2019). Lemhannas RI Nyatakan Indonesia Darurat Hoax - Pos Kupang. Retrieved May 1, 2020, from https://kupang. tribunnews.com/2019/03/27/lemhannas-ri-nyatakan-indonesiadarurat-hoax Wawan Mas’udi; Poppy S Winanti (Ed.). (2020). Tata Kelola Penanganan COVID-19 di Indonesia (Kajian Awal). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Zarocostas, J. (2020). How to fight an infodemic. Lancet (London, England), 395(10225), 676. https://doi.org/10.1016/S01406736(20)30461-X

Komunikasi dan Informasi 384 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

KONSUMSI MEDIA PENDERITA OCD Desliana Dwita Tulisan ini merupakan kajian literatur dengan sub tema cerita penyintas Obsessive Compulsive Disorder (OCD) menghadapi pandemi Covid-19. Sebulan sebelum Virus Corona diumumkan terjangkit di Indonesia, penulis diketahui menderita OCD. Penulis sudah terbiasa mencuci tangan berulang kali dan takut akan kuman dan bakteri. Pandemi Covid-19 menjadikan tingkat kecemasan penulis dan para penderita gangguan kecemasan lainnya semakin meningkat. Tulisan ini penulis dedikasikan untuk para penyintas OCD lainnya yang terus berjuang melawan kecemasan berlebih dan menangkis berita hoax agar tetap sehat dan mampu bertahan.

Pendahuluan Pada 2 Maret 2020 Presiden Indonesia Joko Widodo untuk pertama kalinya mengumumkan virus corona menjangkiti dua warga Indonesia. Meskipun pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono pernah menyebut bahwa virus corona jenis SARS-CoV-2 yang merupakan penyebab Covid-19 sudah masuk ke Indonesia sejak awal Januari 2020 (Pranita, 2020), namun Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang terjangkiti Covid-19 sejak pemerintah resmi mengumumkannya. Hingga tanggal 28 Juni 2020, menurut data dari situs resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia https://www.kemkes. go.id/, kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 54.010 dengan angka kematian sebanyak 2.754 orang. Setiap hari berbagai media di Indonesia memberikan informasi tentang jumlah positif dan angka kematian akibat Covid-19. Meskipun diumumkan pula informasi mengenai angka kesembuhan, Orang Dalam Pemantauan (ODP), dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP), namun bagi orang-orang yang memiliki gangguan psikologis, angka-angka yang menjadi pemicu kecemasan adalah angka positif dan kematian. Terdapat beberapa gangguan psikologis dengan ciri rasa cemas berlebih pada penderitanya yaitu bipolar, depresi, gangguan stress pasca trauma (PTSD), gangguan kecemasan, dan gangguan obsesifkompulsif (OCD) (Sendari, 2019) menuliskan gangguan bipolar menyebabkan perubahan suasana hati yang ekstrem. Ciri-ciri pengidap bipolar ditandai adanya perubahan suasana hati yang ekstrem dari tinggi ke rendah dan dari rendah ke tinggi. Tertinggi disebut periode Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 385

mania, sedangkan terendah disebut periode depresi. Setiap periode dapat muncul karena dipicu oleh hal tertentu yang salah satunya bisa jadi karena rasa cemas yang berlebihan. Depresi merupakan gangguan mood yang menyebabkan perasaan sedih dan kehilangan minat yang terus-menerus yang memengaruhi cara seseorang merasakan, berpikir, dan berperilaku, serta dapat menyebabkan berbagai masalah emosional dan fisik. Gangguan stress pasca trauma atau dikenal dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan gangguan yang dialami seseorang setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis. Gangguan kecemasan adalah gangguan yang ditandai dengan adanya kekhawatiran dan ketakutan yang intens, berlebihan dan persisten tentang situasi sehari-hari. Selanjutnya dikenal pula gangguan obsesif-kompulsif atau Obsessive Compulsive Disorder (OCD) yang merupakan gangguan perilaku kronis yang menyebabkan penderitanya melakukan aktivitas berulang-ulang untuk menghentikan kecemasannya. Aktivitas pengidap OCD yang banyak diketahui umum adalah mencuci tangan berulang-ulang, mengunci pintu berulang-ulang, memeriksa kompor berulang-ulang, sangat teratur dan teliti, serta takut akan bakteri. Para penderita gangguan-gangguan kecemasan tersebut seharusnya dikategorikan dalam individu rentan selain orang dengan usia lanjut dan orang dengan penyakit fisik bawaan atau yang disebut penyakit penyerta. Sejauh ini media-media dalam komunikasi massa seperti radio, televisi, koran, maupun media baru di Indonesia hampir tidak pernah menyebutkan para penderita gangguan kecemasan masuk dalam kategori kelompok rentan. Pemerintah Indonesia sebenarnya juga telah mengakui bahwa kesehatan mental sangat penting di tengah pandemi Covid-19. Kepala Staf Presiden Republik Indonesia, Moeldoko mengatakan persoalan Covid-19 adalah 20% persoalan kesehatan dan 80% persoalan psikologis. Begitu pula dengan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo yang mengatakan aspek psikologis merupakan faktor penting dalam menciptakan kekuatan imunitas masyarakat agar dapat pulih dan terhindar dari penularan virus corona. Komunikasi dan Informasi 386 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Lumbanrau mengatakan bahwa virus corona tidak hanya merusak gangguan fisik pasien namun juga berdampak pada kesehatan mental. Ditegaskan lagi, bahwa terdapat beberapa pasien positif Covid-19 yang cemas, putus asa, depresi bahkan mencoba untuk bunuh diri (Lumbanrau, 2020). Seorang mantan pasien virus corona bernama Arif Wijaya yang berhasil sembuh mengatakan, “Saat itu saya berpikir orang yang kena Covid itu seperti orang hidup tapi dianggap mati. Saya berarti akan mati. Sayashock, saya depresi. Badan saya drop, pikiran saya hancur,” katanya. Pemeriksaan psikologis pernah dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) terhadap 1522 orang. Hasilnya sekitar 64,3 persen mengalami gangguan cemas dan depresi. “Gejalanya rasa takut, khawatir berlebihan, merasa tidak bisa rileks atau nyaman, gangguan tidur, kewaspadaan yang berlebihan,” kata Psikiater dari PDSKJI, Lahargo Kembaren. Selanjutnya berdasarkan hasil swaperiksa ditemukan pula 80 persen mengalami trauma psikologis terkait kondisi akibat virus corona. PDSKJI melakukan swaperiksa terhadap tiga masalah psikologis yaitu kecemasan, depresi, dan trauma psikologis dengan usia responden berkisar dari 14 hingga 71 tahun yang mana lebih dari 70 persen adalah perempuan (Lumbanrau, 2020). Sayangnya, dari hasil pemeriksaan psikologis dan swaperiksa PDSKJI tersebut tidak dijelaskan apakah pasien yang mengalami depresi, gangguan kecemasan dan trauma psikologis tersebut apakah pasien dengan gangguan psikologis bawaan, atau baru merasakan gejala gangguan tersebut setelah terjangkit Covid-19. Strategi Perilaku Terhadap Media Penderita OCD Selama masa pandemi Covid-19, media di Indonesia selalu menginformasikan tentang pentingnya perilaku hidup sehat, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan memakai masker. Meskipun tampaknya hal itu mudah diikuti, namun bagaimana dengan mereka yang sudah memiliki kebutuhan akan kebersihan sebelum masuknya Virus Corona di Indonesia? Mereka yang sebelum virus Corona masuk ke Indonesia, selalu tetap bersih dan takut terkontaminasi oleh virus dan bakteri? Individu tersebut adalah penderita gangguan psikologis yang salah satunya Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 387

Di seluruh dunia telah ada laporan peningkatan gejala kecemasan dan kekhawatiran tentang penyakit OCD. Sayangnya, petugas kesehatan terkadang kurang peka terhadap masalah kesehatan mental sehingga membuat pengidapnya semakin menderita. Menurut American Psychiatric Association (2013), beban OCD sangat mengkhawatirkan bahkan sebelum COVID-19 melanda dunia. Gangguan kecemasan atau gangguan panik, kecemasan umum, fobia, serangan panik, membentuk komorbiditas atau penyakit penyerta paling umum yaitu 70 persen dan gangguan depresi sekitar 30 persen (Banerjee, 2020). Selama masa pandemi, orang-orang mencari informasi melalui media. Selain informasi tentang jumlah kasus, media juga memberikan panduan cepat dan kritis mengenai pandemi. Konsumsi media dapat bersifat adaptif dan positif bagi kesehatan mental. Namun, informasi mengenai Covid-19 terkadang memberikan pesan yang dapat meningkatkan risiko kecemasan publik. Selain media massa konvensional, media sosial juga dapat menjadi sumber yang sangat cepat memberikan informasi sekaligus memperkuat persepsi risiko. Paparan media yang berulang terhadap informasi tentang Covid-19 dapat memperburuk stress, memperkuat kekhawatiran, dan hilangnya fungsi tubuh. (Holmes et al., 2020. Media dapat meningkatkan kecemasan dan ketidakpastian dan menjadikannya sebagai siklus yang sulit dipecahkan. Media dapat memicu perilaku yang berdampak negatif pada protokol kesehatan. Misalnya menyebabkan penderita OCD menggunakan masker berlapislapis, setiap detik mencuci tangan, hingga rasa cemas berlebihan yang menurunkan imun tubuh. Mengingat konsumsi media yang berulang terhadap informasi tentang COVID-19 dapat membuat penderita OCD semakin parah, diperlukan strategi untuk membantu individu dengan OCD untuk tetap mendapatkan informasi dari sumber-sumber resmi, mencegah paparan berlebih terhadap media, dan membantu mengelola efek melihat gambar dengan konten traumatis. Strategi untuk mengurangi risiko individu dengan OCD dari paparan informasi yang salah atau hoax, serta penggunaan yang positif terhadap media konvensional dan media sosial harus dilakukan. Memahami pengaruh media di masa pandemi pada berbagai kelompok rentan adalah suatu hal yang penting. Holmes dkk menyebutkan harus dilakukan metode terbaik dengan mempromosikan kesuksesan Komunikasi dan Informasi 388 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

individu dengan OCD mengelola rasa cemasnya ketika mematuhi protokol kesehatan. Untuk sementara strategi-strategi tersebut dapat meminimalisir tekanan akibat kecemasan berlebihan. Individu dengan OCD yang memiliki rasa takut akan tertular virus akan melakukan pencucian tangan yang kaku berulang kali. Untuk itu sangat diperlukan kejelasan tentang apa yang harus mereka lakukan sehingga dapat mengelola tekanan psikologis mereka (Holmes et al., 2020). Perubahan perilaku yang harus dilakukan selama pandemi dan masa kenormalan baru dengan mencuci tangan, tidak menyentuh zona T wajah, menjaga jarak sosial dan jarak fisik, harus dimotivasi kepada setiap orang terutama kelompok rentan yang dalam hal ini termasuk individu dengan OCD. Penyampain pesan dan informasi adalah kunci untuk pengetahuan yang lebih baik. Namun, perlu sebuah ilmu tentang perilaku jika ingin pesan tentang kesehatan masyarakat dapat tersampaikan dengan efektif dan terhindar dari konsekuensi yang tidak diinginkan. Penderita OCD harus diberi informasi tentang cara menanggapi pesan kesehatan dari pemerintah dengan baik. Selain itu harus dibuat pula cara mengembangkan sistem yang efektif untuk menjangkau dan mengakses kelompok yang paling rentan dalam masyarakat dan berupaya memotivasi setiap orang untuk bersiap secara psikologis dan merencanakan secara praktis, skenario untuk gelombang pandemi kedua. Informasi tentang pentingnya kepedulian dan perhatian terhadap orang lain juga harus terus dikembangkan. Pesan yang ingin disampaikan harus diolah dengan optimal dan disesuaikan dengan grup sosial yang berbeda agar dapat terhubung dengan beragam segmen populasi sehingga sumber informasi kesehatan sesuai dengan segmen yang mendapatkan informasi tersebut (Holmes et al., 2020). Penelitian tentang penderita kesehatan mental merupakan bagian dari kelompok rentan seharusnya tidak hanya menjadi ranah penelitian para peneliti ilmu kesehatan jiwa, tapi juga multidisiplin ilmu mengingat efeknya yang sangat potensial pada kesehatan mental individu dan masyarakat serta pada fungsi otak. Sebuah penelitiannya menemukan bahwa dalam kasus pandemi yang disebabkan oleh virus menular dapat menyebabkan meningkatkan kepanikan yang berakibat pada gangguan psikologis individu. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 389

antara penyakit kronis seperti Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan TB dengan gangguan mental seperti depresi, kecemasan dan stres pasca-trauma yang terutama ditemukan pada penyintas atau penderita dan juga petugas kesehatan (Shuja, Aqeel, Jaffar, & Ahmed, 2020). Psikiater dari PDSKJI Lahargo Kembaren mengatakan bahwa perlu membatasi diri dari informasi yang berlebihan terhadap berita yang belum diketahui kebenarannya atau berita hoax karena dapat menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan. Informasi harus didapatkan dari sumber yang terpercaya. Rahayu dan Sensusiyati pernah melakukan review terhadap berita hoax tentang Virus Corona dengan menggunakan sumber data dari situs https://www.kominfo.go.id/, https://www.suara.com/news, dan https:// news. detik. com / berita selama periode bulan Januari – Maret 2020. Penelusuran berita dilakukan berdasarkan kata kunci hoax dan corona. Hasil review menunjukkan bahwa dari sebanyak 50 temuan hasil penelusuran, didapatkan tiga topik pemberitaan yaitu terjangkitnya Virus Corona, pengobatan, perilaku sosial masyarakat dalam menghadapi virus tersebut. Situs https://www.kominfo.go.id/ merupakan situs terbanyak memberikan peringatan kepada masyarakat akan adanya berita hoax Virus Corona. DKI Jakarta merupakan daerah yang paling banyak disebut dalam pemberitaan hoax, serta berita hoax paling banyak disebarluaskan pada 24 Maret 2020 yaitu sebanyak 10 kali (Rahayu & Sensusiyati, 2020). Hasil review yang dilakukan membuktikan bahwa tidak semua informasi yang disampaikan oleh media merupakan informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Oleh sebab itu sangat diperlukan upaya dari diri sendiri terutama para penderita gangguan kecemasan bawaan seperti OCD, untuk membatasi diri dalam mengkonsumsi media yang berkaitan dengan Covid-19. Penutup Masa pandemi Covid-19 bukanlah masa yang mudah untuk dilewati oleh para penderita gangguan kesehatan mental seperti OCD. Gangguan yang menyebabkan penderitanya merasa harus melakukan suatu tindakan secara berulang-ulang. Bila tidak dilakukan, penderita OCD akan diliputi kecemasan dan ketakutan. Sebelum berjangkitnya Covid-19, penderita OCD sudah sering Komunikasi dan Informasi 390 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

mencuci tangan karena takut akan kotoran, bakteri, dan kuman. Penderita OCD sebelumnya juga takut memegang gagang pintu, berjabat tangan, dan takut menggunakan prasarana umum seperti toilet umum. Setelah Covid-19 melanda dunia, penderita OCD semakin melakukan aktivitas yang biasa mereka lakukan dengan cara berlebihan karena kecemasan yang mereka rasakan saat ini sangat berlebihan. Sayangnya, para penderita gangguan kecemasan seperti OCD tidak banyak diketahui orang sehingga pemerintah tidak mengkategorikan individu dengan OCD dalam kategori rentan. Media secara tidak langsung ikut mempengaruhi tingkat kecemasan penderita. Konsumsi media yang berulang terhadap informasi tentang COVID-19 dapat membuat penderita OCD semakin parah, Diperlukan strategi untuk membantu individu dengan OCD untuk tetap mendapatkan informasi dari sumber-sumber resmi, mencegah paparan berlebih terhadap media, dan membantu mengelola efek melihat gambar dengan konten traumatis. Media juga harus mengemas konten dengan baik agar penderita gangguan kecemasan tidak bertambah cemas. Individu dengan OCD yang memiliki rasa takut akan tertular virus akan melakukan pencucian tangan yang kaku berulang kali. Untuk itu sangat diperlukan informasi oleh media tentang apa yang harus dilakukan sehingga dapat mengelola tekanan psikologis penderita gangguan kecemasan dengan lebih baik. Disisi lain, penderita OCD juga harus diberikan informasi tentang cara menanggapi pesan kesehatan dari pemerintah dengan baik. Pesan yang ingin disampaikan kepada penderita gangguan kecemasan harus diolah dengan optimal agar tidak berdampak buruk bagi penderita. Penelitian tentang Covid-19 dan gangguan kesehatan mental seharusnya tidak hanya menjadi ranah penelitian para peneliti ilmu Kesehatan tapi juga multidisiplin ilmu mengingat efeknya yang sangat potensial pada kesehatan mental individu dan masyarakat serta pada fungsi otak.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 391

Daftar Pustaka Banerjee, D. (2020). The other side of COVID-19: Impact on obsessive compulsive disorder (OCD) and hoarding. Psychiatry Research, 288(June), 1–2. Retrieved from file:///F:/Buku Covid Aspikom/ Artikel Jurnal OCD dan Covid/Artikel Elsevier OCD dan Covid. pdf Holmes, E. A., Connor, R. C. O., Perry, V. H., Tracey, I., Wessely, S., Arseneault, L., … Bullmore, E. (2020). Position Paper Multidisciplinary research priorities for the COVID-19 pandemic : a call for action for mental health science. Position Paper, 7(June), 547–560. https://doi.org/10.1016/S2215-0366(20)30168-1 Lumbanrau, R. E. (2020). “Virus corona serang kejiwaan pasien: Dari teriak-teriak, serang petugas, berpikir kematian, hingga mencoba bunuh diri.” Majalah BBC News Indonesia. Retrieved from https:// www.bbc.com/indonesia/majalah-52591856 Pranita, E. (2020, May 11). “Diumumkan Awal Maret, Ahli: Virus Corona Masuk Indonesia dari Januari.” Kompas.Com. Retrieved from https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/11/130600623/ diumumkan-awal-maret-ahli--virus-corona-masuk-indonesia-dari-januari Rahayu, R. N., & Sensusiyati. (2020). Analisis Berita Hoax Covid - 19 di Media Sosial di Indonesia. Intelektiva: Jurnal Ekonomi, Sosial, & Humaniora, 01(09), 60–73. Sendari, A. A. (2019, November 26). “10 Macam-Macam Penyakit Psikologis yang Umum Terjadi.” Liputan6.Com. Retrieved from https://hot.liputan6.com/read/4120104/10-macam-macam-penyakit-psikologis-yang-umum-terjadi Shuja, K. H., Aqeel, M., Jaffar, A., & Ahmed, A. (2020). COVID-19 PANDEMIC AND IMPENDING GLOBAL MENTAL HEALTH IMPLICATIONS. Psychiatria Danubina, 32(1), 32–35.

Komunikasi dan Informasi 392 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

MEDIA SOSIAL DAN PEMBANGUNAN KOMUNIKASI KRISIS-INKLUSIF Ansar Suherman “Approach the situation with empathy. Put yourself in your constituents’ shoes to understand their anxiety. You will sometimes get it right, and you will often get it wrong, but it is still better to be as transparent as you can.” (Paul A. Argenti)

Pandemi Covid-19 yang berkelanjutan telah menciptakan kekacauan di seluruh dunia, memberikan tekanan luar biasa tidak hanya pada sistem kesehatan masyarakat, tetapi juga pada komunikasi krisis. Dengan menjadikan media sosial sebagai media utama dalam konsumsi informasi, jelaslah komunikasi krisis dengan beragam kelompok sasaran menjadi kunci dalam penanganan situasi pandemi saat ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020, menyatakan Covid-19 sebagai pandemi (Friana, 2020) dengan jumlah kasus di seluruh dunia melonjak 13 kali lipat. Sebelum keluarnya pernyataan WHO tersebut, di Indonesia belum ditemukan kasus manusia terinfeksi bahkan pemerintah sangat percaya diri bahwa Covid-19 tidak ada di Indonesia. Sementara banyak negara Eropa dan WHO telah memahami beratnya krisis dan kebutuhan untuk memerangi situasi, Indonesia masih begitu santai dengan mengambil sikap bertahan, sembari menunggu waktu datangnya hujan infeksi yang lebih massif. Bagaimana situasi terkini di Indonesia, terlambatkah? Dengan jumlah 514 kota/kabupaten yang tersebar di 34 provinsi dan 1.340 suku bangsa yang tinggal menetap di 17 ribu pulau di Indonesia (Indonesia.go.id, 2017), komunikasi krisis di Indonesia menjadi sebuah kegiatan yang super kompleks. Tidak hanya harus menangani 260 juta warga negaranya, tetapi juga harus menuntaskan rencana komunikasi krisis yang dibuat khusus untuk setiap daerah sesuai dengan kondisi demografi, geografinya, dan latar belakang pengetahuan. Pada hari-hari awal wabah di Indonesia, Presiden Joko Widodo turun langsung mengumumkan penemuan kasus pertama warga Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 393

negara Indonesia yang terinfeksi Covid-19 (Ihsanuddin, 2020). Meski di awal kemunculan kasus infeksi pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 dan pemerintah menyatakan telah siap menghadapi pandemi ini, namun di lapangan tidak terlihat upaya serius itu. banyak cerita dari beberapa warga negara Indonesia yang kembali ke tanah air saat Covid-19 mulai terjadi dihampir seluruh negara di dunia. Mereka menceritakan pengalaman perjalannya bagaimana perbedaan upaya mitigasi atau pencegahan penyebaran Covid-19 ini di bandara. Di negara lain telah terlihat upaya pencegahan terutama di bandarabandara dilakukan disinfeksi dan pemeriksaan yang ketat terhadap para calon penumpang baik secara administrasi maupun kondisi fisik, hal yang sangat berbeda mereka lihat saat tiba di tanah air, dimana prosedur mitigasi itu tidak terlihat. Jelas, koordinasi antara pemerintah pusat dengan seluruh institusi di negara harus bisa lebih baik lagi. belum lagi koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Provinsi, Kota/Kabupaten, sampai ke Desa/Kelurahan) yang belum tersinkronisasi, selain dikarenakan Indonesia belum berpengalaman dalam menghadapi situasi krisis komunikasi dalam krisis pandemi, juga sebagian pemerintah daerah masih merasa percaya diri bahwa Covid-19 tidak akan sampai ke wilayah kekuasaannya. Media Sosial dan Mitigasi Pandemi Tingginya penetrasi penggunaan internet dan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadikan internet sebagai sumber informasi kesehatan yang semakin penting di seluruh dunia (Beck et al., 2014) terutama informasi kesehatan yang berkaitan dengan situasi pandemi saat ini. Membaca, berkomentar, berbagi, dan mencari informasi kesehatan dari media sosial, terutama melalui perangkat mobile, telah menjadi pola yang semakin penting dalam konsumsi informasi kesehatan di Indonesia. Selama pandemi, media sosial dapat memfasilitasi terbangunnya kesadaran masyarakat dalam mencegah penyebaran Covid-19. Dibutuhkan kontrol terhadap sikap dan tindakan pencegahan, respons dan perilaku emosional (Budhwani & Sun, 2020)structural force that devalues members of groups that hold undesirable characteristics. Since stigma is created and reinforced by society-through in-person and online social interactions-referencing the novel coronavirus as Komunikasi dan Informasi 394 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

the \”Chinese virus\” or \”China virus\” has the potential to create and perpetuate stigma. Objective: The aim of this study was to assess if there was an increase in the prevalence and frequency of the phrases \”Chinese virus\” and \”China virus\” on Twitter after the March 16, 2020, US presidential reference of this term. Methods: Using the Sysomos software (Sysomos, Inc, serta melakukan filter terhadap informasi yang salah untuk meminimalisir rumor di publik online (Liao et al., 2015). Ketika epidemi berkembang, media sosial dapat memfasilitasi terbentuknya mental publik yang mengarah kepada bagaimana publik berperilaku secara kolektif (Liao et al., 2015). Di Cina, Sina Weibo (Twitter versi China) adalah salah satu platform paling populer yang menarik 486 juta pengguna yang setiap bulannya aktif di tahun 2019 (Patrick, 2019), yang sebagian besar diakses melalui perangkat mobile. Fungsi microblogging dari Weibo memungkinkan penggunanya untuk membuat dan berbagi pesan pendek dalam format multimedia, dan pengguna lain dapat “berbagi,” “suka,” “komentar,” dan “ikuti” posting awal. Sejumlah agen pemerintah di China juga memanfaatkan Weibo untuk berkomunikasi dengan publik. Pada Juni 2019, ada total 139.270 mikroblog pemerintah terverifikasi di Weibo (CINIC, 2019). Sementara di Indonesia, Facebook menjadi salah satu platform media sosial yang banyak digunakan dengan fitur microblogging yang sama dengan Weibo di Cina. Informasi formal seperti surat kabar, siaran pers, dan iklan layanan masyarakat) dan sumber informasi informal dari media sosial, ulasan di media online, opini, dan sejenisnya memainkan peran dalam meningkatkan kesadaran situasional di masa darurat kesehatan saat ini. Mempertahankan kesadaran situasional terdiri dari persepsi yang bergantung pada-ini sumber sumber informasi (Qazi et al., 2017). Membangun Komunikasi Krisis yang Membumi Komunikasi risiko dan media alternatif merupakan model komunikasi risiko linier yang dominan menggunakan pendekatan teknokratis, yang memandang komunikasi risiko sebagai proses satu arah dan linier (Grabill & Simmons, 1998), dimana posisi para ilmuwan dan pakar yang berfungsi sebagai satu-satunya produsen pengetahuan yang menawarkan analisis risiko kepada publik sebagai konsumen dari pengetahuan tersebut. Para ilmuwan menganggap pendekatan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 395

teknokratis tidak memadai karena mengabaikan hubungan kekuasaan, partisipasi audiens, dan pengambilan keputusan yang demokratis. Perbedaan yang mencolok antara bahasa ilmiah dan statistik para ahli versus bahasa publik yang secara intuitif didasarkan pada pengalaman keseharian mereka yang merupakan penyebab timbulnya komunikasi risiko yang buruk. Untuk mencapai praktik komunikasi risiko yang efektif, kita harus memecah penghalang antara dua bahasa (para ahli dan orang awam) guna memfasilitasi pertukaran informasi yang produktif antara kedua pihak tersebut (Potts, 2009). Banyak kalangan (politikus, akademisi, dan aktivis sipil) memberikan kritiknya kepada pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 yang saat ini telah menginfeksi ribuan masyarakat Indonesia. Pengumuman pertama kali tentang kasus pertama Covid-19 oleh pemerintah yang langsung disampaikan oleh Presiden Joko Widodo alih-alih mendapatkan respon positif, justru menjadi bahan kritikan dikarenakan ketidak akuratan informasi sampai kepada bocornya informasi tentang identitas pasien 01 dan pasien 02 kepada publik. Kritikan tersebut tentu tidak didiamkan oleh pemerintah, klarifikasi kemudian disampaikan oleh pihak pemerintah melalui pejabat di pemerintahan. Hal tersebut dinilai sebagai lemahnya pengkoordinasian komunikasi di pemerintahan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk memperbaiki lemahnya koordinasi, sampai kepada penunjukan Juru Bicara khusus Covid-19 di Indonesia. Masalahnya kemudian adalah masyarakat sudah tidak sepenuhnya percaya lagi informasi yang berasal dari pemerintah. Walhasil, publik menjadikan internet (yang penuh dengan informasi yang belum tentu kebenarannya) sebagai sumber informasi utama terkait informasi Covid-19. Simpang siurnya informasi (hoax, misinformasi, disinformasi) di internet semisal media sosial menciptakan kebingungan publik yang semakin akut, namun meski demikian informasi terkait Covid-19 di internet tetap menjadi panduan bagi masyarakat. Masihkah dapat diperbaiki buruknya komunikasi ini? Jawabannya tentu saja, ya. Tidak pernah ada kata terlambat untuk memperbaiki kelemahan ini, bahkan kesalahan fatal jika terjadi pembiaran akan situasi ini. Publik akan semakin kehilangan kiblat informasi yang tervalidasi, dan pemerintah akan semakin kehilangan kepercayaan dari warga negaranya. Pemerintah harus mampu mengambil alih dominasi informasi di ruang Komunikasi dan Informasi 396 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

publik agar publik dapat mengadopsi informasi dalam kerangka mengubah perilaku di tengah pandemi (Triwibowo, 2020). Seluruh komponen pemerintahan yang terlibat dalam penanganan pandemi haruslah dalam satu kerangka koordinasi dan komunikasi, dan didak dibolehkan adanya pintu lain dalam memberikan informasi kepada publik. Selain itu, pesan-pesan yang disampaikan kepda publik adalah pesan yang mudah dipahami dan dilakukan serta pemilihan pesan yang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, bahkan yang terpenting adalah budaya setempat. Pelibatan tokoh-tokoh lokal dalam upaya kerja pencegahan dan penyebaran Covid-19 di daerahdaerah menjadi solusi alternatif untuk lebih memudahkan penerimaan publik lokal terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh pemerintah. Keberhasilan komunikasi antara pemerintah untuk mendapatkan kepercayaan publik/masyarakat ditentukan pada sinergitas komunikasi antar stake holders. Sekali-lagi, membumikan pesan-pesan komunikasi adalah wajib dilakukan. Membangun Komunikasi Inklusif yang Berkemanusiaan Efektivitas strategi komunikasi krisis, terutama selama bencana di bidang kesehatan masyarakat, sama-sama bergantung pada keakuratan informasi yang disebarluaskan dan juga inklusivitasnya. Karena istilah ‘komunikasi’ itu sendiri ekspresif, interpretatif dan penerimaan terhadap pesan yang berbeda-beda untuk setiap kelompok. Sementara pemerintah melalui Satuan Tugas (SATGAS) Covid-19 masih belum memastikan apakah Covid-19 dapat diminimalisir penyebaran dan tindakan pengobatannya. Setiap pihak yang terlibat dalam penanganan Covid-19 di Indonesia harus mampu berkomunikasi dengan pemangku kepentingan lainnya dengan menggunakan strategi komunikasi inklusif untuk mengatasi masalah dari beragammnya kelompok sosial, ekonomi, serta budaya yang beragam. Komunikasi publik dapat dibangun dengan memanfaatkan kelimpahan media (terutama media sosial) yang ada, serta pihak yang berwenang dalam mengawasi arus lalu-lintas komunikasi dan informasi di dunia maya harus memastikan dan/atau meminimalisir tidak tersebarnya hoax, disinformasi, serta memperbaiki misinformasi di tengah khalayak. Selain itu, arus komunikasi dari pemerintah atau perwakilannya dalam hal memberikan pernyataan di publik tidak sangat dibenarkan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 397

untuk saling memunculkan beda pernyataan atau bahkan statement yang kontroversial yang berakibat pada tingkat kepercayan masyarakat terhadap informasi dari pemerintah dan unsur-unsurnya. Sebagai contoh, ketidakmampuan pemerintah untuk menghentikan arus mobilisasi orang keluar-masuk dalam suatu wilayah adalah bukti yang memperlihatkan kegagalan strategi komunikasi dari pemerintah. Di sisi lain, komunikasi pribadi yang inklusif dan tepat waktu oleh pemerintah terutama pemerintah daerah yang sangat paham dengan kondisi sosial, ekonomi, dan keragaman budaya di wilayahnya dapat meyakinkan warga masyarakat untuk patuh dan menjadi bagian aktif dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dan dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya di Indonesia. Inklusivitas komunikasi krisis seperti itu sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional WHO, yang mewajibkan negara untuk menghormati hak asasi manusia. Membimbing Publik untuk “Tetap Sadar” Hal yang paling mendasar tentang komunikasi risiko adalah hubungan yang sangat rendah antara seberapa berbahayanya risiko dan seberapa menjengkelkannya risiko tersebut. Dibutuhkan tiga ketrampilan yang berbeda untuk mengelola komunikasi risiko, yakni: pertama, dibutuhkan pendampingan yang serius terhadap mereka yang kurang perhatian dari bahaya situasi krisis. Tujuannya tentu saja adalah untuk meningkatkan awareness dari orang yang kurang atau bahkan tidak peduli dengan situasi krisis (baik dari mereka yang sedang marah dan/atau ketakutan dengan situasi) agar mereka termotivasi untuk mengambil tindakan pencegahan. Kedua, pemerintah perlu mengadakan treatment lain dalam hal perbaikan kondisi psikologi masyarakat terdampak melalui layanan konseling untuk meyakinkan dan menguatkan orang-orang yang terlalu khawatir dalam sebuah situasi krisis. Tujuannya adalah untuk mengurangi kekhawatiran orang-orang serta mengurangi dorongan untuk mengambil tindakan pencegahan yang berlebihan (misalnya panic buying, sentimen ras, dll). Dan yang ketiga adalah bahwa Komunikasi krisis membimbing publik yang peduli dalam sebuah situasi krisis untuk melewatinya. Pemerintah memiliki tugas utamanya adalah membantu seluruh masyarakat menghadapi situasi dan bertindak bijak dalam menghadapi tekanan psikologi yang luar biasa. Komunikasi dan Informasi 398 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Belajar dari Situasi Krisis Komunikasi krisis merupakan upaya pengumpulan, pemrosesan, dan penyebaran informasi yang diperlukan untuk mengatasi situasi krisis (Coombs, 2010). Komunikasi krisis tidak hanya menyoroti strategi legitimasi, tetapi juga menunjukkan bagaimana lembaga pemerintah sendiri memahami krisis. Dengan memobilisasi representasi sosial yang sudah ada sebelumnya, pemerintah harus membuat tindakan yang koheren dan dapat diterima oleh masyarakat umum. Dalam sub judul sebelumnya “Memimbing Publik untuk Tetap sadar”, menggambarkan bagaimana kemudian pemerintah dapat melakukan upaya lain dalam mengatasi krisis saat ini. Situasi Pandemi yang sedang dialami haruslah diposisikan sebagai alat untuk menguji kemampuan dalam membangun komunikasi krisis. Meskipun alat komunikasi dan pedoman untuk menangani wabah penyakit telah tersedia, namun ruang lingkup pandemi ini juga memunculkan tantangan yang menunjukkan keterbatasan instrumen dan pemahaman. Jika salah satu tujuan komunikasi adalah untuk membangun kesepahaman bersama antara pemerintah (terutama institusi kesehatan dan masyarakat), maka ketiadaan vaksin, tuduhan kolusi antara pemerintah dan industri farmasi, dan tuduhan bahwa pandemi adalah proyek militer dari negara-negar adi kuasa mencerminkan kegagalan dalam komunikasi. Pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa kebutuhan komunikasi berubah seiring waktu. Kebutuhan awal adalah untuk membangun komunikasi yang jelas tentang apa yang perlu dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi penularan serta protokol kesehatan tentang tindakan pencegahan dan pengobatan. Tetapi ketika pandemi berkembang, ini berubah menjadi pertanyaan yang lebih kompleks. Masalah-masalah ini tidak lagi berada dalam ranah darurat atau bahkan komunikasi risiko, namun telah menjadi bagian dari komunikasi kesehatan dalam jangka panjang. Pandemi Covid-19 telah banyak memberikan perubahan perilaku di berbagai bidang seperti etiket batuk, rutinitas menjaga kebersihan tangan, dan bagaimana menjaga jarak fisik yang aman. Ini adalah pandemi pertama di era internet, dan jelas bahwa alat berbasis web termasuk alat jejaring sosialnya menyediakan saluran Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 399

media yang berharga bagi komunikator untuk menjangkau khalayak. Namun, internet adalah media yang memberikan tantangan tersedniri dalam penggunaannya. Internet itu unik karena menghapus perbedaan formal antara komunikator dan audiens. Pembuatan blog dan konten lain yang dibuat pengguna telah mengubah internet menjadi ruang percakapan di mana setiap orang dapat berpartisipasi, menghapus perbedaan antara pakar dan orang awam, dan telah menciptakan ruang di mana setiap orang dapat mempublikasikan pendapat dan pandangan mereka. Tidak seperti komunikasi tradisional (top-down) dari komunikator ke audiens, internet terutama media sosial menyediakan jalur pengetahuan alternatif, di mana situs web dan media sosial juga memberikan tantangan kepada komunikator dan pihak audiens (Briggs & Nichter, 2009). Internet telah menciptakan jaringan komunitas virtual berdasarkan minat dan membangun komunikasi berdasarkan kesamaan nilai-nilai. Misalnya, selama pandemi, lembaga atau kelompok pemerhati pendidikan yang prihatin dengan kondisi pembelajaran in-class yang tidak dilakukan selamam pandemi menciptakan narasi pembelajaran alternatif sebagai konsekuensi dari pendidikan modern yang berbasis Internet of Things (IoT). Seperti yang telah dicatat sebelumnya, pandemi dan keadaan darurat lainnya adalah peristiwa yang tidak hanya berdampak secara sosial namun juga berdampak politis (Abraham, 2009). Proses komunikasi selama situasi krisis bukanlah masalah sederhana dalam mengomunikasikan informasi secara jelas dan transparan, serta memenangkan kepercayaan publik. Lebih sering terlohat bahwa situasi krisis selalu dikelilingi oleh nuansa politik dan ekonomi, selalu ada keputusan politik yang dapat menciptakan kontroversi. Sebagai contoh, keputusan mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), larangan mudik, pengurangan aktivitas peribadatan di tempat-tempat ibadah, dan tindakan protokol kesehatan lainnya, semuanya memiliki konsekuensi ekonomi dan politik. Sehingga dalam situasi krisis pandemi, tidak hanya melulu soal kesehatan, banyak persoalan yang saling berkaitan.

Komunikasi dan Informasi 400 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Abraham, T. (2009). Risk and outbreak communication: Lessons from alternative paradigms. Bulletin of the World Health Organization, 87(8), 604–607. https://doi.org/10.2471/BLT.08.058149 Beck, F., Richard, J. B., Nguyen-Thanh, V., Montagni, I., Parizot, I., & Renahy, E. (2014). Use of the internet as a health information resource among French young adults: Results from a nationally representative survey. Journal of Medical Internet Research, 16(5). https://doi.org/10.2196/jmir.2934 Briggs, C. L., & Nichter, M. (2009). Biocommunicability and the biopolitics of pandemic threats. Medical Anthropology: Cross Cultural Studies in Health and Illness, 28(3), 189–198. https://doi. org/10.1080/01459740903070410 Budhwani, H., & Sun, R. (2020). Creating COVID-19 stigma by referencing the novel coronavirus as the “Chinese virus” on twitter: Quantitative analysis of social media data. Journal of Medical Internet Research, 22(5), 1–7. https://doi.org/10.2196/19301 CINIC. (2019). Statistical report on internet development in China. https://cnnic.com.cn/IDR/Rep or tD own lo ads/201911/ P020191112539794960687.pdf diakses tanggal 17 Mei 2020 Friana, H. (Tirto I. (2020, March 12). WHO Umumkan Corona COVID-19 Sebagai Pandemi. https://tirto.id/who-umumkancorona-Covid-19-sebagai-pandemi-eEvE diakses tanggal 17 Mei 2020 Grabill, J. T., & Simmons, W. M. (1998). Toward a critical rhetoric of risk communication: Producing citizens and the role of technical communicators. Technical Communication Quarterly, 7(4), 415– 441. https://doi.org/10.1080/10572259809364640 Ihsanuddin, K. co. (2020, March 3). Fakta Lengkap Kasus Pertama Virus Corona di Indonesia. https://nasional.kompas.com/ read/2020/03/03/06314981/fakta-lengkap-kasus-pertama-viruscorona-di-indonesia?page=all diakses tanggal 17 Mei 2020 Indonesia.go.id. (2017). Suku Bangsa. https://indonesia.go.id/profil/ suku-bangsa diakses tanggal 18 Mei 2020

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 401

Liao, C. M., You, S. H., & Cheng, Y. H. (2015). Network information analysis reveals risk perception transmission in a behaviourinfluenza dynamics system. Epidemiology and Infection, 143(1), 23–36. https://doi.org/10.1017/S0950268814000430 Patrick, J. (CNN I. (2019, December 11). Enam Medsos dan Aplikasi Terkenal Asal China. https://www.cnnindonesia.com/ teknologi/20191211065903-185-455899/enam-medsos-danaplikasi-terkenal-asal-china diakses tanggal 18 Mei 2020 Potts, L. (2009). Using actor network theory to trace and improve multimodal communication design. Technical Communication Quarterly, 18(3), 281–301. https://doi. org/10.1080/10572250902941812 Qazi, A., Tamjidyamcholo, A., Raj, R. G., Hardaker, G., & Standing, C. (2017). Assessing consumers’ satisfaction and expectations through online opinions: Expectation and disconfirmation approach. Computers in Human Behavior, 75, 450–460. https:// doi.org/10.1016/j.chb.2017.05.025 Triwibowo, W. (2020, March 27). Analisis: Pemerintah masih bisa perbaiki komunikasi krisis pandemi yang sejauh ini gagal. https:// theconversation.com/analisis-pemerintah-masih-bisa-perbaikikomunikasi-krisis-pandemi-yang-sejauh-ini-gagal-134542 diakses tanggal 19 Mei 2020

Komunikasi dan Informasi 402 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

NEW NORMAL DAN IRASIONALITAS MEDIA SOSIAL Suyono

Pola kehidupan masyarakat Indonesia, di tengah pandemi Covid 19, bakal memasuki babak baru. Pemerintah Indonesia sudah memberlakukan fase New Normal (kenormalan baru), meski trend penyebaran virus corona di beberapa tempat di Indonesia, masih tetap tinggi. Salah satunya adalah Jawa Timur yang sejak awal Juni 2020, sempat mengalami lonjakan kasus positif Covid yang luar biasa, hingga melampaui DKI Jakarta. Kebijakan New Normal ini, disampaikan langsung Presiden Joko Widodo, sejak pertengahan Mei 2020. Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi, menyempatkan diri meninjau berbagai fasilitas umum, seperti mall, sarana ibadah (seperti masjid), sarana transportasi, dan fasilitas umum lainnya. Ini dilakukan untuk memastikan kesiapan, beberapa kawasan dalam menyambut era “kenormalan baru” tersebut. Ada beberapa alasan yang dikemukakan pemerintah sebagai pertimbangan pemberlakuan New Normal. Diantaranya, pertimbangan bahwa virus corona yang melanda berbagai negara di dunia, hingga sejauh ini belum ditemukan vaksin penangkalnya. Karena itu, belum ada pihak manapun di dunia yang bisa memastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Di sisi lainnya, kebijakan lockdown yang diterapkan melalui PSBB Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ternyata berdampak pada persoalan ekonomi dan sosial. Dengan anjuran diam di rumah, bekerja dari rumah, dan seluruh aktifitas dilakukan dari rumah, ternyata tingkat produktifitas masyarakat menurun drastis. Dunia usaha, perlahan tapi pasti, mengalami kemandegan. Terutama sektor usaha yang masuk daftar harus mengurangi aktifitasnya, karena bukan kategori usaha yang dikecualikan, sesuai Peraturan Menteri atau Peraturan Gubernur. Dampaknya, pekerja yang harus dirumahkan atau di-PHK, dari waktu ke waktu jumlahnya meningkat tajam. Pemerintah sempat kewalahan mengatasi persoalan ekonomi. Meski sejumlah skema bantuan dana sosial sudah disiapkan, namun itu hanya mampu mengMedia, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 403

cover kebutuhan hidup beberapa saat saja. Persoalan lain, distribusi bantuan yang belum merata dan memenuhi asas keadilan. Pertimbangan lainnya, beberapa negara yang sudah memberlakukan New Normal, justru berhasil memulihkan kondisi ekonomi sekaligus menekan laju pertambahan penyebaran Covid-19. Tentunya, kenormalan baru yang diharapkan adalah kembalinya aktifitas masyarakat, namun dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang sudah ada. Pertanyaannya, sudah siapkah Indonesia memasuki New Normal? Sebelum menjawab, ada baiknya kita menyamakan persepsi terlebih dahulu. Apa sebenarnya yang dimaksud New Normal itu? Definisi New Normal menurut Pemerintah Indonesia adalah tatanan baru untuk beradaptasi dengan Covid-19. Presiden Jako Widodo beberapa kali menegaskan bahwa, kita harus bersiap menghadapi era kenormalan baru dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. “Kita harus bisa berdamai dengan Covid-19,” tegas Jokowi. Seperti dijelaskan Juru Bicara Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, bahwa masyarakat harus tetap menjaga produktivitas di tengah pandemi virus corona dengan tatanan dan pola hidup baru. Dikutip dari laman https://tirto.id/fDB3, Yurianto menyatakan tatanan baru ini perlu ada. Mengingat hingga saat ini belum ditemukan vaksin definitif dengan standar internasional untuk pengobatan virus corona. Para ahli menurutnya, masih bekerja keras untuk mengembangkan dan menemukan vaksin agar bisa segera digunakan untuk pengendalian pandemi Covid-19. “Sekarang satu-satunya cara yang kita lakukan bukan dengan menyerah tidak melakukan apapun, melainkan kita harus jaga produktivitas kita agar dalam situasi seperti ini kita produktif, namun aman dari Covid-19, sehingga diperlukan tatanan yang baru,” kata Achmad Yurianto dalam keterangannya di Graha BNPB, Kamis (28/5/20). Sekjen Kagama, Ari Dwipayana, menambahkan bahwa New Normal itu bukan normal baru, yang berarti sebelumnya kita tidak normal atau abnormal. “Tapi kenormalan baru maksudnya, kita masuk dalam tatanan kebiasaan baru atau kehidupan baru. Dalam artian kehidupan yang sesuai dengan protokol kesehatan. Ada kebiasaan Komunikasi dan Informasi 404 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

baru yang sebelumnya tidak pernah kita lakukan, misalnya seringsering cuci tangan, kemanapun kita pergi tetap memakai masker, serta kebiasaan hidup sehat lainnya,” ujarnya. Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, saat menjadi narasumber dalam Webinar Kagama, Sabtu (13/6/20) menjelaskan, ada beberapa alasan mendasar yang menjadi pertimbangan pemberlakuan New Normal. Pandemi Covid-19 ini awalnya berupa krisis kesehatan yang telah memapar 7,5 juta jiwa di 215 negara. Dengan korban meninggal lebih dari 425 ribu jiwa, selama beberapa bulan saja (data pertanggal 13 Juni 2020). “Dari krisis kesehatan, kemudian berimbas pada krisis ekonomi dan krisis sosial. Dampak pandemi Covid-19 ini sungguh luar biasa. Untuk dampak ekonomi, dari perhitungan ekstrim, ada lebih dari 1 milyar jiwa di seluruh dunia yang diprediksikan pendapatan perkapita perharinya kurang dari 1,9 US Dollar. Ini artinya, Covid-19 telah menambah jumlah rakyat miskin yang luar biasa jumlahnya di berbagai belahan dunia,”ujarnya. Untuk kasus di Indonesia, kata Menlu, beban pemerintah dalam mengatasi persolan ekonomi akan semakin berat dengan terus berdatangannya tenaga kerja Indonesia dari luar negeri, terutama WNI di Malaysia, dan juga para Anak Buah Kapal (ABK) yang selama ini berada di luar negeri. “Sampai bulan Juni ini, setidaknya ada 82 ribu WNI yang pulang dari Malaysia ditambah sekitar 21 ribu ABK yang juga akan kembali ke tanah air. Mereka pulang karena habis kontrak maupun yang pulang karena sudah kehilangan pekerjaan (di-PHK, pen),” jelasnya. Sementara, dampak sosial yang ditimbulkan dari pandemi ini, kata Retno Marsudi, banyak warga masyarakat yang mengalami depresi, stress, dan gangguan kejiwaan lainnya. “Untuk itu pemerintah segera memberlakukan fase New Normal. Era kenormalan baru ini, maksudnya pemerintah kembali membuka sektor ekonomi, tapi tetap aman dari kasus Covid-19,” kata Retno Marsudi. Menteri Luar Negeri yang sudah mengabdi dua periode, di era pemerintahan Presiden Jokowi ini, tidak menampik adanya persepsi negatif yang berkembang di masyarakat, terkait New Normal. “Ada anggapan bahwa dengan New Normal, pemerintah seolah lebih Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 405

mementingkan persoalan ekonomi dan mengabaikan persoalan kesehatan masyarakat. Itu tidak benar,”tegasnya. Presiden Joko Widodo, dalam kunjungan kerjanya ke Surabaya, Kamis (25/6/20), kembali menegaskan beberapa hal terkait dengan pemberlakuan New Normal. Dalam pengarahannya, Jokowi, menegaskan bahwa kita dan juga dunia saat ini sedang menghadapi krisis kesehatan sekaligus ekonomi. Krisis ekonomi global, menurutnya benar-benar nyata dan krisis kali ini jauh lebih berat dari depresi tahun 1930-an. Karenanya, Jokowi minta Gubernur Jatim untuk benar-benar memperhatikan manajemen krisis. Istilah Presiden Jokowi, antara rem dan gas harus betul-betul seimbang. Menurutnya, urusan kesehatan, pengendaliannya harus terintegrasi dari semua unit organisasi. Tes masif, pelacakan agresif, isolasi, treatment secara ketat, agar diteruskan dengan jumlah lebih banyak. “Apabila masuk New Normal atau bahkan nanti ke tahap normal, tahapannya diprakondisikan dahulu. Cari timing yang pas prioritas sektor. Bukan langsung semuanya. Ajak tokoh-tokoh semua agama, tokoh masyarakat untuk ikut mensosialisasikan protokol kesehatan. Setiap membuat kebijakan atau policy selalu merujuk pada data science juga saran dari scientist. Siapkan plan A,B,C-nya. Terus siaga menghadapi situasi yang tidak terduga. Kalkulasi, hitung, siapkan antisipasi semuanya,”tegas Jokowi. PSBB Masa Transisi Di Jakarta, kebijakan New Normal telah dimulai dengan dibukanya berbagai fasilitas publik, meski secara bertahap. Setelah perpanjangan PSBB di Jakarta, pada 4 Juni 2020, Gubernur DKI menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020, tentang pelaksanaan PSBB Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif. Kata Gubernur DKI Anis Baswedan, “transisi” bermakna penanganan Covid-19 belum berakhir. Fase transisi itu menjadi jalan menuju masyarakat yang sehat. Sejak diberlakukan PSBB, Jakarta juga mengalami krisis ekonomi, mengingat sektor ekonomi tidak berjalan seperti semestinya. Dampak dari krisis ekonomi ini begitu nyata. Hal ini tampak dari sektor pendapat pajak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, yang melorot tajam dari Rp Komunikasi dan Informasi 406 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

50,17 triliun turun menjadi Rp 22,5 triliun. Anggaran Pemprov juga turun dari Rp 87,9 triliun menjadi Rp 47,2 triliun. “Belum pernah dalam sejarah Pemprov DKI Jakarta, mengalami penurunan pendapatan sebesar itu. Yaitu lebih dari Rp 40 triliun,”ungkap Anis. DKI menerapkan PSBB transisi setelah melalui kajian akademik yang menunjukkan indikator positif penanganan Covid-19. Alasan utamanya, angka Rt (Reproduction Number) atau angka penularan yang diperkirakan sudah di bawah angka 0,9. Artinya, penularan terhadap orang lain sudah hampir tidak ada. Padahal sebelum Juni 2020, angka Rt di DKI masih berkisar pada angka 4,0. Dari segi epidemologi, angka pasien dalam pengawasan bergerak fluktuatif namun cenderung meningkat. Sebaliknya tren angka positif kasus Covid-19 cenderung menurun. Pertimbangan lainnya, dari sisi kesehatan publik, jumlah test Polymerase Chain Reaction (PCR) cenderung terus meningkat. Demikian halnya dengan fasilitas kesehatan dalam penanganan kasus Covid-19 di DKI di Jakarta, dianggap cukup memadai. Karenanya, mulai Senin (8/6/20), sejumlah kegiatan yang sebelumnya dihentikan atau dibatasi bakal dibuka kembali dengan sejumlah aturan. Aktivitas itu termasuk kegiatan perekonomian hingga tempat ibadah. “Kita tahu penyebaran Covid-19 sampai saat ini masih tetap berlangsung. Oleh sebab itu, pembukaan baik itu pembukaan untuk tempat ibadah, pembukaan aktivitas ekonomi, pembukaan sekolah, semua melalui tahapan-tahapan yang ketat dengan melihat angka-angka kurva dari R0 maupun Rt-nya. Semuanya memakai datadata keilmuan yang ketat,” ujar Anis. Indonesia Terserah Kebijakan New Normal yang diputuskan pemerintah, ternyata tidak serta merta diterima masyarakat. Penolakan muncul di manamana. Media sosial sempat “gaduh.” Bahkan sebagian masyarakat sempat pesimistis, Indonesia bakal mampu mengatasi persoalan pandemi Covid-19. Mereka menganggap pemerintah tidak konsisten menerapkan kebijakan terkait penanganan virus corona ini. Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera misalnya, menilai kebijakan yang diambil pemerintah tentang New Normal, dinilai tumpang tindih dan cenderung inkonsisten. Pasalnya, Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 407

Peraturan Pemerintah Nomor 21/2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19, menyatakan bahwa tempat kerja diliburkan selama penerapan PSBB. Karena itu, kalau pun New Normal diberlakukan, menurutnya harus dengan pengendalian ketat. Kalau kita tidak ingin mendapat bencana besar. “Belum saatnya melakukan relaksasi kebijakan PSBB dan mempersilakan masyarakat beraktivitas kembali secara normal. Pertimbangannya tren penyebaran virus terus meningkat. Kedua masih belum ada vaksin resmi. Kenapa malah melakukan pelonggaran? Sama saja dengan bunuh diri massal, “ jelas Mardani, seperti dikutip RMOL, Selasa (26/5/20). Hal senada juga disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir. Seperti dikutip Republika.id, Haedar mengingatkan masyarakat bahwa wabah Covid-19 ini belum berakhir. “Jangan merasa seolah wabah (Covid-19) sudah berakhir, apalagi dengan aura angkuh. Sebab, betapa berat ketika orang tertular dan bergulat menanganinya, yang akhirnya banyak korban jiwa,” katanya. Ia menilai kurang arif bila ada yang bersemangat tinggi mendorong aktivitas umum tanpa berpijak kepada data dari pemerintah. Haedar pun menekankan pada data yang diumumkan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto. Pada Senin (8/6/20) lalu, pemerintah mengumumkan ada 32.033 kasus Covid-19 atau bertambah 847 dibandingkan sebelumnya. “Fakta yang tidak bisa dibantah Covid-19 masih naik dan belum landai seperti diumumkan resmi oleh pemerintah,” kata dia. Di sisi lain, ia menyatakan, Rumah Sakit, dokter, dan petugas kesehatan di lapangan masih berjuang jadi benteng terakhir hadapi Covid-19. Mereka tetap setia melayani pasien sambil menjaga diri agar tidak tertular karena merekalah yang langsung berhadapan dengan pasien di garda depan. “Untuk itu, semua orang boleh memasuki suasana baru dan dapat kembali beraktivitas di ruang publik. Namun semua orang juga harus tetap mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan dan juga kebijakan pemerintah (daerah) setempat, “lanjutnya. Meski tetap khawatir terhadap perkembangan penanganan kasus Covid-19 ini, namun Haedar Nashir mengaku tidak bisa berbuat apaapa, terhadap kebijakan yang diambil pemerintah dengan melonggar Komunikasi dan Informasi 408 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

kembali aktifitas masyarakat. “Semuanya akhirnya bergantung pada diri kita masing-masing, istilah dalam bahasa Jawa monggo kemawon. Artinya, dipersilakan kepada semuanya untuk memilih, tetap berhatihati atau semau gue. Saya hanya bisa berdoa semoga semuanya dilindungi Allah SWT, “kata Haedar. Kekhawatiran Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu tidaklah berlebihan. Mengingat, kecenderungan penyebaran virus Covid-19 di berbagai daerah di Indonesia masih sangat tinggi. Tim Gugus Tugas Covid-19, hampir setiap hari mengumumkan penambahan jumlah kasus baru positif Covid-19 yang rata-rata mencapai 1.000 orang. Jumlah “pasien” baru itu, tentu lebih besar dari jumlah mereka yang sembuh atau sehat kembali. Kondisi inilah yang juga sempat dikhawatirkan oleh kalangan tenaga medis diberbagai rumah sakit, yang selama ini berperan di garda terdepan dalam menanggulangi penyebaran Covid-19. Melalui media sosial, dokter dan para medis sempat memprotes perilaku masyarakat, yang seolah tidak memperhatikan protokol kesehatan dalam menyambut era New Normal. Ini setelah sempat viral di media sosial, kerumunan orang di mall dan fasilitas publik lainnya. Protes mereka sempat viral juga di media sosial dengan tagar “Indonesia Terserah.” Irasionalitas Media Sosial Kebijakan New Normal sempat membuat “gaduh” jagad media sosial. Sikap pro-kontra hampir mewarnai semua platfrom media sosial. Namun reaksi terbanyak diunggah melalui platform Twitter. Pengguna Twitter di Indonesia cukup besar, sebanyak 89,6 juta dan menduduki peringkat ke-5, setelah YouTube, Facebook, Instagram, dan WhatsApp. (sumber: Global Webindex 2020, Kompas, 10 Juni 2020). Data percakapan masyarakat di twitter terkait dengan #NewNormalPulihkanEkonomi saja, dari data yang dihimpun melalui Drone Emprit Academic, Universitas Islam Indonesia, sejak isu itu bergulir 27 Mei hingga 1 Juni 2020, terdapat 4.437 mentions dan sebanyak 1521 mentions positif, 1036 mentions negatif, dan selebihnya 253 mentions bernada netral. Dari data tersebut tampak jelas bahwa kebijakan New Normal yang dilontarkan pemerintah ternyata tidak berjalan mulus. Terbukti sikap masyarakat terbelah antara yang mendukung dengan yang menolak Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 409

hamper seimbang. Kondisi demikian, tentu harus disikapi pemerintah dengan memperjelas kebijakan yang akan diambil, melalui berbagai saluran komunikasi yang ada. Terutama melalui media sosial, hingga seluruh lapisan masyarakat memahami dengan baik dan selanjutnya mendukung program pemerintah, terkait kebijakan tersebut.

Gambar: 1. New Normal: Hidup Normal Dengan Memperhatikan Protokol Kesehatan Sumber: Twitter

Kalau kita cermati unggahan warganet di media sosial, kebijakan pemerintah terkait pemberlakuan New Normal itu irasional. Betapa tidak, di tengah pandemi yang tren nya masih menanjak, pemerintah (baca: Pemerintah Pusat) tiba-tiba mengambil kebijakan untuk melonggarkan PSBB. Satu contoh komentar warganet ditulis oleh Masruroh Imut. Di laman facebooknya tertanggal 2 Juni 2020, tertulis: “Hampir setiap hari saya menulis berita tentang dampak Corona. Sedih, marah, dan kecewa saat saya tahu masih banyak yang menyepelekan virus ini, tak terkecuali saudara sendiri. Tahukah Anda betapa MENGERIKANNYA virus ini !!! Saya tak menakuti, tapi bicara KENYATAAN. Ingin tahu seperti apa MENGERIKANNYA virus ini, Anda bisa ikut saya liputan.” Unggahan Masruroh ini, sempat mendapat banyak like dan Komunikasi dan Informasi 410 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

komentar warganet lainnya. Demikian halnya dengan apa yang ditulis Naj M.Rasul di Facebook, 8 Juni 2020. “Saya khawatir, jangan2 New Normal pengalihan tanggungjawab ke rakyat. Coba lihat, adakah pengawasan dan siapa yang melakukan pengawasan?” Tulisan dengan nada yang sama, maupun yang bernada kecewa dengan sikap pemerintah, dan sikap kecemasan lainnya, banyak kita jumpai di berbagai platform media sosial, dalam kurun waktu akhir Mei hingga pertengahan Juni 2020. Ada juga tulisan yang sempat viral di media sosial, tapi tidak jelas siapa penulisnya. Di bagian bawah ulasan yang cukup panjang itu tertulis: Sebuah catatan seorang teman dari Malang. Sebagian kutipannya berbunyi: “Dunia hari ini ibarat sebuah rumah sakit yg besar. Dan kita tergeletak di dalamnya dan hanya berpikir untuk tetap sehat dan tetap hidup. Pernah lihat orang selfie saat tergeletak sekarat di rumah sakit? Itulah matinya hiperealita. Jika Baudrillard di tahun 80an lalu sudah memikirkan kondisi hiperealita, sesungguhnya saat itu dia sudah melihat bahaya dan sedang menyalakan simbol SOS (save our soul) itu kepada kita agar kita lekas sadar dan menyelamatkan diri bahwa kita berdiri di atas bom waktu. New Normal...??? Welcome normal life... Keep waras... Keep alive.” Namun tidak semua warganet “mengecam” kebijakan pemerintah, terkait New Normal. Terbukti masih banyak unggahan di media sosial yang bernada positif. Sebut saja, tulisan Dr. Suparti UT (Direktur UPBJJ UT Surabaya. Red) di laman facebooknya, tertanggal 2 Juni 2020, yang berkomentar: “Hidup Normal Baru: hidup bersih, cuci tangan pakai sabun, selalu pakai masker, tidak bersentuhan, jaga jarak, pakai barang sendiri, selalu berdoa, tawakal kepada Allah Swt.” Zed Abidien, mantan wartawan Tempo yang juga aktif menulis di facebook, pada 2 Juni 2020, menulis: “Pengemis dan Normal Baru: Sepekan setelah lebaran sudah ada satu pengemis dan satu orang pengamen yang datang ke toko istriku. Ada yang berbeda dari biasanya. Keduanya memakai masker, tetapi maskernya dilorot ke leher. Selama hampir 3 bulan, tidak ada satu pun pengamen dan pengemis yang datang ke toko istriku. Mereka juga tidak tampak keliling kampung. Mungkin mereka takut wabah corona. Tetapi kini mereka tengah menyambut normal baru, yang dimaknai orang sebagai pelonggaran pembatasan sosial.” Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 411

Seorang manta wartawan Surabaya Post yang saat ini konsen dalam bidang pendidikan, Adriono Ono, dalam laman facebook nya yang di link-an dengan blog pribadinya di adrionomatabaru. blogspot.com menulis ulasan panjang tentang Covid-19. Penggalan dari usalannya yang cukup menarik tersebut, berbunyi: “…. Yang pasti covid menggugah kepada semua pihak bahwa kesehatan adalah faktor paling pokok dalam kehidupan. Health is nomer one, kata bule Belanda. Kerugian ekonomi bisa dicari, tapi hilangnya nyawa tidak bisa diganti oleh asuransi manapun. Maka seyogyanya semua pihak menjaga kesehatan badan dengan penuh kesadaran. Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Men sana in corpore sano, bahasa Latinnya.” Hadirnya ruang publik baru di era globalisasi dengan melalui berbagai platform media sosial, juga melahirkan kebiasaan dan nilai baru yang merupakan bagian penting dalam masyarakat demokrasi. Menurut Jenkins dan Thorburn dalam bukunya Democracy and New Media (2004: 8-11) media sosial membentuk medan baru dalam relasi-relasi sosial. Dimulai dari terbentuknya cyberspace, kemudian berkembang menjadi cyberculture, dan selanjutnya tumbuh menjadi cyber democracy. Percakapan publik di berbagai media sosial yang saat ini tumbuh dengan pesatnya, dan itu mengindikasikan bahwa partisipasi politik masyarakat Indonesia, diukur dari konteks sosial juga tumbuh dengan pesat. Karenanya, media sosial punya peran cukup besar dalam menggerakkan perubahan di masyarakat, dalam segala aspeknya. Media sosial juga berpotensi membawa pengaruh politik. Karena berbagai kekuatan sosial, ekonomi, dan kultural akan membentuk ruang-ruang publik menjadi terbuka. Jurgen Habermas (1989), dalam bukunya The Structural Transformation of the Public Sphere, An Inquiry into a Category of Bourgeois menyatakan bahwa ruang publik yang dibangun melalui media, termasuk media sosial yang saat ini berkembang pesat, menjadi sarana yang cukup efektif untuk membangun wacana, diskursus, bahkan hal-hal yang sangat kontroversi sekalipun, yang bisa menggerakkan massa untuk melakukan tindakan tertentu, terhadap rezim maupun imperatif pasar. Dalam hal ini, relasi-relasi sosial yang dibangun dari pola cyberspace, kemudian berkembang menjadi cyberculture, dan selanjutnya tumbuh Komunikasi dan Informasi 412 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

menjadi cyber democracy, kalau dibiarkan tidak menutup kemungkinan akan berlanjut menjadi new public sphere (konsep Jurgen Habermas) di media sosial. Pendapat itu didukung oleh Castells dalam bukunya Informational Politics and the Crisis of Democracy (1997) yang menyatakan bahwa cyberspace merupakan wadah baru bagi masyarakat untuk menciptakan perubahan politik, menghindari terjadinya konflik antara pasar bebas dan pasar tertutup, serta untuk mengatasi perpecahan karena jarak antara masyarakat yang inklusif dan eksklusif. Masalahnya, tidak semua unggahan di media sosial bisa dicerna masyarakat secara rasional. Banyak diantara unggahan itu yang justu irasional, sulit untuk dinalar dengan akal sehat. Irasionalitas media sosial ini adalah sebuah keniscayaan. Ada pihak yang secara eksplisitasi mengail di air keruh untuk kepentingan kelompoknya, tanpa memikirkan kepentingan umum. Terutama dengan memanfaatkan isu-isu yang berkembang semasa pandemi Covid-19 berlangsung. Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) sudah merilis, bahwa sepanjang Januari-awal Juni 2000, lebih dari 625 berita hoaks yang diunggah diberbagai media sosial. Penggiringan opini atau framing melalui berita hoaks, dapat memantik tanggapan masyarakat yang tanpa daya kritis memadai, menelan bulat-bulat irasionalitas itu sebagai sebuah kebenaran. Pada tataran inilah diperlukan perencanaan komunikasi strategis lembaga-lembaga yang dikelola pemerintah, hingga mampu menggerakkan dan meyakinkan khalayak, untuk ikut berpartisipasi serta mendukung setiap kebijakan pemerintah.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 413

Daftar Pustaka Castells, Manuel, (1997). “Informational Politics and the Crisis of Democracy” dalam The Power of Identity, Oxford: Blackwell Publisher. Habermas, Jurgen. (1989). The Structural Transformation of the Public Sphere, An Inquiry into a Category of Bourgeois Jenkins, Henry and David Thorburn, ed., (2004), Democracy and New Media, Cambridge: MIT Press, https://academic.droneemprit.id/#/dashboard/index

Komunikasi dan Informasi 414 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

MEDIA SOSIAL DAN PROSES KUANTIFIKASI DIRI PADA MASA PANDEMI COVID-19 Deardra Nurriel dan Pulung Setiosuci Perbawani

Latar Belakang Situasi dunia berubah karena pandemi Covid-19 yang menuntut modifikasi gaya hidup masyarakat, terutama sebagai konsumen. Berbagai negara, tak terkecuali Indonesia, perlu beradaptasi dengan segala keterbatasan yang disebabkan oleh pandemi. Dengan mendigitalkan berbagai aktivitas, segala bentuk komponen kehidupan fisik kini beralih ke ranah virtual. ADA (analytics.data.advertising) sebagai agensi riset berbasis di Asia menemukan bahwa sejak 15 Maret 2020, kunjungan ke pusat perbelanjaan di Jakarta menurun hingga 50% dibandingkan masa awal tahun 2020 (Junida, 2020). Penurunan tersebut juga mengindikasikan jumlah pengunjung pusat kebugaran yang semakin sedikit. Transformasi persona konsumen juga terealisasikan oleh adanya penambahan ekstrem pada instalasi aplikasi kesehatan (Cakrawala, 2020). Berdasarkan pola perilaku ini, konsumen pada masa pandemi telah memunculkan persona baru yang disebut sebagai The Health Nut (Adiwijaya, 2020), mereka merupakan segenap individu yang memilih menggunakan aplikasi kesehatan untuk memonitor kondisi fisik dan mental. Oleh karena itu, ditegaskan oleh Muxworthy (2020), peningkatan budaya hidup sehat dan diet menjadi mutlak dalam membentuk kenormalan baru selama Covid-19 mengintervensi. Pada bulan April 2020, Consumer Confidence Index (CCI) mengalami penurunan dari 84,8 menjadi 113,8 (Yuswohady, 2020). Dinyatakan oleh Meskó dan Dhunnoo (2020), aplikasi Fitbit juga mencatat penerjunan sebesar 38% pada hitungan langkah kaki secara global sebagai akibat dari pandemi. Adanya rasa takut terhadap ketidakpastian di tengah krisis dan berhentinya mobilitas sosial menjadi beberapa keadaan yang mendukung perubahan perilaku konsumen secara umum. Nampaknya, kondisi ini tidak menghambat masyarakat untuk tetap menjaga stabilitas jasmani. Sebab, kesejahteraan psikis Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 415

dan psikologis ini dibutuhkan oleh seluruh komponen masyarakat dalam menaungi berbagai adaptasi rutinitas selama pandemi. Maka, menurut Whitby (2020), kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui provider aplikasi kesehatan dan kebugaran yang menjadi bagian dari garda terdepan krisis kesehatan publik untuk memastikan masyarakat mendapatkan perawatan yang seharusnya. Bentuk kehadiran inovasi teknologi ini dapat menyediakan alternatif terhadap pemberian dukungan dan motivasi kepada setiap individu untuk meningkatkan atau mempertahankan level aktivitas dalam struktur gaya hidup. Dari perspektif perilaku konsumen, regulasi emosi berupa rasa takut sebagai dorongan internal dan tekanan sosial berupa konformitas sebagai elemen eksternal melandasi penggunaan aplikasi kesehatan dan kebugaran pada masa pandemi. Hal ini akhirnya menciptakan bentuk diri yang terkuantifikasi. Akan tetapi, dengan masyarakat yang menuju standar normal yang baru, fungsi dan peran kuantifikasi diri selama pandemi menjadi terdisrupsi. Transisi yang disebabkan oleh pandemi berpotensi membentuk sebuah diri yang baru hingga sebuah lingkungan sosial yang termodifikasi pula. Sehingga, individu sebagai konsumen yang sedang beradaptasi dengan pandemi baik secara personal maupun kolektif menghadirkan konsekuensi mayor yang semakin mengkristalisasi. Regulasi Emosi Negatif sebagai Pengaruh Internal Perilaku Beragam keputusan konsumen diarahkan oleh respons dari affect regulation atau regulasi emosi. Regulasi emosi berada pada lingkup regulasi diri yang berarti kemampuan mengontrol apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan diri sendiri (Laet, 2017). Solomon (2017), menjelaskan bahwa pemahaman mendasar pada perilaku, khususnya konsumsi, adalah mekanisme berpikir (thinking), merasakan (feeling), dan melakukan (doing). Artikel ini memberikan penekanan kepada emosi, khususnya emosi negatif, sebagai penarik perhatian dan mendorong keputusan konsumen. Emosi negatif bisa berupa dari rasa takut, muak, iri, bersalah, dan malu. Dalam konteks pandemi, apa yang sebenarnya yang dapat memproduksi berbagai emosi negatif tersebut adalah rasa takut akan kematian (fear of death). Ketakutan, sebagai keadaan dari respons suatu ancaman, cenderung menggerakkan strategi regulasi yang mencakup proteksi Komunikasi dan Informasi 416 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

diri, penghindaran, dan pengurangan ketidakpastian (Chen dan Pham, 2018). Salah satu ancaman tersebut dapat berbentuk tekanan dari suatu krisis yang terjadi, sehingga memengaruhi kondisi dan kendali psikologis Individu. Berada pada periode krisis akan mendorong individu untuk mengubah persepsi dan representasi mereka terhadap suatu jenama maupun produk beserta manfaatnya (Voinea dan Filip, 2011). Lebih lanjut dalam bahasan affect regulation, salah satu perilaku yang muncul sebagai mekanisme koping terhadap emosi negatif adalah compensatory consumption. Konsep tersebut merujuk kepada penggunaan konsumsi sebagai metode untuk mengurangi diskrepansi antara kondisi nyata dan kondisi ideal (Mandel, et.al, 2017, dalam Chen dan Pham, 2018, p. 116). Berdasarkan konsep inilah muncul istilah work hard play hard, retail therapy atau getaway. Ketiganya merujuk kepada sebuah situasi yang sama, yaitu perilaku konsumsi sebagai sebuah wujud kompensasi atas Dalam konteks pandemi, compensatory consumption muncul salah satunya dalam bentuk panic buying dan hoarding. Konformitas sebagai Pengaruh Eksternal Perilaku Selain berasal dari medium pemasaran, pengaruh sosial juga bersumber dari pihak-pihak nonpemasaran, seperti keluarga, teman sebaya, teman kerja, organisasi, komunitas virtual, dan media sosial. Sebagai pengaruh sosial, berbagai individu maupun kelompok dapat menyediakan informasi yang memberikan dampak signifikan bagi konsumen (Hoyer, MacInnis, dan Pieter, 2012). Manusia adalah makhluk sosial; konsep tersebut telah diperkenalkan semenjak tahapan awal perkembangan psikologis manusia. Dalam perjalanannya, identitas manusia sebagai makhluk sosial tersebut berpengaruh dalam pembentukan perilaku mereka. Membangun relasi sosial merupakan kebutuhan yang mendasar dari manusia, dan hal tersebut secara kental mewarnai perilaku kesehariannya, termasuk dalam berkomunikasi, seperti yang dinyatakan oleh Allen dan Leary (2011), “Human beings have a pervasive drive to form and maintain at least a minimum quantity of lasting, positive, and significant interpersonal relationships”. Hal inilah yang mendorong munculnya konsep konformitas. Salah-satu definisi yang dapat digunakan untuk memahami konsep konformitas adalah seperti yang dinyatakan oleh Kiesler Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 417

dan Kiesler (1969), “Conformity is a change in behavior or belief as a result of real or imagined group of pressure.” Manusia tidak hanya bertindak atau bertingkah laku seperti yang orang lain lakukan tetapi juga terpengaruh bagaimana orang lain bertindak. Jadi ketika seorang individu melakukan replikasi perilaku yang dilakukan individu lain di dalam kelompok sosialnya, dapat dikatakan hal tersebut adalah suatu perilaku konformis. Konformitas bukanlah sebuah perilaku yang secara langsung diatribusikan kepada seorang individu, melainkan merupakan salah satu hasil dari tekanan pengaruh sosial yang menuntut adanya perubahan kepercayaan dan tindakan seseorang (Solomon, 2017). Bisa dikatakan, konformitas hanya salah-satu cara dimana individu dapat memenuhi ekspektasi dari lingkungan sosialnya. Kondisi ini mendorong terbentuknya deindividuation yang disebut sebagai Gyges Effect (Solomon, 2017). Dengan kata lain, peristiwa ini terjadi ketika identitas individu melebur dengan suatu kelompok. Untuk mengatasi tekanan eksternal tersebut, strategi koping dapat meliputi pencarian dukungan emosional dari orang lain serta komparasi sosial. Mencari konfirmasi atau menganggap bahwa diri sendiri lebih superior dari orang lain akan meningkatkan self-image dan self-efficacy individu di hadapan kelompoknya. Didukung oleh revolusi media sosial, hal ini telah menggeser cara seseorang bersosialisasi dengan suatu kelompok maupun komunitas, serta membuka peluang untuk berinteraksi dengan informasi yang tak terbatas. Diri yang Terkuantifikasi Para individu yang secara konstan menggunakan gawainya untuk menetapkan metrik yang mendeterminasi apakah mereka sehat, baik ataupun pintar merupakan suatu ciri konsumen yang terkuantifikasi. Dikutip dari Neifer (2015), para individu tersebut pada umumnya memiliki pola pikir bahwa mereka tidak dapat bergantung pada otaknya, namun mereka dapat mengandalkan data yang dihasilkan tubuhnya. Hadirnya fenomena ini mendorong peningkatan kesempatan dan juga tekanan bagi individu, khususnya sebagai konsumen, untuk menyebarkan data biometrik. Di sisi lain, perilaku ini juga dipandang semata-mata untuk ‘dilihat’ oleh orang lain secara daring (Ashman, Wolny, dan Solomon, 2018). Maraknya digitalisasi mengarah pada proses regulasi diri yang dipengaruhi hingga bergantung pada hubungan antara individu dengan teknologi. Komunikasi dan Informasi 418 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Proses kuantifikasi diri diawali dari memilih apa yang ingin dihitung, kemudian masuk ke dalam fase tracking, dilanjutkan oleh pengukuran, lalu perekaman, narasi, dan pembagian atau sharing. Adanya manajemen identitas digital menjadi faktor terbentuknya ekstensi diri atau the extended self. Dengan adanya regulasi diri yang teknologis ini, konsumen cenderung mendefinisikan ulang apa yang disebut sebagai ‘optimal,’ ‘dapat diterima,’ dan ‘normal.’ Berdasarkan rekaman-rekaman pencapaiannya, diri yang terkuantifikasi terbentuk atas merasionalisasi atau memasuk akalkan kumpulan angka-angka. Konseptualisasi dan persepsi terhadap ‘untuk melihat dan dilihat’ menunjukkan seakan-akan diri sendiri tidak ada atau tidak berwujud, hingga suatu jaringan memberikan validasi (Ashman, Wolny, dan Solomon, 2018). Sosial Media dan Kuantifikasi Konsep Diri Konsumen, khususnya kelas menengah dan atas, telah berusaha menyesuaikan kebiasaan barunya yang mendorong diri mereka menjadi terkuantifikasi oleh angka dan data. Situasi yang didorong oleh program latihan home-based yang secara ekponensial semakin meningkat mendukung pemenuhan kebutuhan dan budaya olahraga virtual. Sebab, aplikasi maupun gawai pelacak dan penghitung aktivitas personal merupakan cara yang murah dan mudah untuk konsumen memonitor dirinya dan memperoleh data biometrik (Hoy, 2016). Beberapa fitur umum dari berbagai aplikasi kesehatan dan kebugaran terdiri dari penghitung langkah kaki, kalori, jarak mendaki, memonitor detak jantung, hingga jadwal tidur (Laet, 2017). Kemudian, aspek fundamental pada aplikasi ini ialah memiliki kemampuan merekam, keluasan jaringan, kualitas informasi, hiburan, dan keselarasan dengan tren. Selain itu, tujuan dari aplikasi-aplikasi ini telah diikutsertakan pula dalam beragam topik diskusi terkait pengaruhnya terhadap perubahan perilaku sehat. Pada umumnya, aplikasi ini digunakan oleh konsumen yang termotivasi secara positif untuk memperbaiki pola makan, meningkatkan kondisi fisik, dan mempertahankan perilaku hidup sehat. Di samping itu, sebagai aplikasi machine learning, fitur perawatan dan kesehatan yang terpersonalisasi ini dapat menjadi alat prediksi yang berbasis progres konsumen. Berdasarkan kesanggupan aplikasi Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 419

kesehatan dan kebugaran, hal ini menekankan bahwa menguantifikasi diri memerlukan konsistensi yang meliputi frekuensi dan kontinuitas, sehingga proses ini akan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif panjang. Kehadiran pandemi Covid-19 mengarahkan konsumen pada titik awal yang baru, mulai dari untuk mengubah pola hidup, hingga untuk mengetahui diri sendiri secara intensif. Ditambah lagi, peristiwa ini juga mengarah pada perwujudan konseptualisasi kelompok konsumen yang formatif akibat dorongan untuk tetap bertahan hidup. Kondisi ini kini menginterupsi pola perilaku konsumen dalam penggunaan aplikasi kesehatan dan kebugaran. Sebab, berada di masa krisis, motivasi konsumen terhadap penggunaan aplikasi ini mengacu pada dorongan negatif, baik dari sisi personal maupun sosial. Dengan motivasi seperti demikian, hasil dari penggunaannya pun juga berpotensi ikut terdisrupsi. Dari sudut pandang elemen internal perilaku konsumen, Chen dan Pham (2018) berargumen bahwa mayoritas perilaku konsumsi, pada dasarnya, ialah regulasi emosi. Konsumen secara sadar ingin mencoba memengaruhi atau membarui keadaan emosi diri sendiri melalui perilaku atau aktivitas mental. Salah satu implementasi dari gambaran tersebut ialah meringankan keadaan negatif diri dengan berinteraksi atau melakukan beragam aktivitas yang nyaman dan menyenangkan. Pada akhirnya, menurut Chen dan Pham (2018), bentuk penilaian kembali atau reappraisal konsumen sebagai individu dapat berupa empat bentuk. Pertama, konsumen akan mendevaluasi kepentingan tujuan situasional untuk dapat meredakan pengalaman yang menyulitkannya. Kedua, konsumen cenderung fokus hanya pada implikasi positif dari situasi yang dialaminya. Ketiga, konsumen mencoba menjadi optimis terhadap hasil dari situasi yang mungkin terjadi. Keempat, konsumen akan membuat perbandingan sosial yang menurun dengan cara meninggikan persepsi kualitas dirinya sendiri. Dengan kata lain, masa pandemi Covid-19 sebagai ancaman personal akan memacu konsumen untuk mendapatkan kembali status quo emosinya yang hilang atau pudar. Hal ini dapat dicapai melalui implementasi reappraisal tersebut sebagai resolusi negative state relief. Sementara itu, salah satu faktor eksternal perubahan perilaku konsumen yang disebabkan pandemi adalah situasi lingkungan yang digambarkan melalui media sosial. Riset terdahulu telah menunjukkan Komunikasi dan Informasi 420 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

bahwa lingkungan daring tanpa interaksi tatap muka tetap membuat individu di dalamnya merasakan eksistensi dan pengaruh besar dari orang lain (Hildebrand, Herrmann, dan Landwehr, 2013). Tekanan eksternal yang ditanamkan oleh media sosial membawa konsumen pada kecenderungan untuk mencari persetujuan atau menolak ketidaksetujuan dari orang di sekitar lingkungan virtualnya. Perilaku ini dicerminkan pada bentuk konformitas yang kapasitasnya dapat meningkat apabila mengharapkan evaluasi dari individu lain. Justru, perilaku yang tidak menunjukkan konformitas (nonconforming) akan mengarahkan konsumen pada impresi positif. Sebab, menurut Solomon (2017), konformitas hadir apabila terdapat tekanan budaya, rasa takut, komitmen, kelompok dengan kekuatan, kerentanan terhadap pengaruh interpersonal, dan sinyal lingkungan. Sehingga, dalam konteks pandemi, rasa takut terhadap ketidakpastian, tekanan budaya akibat perubahan pola hidup, serta lingkungan dunia luar yang mengkhawatirkan akan mendorong konsumen untuk mencari sarana dan prasana bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan konformitasnya. Aplikasi kesehatan dan kebugaran yang bersifat melacak dan memonitor kemajuan serta tujuan seorang individu akan menyokong motivasi konsumen. Proses kuantifikasi akan memengaruhi motivasi yang berhubungan dengan perilaku dalam jangka panjang. Validitas kuanitifikasi memerlukan ketaatan yang lama dan belum tentu berlaku pada partisipasi yang bersifat sementara. Meskipun demikian, di tengah situasi pandemi di Indonesia yang belum membaik dan mempertimbangkan tekanan personal dan sosial, konsumen masih berusaha memperoleh dan mengklaim zona nyaman mereka untuk bertahan hidup di waktu pandemi. Menguantifikasi diri menjadi salah satu pilihan bagi konsumen untuk membentuk sebuah kebiasaan baru dan mengeksplorasi pengetahuan terhadap diri sendiri berdasarkan data (Zhang dkk, 2019). Sifat numerikal dari timbal balik yang terkuantifikasi dapat memberikan pemikiran reflektif terhadap konsumen. Maka dari itu, aplikasi kesehatan dan kebugaran ini menyediakan kesempatan yang optimal bagi konsumen untuk mempertahankan perasaan positif selama pandemi. Kesejahteraan personal dimulai dari pemahaman terhadap esensi diri. Menurut Hoy (2016), daya tarik kuantifikasi diri datang dari konsumen sebagai manusia yang kekurangan instrumen untuk Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 421

membantu mereka mengenal dan memahami diri mereka sendiri. Dengan menggunakan aplikasi kesehatan dan kebugaran tersebut, konsumen berpotensi mencapai keadaan diri yang lebih reflektif dan produktif. Sebab, menurut Welle (2020), latihan fisik akan memproduksi bahan kimia pada tubuh yang membuat individu dapat merasa nyaman secara emosional yang juga didukung oleh pola makan yang sehat. Ditambah lagi, dengan adanya faktor eksternal dari penggunaan media sosial, konsumen dapat memiliki wadah yang mendukung tindakan konformitasnya. Hal ini didukung oleh kemampuan teknologi yang memberikan akses pada setiap individu untuk melihat dan memersepsikan diri sendiri dan juga orang lain. Kebutuhan untuk melengkapi diri dalam tatanan sosial menjadi signifikan di tengah masa krisis. Jaminan kenyamanan emosional dan kesehatan fisik yang ditawarkan aplikasi kesehatan dan kebugaran telah menjadi salah satu aspek esensial dalam keberlangsungan serta kemampuan bertahan hidup konsumen pada masa pandemi. Apabila diamati menggunakan sudut pandang sosial yang lebih luas, kumpulan konsumen yang terkuantifikasi dapat menciptakan masyarakat yang terkuantifikasi pula. Meskipun sebelum masa pandemi sivilisasi sudah mulai memasuki masa tersebut, ancaman pandemi Covid-19 dengan dampak sosial, personal, serta perpindahan digitalisasi secara masif telah mempercepat prospek terbentuknya kuantifikasi pada masyarakat. Dengan atensi mereka yang terdistraksi oleh pandemi, konsiderasi konsumen terhadap hal-hal tak kasat mata, namun krusial, menjadi teralihkan. Nampaknya, konsekuensi atas penggunaan aplikasi kuantifikasi diri secara kolektif ini hanya diawali oleh sebuah intensi pribadi untuk bertahan hidup, tetapi kemudian meluas hingga mencapai aspek kehidupan yang lain. Misalnya, efek dari keadaan tersebut menginterupsi sistem ekonomi dan politik yang mengkristalisasi prosumption dalam ekonomi data digital. Di sisi lain, etika, dalam konteks ini, mencakup data dan privasi yang juga semakin terdisrupsi baik definisi maupun fungsinya. Fenomena ini memang dapat menghasilkan bentuk diri yang stabil dan, pada derajat tertentu, membentuk keharmonisan antar masyarakat karena koneksi dan jaringan yang disediakan oleh aplikasi kesehatan dan kebugaran. Akan tetapi, konsekuensi jangka panjang dan mayor ini, apabila tidak dikendalikan, akan memecah batas-batas pertahanan sekuritas dan Komunikasi dan Informasi 422 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

pengawasan. Sehingga, konsumen sebagai individu dan bagian dari entitas masyarakat perlu sebuah formasi resolusi alternatif yang dapat mendukung keberlangsungan dan kemampuan bertahan hidupnya akibat kondisi distopia dari kuantifikasi diri yang berkepanjangan. Penutup Kondisi di Indonesia yang dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 akan menyentuh sebuah standardisasi dan titik normal yang termodifikasi, terutama pada masyarakat kelas menengah dan atas. Dorongan regulasi emosi negatif dan konformitas melalui media sosial telah meningkatkan perilaku konsumen untuk mencoba menginterpretasi angka dan data biometrik menjadi kepuasan subyektif dan kebutuhan bertahan hidup. Proses kuantifikasi diri tersebut perlu diantisipasi kesinambungannya, tidak hanya oleh pemasar tetapi juga konsumen. Pemasar perlu menyajikan transparansi dan kejelasan terkait produk atau aplikasinya, sedangkan konsumen perlu lebih kritis terhadap data dan menyusun prioritas kebutuhan fundamentalnya. Kesadaran publik terkait kuantifikasi diri pada konsumen masih perlu dikembangkan sebagai aksi preventif terhadap peluang distopia. Limitasi analisis dalam artikel ini terletak pada penulis yang belum mengikutsertakan jenama spesifik aplikasi kuantifikasi dan belum mencakup elaborasi mendalam mengenai demografis konsumen yang memiliki kecenderungan menguantifikasi diri. Untuk dapat memetakan perilaku konsumen dalam mengorganisasi masa krisis, penelitian terkait kuantifikasi diri selanjutnya diharapkan dapat mengkaji manajemen krisis konsumen dengan mengolaborasikan sudut pandang konsumen sebagai aktor komunikasi di lingkungan virtual dengan konsumen sebagai sel dalam sistem ekonomi.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 423

Daftar Pustaka Adiwijaya, S. (2020). “Covid-19 Sebabkan Perubahan Perilaku Konsumen”. Tagar.id. Diakses dari https://www.tagar.id/covid19-sebabkanperubahan-perilaku-konsumen pada tanggal 9 Mei 2020. Ashman, R., Wolny, J., dan Solomon, M. R. (2018). The Quantified Self: Self-Regulation in Cyborg Consumers. Dalam M. R. Solomon dan T. M. Lowrey (Eds.), The Routledge Companion to Consumer Behavior. New York: Routledge. Carretié, L., Mercado, F., Tapia, M., dan Hinojosa, J. A. (2001). “Emotion, Attention, And The ‘Negativity Bias’, Studied Through EventRelated Potentials. International Journal Of Psychophysiology”. 41. pp. 75-85. DOI: 10.1016/s0167-8760(00)00195-1. Chen, C. Y. dan Pham, M. T. (2018). “Affect Regulation And Consumer Behavior. Society for Consumer Psychology”. pp. 114-144. DOI: 10.1002/arcp.1050. Hildebrand, C., Häubl, G., Herrmann, A., dan Landwehr, J. R. (2013). “When Social Media Can Be Bad for You: Community Feedback Stifles Consumer Creativity and Reduces Satisfaction with SelfDesigned Products”. Information Systems Research. 24(1). pp. 14– 29. DOI: 10.1287/isre.1120.0455 Hoy, M. B. (2016). “Personal Activity Trackers and the Quantified Self ”. Medical Reference Services Quarterly. 35(1). pp. 94-100. DOI: 10.1080/02763869.2016.1117300. Hoyer, W. D., MacInnis, D. J, dan Pieters, R. (2012). Consumer Behavior. Edisi ke-6. Mason: South Western. Junida, A. I. (2020). “Analisis Catat Perubahan Perilaku Konsumen Karena COVID-19”. Antara News. Diakses dari https://www. antaranews.com/berita/1470759/analis-catatperubahanperilaku-konsumen-karena-covid-19 pada tanggal 9 Mei 2020. Kiesler, C. A. & Kiesler, S. B. (1969). Conformity. Menlo Park, CA: Addison-Wesley Publishing Company. Laet, K. d. (2017) Interrelations between the uses of fitness wearables and healthy consumer behavior. 9th IBA Bachelor Thesis Conference. Diakses dari https://essay.utwente.nl/72802/1/de%20 Laet_BA_BMS.pdf pada tanggal 9 Mei 2020. Komunikasi dan Informasi 424 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Meskó, B. dan Dhunnoo, P. (2020) Digital Health and the Fight Against the COVID-19 Pandemic. The Medical Futurist. Diakses dari https:// www.matrc.org/wp- content/uploads/2020/04/Digital-Health-andCOVID19.pdf?79e857&79e857 pada tanggal 9 Mei 2020. Muxworthy, K. (2020). “The Rise Of A Diet Culture During Coronavirus Is Inescapable Right Now But Here’s How To Beat It”. GLAMOUR. Diakses dari https://www.glamourmagazine.co.uk/article/rise-ofdiet-culture-during- coronavirus pada tanggal 9 Mei 2020. Neifer, A. (2015). “Biohackers Are Implanting LED Lights Under Their Skin”. Motherboard. Diakses dari https://www.vice.com/en_us/ article/d7yzvj/biohackers-are- implanting-led-lights-under-theirskin pada tanggal 15 Mei 2020. Solomon, M. R. (2017). Consumer Behavior: Buying, Having, Being. Edinburgh: Pearson. Voinea, L. dan Filip, A. (2011). “Analyzing the Main Changes in New Consumer Buying Behavior During Economic Crisis”. International Journal of Economic Practices and Theories. 1(1). pp. 14-15. Diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/6612386.pdf pada tanggal 15 Mei 2020. Welle, D. (2020) How to Stay Healthy at Home During the Coronavirus Lockdown. EcoWatch. Diakses dari https://www.ecowatch.com/ staying-healthy-coronavirus-lockdown- 2645583333.html pada tanggal 9 Mei 2020. Whitby, M. (2020). “Headspace Offers US Healthcare Professionals Free Access To Mindfulness App”. Fit Tech. Diakses dari https:// www.fittechglobal.com/news/Headspace-offers- US-healthcareprofessionals-free-access-to-mindfulness-app/345136 pada tanggal 15 Mei 2020. Yuswohady. (2020). Corona Kills Everything. Yuswohady. Diakses dari https://www.yuswohady.com/2020/05/07/corona-killseverything/ pada tanggal 9 Mei 2020. Zhang, Y.-D., Li, D.-J., Zhang, C.-B., dan Zhang, H.-L. (2019). “Quantified Or Nonquantified: How Quantification Affects Consumers’ Motivation In Goal Pursuit”. Journal of Consumer Behaviour. 18(2). pp. 1-15. DOI: 10.1002/cb.1752. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 425

PROGRAM ACARA BELAJAR DARI RUMAH: PERAN TVRI SEBAGAI MEDIA PUBLIK DI MASA PANDEMI COVID-19 Fadjarini Sulistyowati

Latar Belakang Pada tahun 2020 dunia dikejutkan dengan wabah penyakit virus Corona yang begitu cepat menyebar ke beberapa negara di dunia serta menimbulkan korban yang begitu besar dalam waktu singkat. Wold Health Organization (WHO) pun menetapkan wabah ini sebagai pandemik dan menyebutnya Pandemi Covid-19. Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan status darurat bencana sejak 29 Februari hingga 29 Mei 2020 (detik.com, 2020). Pemerintah mengambil langkah dan kebijakan dalam mengantisipasi virus Corona yakni: social distancing jaga jarak minimal 2 meter dengan orang lain, tinggal di rumah, cuci tangan menggunakan sabun, memakai masker dan menghindari pertemuan/kerumunan massal. Pandemi Covid-19 juga mengubah kebijakan pendidikan di Indonesia. Sejak pertengahan bulan Maret 2020 para siswa SD-SMPSMA dan PT hampir semuanya belajar di rumah. Mendikbud, Nadiem Makarim pada tanggal 24 Maret 2020 mengeluarkan Surat Edaran Khusus yang menyatakan dalam rangka memprioritaskan kesehatan guru dan siswa maka proses pembelajaran dilakukan secara daring (cnbcindonesia, 2020). Perubahan pembelajaran dari pembelajaran klasikal di kelas ke daring mengubah kebiasaan dan perilaku masyarakat. Orang tua akhirnya membiasakan diri untuk selalu mendampingi pembelajaran anaknya dengan gadget maupun laptop. Mereka juga harus memainkan peran guru di rumah. Pembelajaran secara daring hanya bisa diakses oleh masyarakat yang tinggal di kota besar dan memiliki kemampuan ekonomi cukup baik. Padahal, kondisi wilayah dan kemampuan ekonomi masyarakat di Indonesia tidaklah sama, ada beberapa daerah terutama di desa dan pulau-pulau yang tidak ada akses internet, sehingga tentunya mereka tidak bisa melakukan pembelajaran secara Komunikasi dan Informasi 426 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

daring. Di Pulau Jawa akses internet belum merata, ada beberapa wilayah yang susah untuk mendapat sinyal, apalagi kondisi di luar Pulau Jawa tentunya lebih sulit untuk mengakses internet. Untuk itu, akhirnya Mendikbud membuat program pembelajaran melalui TVRI yakni program acara pendidikan Belajar dari Rumah. Program acara yang dikemas sebagai pembelajaran di rumah untuk siswa PAUD, SD hingga SMA. Program acara televisi ini direncanakan dalam waktu yang singkat untuk segera mengantisipasi kondisi para siswa yang harus belajar di rumah. Program acara Belajar dari Rumah mulai diluncurkan Kemdikbud yang bekerjasama dengan TVRI pada tanggal 13 April 2020 (Kemendikbud, 2020). Program tayangan ini menjadi salah satu alternatif pembelajaran bagi siswa, guru, maupun orang tua, selama masa belajar di rumah di tengah Pandemi Covid-19. Program Belajar dari Rumah di TVRI diisi dengan berbagai tayangan edukasi, seperti pembelajaran untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga pendidikan menengah. Bahkan dalam program acara tersebut juga disediakan tayangan bimbingan untuk orang tua dan guru, serta program kebudayaan di akhir pekan, yakni setiap Sabtu dan Minggu. Program acara pendidikan ini direncanakan tiga bulan sampai bulan Juli 2020. Program acara televisi yang merupakan kerjasama dari TVRI dan Kemdikbud ini cukup menarik untuk dibahas karena menjadi salah satu ujud peran media massa khususnya televisi dalam memberikan solusi untuk pembangunan pendidikan di Indonesia. Televisi merupakan media massa yang sangat familiar dan diminati bagi masyarakat Indonesia sehingga pemanfaatan media televisi sebagai media pembelajaran sangatlah tepat. Televisi di Indonesia Media televisi merupakan salah satu media massa yang berpengaruh pada semua lapisan masyarakat. Berdasarkan data dari Nielsen pada tahun 2019, masyarakat Indonesia rata-rata mengakses televisi selama 5 jam dan internet selama 3 jam perhari (Okezone, 2020). Hal ini menunjukkan program acara televisi masih diminati masyarakat. Televisi di Indonesia menjadi media yang popular seiring dengan naiknya kepemilikan pesawat televisi di tingkat rumah tangga sepanjang Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 427

periode 1970-an dan 1980-an. Pada tahun 1971 hanya 212.580 pesawat televisi terdaftar dan 5% di luar Jawa, namun pada tahun 1983 melonjak ada hampir 3 jutaan pesawat televisi terdaftar yang menjangkau 64% populasi, (Tapsell, 2019). Bahkan pada tahun 2017, tingkat penetrasi penonton televisi mencapai angka lebih dari 90% dari total populasi sehingga TV merupakan media popular di Indonesia, (Utomo, 2017). Bila saat ini dilakukan pendataan maka hampir setiap rumah tangga di Indonesia memiliki minimal satu pesawat televisi. Televisi menjadi media yang popular dan diminati hampir semua lapisan masyarakat karena beberapa karakteristik yang melekat pada televisi yakni adanya tayangan audiovisual dan sajian yang bahasa verbal yang mudah dipahami. Sifatnya yang audio visual menjadikan televisi dapat menghadirkan berbagai tayangan film, sinetron, panggung musik demikian juga pertandingan olah raga, audiens dapat menonton pertandingan sepak bola tanpa harus ke stadion. seperti yang disampaikan Kusumasari (2017), “Compared to other mass media (such as radio, movies, newspapers, magazines), television has special character, TV program can be political, informative, entertaining, educative or even combined with all of these elements”. Tayangan televisi mampu menghipnotis audiens sesuai dengan pendapat George Gerbner (Rakhmat, 2015), televisi menjadi orang tua kedua bagi anak-anak, guru bagi penontonnya dan pemimpin spiritual yang dengan halus menyampaikan nilai-nilai dan mitos tentang lingkungan, dan juga menanamkan ideologi. Televisi menurut Gebner dalam Cultivation Theory (Little John, 2016), merupakan penceritaan yang tersentralisasi. Adanya drama, iklan, berita dan program lainnya menghadirkan sebuah dunia tentang gambaran dan pesan-pesan yang cukup berkaiatan ke dalam setiap rumah. Mobilitas televisi telah menjadi sumber umum dari sosialisasi dan informasi sehari-hari (terutama dalam bentuk hiburan. Televisi dikatakan Fiske (2016) sebagai media pendongeng (bordic media). Isi televisi diserap ke dalam budaya lisan sebagian besar dibingkai dalam konteks gossip perempuan dan permainan anak-anak. Menurutnya lebih lanjut, televisi menyediakan sebuah pengalaman simbolis dan pengalaman wacana yang sama pada audiensnya. Keberadaan media televisi di Indonesia diawali pada tahun 1962 dengan munculnya TVRI melalui siaran pembukaan pesta olahraga seKomunikasi dan Informasi 428 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Asia IV atau Asean Games di Senayan Jakarta. Dengan keberadaan satelit Palapa pada tahun 1976, TVRI mulai mengudara ke berbagai wilayah Indonesia. Pada masa Orde Baru, TVRI ada di bawah kendali pemerintah melalui Departemen Penerangan, yang hal ini menunjukkan karakteristik sistem penyiaran otoritarian. Seperti yang disampaikan Wahyuni (2014), sistem penyiaran pada masa Orde Baru adalah sistem penyiaran otoritarian. Sistem penyiaran yang berjalan dengan kode “kuasa” sesuai dengan UU Penyiaran No. 24 Tahun 1997, bahwa penyiaran dikuasai oleh Negara yang pembinanaan dan pengendaliannya di bawah kendali pemerintah. Namun, monopoli TVRI sebagai satu-satunya media televisi yang dapat diakses masyarakat mulai tersingkir dengan keberadaaan televisi swasta pada tahun 1990-an. Keberadaan televisi swasta lebih menarik minat masyarakat dibandingkan tayangan dari TVRI. Berbagai acara hiburan popular yang ditayangkan televisi-televisi swasta menjadikan televisi lebih dinikmati sebagai media hiburan. Hal ini tentunya juga memicu perkembangan tayangan televisi sebagai media hiburan popular. Munculnya stasiun-stasiun televisi swasta menandai dimulainya kelompokkelompok usaha yang nantinya berkembang menjadi konglomerasi media dalam penyiaran Indonesia, (Tapsell, 2019). Kebijakan dan regulasi media penyiaran di Indonesia yang lemah menjadikan media komersial televisi swasta menjadi media penyiaran yang lebih berkecenderungan menyajikan tayangan-tayangan hiburan yang sesuai rating program acara yang dilakukan lembaga rating Nielsen. Keberadaan UU Penyiaran No. 32/2002 yang mengamanatkan KPI sebagai lembaga regulator program acara-acara di televisi belum berhasil mendorong program acara televisi komersial swasta menjadi tayangan lebih mendidik. TVRI Sebagai TV Publik dalam Komunikasi Pembangunan Selama Orde Baru, tayangan TVRI lebih berorientasi untuk kepentingan pemerintah yang seringkali lebih banyak digunakan sebagai kampanye pembangunan Orde Baru. Dengan keberadan TV swasta, tayangan TVRI menjadi tidak lagi diminati publik. Untuk itu, TVRI berupaya untuk mengubah image dan sistem pengelolaannya sehingga program acara yang disampaikan ke khalayak dapat menarik minat masyarakat. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 429

Upaya untuk melakukan perubahan menjadi media publik sudah dirintis TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran yang awalnya milik pemerintah sejak adanya UU Penyiaran. Media penyiaran publik menurut Masduki (2017), adalah media penyiaran untuk kepentingan publik dan dikontrol oleh publik. Rumusan media penyiaran publik menurut UNESCO. PSB (Public Service Broadcasting) is broadcasting made, financed and controlled by the public, for the public. It is neither commercial nor state-owned. It is free from political interference and pressure from commercial forces. Through PSB, citizens are informed, educated and also entertained. When quaranteed with pluralism, programming diversity, editorial independence, appropriate funding, accountability and transparency, public service broadcasting can serve as a cornerstone of democracy (Masduki dan Darmanto, 2016). TV Publik memiliki prinsip-prinsip yang dijabarkan oleh Marc Roboy dan Michael Tracey; 1) Akses universal artinya TV Publik melayani semua kelompok masyarakat tanpa melihat status sosial ekonomi dan jarak geografis; 2) Memiliki daya tarik lebih universal yakni TV Publik menyampaikan tayangan yang lebih beragam dengan mempertimbangkan aspek keanekaragaman kultural; 3) Memberikan perhatian pada kelompok minoritas sehingga TV Publik tidak hanya memberi ruang pada kelompok dominan; 4) Berkomitmen untuk pendidikan publik, TV Publik sangat berkepentingan untuk meningkatkan pendidikan publik; 5) Menjaga jarak dengan seluruh kepentingan baik politis, ekonomi maupun sosial karena TV Publik bersifat independen; 6) TV Publik berkompetisi untuk menghasilkan program acara yang berkualitas atau baik bukan untuk memeroleh rating; 7) Arahan yang diterima lebih bersifat kebebasan bagi produser TV Publik dan 8) TV Publik sebagai public sphere yakni ruang publik tempat untuk berdebat secara rasional tanpa ada kepentingan politik, ekonomi dan agama (Wulandari, 2016). Keberadaan TV Publik merupakan media yang tepat dalam komunikasi pembangunan. Seperti yang disampaikan oleh Harun, Rochajat dan Ardianto (Aisyah, 2016) tujuan komunikasi pembangunan mencapai pembangunan berkelanjutan, pembangunan menginginkan bahwa sekelompok massa orang-orang dengan tingkat literasi dan Komunikasi dan Informasi 430 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

penghasilan rendah dan atribut sosial ekonomi, harus berubah. Dalam komunikasi pembangunan yang diutamakan adalah kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat. Rhetian menyampaikan fungsi media penyiaran publik (Masduki dan Darmanto, 2016) adalah: 1) Memberi informasi yang dapat berupa berita atau dialog terkait sosialisasi dan kontrol atas kebijakan publik; 2) Memberikan pencerahan/ siaran pendidikan dengan format siaran didaktis dan kreatif dan 3) Memberikan hiburan yang berkualitas baik musik atau drama. Bila melihat fungsi yang melekat pada media penyiaran publik maka TVRI memiliki peran yang besar dalam komunikasi pembangunan. Implementasi TVRI sebagai media penyiaran publik tidaklah mudah terutama di era digital saat ini. Di era digital dengan munculnya berbagai media baru membuat persaingan TVRI dengan media TV komersial, media sosial dan internet semakin berat. Bahkan seperti yang disampaikan oleh Tambini (2015), “State-administered and publicservice broadcasters all over the world face challenges as they come to terms with the new realities of digital media. A major structural shift is under way, with uncertain outcome. Some have been able to parry the challenges of new competitors and declining audiences and grasp the opportunities afforded by new services and delivery platforms. Others, due to political and regulatory constraints or a lack of audience demand, have been less able to respond and have seen their audiences dwindle. Tambini berpendapat lembaga penyiaran yang dikelola pemerintah dan layanan publik di seluruh dunia menghadapi tantangan dari media digital. Pergeseran struktural besar sedang berlangsung, dengan hasil yang tidak pasti. Beberapa telah mampu menangkis tantangan dari pesaing baru dan menurunkan audiensi dan menangkap peluang yang diberikan oleh layanan baru dan platform pengiriman. Yang lain, karena kendala politik dan peraturan atau kurangnya permintaan audiens, kurang mampu merespons dan membuat audiensi mereka berkurang. Berarti dari hasil riset yang dilakukan Tambini dalam artikel di atas, bukan hanya di Indonesia tetapi banyak lembaga penyiaran publik menghadapi tantangan berat di era digital ini. Tetapi menurut Bordon, et. all (2019), hal ini bisa diatasi dengan membuat strategi, “Be they researchers or professionals, our authors all believe that PSB has something specific to contribute in the new “digital eco-system.”4 More specifically, they concur on one crucial strategy which should be (and yet Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 431

is only partially) used by PSB today to conquer some of the digital space: actively engaging audiences, no longer considered as the passive recipients of quality programming but as partners in a sort of a digital conversation (to use the most optimistic metaphor)”. Menurut Bordon, di era digital media penyiaran publik haruslah memiliki strategi, setidaknya harus menganggap audiens aktif terlibat, audiens tidak lagi dianggap sebagai penerima pasif dari pemrograman yang berkualitas tetapi sebagai mitra. Untuk ini, TVRI harus mampu memilih target audiens dan membuat program acara yang menarik minta mereka tanpa meninggalkan prinsip-prinsip sebagai media penyiaran publik. Strategi lain yang dapat dilakukan TVRI dengan menjadikan program acaranya dapat diakses melalui internet dan bermitra dengan media-media lain. Selain itu, untuk menjadikan media publik yang dapat berperan dalam pembangunan TVRI membutuhkan intervensi kebijakan dari pemerintah. Pemerintah haruslah mendukung upaya implementasi tersebut dengan memberikan regulasi yang jelas dalam penyiaran publik. Pemerintah perlu mencontoh kebijakan di beberapa negara yang berhasil mengembangkan media penyiaran publik seperti misalnya BBC di Inggris, NHK di Jepang, CBC Kanada dan PBS di Thailand. Upaya yang perlu dilakukan dalam mengimplementasikan media penyiaran publik, tidaklah dapat dilakukan oleh TVRI sendiri namun perlu melakukan sinergitas dengan kementrian dan badan-badan lain. Seperti yang dilakukan pada masa Pandemi Covid-19 ketika TVRI bekerjasama dengan Kemdikbud meluncurkan program acara Belajar dari Rumah. Belajar dari Rumah dan Solusi Belajar Salah satu dampak adanya Pandemi Covid-19 adalah program pendidikan. Terhentinya proses pembelajaran di semua jenjang pendidikan mengakibatkan proses pendidikan terganggu. Hal ini memang bukan hanya terjadi di Indonesia namun berdasarkan laporan ABC News 7 Maret 2020, penutupan sekolah terjadi di lebih dari puluhan negara karena wabah COVID-19. Menurut data Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), setidaknya ada 290,5 juta siswa di seluruh dunia yang aktivitas belajarnya menjadi terganggu akibat sekolah yang ditutup, (Purwanto, Pramon, Asbari dkk, 2020). Komunikasi dan Informasi 432 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Awalnya pemerintah mengambil kebijakan pembelajaran dengan menerapkan belajar dari rumah dengan metode daring/online. Pembelajaran daring tidaklah mudah, para siswa dan guru sejak semula tidak terbiasa dengan pembelajaran daring harus membiasakan diri dengan kegiatan ini, belum lagi kegagapan teknologi bagi sebagian masyarakat Indonesia menjadi kendala di samping akses internet dan tingkat kemampuan ekonomi yang belum merata di seluruh Indonesia. Untuk itu, akhirnya, pemerintah melalui Kemdikbud yang bekerjasama dengan TVRI meluncurkan Program Belajar dari Rumah yang ditayangkan pertama kali pada tanggal 13 April 2020. Program ini menurut Mendikbud untuk membantu masyarakat yang memiliki keterbatasan pada akses internet, baik karena tantangan ekonomi maupun letak geografis (Kemdikbud, 2020). Program tayangan pendidikan melalui TVRI sangatlah tepat. Hal ini sesuai dengan fungsi TVRI sebagai TV publik, yakni memberikan pendidikan kepada masyarakat. Karakteristik TVRI yang menyajikan program siaran secara audio visual menjadi daya pendukung untuk menyampaikan materi pembelajaran lebih menarik. Program siaran ini dikemas menarik dan variatif mulai dari siaran animasi, program pembelajaran materi pelajaran yang menarik, dan pemutaran film yang memiliki unsur pendidikan. Salah satu tayangan yang disampaikan untuk anak-anak PAUD adalah film Sesame Street, film pendidikan untuk anak-anak yang diluncurkan pada tahun 1969 oleh Joan Ganz Cooney, merupakan film pendidikan yang menarik untuk-anak-anak usia 3-4 tahun, (Baran, 2015). Program Belajar dari Rumah dimanfaatkan beberapa sekolah untuk memberikan tugas dan PR dari acara tersebut. Dengan adanya tugas dari sekolah mengharuskan para siswa menyimak program acara tersebut, dan orang tua dapat mendampingi proses pembelajaran tersebut. Kegiatan anak-anak menonton program pembelajaran melalui televisi akan lebih mudah terpantau oleh orang tua mereka. Program Belajar dari Rumah menjadi salah satu upaya media massa dalam membantu mengatasi terhentinya proses pembelajaran bagi siswa PAUD-SMA dan digantikan dengan proses pembelajaran di rumah melalui media TV. Seharusnya, pembelajaran melalui TVRI ini dapat dijadikan proses berkelanjutan bukan hanya pada masa Pandemi Covid-19, TVRI dapat terus melakukan kerjasama dengan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 433

Kemdikbud untuk memberikan materi pendidikan melalui program tersebut. Kerjasama yang berlanjut akan memungkinkan sekolahsekolah mewajibkan para siswanya mengakses program acara tersebut. Selain itu, kerjasama dengan Kemdikbud perlu dilakukan agar dapat mensinkronisasi kurikulum yang disampaikan dalam program tersebut. Bagi masyarakat Indonesia daya tarik televisi masih cukup tinggi bahkan dari beberapa riset di atas masih di atas internet. Selain itu, dari data yang dilakukan KPI pada tahun 2019 tentang riset khalayak di 12 kota besar dengan 1200 responden, jumlah penonton televisi terbanyak adalah ibu-ibu yang berumur 41-46 tahun (KPI, 2019). Hal ini berarti dengan adanya program Belajar dari Rumah di TVRI dapat mendorong ibu-ibu untuk mengajak putra-putrinya mengikuti proses pembelajaran tersebut. Tetapi di sisi yang lain TVRI sebagai salah satu media televisi di Indonesia bukanlah televisi yang memiliki rating tinggi atau kurang diminati masyarakat. Apalagi di era sekarang saingan media televisi bukan hanya televisi namun berbagai media yang memberikan sajian yang lebih menarik seperti yang disampaikan Potter, “However, it could also be argued that the legitimacy of PSB children’s content is in fact undermined by the sheer abundance of what is now on offer commercially. After all, there are reputedly over 400 children’s channels globally (Westcott & Stuart, 2015), and swathes of free, on-demand content on YouTube, or at a price on subscription video-on-demand (SVOD) services,such as Netflix and Amazon Prime, who are ramping up commissioning of children’s programming to attract subscribers (Steemers, 2017). Menurut Potter, legitimasi TV publik dalam menyajikan program anak-anak mendapat banyak saingan misalnya adanya 400 channel anak-anak, belum lagi You tube dan adanya Netfliks dan Prime Amazon. Sehingga untuk di Indonesia, TVRI haruslah mendapat intervensi kebijakan dari pemerintah, semisal dengan adanya Program Belajar di TVRI maka Kemdikbud meminta kepada sekolah-sekolah untuk memanfaatkan acara tersebut sebagai media pembelajaran alternatif. Hal ini penting untuk dilakukan agar TVRI sebagai TV publik mendapat tempat di masyarakat, karena tayangan pendidikan bagi anak-anak merupakan program acara yang lebih memberikan manfaat dibandingkan program acara komersial yang hanya mengandalkan rating penonton. Komunikasi dan Informasi 434 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Program Belajar dari Rumah telah memberikan bukti bagaimana TVRI sebagai media massa mampu memberikan layanan program pembelajaran bagi masyarakat Indonesia namun yang penting dilakukan TVRI jangan hanya puas dengan menyajikan program Belajar dari Rumah di masa Pandemi Covid-19. TVRI harus mampu menjadi media layanan publik seutuhnya bagi masyarakat Indonesia. Daya jangkau TVRI yang cukup luas dan dapat diakses di beberapa daerah di Indonesia menjadi pendukung media ini untuk berkontribusi dalam pembangunan Indonesia Simpulan Televisi merupakan salah satu media massa yang memiliki peran untuk memberikan informasi dan pendidikan bagi masyarakat. TVRI merupakan media TV publik yang perlu didorong untuk mengimplementasikan program-program acaran yang berorientasi bagi pembangunan masyarakat. Program acara TVRI, Belajar dari Rumah merupakan bukti peran media massa dalam menyampaikan program pembelajaran di masa Pandemi Covid-19. Program ini cukup menarik dan menjadi solusi masyarakat untuk mendapatkan materi pembelajaran bagi masyarakat. Pada saat pembelajaran klasikal tidak dapat dilaksanakan, tayangan ini mampu mengisi materi pendidikan bagi siswa PAUD hingga SMA. Untuk selanjutnya, seharusnya program pembelajaran ini dapat dijadikan suatu program wajib tonton bagi siswa-siswi di sekolah. Namun, tentunya Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan dan regulasi untuk memberikan ruang bagi TVRI sebagai TV publik dan TVRI juga harus memacu diri untuk memberikan tayangan yang kreatif dan menarik dalam materi pendidikannya. .

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 435

Daftar Pustaka Aisyah, Siti Nur. (2016). “Strategi Komunikasi Pembangunan Riau Women Working Group dalam Mengembangkan Ketrampilan Anyaman Masyarakat Desa Pangkalan Gondai Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan”. Jurnal Jom Fisip Vol. 3 No.3 2016. P. 1-15. Bourdon, Jerome, Buchman, Mette Charis & Kaufman, Peter B., (2019). “Editorial: Public Service Broadcasting in The Digital Age”. VIEW Journal of European Television History and Culture. Vol. 8, 16, 2019. Baran, Stanley J. 92015). Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya. Penerjemah: S. Rouli Manalu. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama Fiske, John. (2016). Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Hapsari D. PT Radjagrafindo: Jakarta Kemdikbud.( 2020). Kemendikbud Hadirkan Program Tayangan “Belajar dari Rumah” di TVRI 09 April 2020 https://www. kemdikbud.go.id/main/blog/2020/04/kemendikbud-hadirkanprogram- tayangan-belajar-dari-rumah-di-tvri. Diakses tanggal 1 Juni 2020 Koesmawardhani, Nograheni Widhy. (2020). Pemerintah Tetapkan Masa Darurat Bencana Corona Hingga 29 Mei 2020. https:// news.detik.com/berita/d-4942327/pemerintah-tetapkan-masadarurat-bencana-corona-hingga. Diakses 5 Mei 2020. KPI. (2019). Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis,menjadi pimbicara kunci diacara Ekspose Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, (12/11/2019). http://www.kpi. go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/3530Setiap Tahun, Indeks Kualitas Siaran TV Meningkat. Diakses 12 Mei 2020. Little John, Stephen W., dan Foss Karen.A., (2016). Teori Komunikasi Edisi 9. diterjemahkan oleh Mohamad Yusuf Hamdan. Salemba Humanika: Jakarta Kusumasari, Dita. (2017). Intensity of Korean Drama Program in Television-Interaction of Peer Group, and Its Influence Toward K-Style Imitation Behavior Among Teenagers. Jurnal Komunikasi ISKI. Volume 02 (01). 2017. P. 48-56. Komunikasi dan Informasi 436 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Masduki dan Darmanto. (2016). Penyiaran Publik Regulasi dan Implementasi. Yayasan Tifa: Jakarta. Masduki. (2017). Public Service Broadcasting (PSB) Regulation in Indonesia: Between Market and Public Interest. SHS Web of Conferences 33, 00040. iCome 16 Purwanto, Agus, Asbari Masduki, Pramono, Rudy dan Budi Santoso, Priyono. (2020). “Studi Eksploratif Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Proses Pembelajaran Online di Sekolah Dasar”. EduPsyCouns Journal. Volume 2 No. 1 P. 1-13. Rakhmat, Jalaluddin. (2015). Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosda Karya Steemers, Jeannette. 2017. Public Service Broadcasting Children’s Television and Market Failure: The Case of The United Kingdom. International Journal on Media Management. Volume 19, No. 4 P. 298-314. Tambini, Damian. (2015). “Five Theses on Public Media and Digitization: From 56-Country Study”. International Journal of Communication 9. (2015), 1400-1424. Tapsell, Ross. (2019). Kuasa Media di Indonesia Kaum Oligarki, Warga dan Revolusi Digital. Penterjemah: Wisnu Prasetyo Utomo. Margin Kiri: Jakarta. Taufik Fajar. (2019). Studi Nielsen Pemirsa Indonesia Habiskan 5 Jam Nonton TV dan 3 Jam Berselancar di Internet. Selasa, 5 Maret 2019. https://economy.okezone.com/read/2019/03/05/320/2025987/studinielsen-pemirsa-indonesia-habiskan-5-jam-n. Diakses tanggal 5 Mei 2020. Utomo, Prasetyo Wisnu. (2017). Oligarki Media dan Bagaimana Dia Menentukan Pemberitaan. https://theconversation.com/oligarkimedia-dan-bagaimana-dia-menentukan-arah pemberitaan-86639. Diakses tanggal 20 Mei 2020. Wahyuni, Indah, Hermin. (2014). “Sistem Penyiaran Indonesia dalam Perspektif Sistem Autopetic Niklas Luhmann (Eksplorasi dan Refleksi Autopoetic Sistem Penyiaran Indonesia”. Artikel dalam Dinamika Media Penyiaran. ISKI: Jakarta Wulandari, Dwi, Adji, Nurul. (2016). “Lembaga Penyiaran Publik Indonesia dalam Persimpangan Idealisme vs Ekonomi Politik Media”. Jurnal Interaksi. Volume 5 No. 1 Januari 2016. P. 78-89. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 437

SOCIAL DISTANCING DALAM PESAN IKLAN TV LAYANAN MASYARAKAT ANTV Agus Hermanto dan Aminah Swarnawati

Saat ini, virus Corona atau Covid-19 telah menjadi pandemi. Sejak merebak pada Desember 2019 di Wuhan Tiongkok, virus tersebut telah menginfeksi hampir di seluruh dunia dan menelan banyak korban. Di Indonesia sendiri ada sebanyak 609 kasus positif baru dengan total penderita COVID-19 mencapai 27.549 pada tangga 2 Juni 2020. Pada tanggal 3 Juni 2020, kasus positif COVID-19 naik 684 dengan pasien yang sembuh sebanyak 471 dan meninggal 35 orang (covid19.go.id, 2020). Beragam cara telah dan akan dilakukan oleh banyak negara di dunia untuk mengantisipasi penyebaran virus tersebut agar tidak semakin menyebar luas penularannya dan akan menelan semakin banyak korban yang meninggal. Menerapkan social distancing adalah salah satu cara dan langkah guna mencegah dan mengendalikan penyebaran infeksi COVID-19. Saat ini sangat penting social distancing untuk dilakukan, karena peneliti belum bisa menemukan vaksin virus Corona untuk melindungi tubuh. Cara yang sedang gencar digaungkan guna menghadapi pandemi Covid-19 agar tidak semakin meluas. Menteri Komunikasi dan Informatika melaui surat tertanggal 21 Maret 2020 dengan Nomor: S-2019/M.Kominfo/PI.01.03/03/2020; meminta kepada lembaga penyiaran untuk menayangkan iklan guna pencegahan corona setiap satu jam sekali. Menayangkan iklan layanan masyarakat untuk mematuhi penerapansocial distancing dan tetap berada di rumah (www.tempo.co, 2020). Salah satu lembaga penyiaran yang menjawab permintaan Menteri Komunikasi dan Informatika adalah ANTV. Televisi swasta tersebut mencoba menyampaikan berbagai informasi yang terkait dengan social distancing dengan menayangkan iklan layanan masyarakat. Menyampaikan sebuah pesan sosial yang persuasif; mengajak audiens untuk mengenal social distancing dan bagaimana menyikapinya. Sampai saat ini, televisi masih menjadi salah satu media periklanan yang efektif. Sebagai media audio visual, ia mampu menghadirkan Komunikasi dan Informasi 438 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

iklan yang unik, komunikatif, dan menghibur serta sesuai dalam mendemonstrasikan bagaimana cara kerja sesuatu kepada audiens. Setiap hari, sadar ataupun tidak kita selalu terpapar oleh iklan yang ditayangkan di televisi. Iklan telah menjadi bagian dalam kehidupan kita sehari-hari dan telah mengambil peran penting dalam kehidupan masyarakat saat ini. Apa yang kita lakukan dan pakai, tidak menutup kemungkinan dipengaruhi oleh iklan. Seperti yang dikatakan oleh Hermanto dan Adawiyah (2020), iklan merupakan sebuah realita dari apa yang ada di masyarakat. Iklan bisa menjadi alat yang merepresentasikan apa-apa yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh pengiklan dalam mengkomunikasikan tujuan yang ingin dicapai. Sebagaimana pesan iklan TV layanan masyarakat ANTV yang berkaitan dengan social distancing. Juga mampu menarasikan apa-apa yang disampaikan pengiklan (ANTV) tentang social distancing. Masalah dalam tulisan ini dibatasi pada pesan iklan TV layanan masyarakat dalam menyampaikan informasi persuasif yang bersifat sosial, dan ini bisa dikaitkan dengan paradigma naratif; manusia sebagai makhluk pencerita (Fisher 1987 dalam Trisakti dan Hifni, 2018). Bagaimana cara komunikator menarasikan social distancing. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui bentuk visual dan narasi social distancing dalam pesan iklan TV Layanan Masyarakat ANTV, berdasarkan perspektif naratif; mendefinisikan ruang lingkup data (Sobur, 2016). Bukan untuk mencari kebenaran namun lebih meningkatkan kekuatan data (Sugiyono, 2014). Pesan Iklan dan Iklan TV Secara sederhana, iklan adalah pesan yang berbayar. Seperti yang dikatakan oleh Kotler dan Keller (2009) dan diperjelas oleh Moriarty dkk. (2011), advertising adalah semua bentuk terbayar dan bentuk komunikasi berbayar yang menggunakan media. Pesan iklan merupakan perpaduan seni dan ilmu pengetahuan. Dalam penciptaannya, pesan iklan dirancang sedimikian rupa melalui sebuah proses yang panjang secara sistematis, tararah, dan terukur. Agar iklan memiliki nilai dan menjadi pesan yang efektif, harus dicipkan sebuah ide besar (big idea) dengan mengembangkan strategi apa yang ingin dikatakan dan bagaimana mengatakannya serta melakukan pengeksekusianya dengan efektif. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 439

Sebagaimana yang dikatakan oleh Kotler dan Keller (2009), Shimp (2014), dan Moriarty, dkk. (2011) bahwa diperlukan ide besar dalam merancang kampanye iklan dengan menerapkan seni dan ilmu pengetahuan; apa yang ingin dikomunikasikan iklan dan bagaimana iklan ingin mencerminkan klaim serta juga harus dieksekusi dengan efektif. Iklan TV adalah gambar bergerak dengan audio dan visual sebagai elemennya. Layaknya dua elemen yang dimiliki oleh televisi; audio dan visual atau video. Pesannya begitu unik sebagaimana keunikan dari periklanan berupa cerita visual. Seperti yang diutarakan oleh Moriarty dkk. (2011), Lee dan Johnson (2011), dan Kotler dan Keller (2009); iklan TV adalah keunikan tersendiri dari periklanan yang berisi gambar bergerak dan kata-kata yang didengar. Dibangun dengan dua komponen, yakni: audio dan visual yang menerapkan pengisahan cerita visual. Iklan Layanan Masyarakat Merujuk dari kata ‘layanan masyarakat’ yang sifatnya sosial, Iklan Layanan Masyarakat atau ILM secara umum bisa dimaknai sebagai iklan yang memiliki peran sosial dalam informasinya. Iklan Layanan Masyarakat (ILM) digunakan untuk menyampaikan informasi dan perubahan perilaku terhadap apa yang diiklankan (Widyatama dalam Pujianto, 2013) dan juga memiliki peran sosial (Moriarty dkk., 2011) serta pelestarian citra yang positif (Domazet dkk., 2018). Secara umum, pesan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) yang disampaikan berisikan beragam informasi yang normatif bagi kepentingan dan kebaikan bersama. Bertujuan untuk dapat mengubah perilaku masyarakat seperti yang ada dalam pesan iklan. Menurut Widyatama materi pesan iklan berupa beragam informasi publik untuk melakukan sesuatu kebaikan yang dikomunikasikan (Pujianto, 2013), bertujuan bagi kebaikan bersama (Moriarty dkk., 2011), dan kepentingan masyarakat (Lee dan Johnson, 2011) serta menyarankan suatu cara (Lane dkk., 2009). Bila diperhatikan sesuai dengan temanya, ada empat pesan dalam iklan layanan masyarakat; yakni: (1) Larangan dan Sindiran, (2) Peringatan, (3) Imbauan atau Anjuran, dan (4) Ilmian, (Pujianto 2013). Komunikasi dan Informasi 440 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Visual dan Narasi Iklan TV Layanan Masyarakat ANTV Iklan TV layanan masyarakat ANTV mengetengahkan tentang sosialisasi social distancing kepada masyarakat umum. Tema imbauan atau anjuran yang menjadi isi pesan iklan. Menyampaikan beragam informasi tentang social distancing, apa saja yang dilakukan masyarakat untuk mencegah dan memperlambat penularan virus corona atau Covid-19. Dirancang dalam bentuk motion graphics, sebagai ide besar dalam menterjemahkan visual social distancing. Dikemas dengan memadukan grafis berupa teks dan gambar sebagai aksi dari pengejawantahan isi pesan yang terdapat dalam konsep kreatifnya. Warna dasar cenderung kemerahan yang dilekatkan mendominasi visual; bersifat menaklukkan, ekspansif, dominan, aktif, dan hidup (Purnama, 2010). Pesan iklan TV ini ditayangkan dalam durasi 30 detik. Terdapat beberapa visual dan narasi tentang social distancing dalam pesan Iklan TV layanan masyarakat ANTV, sebagai berikut.

Gambar 1. Opening Pesan Iklan Sumber: Youtube

Ada beberapa visual dari gambar 1; yakni: empat virus corona dan tulisan jaga jarak sosial cegah penularan corona berkaitan dengan social distancing. Empat virus corona dengan warna cokelat kemerahan sebagai sesuatu yang tidak baik. Angkat empat adalah angka yang tidak baik dibeberapa negara, seperti Tiongkok. Adapun warna cokelat muda memiliki maknanegatif yang menurut Wicaksono, dkk. (2013) adalah kotor dan kekerasan. Tulisan ‘Jaga Jarak Sosial dan Cegah Penularan Corona’ dengan warna cenderung merah muda sebagai sebuah ajakanyang memiliki Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 441

kesan positif; yakni: apresiasi dan simpati (Wicaksono, dkk., 2013). Sehingga narasi yang ingin disampaikan dalam pesan iklan TV layanan masyarakat ANTV ini adalah sebuah himbauan dan ajakan simpati kepada khalayak agar diapresiasi tentang apa yang dilakukan untuk menghadapai virus Corona sebagai sesuatu yang tidak baik.

Gambar 2. Langkah Social Distancing Sumber: Youtube

Pesan iklan TV layanan masyarakat ANTV dari gambar 2; berupa visual empat virus corona dan tulisan ikuti langkah berikut, ingin menarasikan sebuah instruksi yang dapat dipercaya dari social distancing. Visual empat virus corona dengan warna cokelat muda memiliki kesan sebagai sesuatu yang tidak baik. Warna cokelat kemerahan memiliki makna negatif yang menurut Wicaksono, dkk. (2013) adalah kotor dan kekerasan. Tulisan ‘Ikuti langkah berikut:’dengan warna cokelat tua memiliki kesan yang positif sebagai sebuahinstruksi dari social distancing. Warna cokelat memiliki makna positif; yakni: dapat dipercaya (Purnama, 2010).

Gambar 3. Instuksi Social Distancing Sumber: Youtube Komunikasi dan Informasi 442 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Melalui gambar 3; berupa visual tangan kiri memegang handphone dan tangan kanan menekan layar bertuliskan ‘Ikuti Langkah Berikut’, pesan iklan TV layanan masyarakat ANTV ingin menarasikan beberapa hal terkait social distancing. Pesan iklan tersebut sebagai sebuah instruksi dan ajakan tentang kebaikan. Warna putih yang mendominasi visual memiliki makna positif; yakni: kebaikan dan pengharapan (Wicaksono, dkk., 2013). Sebuah instruksi yang begitu sederhana dan mudah untuk dilaksanakan dari social distancing. Sebagaimana mudahnya dalam menggunakan handphone setiap harinya. Sebuah ajakan yang mudah ditemukan untuk melaksanakan instruksi dari social distancing dan telah diketahui oleh masyarakat, seperti mudahnya mencari informasi dengan handphone.

Gambar 4. Langkah Pertama Social Distancing Sumber: Youtube

Pesan iklan pada gambar 4; yaitu: visual kerumunan orang, tulisan ‘jauhi keramaian’, dan tangan kanan memegang handphone menginformasikan bagaimana cara social distancing; yakni: dengan ‘Jauhi Keramaian’. Anjuran untuk ditaati dan dilaksanakan dengan sebuah kekuatandalam keberhasilan social distancing. Hal tersebut diperkuat dengan adanya gambar tangan yang memegang handphone dengan layar bertuliskan kata “tunda” dalam kotak berwarna merah, yang akan dipencet sebagai jawaban dari pesan diatasnya ‘Kita kumpul yuk’. Warna merah memiliki makna positif sebagai kekuatan dan bertenaga (Purnama, 2010). Sebuah narasi bahwa anjuran tersebut memiliki kekuatan dan bertenaga untuk dipercaya ditengah kelemahan yang ada,demi masa depan. Tervisualisasi dari kerumunan orang yang berwarna biru dan kerumunan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 443

orang dengan baju beraneka warna. Warna-warna tersebut memiliki makna positif; yakni:biru sebagai kepercayaan, abu-abu sebagaimasa depan, dan merah muda sebagai kelemahan (Wicaksono dkk., 2013).

Gambar 5. Langkah Kedua Social Distancing Sumber: Youtube

Gambar 5 berupa visual berjabat tangan, virus corona, dan tulisan ‘Minimalisir Bersentuhan dengan Orang Lain Seperti Berjabat Tangan’; menarasikan tentang cara social distancing lainnya untuk mencegah dari kematian. Tersampaikan melalui tulisan ‘Minimalisir Bersentuhan dengan Orang Lain Seperti berjabat Tangan’. Diperkuat dengan gambar berjabat tangan dengan latar belakang lingkaran warna putih dan virus Corona. Warna putih memberikan makna negatif sebagai kematian (Wicaksono, dkk., 2013). Visual dari gambar 5, juga menarasikan sebuah larangan berjabat tangan yang sering dilakukan ketika kita bertemu dan berkumpul. Hal tersebut tervisualisasi dari virus Corona disekitar gambar jabatan tangan yang terkesan begitu misteri, sedang mengintai untuk siap menyerang dengan arogan.Virus Corona berwarna cokelat kemerahan sebagai sesuatu yang tidak baik. Warna cokelat kemerahanmemiliki makna negatif sebagai radikaldan kotor (Wicaksono, dkk., 2013). Warna ungu sebagai background memiliki maknanegatif; yakni: misteri dan arogan (Purnama, 2010). Pesan iklan dari gambar 6; yakni: visual laki-laki berbaju merah pakai masker dan penutup kepala dikelilingi virus corona, perempuan berambut panjang berbaju kuning, garis putih putus-putus dengan Komunikasi dan Informasi 444 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

tulisan 1 meter, dan tulisan ‘Jaga Jarak dengan Orang Lain Setidaknya 1 Meter’, terutama yang memiliki gejala demam, batuk atau bersin; menarasikan lebih lanjut dari social distancing sebagai sebuah perintah dengan melakukan jaga jarak.

Gambar 6. Langkah Ketiga Social Distancing Sumber: Youtube

Hal tersebut disampaikan melalui tulisan ‘Jaga Jarak dengan Orang Lain Setidaknya 1 Meter’ untuk menghindari terinfeksi virus Corona. Pesan tersebut diperkuat dengan gambar laki-laki berbaju merah pakai masker dan penutup kepala dikelilingi virus corona sebagai orang dengan gejala demam, batuk atau bersin sebagi indikasi dari infeksi virus Corona dan perempuan berambut panjang berbaju kuning yang tidak memiliki gejala, serta adanya garis putih putus-putus dengan tulisan 1 meter. Narasi yang begitu kuat dari sebuah perintah dalam social distancing secara psikologis kepada audiens dengan harapan melakukan jaga jarak untuk mencegah dari kematian yang bisa dimaknai dari warnawarnanya; yakni: warna biru pada tulisan sebagai perintah, baju merah sebagai agresifitas dan bahaya, baju kuning sebagai harapan dan garis putih melambangkan kematian (Purnama, 2010).

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 445

Gambar 7. Langkah Keempat Social Distancing Sumber: Youtube

Pesan yang terdapat dari gambar 7; yaitu: visual potret keluarga ideal yang terdiri dari ibu, bapak, dan dua anak perempuan serta tulisan ‘Tetap Jaga diri Anda dan Keluarga Tercinta’, menarasikan langkah penting dari social distancing.Sebuah anjuran dengan tetap menjaga diri dan keluarga dari virus Corona atau Covid-19. Berharap agar masyarakat untuk mengikuti dengan benar dan melakukannya dengan sungguh-sungguh. Anjuran dalam social distancing yang disampaikan dengan hangat, harapan, dan kepercayaan agar adanya respek. Tervisualisasikan dari tulisan ‘Tetap Jaga diri Anda dan Keluarga Tercinta’ berwarna biru yang memiliki makna positif sebagai kepercayaan sebagaiman dikatakan Holzschlag (Purnama, 2010). Potret keluarga ideal tersenyum ceria dengan pakaian yang didominasi warna cerah yang memiliki makna positif sebagai harapan (Wicaksono, dkk., 2013). Dengan latar belakang warna biru yang memiliki makna positif sebagai harmoni dan abu-abu yang memiliki makna positif sebagai respek (Wicaksono, dkk., 2013) serta merah muda yang memiliki makna positif sebagai kehangatan (Purnama, 2010). Kesimpulan Pesan iklan TV layanan masyarakat ANTV dirancang dengan motion graphics dalam menterjemahkan social distancing. Ada tujuh visual yang didapat dalam pesan iklan tersebut tentang social distancing; yakni: (1) Opening pesan iklan, (2) Langkah social distancing, (3) Instruksi social distancing, (4) Langkah pertama social distancing, (5) Langkah kedua social distancing, (6) Langkah ketiga social distancing, dan 7) Langkah keempat social distancing. Komunikasi dan Informasi 446 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Berfokus pada tema himbauan dan ajakan serta cara melakukannya untuk mencapai tujuan berupa pencegahan penularan virus Corona. Narasi yang didapat dalam pesan Iklan TV layanan masyarakat ANTV; yaitu: (1) Ajakan yang memiliki makna positif; yakni: apresiasi dan simpati, (2) Instruksi yang memiliki kekuatan dan dapat dipercaya, (3) Langkah sederhana dan mudah untuk melaksanakan social distancing setiap hari, (4) Anjuran yang harus dipercaya untuk ditaati dan dilaksanakan dalam keberhasilan social distancing, (5) Larangan berjabat tangan dalam meminimalisir bersentuhan dengan orang lain, (6) Perintah dengan melakukan jaga jarak untuk mencegah dari kematian dan demi masa depan, dan (7) Anjuran agar adanya respek dari khalayak dengan tetap menjaga diri dan keluarga.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 447

Daftar Pustaka Domazet Ivana S. dan Olja Milovanov. (2017). “The Influence of Advertising Media on Awareness”. Jurnal M a n a g e m e n t University of Belgrade Faculty of Organisational Sciences, Vol.23 No.1, 13-22. Hermanto Agus dan Sa’diyah El Adawiyah. 2020. Indonesia Culture Identity in TV Advertising Community Sensor Film Service Institution 2014. Journal INJECT, Vol.1 No.1. Lane W. Ronald, Karen Whitehill King dan J. Thomas Russell. (2009). Kleppner’s Prosedur Periklanan Jakarta: PT Indeks. Lee Monle dan Carla Johnson. (2011). Prinsip-prinsip Pokok Periklanan Dalam Perspektif Global C , Jakarta: Kencana. Moriarty Sandra, Nancy Mitchell, dan William Wells. (2011). Advertising. Jakarta: Kencana. Purnama, Sigit. (2010). “Elemen Warna dalam Pengembangan Multimedia Pembelajaran Agama Islam”. Jurnal AI-Bidayah, Vol. 2 No. 1, 113-129. Pujianto. (2013). Iklan Layanan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Andi. Shimp, Terence A. (2014). Komunikasi Pemasaran Terpadu dalam Periklanan dan Promosi. Jakarta: Salemba Empat. Sobur, Alex. (2016). Komunikasi Naratif: Paradigma, Analisis, dan Aplikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sugiono. (2014). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) Cetakan ke-6. Bandung: Penerbit Alpabeta. Trisakti Febby Amelia dan Hifni Alifahmi. (2018). “Destination Brand Storytelling: Analisis Naratif Video The Journey to A Wonderful World Kementerian Pariwisata”. Jurnal Komunikasi Indonesia, Vol.7 No.1, 73-86. Wicaksono Arif Ranu, Marindra Wachid, dan Kristianto V. Ipung. (2013). “Komposisi Warna Website Universitas Kelas Dunia, Studi Kasus Harvard University”, University of Cambridge dan National Taiwan University. Seminar Nasional Informatika 2013 (semnasIF 2013) UPN ”Veteran” Yogyakarta, 18 Mei 2013, 70-75. Komunikasi dan Informasi 448 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Internet Covid19.go.id. [Update] - Sebanyak 609 Kasus Positif Baru, Total Penderita COVID-19 Capai 27.549, http s : / / c ov i d 1 9 . go. i d / p / berita/update-sebanyak-609-kasus-positif-baru-total-penderitacovid19-capai-27549, diakses 4 Juni 2020. ___________. Kasus Positif COVID-19 Naik 684, Pasien Sembuh 471, Meninggal 35, https://covid19.go.id/p/berita/kasus-positifcovid-19-naik-684-pasien-sembuh-471meninggal-35, diakses 4 Juni 2020. Tempo.co.Kominfo Minta TV Tayangkan Iklan Social Distancing 1 Jam Sekali, https://nasional.tempo.co/read/1322435/ kominfo-minta-tv-tayangkan-iklan-social- distancing-1-jamsekali,diakses 3 Juni 2020. Youtube.com. Iklan Layanan Masyarakat dari ANTV - Cegah Penularan Virus Corona (Covid-19) 2020, https://www.youtube.com/ watch?v=LMlYPb6oRgc, diakses 3 juni 2020

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 449

VIRTUAL PHOTO SHOOT BUDAYA POPULER DI TENGAH PANDEMIC COVID-19 Lidya Wati Evelina

Genre Alternatif Dunia Fotografi di Tengah Pandemik Covid-19 Penetapan Covid-19 sebagai sebagai pandemik global berbagai kegiatan ekonomi terhenti. Namun, tidak menghentikan kreativitas seseorang. Kebijakan untuk melakukan social distancing atau physical distancing melahirkan trend pemotretan jarak jauh yang dikenal dengan virtual photoshoot. Kegiatan foto virtual dilakukan tanpa pertemuan fisik antara fotografer dengan modelnya. Trend ini merupakan fenomena baru di bidang bisnis fotografi yang lahir di masa pandemik Covid-19. Menurut fotografer Maxmilian John, trend tersebut mempunyai potensi besar menjadi sebuah genre alternative di dunia fotografi (Winovan, 2020). Ide virtual photoshoot ini muncul di Italia, Allesio Albi mempopulerkan trend ini pada Maret 2020, Sedangkan di Florida, Amerika Serikat, Fotografe Kareem Virgo, yang kehilangan banyak job pemotretan selama masa pandemic COVID-19 juga memiliki ide untuk tetap produktif. Dalam beberapa minggu, bisnis barunya ini berhasil mendapat 500 order yang tersebar di negeri (Era id, 2020). Di Indonesia, pemotretan secara virtual menjadi trend di kalangan public figure setelah fotografer kenamaan Indonesia, Michael Cools berkolaborasi dengan artis terkenal Raisa dan Afgan. Hasil foto jepretannya sama memukaunya dengan pemotretan langsung. Virtual photoshoot merupakan teknik fotografi yang sedang trend dan disukai banyak orang. Pemotretan virtual ini tanpa pertemuan fisik antara fotografer dengan orang yang difoto. Keduanya berkolaborasi dan berinteraksi melalui platform Video call, misalnya pengguna Apple OS dapat menggunakan FaceTime. Pekerjaan Virtual Photoshoots ini tidaklah mudah namun bisa dicoba, fotografer harus memiliki kemampuan mengatur berbagai elemen pengambilan gambar. Modal untuk melakukan virtual Komunikasi dan Informasi 450 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

photoshoot untuk menghasilkan foto yang maksimal terdiri dari Kamera DSLR, lap top yang berfungsi dengan baik, dan koneksi internet. Penggunaan gear atau peralatan untuk menciptakan gambar objek yang agak kabur atau refleksi dari objek itu sendiri pada hasil fotonya. Dalam Bahasa awamnya blur – fading-aesthetic. Gambar objek yang kabur seringkali dapat ditumpuk dengan gambar objek lain yang berbeda ke dalam satu frame. Teknik fotografi tersebut disebut dengan double exposure atau multi exposure jika melibatkan lebih dari 2 (dua) objek. Untuk menimbulkan kesan dinamis dan dramatis, style foto ini yang salah satunya menjadikan aktivitas virtual photoshoot menjadi viral dan disukai orang-orang muda terutama dari generasi Z. Pemotretan dengan cara virtual ini telah menjadi bagian dari budaya popular yang menjadi sarana penyebaran gagasan, ekspresi diri dan menjadi bagian dari komodifikasi pesan. Ciri dari budaya popular adalah menganut ideology lifestyle (pencitraan, komodifikasi, dan artificial) yang bersifat permukaan atau kurang mendalam dan tidak komprehensif (Ishaq dan Mahanani, 2018). Menurut Hendraningrum dan Prabowo (2015), lifestyle dalam masyarakat modern dikonotasikan indivualisme, ekspresi diri dan kesadaran diri untuk bergaya. Trend Virtual Photoshoots yang Menembus Keterbatasan Pembatasan sosial Berskala Besar (PSBB) tidak saja melahirkan inovasi bernilai sosial bahkan juga bernilai ekonomi dengan mengabadikan moment secara virtual. Pembatasan ruang gerak di luar rumah bukan alasan untuk tidak produktif namun menjadi celah bagi pekerja kreatif. Keterbatasan dimensi gerak justru menuntut industri kreatif dan hiburan. Dari rumah dapat menghasilkan kreasi dengan memotret model melalui layar lap top yang terkoneksi dengan jaringan internet. Bahkan di era new normal, proses kreatif mengalami beberapa penyesuaian dalam melakukan pemotretan. Virtual photo shoot yang merupakan pemotretan jarak jauh antara model dengan fotografer tetapi memerlukan komunikasi yang intens. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 451

Dari trend ini juga melahirkan kompetisi model untuk virtual photoshoot yang diselenggarakan Netzme, 29 mei 2020 secara online dan interaktif. Kompetisi ini terbuka umum untuk semua gender pria dan wanita berusia di atas 18 tahun dengan kategori sendiri atau Bersama pasangan. Pesertanya adalah mereka yang ingin berpose dan difoto oleh fotografer professional secara virtual. Dari penjualan tiket kompetisi tersebut sebagian didonasikan melalui Human Initiative Indonesia untuk kaum dhuafa terdampak krisis Covid-19. Pemenang kompetisi mendapat hadiah uang sebebsar Rp 1 juta rupiah dan berhak menjadi duta Duta Eksis Virtual Netzme 2020. Sebagai duta akan dilibatkan dalam berbagai kampanye program pembayaran non tunai Netzme. Program tersebut sesuai dengan gerakan Nasional Non-Tunai Pemerintah Indonesia. Kompetisi Virtual Photoshoot serupa juga diadakan PT Kereta Api Wisata, 17 Mei 2020 bagi mereka yang ingin berfoto keren ala selegram dan difoto oleh fotografer profesional. Bagi 20 peserta pertama diberikan harga special Rp 45.000 per sesi photoshoot. Harga tersebut termasuk 12 soft copy foto, 1 (satu) softcopy yang sudah diedit dan video photoshoot. Sesi foto dilakukan setiap 25 menit. Sebagian dari penjualan tiket, sebesar Rp 5.000 per tiket didonasikan untuk membantu masyarakat terdampak krisis pandemic COVID-19.

Gambar 1. Poster kompetisi Virtual Photoshoot dari PT Kereta Api Wisata dan Sumber: IG kawisata Dan IG netzmeofficial (2020) Komunikasi dan Informasi 452 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Para Youtuber sejak April 2020 juga sudah mulai memproduksi konten mereka di channel YouTube. Berikut dapat kita lihat antusias masyarakat terutama generasi Z dari komen pada konten di chanel YouTube yang membahas tentang tutorial Virtual Photoshoot dan tutorial edit foto virtual photoshoot. Generasi Z adalah generasi yang lahir setelah tahun 1995 (Cilliers, 2017). Generasi Z yang lahir pada zaman teknologi dan internet ini lebih mudah beradaptasi dengan sesuatu yang baru termasuk berinovasi dalam pemotretan virtual (Ensari, 2017). Di bawah ini, 5 (lima) video virtual photoshoot yang memiliki view cukup banyak di channel YouTube. Tutorial virtual photoshoot ini memotivasi orang bahwa proses pembuatannya bisa dilakukan melalui Handphone atau smartphone bila tidak memiliki kamera DSLR. Tabel 1. Konten Vlog Virtual Photoshoot di Channel YouTube No

Judul dan akun

Posting

Subscribes

Views

Like

Comment

1

Tutorial Virtual Photoshoot/Facetime Photoshoot Terlengkap 2020 (Beserta Contoh) Akun : Kai

27 April 2020

1.01 K

44 K

907

75

2

Tutorial Virtual Photoshoot dengan Smartphone Akun Bhineka.com

3 Mei 2020

27,3 K

21 K

323

6

3

Virtual Photoshoot 19 MEI 2020 yuk! #KYANTINEVLOG 1 Akun: Kyra Naydda

197 K

10 K

523

123

4

Tutorial edit ala vir- 9 Mei 2020 tual photoshoot// cuman pake hp doang -auto bisa???!! Akun: kajenn

4,34 K

176 K

6.3 K

85

5

Tutorial Edit Foto 18 Mei 2020 Ala Virtual Photoshoot! Aesthetic cuma Pakai HP?! Akun: Jurnalisha

21,6 K

186 K

6.3 K

165

Sumber: Hasil Observasi (2020) Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 453

Komen-komen netizen mengungkapkan bahwa tutorial dari vlog tersebut bermanfaat, idenya kreatif dan menginspirasi. Berikut beberapa testimoni terhadap tutorial virtual photoshoot: “Terima kasih kak video tutorialnya sangat bermanfaat banget buat saya… ditunggu video berikutnya, “ (Kamal Khamidun), “creative approach Kai,” (William Verschuur), “Suka sama ide kreatif nan cemerlangnya sederhana tapi bikin hasil foto tuh ajib, “Ina Wulandarie . Tutorial ini juga menginsipirasi orang untuk belajar membuat virtual photoshoots. “Mas bro, makasih nih videonya jadi pengen nyoba belajar. “ (Destrian Panducitra), Bahkan tutorial YouTube ini juga ditonton oleh tuna rungu. “Makasih yaa udah ada teks nya buat tunarunggu,” Hafiz official. Engagement antara vlogger dengan para netizen juga terjalin melalui pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut mengenai tutorial pembuatan virtual photoshoot dengan cara mengedit virtual photoshoot. Diantaranya pertanyaan mengenai cara membuat video dengan filter Instagram yang tanpa ditahan karena biasanya membuat video harus ditahan. Kemudian ada pertanyaan aplikasi untuk editing di iOS. Ada juga yang mengusulkan untuk membuat video tutorial mengeringkan Bunga untuk asesories virtual photoshoot. Menurut Evelina dan Safitri, para viewers memberikan testimoni melalui kolom komentar di setiap konten tentang Virtual photoshoot para YouTuber, Inilah yang disebut dengan moment of truth. Mereka percaya dengan para youtuber sehingga merespon (Evelina dan Safitri, 2019). Virtual Photoshoot Menciptakan Customer Experience Dalam Sesi pemotretan ini ini akan terciptakan berbagai keseruan bagi foto fotografer maupun model yang menjadi talent atau customernya. Di sinilah dibutuhkan komunikasi diantara keduanya, saling menghargai dan utamanya tetap menjunjung tinggi unsur etika dalam berprofesi. Interaksi verbal fotografer dan model akan berjalan harmonis, selaras, dan seimbang sesuai dengan nilai etika dan moral (Wisakna, 2018) . Komunikasi intensif dimulai dari tahap awal menghubungi model yang akan di foto melalui facetime. Panggilan ini harus melalui laptop, agar space untuk memotret lebih besar. Gunakan kamera DSLR Komunikasi dan Informasi 454 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

supaya mendapat hasil yang jernih. Kemudian, menyiapkan properti mendukung untuk mendapatkan efek visual tertentu, misalnya bunga kering, balon, lighting. Sebelumnya, seorang fotografer harus mengetahui karakter dari talent yang menjadi modelnya. Kemudian photographer menemukan ide dan konsep untuk sesi pemotretan yang disetujui oleh model. Setelah semua yang diperlukan virtual photoshoot sudah siap, fotografer melakukan langkah-langkah berikut: mencari sumber cahaya. Kemudian model diarahkan gaya dan pose yang harus dilakukan; letakkan property sesuai objek pada layer; selanjutnya lakukan pemotretan dengan pose dan properti berbeda. Insting of arts seorang fotografer merupakan hal penting karena harus mengatur komposisi, elemen visual, angle hingga pencahayaan (Tryani, 2020). Keberhasilan dalam Melakukan Virtual PhotoShoot 1.

Jaringan Internet. Jaringan harus stabil dan selalu lancar untuk menghasilkan foto yang jernih. Bila koneksi jelek, gambar akan terlihat blur.

2.

Waktu. Waktu berhubungan dengan pencahayaan. Pemptretan virtual ini mengandalkan cahaya alami.

3.

Properti pendukung. Gunakan perabotan unik yang tersedia di rumah, missal gelas, bunga. Arahkan ke dekat objek pada layar akan memberi efek visual lebih epic pada hasil photoshoot (Aderianti, 2020).

Dalam melakukan virtual photoshoot ini kadangkala terdapat hambatan dan tantangan. Menurut fotografer Fandy Susanto tantangan itu gangguan dalam berkomunikasi dengan talent, berkurangnya ketajaman gambar saat jaringan internet bermasalah. Foto yang dihasilkan dari virtual photoshoot ini tidak kalah dengan photoshoot umumnya bahkan terlihat lebih bagus tergantung dari beberapa hal seperti keahlian photographer mengarahkan modelnya, kelengkapan property terutama lighting dan asesories dan tentunya aplikasi untuk edit foto. Foto-foto hasil jepretan secara virtual ini mendatangkan kepuasan bagi model fotonya dan mereka memposting di akun pribadinya di media sosial. Dapat dilihat dari postingan sederet artis Indonesia yang Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 455

sudah menggunakan jasa fotografer virtual photoshoot. Diantaranya Raisa, Marsha Aruan, Mikha Tambayong, Dian Sastowardoyo, Asmara Abigail, Afgan.

Gambar 2 . Hasil Virtual Photoshoot dengan Model Afgan dan Raisa Sumber: IG afgansyah dan IG @raisa6690 (2020)

Menurut Jose Van Dijck dalam tulisannya yang berjudul Digital Photography: Communication, Identity, Memory bahwa foto pribadi adalah sebagai alat komunikasi dan sebagai sarana untuk berbagi pengalaman (experience). Selain Foto juga merupakan alat menginformasikan identitas diri seseorang (Dijck, 2008). Sedangkan menurut Serafinelli, foto yang diposting pada akun pribadi mereka di media social merupakan bentuk komunikasi terdiri dari 5 (lima) aspek yang berbeda yaitu, online photo sharing, visual social relationship dengan komunitas yang menjadi followernya, visual media marketing, misalnya dengan meng-endorse produk tertentu, privacy dan identitas orang yang ada dalam foto tersebut (Serafinelli, 2018).

Komunikasi dan Informasi 456 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Penutup Masa pandemik juga memberikan dampak positip. Virtual photoshoot ini merupakan kreativitas yang tidak memerlukan pertemuan fisik dan menjadi peluang pekerjaan kreatif di bidang fotografi untuk tetap produktif. Nilai sosial dari virtual photoshoot ini adalah bisa menginspirasi orang lain, menggerakan orang lain melalui tutorial channel YouTube untuk menciptakan karya seni dengan keterbatasan jarak. Sedangkan dari sisi bisnis merupakan industri kreatif yang bisa menghasilkan uang.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 457

Daftar Pustaka Aderianti, S. (2020) 3 Tips Lakukan Virtual Photoshoot. Cekaja.com, 28 April diakses 25 Juni 2020. Cilliers, E.J. (2017). The challenge of teaching generation Z. People: International Journal of Social Sciences, 3(1), 188–198. DOI: 10.20319/pijss.2017.31.188198. Ensari, M.S. (2017). A Studi on The Differences of Entrepreneurship Potential Among Generations. Research Journal of Business and Management (RJBM), Vol.4, Issue.1, p.52-62. DOI: 10.17261/ Pressacademia.2017.370 Evelina, L dan Safitri, Y. (2019). Customer Experience Bali Natural Beauty Care Through Social Media. International Conference on Information Management and Technology (ICIMTech). 1920 August. 2019. Jakarta and Bali, Indonesia. 978-1-7281-33331/19/ ©2019 IEEE. Hendariningrum, R dan Prabowo, A. (2015). Lifestyle and Fashion as Communication (Semiotics of Lifestyle and Fashion as Shown for Self-Identity Yogyakarta Teenagers) Vol. 8 (1) Juni 2015. Ishaq, R . et.all. (2018). “Media Sosial, Ruang Publik, dan Budaya “Pop”. Jurnal of Communication. Vol. 3 (1), Juni 2018. Available at: at https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/ettisal http:// dx.doi.org/10.21111/ettisal.v3l1.1928. Serafinelli, E. (2018). Digital Life on Instagram. New Social Communication Photography. United Kingdom: Emerald Publishing. Tryani, N. (2020). Tips Mudah Virtual Photoshoot ala Michael Cools, Era.id, 16 April diakses 25 Juni 2020. Wisakna, W.A. (2018). “Komunikasi Verbal Fotografer dan Model Dalam Proses Pemotretan (Studi Interaksi Simbolik tentang Komunikasi Verbal dalam Interaksi Fotografer dan Model)”. Jurnal Nomosleca. Volume 4 Nomor 1, April 2018. Van Dijck, Jose. (2008). “Digital Photography: Communication, Identity, Memory”. Journal Visual Communication, Vol 7. Page 5776. Komunikasi dan Informasi 458 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Winovan, H. (2020). “VIDEO: Virtual Photoshoot, Tren dan Bisnis Saat Pandemi”. CNN Indonesia, 12 Mei. < https://www.cnnindonesia. com/gaya-hidup/20200511062127-281-501901/video-virtualphotoshoot-tren-dan-bisnis-saat-pandemi> diakses, 25 Juni 2020.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 459

ETIKA JURNALISTIK DALAM PEMBERITAAN TENTANG COVID-19 Mulharnetti Syas

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 3 ayat 1 dikemukakan, “Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasif, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Pada pasal 3 ayat 2 dijelaskan, “Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi”. Pada Ketentuan Umum Pasal 1 dikemukakan. “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Pada era pandemi Covid-19, keempat fungsi pers (media massa) tersebut hendaknya tetap dijalankan oleh wartawan. Pertama, sebagai media informasi, media massa baik media cetak (suratkabar, majalah, tabloid) maupun media elektronik (radio, televisi), dan media online (media siber) merupakan sumber informasi yang sangat dibutuhkan masyarakat. Fungsi informasi ini merupakan fungsi paling dasar. Informasi tentang pandemi Covid-19 merupakan informasi yang wajib diberitakan media massa karena menyangkut hajat hidup dan kepentingan masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dibandingkan dengan media sosial (facebook, Instagram, twitter, dll.), informasi yang disajikan di media mainstream lebih dipercaya masyarakat karena informasinya sudah melalui serangkaian proses jurnalistik yang ketat. Prosesnya dimulai dari pencarian bahan berita, sampai berita tersebut disajikan di media massa. Seyogyanya, semua proses penyajian berita dan hasilnya, sesuai dengan standar jurnalistik dan kode etik jurnalistik. Informasi di media massa seharusnya hanya menggunakan data dari sumber resmi. Informasinya harus valid. Komunikasi dan Informasi 460 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Namun demikian, tidak sedikit konten media massa tidak sesuai dengan etika jurnalistik. Informasi tentang pandemi Covid-19 bermacam-macam, misalnya tentang jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 per privinsi, pasien dalam perawatan, pasien sembuh, pasien meninggal, Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dengan Pengawasan (PDP), penanganan dan pengobatan pasien Covid-19, penularan dan pencegahan Covid-19, penerapan protokol kesehatan, penerapan kehidupan new normal, dsb. Wartawan melibatkan masyarakat agar berpartisipasi memberikan informasi dengan cara mewawancarainya. Berbeda dengan penyajian berita lainnya, dalam menyajikan berita tentang pandemi Covid-19, diperlukan informasi yang berulang agar masyarakat semakin paham. Misalnya, informasi tentang protokol kesehatan di era new normal. Masyarakat Indonesia masih ada yang belum patuh, sehingga perlu repitisi informasi agar informasi tersebut mampu menyadarkan masyakat dan mau mengikuti kebijakan pemerintah. Selain itu, media massa juga seyogyanya dapat menyajikan berita yang mampu meningkatkan kewaspadaan masyarakat saat beraktivitas di era new normal. Misalnya, dengan menyajikan informasi wilayah dengan kategori zona hijau, biru, merah, dan hitam, tempat yang harus dihindari karena ramai, serta saran pada masyarakat untuk mengikuti protokol kesehatan (sering mencuci tangan menggunakan sabun, memakai masker jika keluar rumah, dan menjaga jarak). Informasi yang disampaikan wartawan haruslah benar. Cara menyajikan informasi yang benar adalah dengan berusaha meniadakan dampak negatif dari pemberitaan. Jangan sampai berita yang disajikan membuat masyarakat menjadi resah, trauma, cemas yang berlebihan, panik, pesimis, dan berkurangnya kepercayaan kepada pemerintah. Selain itu, konten berita yang disampaikan wartawan sebaiknya mengandung informasi yang mengandung empati, berifat positif, dan memotivasi audiens untuk melakukan hal yang dapat mencegah penularan Covid-19. Kedua, fungsi media massa sebagai pendidikan. Pada era pandemi Covid-19, semua media massa diharapkan menyajikan konten yang mengedukasi masyarakat. Misalnya, petunjuk melakukan protokol kesehatan, bagaimana cara mencuci tangan yang benar, menggunakan masker yang benar, menerapkan social distancing dan physical Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 461

distancing yang benar, dsb. Kontennya disesuaikan dengan karakter media masing-masing. Ketiga, fungsi media massa sebagai sarana hiburan. Fungsi menghibur merupakan fungsi yang paling aman bagi media massa. Fungsi ini dapat dilakukan media massa dengan menyajikan konten yang kreatif dan sekaligus menghibur audiens. Masyakarat kemungkinan bosan di rumah selama work from home (bekerja dari rumah). Dengan konten yang berisi hiburan, yang dikaitkan dengan topik Covid-19, audiens yang mengaksesnya diharapkan dapat terhibur. Keempat, fungsi pers sebagai kontrol sosial. Fungsi ini paling susah diterapkan oleh media massa dan perlu keberanian. Ketika media massa menerapkan fungsi kontrol sosial ini, beberapa kasus terjadi. Wartawan mengalami teror, penculikan, bahkan ada yang dibunuh. Namun demikian, pada era pandemi Covid-19, media massa harus kritis terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, baik oleh pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah. Media massa harus mengawal dan mengkritisi semua kebijakan pemerintah yang berpotensi semakin meluasnya penyebaran Covid-19 di Indonsia. Media massa juga harus mengkritisi kebijakan pemerintah jika penanganan Covid-19 di era new normal semakin parah. Wartawan juga dapat mengkritisi tentang wilayah yang padat/ramai dan tidak menerapkan physical disyancing serta kasus penanganan pasien dan stigma pasien/jenazah korban Covid-19. Selain keempat fungsi di atas, media massa juga sebagai lembaga ekonomi. Fungsi ini yang memengaruhi dan menciptakan berita clickbait dengan judul yang sensasional dan bombastis. Judul berita berbeda dengan isi berita. Media massa tidak mengutamakan kualitas berita, tetapi lebih memprioritaskan keuntungan yang didapat dari iklan online. Independensi Media Massa Sebagai pilar demokrasi, setiap media massa haruslah independen. Dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 dengan tegas dikemukakan, “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.” Pada poin (a) dijelaskan: “Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.” Komunikasi dan Informasi 462 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Dengan demikian, pada era pandemi Covid-19, semua wartawan, mulai saat melakukan liputan sampai menyajikan berita, harus independen dan tidak boleh dipengaruhi oleh siapa pun. Hal ini memang tidak mudah dilakukan karena di newsroom tentu banyak kepentingan yang muncul, baik kepentingan individu, maupun kepentingan organisasi media. Tapi, mengingat pemberitaan pandemic Covid-19 menyangkut kemaslahatan orang banyak, maka apa yang diamanahkan dalam Kode Etik Jurnalistik harus dilaksanakan wartawan. Sumber Berita tentang Covid-19 Umumnya, sumber berita ada dua macam, yaitu peristiwa yang terjadi dan manusia yang diwawancarai (narasumber). Untuk mendapatkan sumber berita peristiwa, wartawan harus datang ke tempat kejadian dengan cara mengamati atau obeservasi. Untuk wawancara, biasanya wartawan lebih sering bertemu langsung dengan narasumber. Namun, pada era pandemi Covid-19, wartawan bekerja dari rumah, sehingga mereka melakukan wawancara lebih nyaman melalui telepon, zoom cloud meeting, google meet, skype, video call, WhatsApp, dsb.). Di era pandemi Covid-19, dan memasuki masa new normal, wartawan tentulah harus mencari narasumber yang berkompeten dan mempunyai kredibilas yang tinggi. Khusus untuk wartawan di televisi dan radio, hal ini sesuai dengan yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Pasal 51: “Program siaran jurnalistik tentang bencana wajib menampilkan narasumber kompeten dan tepercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah.” Sebagai contoh, narasumber yang berkompeten dan punya kredibilitas tinggi seperti Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Indonesia, Juru Bicara Gugus Tugas Covid-1 (Achmad Yurianto), menteri kesehatan, gubernur, bupati, walikota, camat, lurah, dan semua orang yang terlibat langsung dalam penanganan pandemi Covid-19. Narasumber juga bisa dipilih dari tokoh nasional yang mempunyai pengaruh kuat, baik secara sosial maupun kultural. Narasumber yang diwawancarai juga bisa dari tokoh yang memiliki ide/gagasan mengenai strategi menghadapi new normal. Narasumber yang inspiratif dan mempunyai perspektif yang positif juga layak diwawancarai. Dengan demikian, jika informasi yang diperoleh Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 463

wartawan berasal dari narasumber yang berkompeten dan mempunyai kredibilitas, maka informasi tersebut mempunyai nilai berita yang tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat. Nilai berita pada Pemberitaan tentang Covid-19 Berita tentang pandemi Covid-19 di media massa mempunyai news value (nilai berita) yang tinggi bagi sebagian besar masyarakat karena memenuhi beberapa unsur nilai berita, yaitu aktual, magnitude (mempunyai pengaruh yang luas) dan impact (berdampak besar). Namun demikian, berita tersebut tidak boleh sensasional, berlebihan, dan dramatis. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) terkait pemberitaan Covid-19, “Pemberitaan Covid-19 harus sepenuhnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, tidak mendramatisir, sensasional, serta menjustifikasi pasien atau korban, sehingga tidak menimbulkan stigmatisasi serta diskriminasi.” Berita yang penyajiananya berlebihan dapat menimbulkan ketakutan bagi audiens ketika membaca, mendengar, atau menonton berita tersebut. Contohnya, di awal kasus adanya penderita Covid-19 di Depok, Jawa Barat, 2 Maret 2920, reporter TV One melaporkan secara live dengan menggunakan masker respirator, yang biasa digunakan untuk melindungi diri dari gas beracun. Penggunaan masker oleh reporter TV One tersebut dinilai oleh masyarakat terlalu berlebihan, sensasional, dan dramastis. Masyarakat yang sudah takut dengan informasi Covid-19 menjadi semakin takut dan bahkan ada yang tidak mau lagi menonton televisi. Mereka berpindah mencari informasi ke media sosial, yang informasinya belum tentu faktual.

Reporter TV One melaporkan tentang Covod-19 dengan menggunakan masker respirator. Komunikasi dan Informasi 464 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Idealisme dan Profesinalisme Media Kovach dan Rosenstiel (2001) mengemukakan, kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran. Tujuan jurnalisme adalah untuk memberikan warga negara informasi yang mereka butuhkan guna membuat keputusan. Kebenaran jurnalistik maksudnya adalah hasil dari proses produksi berita yang dilakukan wartawan secara profesional, mulai dari mencari dan mengumpulkan bahan berita, meverifikasi fakta, menyeleksi, menyunting, dan menyajikannya di media massa. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dalam rilisnya terkait pemberitaan Covid-19, Kamis 19 Maret 2020 “Pemberitaan Covid-19 harus dibuat selengkap dan seutuh mungkin sehingga masyarakat paham serta mampu mengambil keputusan yang tepat dalam mencegah penyebaran virus” Pada era pandemic Covid-19, wartawan wajib menyampaikan kebenaran sebagaimana fakta dan data yang mereka temukan saat melakukan liputuan dan juga fakta dari pendapat narasumber. Dengan demikian, masyarakat bisa memperoleh informasi yang mereka butuhkan. Wartawan tidak boleh menutup-nutupi fakta dan data, selama fakta dan data tersebut dibutuhkan masyarakat untuk melindungi dirinya, keluarganya, dan lingkungannya dari pandemic Covid-19. Mengenai harapan agar wartawan harus profesional, tercantum dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 2: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”. Dalam liputan Covid-19, IJTI meminta para wartawan agar terus mengawal penanganan penyebaran Covid-19 melalui pemberitaan yang dibuat secara profesional dengan tetap mengutamakan keselamatan diri (safety first). Mengenai verifikasi fakta, menurut Kovach dan Rosenstiel (2001), esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Yang membedakan antara jurnalisme dengan hiburan (entertainment), propaganda, fiksi, atau seni, adalah disiplin verifikasi. Mengenai liputan tentang Covid-19, wartawan juga harus transparan mengemukaan tentang apa saja sumber beritanya, siapa narasumbernya, dan metode apa yang digunakan dalam mengumpulkan fakta dan data, sehingga audiens Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 465

dapat menilai dan menyimpulkan tentang informasi yang diterimanya dari media massa dan mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu. Wartawan melakukan konfirmasi kepada narasumber yang berkompeten, sebagai filter informasi dan klarifikasi tentang isu yang berkembang dan tentang informasi hoaks. Di dalam Kode Etik Jurnalistik dikenal dengan istilah check and recheck.Pada Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik dikemukakan, “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. (a): Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Terkait dengan kebenaran yang disajikan media massa dan kepercayaan masyarakat pada berita Covid-19 yang disampaikan, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu kompetensi, kredibilitas, dan etika. Ketiga hal tersebut sangat berpengaruh terhadap cara media itu bekerja. Pertama, kompetensi wartawan. Wartawan diharapkan mempunyai kompetensi sesaui dengan standar yang ditetapkan Dewan Pers. Itulah sebabnya, kenapa Dewan Pers dan beberapa organisasi profesi wartawan mewajibkan semua wartawan di Indonesia melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Salah satu tujuan utama sertifikasi wartawan, dengan jenjang Muda, Madya, dan Utama, adalah memastikan wartawan memiliki kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai untuk bekerja di media massa. Kedua, wartawan juga dituntut mempunyai kredibilitas yang tinggi. Tidak dapat dibayangkan, bagaimana jika sebuah berita diproduksi oleh wartawan yang tidak kredibel. Yang dikhawatirkan, akan muncul informasi hoaks. Pada masa pandemi Covid-19, tidak sedikit informasi hoaks yang beredar di masyarakat. Ketiga, wartawan harus bekerja berpedoman pada etika jurnalistik. Kepercayaan masyarakat pada berita Covid-19 yang disampaikan wartawan tergantung dari penaatan kode etik yang dilakukan oleh wartawan. Jika wartawan melanggar Kode Etik Jurnalistik, maka kepercayaan masyarakat akan berkurang pada wartawan tersebut dan sekaligus pada media tempat ia bekerja.

Komunikasi dan Informasi 466 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Penerapan Kode Etik Jurnalistik pada Berita pandemic Covid-19 Hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses kerja wartawan adalah masalah etika jurnalistik. Wartawan Indonesia harus tunduk dan patuh pada Kode Etik Jurnalistik yang disepakati bersama oleh organisasi profesi wartawan. Selain Kode Etik Jurnalistik yang berlaku untuk semua wartawan di Indonesia, bagi wartawan yang bekerja di televisi, mereka juga harus patuh dan menaati Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS). Bagi wartawan media online (media siber). Mereka juga punya kode etik tambahan, yaitu Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS). Menurut Neher (2020) kode etik profesional wartawan ada 4 poin, yaitu: mencari kebenaran, meminimalisir bahaya, independen, dan bertanggung jawab. Ketika wartawan mencari kebenaran, maka ia harus fokus pada akurasi. Wartawan menguji keakuratan tersebut dengan sumber yang berkompeten serta menghindari distorsi dan stereotip. Wartawan harus hati-hati dalam penyebutan nama korban, misalnya korban kejahatan seks dan tersangka remaja. Wartawan juga harus menghormati privasi. Wartawan menghindari hal yang berkaitan dengan potensi konflik kepentingan. Kemudian, akuntabilitas berkaitan dengan keputusan editorial dan liputan, mengakui kesalahan, dan menerima saran dari masyarakat mengenai pemberitaannya. Berikut dikemukakan salah satu contoh pelanggaran Kode Etik Jurnalsitik dan juga sekaligus pelanggaran Pedoman Pemberitaan Media Siber yang dilakukan wartawan DetikNews, Selasa, 26 Mei 2020, saat memberitakan tentang kegiatan Presiden Jokowi meninjau salah satu Mal di Bekasi dalam rangka persiapan new normal. Wartawan DetikNews awalnya menyajikan berita dengan judul “Jokowi Pimpin Pembukaan Sejumlah Mal di Bekasi Siang ini di Tengah Pandemi”. Berita tersebut ternyata tidak benar. Yang benar adalah, Jokowi mengunjungi Summarecon Mall Bekasi untuk mengecek kesiapan pusat perbelanjaan di Kota Bekasi, melakukan simulasi, dalam rangka meninjau kesiapan penerapan prosedur standar dalam rangka meninjau kesiapan penerapan prosedur standar new normal (tatanan hidup baru). Kemudian DetikNews mengganti judul berita tersebut. Tidak lama kemudian, judulnya diganti lagi. Akhirnya, berita yang salah dihapus oleh redaksi. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 467

Berita yang disajikan DetikNews melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber.

Berdasarkan contoh kasus tersebut dapat dikemukakan bahwa kesalahan yang dilakukan wartawan (tim redaksi) DetikNews tersebut fatal. Kesalahan tersebut tidak akan terjadi jika wartawan DetikNews melakukan verifikasi serta check and recheck pada sumber berita yang berkompeten dan kredibel. Jadi, pada era pendemi covid-19 dan penerapan new normal, penulisan berita oleh para wartawan tetap berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik. Wartawan tetap melakukan verifikasi fakta dan melakukan prinsip keberimbangan. Masih terkait dengan etika jurnalistik, wartawan yang memproduksi berita tentang Covid-19 jangan menggunakan diksi yang membuat masyarakat menjadi bertambah takut dan panik, misalnya menggunakan kata “virus pembunuh”, “penyakit mematikan”, dsb. Sebaiknya menggunakan diksi “Covod-19” saja.

Komunikasi dan Informasi 468 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Panduan yang ditetapkan Organisasi Profesi Wartawan Di bagian atas sudah dikemukakan tentang pendapat IJTI mengenai liputan berita Covid-19. Selain IJTI, Aliansi Jurnalis Indeoenden (AJI) juga menetapkan protokol keamanan liputan dan pemberitaan COVID-19 bagi jurnalis dan perusahaan media. Poin yang terkait langsung dengan peliputan dan pemberitaan Covid-19 antara lain: Selama liputan, jurnalis mempertimbangkan aspek keselamatan dalam bertugas tanpa harus mengabaikan fungsi utamanya meliput dan memberitakan peristiwa Covid-19 sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada publik. Jurnalis wajib menaati kode etik jurnalistik dalam liputan Covid-19. Salah satunya adalah dengan menghormati hak nara sumber, termasuk soal privasinya. Wawancara dan pengambilan foto korban perlu mendapatkan persetujuan (consent) dari pasien atau keluarganya. Jurnalis juga harus menghormati hak sumber yang ingin privasinya tak diganggu. Jurnalis yang meliput anak-anak yang menjadi korban Covid-19, perlu melindungi identitasnya. Sesuai semangat Kode Etik Jurnalistik, melindungi identitas anak adalah bagian dari upaya meminimalisir dampak tidak diinginkan dari pemberitaan yang tujuan akhirnya adalah melindungi masa depannya. Terkait dengan publikasi berita Covid-19, jurnalis perlu menerapkan prinsip liputan yang bertanggung jawab, yaitu peka, berempati, dan mempertahankan akurasi. Jurnalis tidak memublikasikan data pribadi pasien penderita Covid-19. Jurnalis perlu menghindari penggunaan kata sifat yang bisa menambah kecemasan dalam masyarakat. Jurnalis perlu mengkurasi foto dengan bijak. Jurnalis menghindari publikasi konten yang memicu kepanikan publik. Jurnalis memberikan tambahan informasi tentang pencegahan penularan Covid-19. Media sepatutnya menghindari penggunaan judul yang semata untuk menarik perhatian orang alias clickbait. Jurnalis sebaiknya menggunakan narasumber yang kompeten, yaitu mereka yang memiliki wewenang untuk itu atau ahli di bidang tersebut. Jurnalis perlu menerapkan prinsip liputan yang bertanggungjawab, yaitu peka, berempati, dan mempertahankan akurasi. Jurnalis tidak mempublikasikan data pribadi pasien penderita Covid-19. Jurnalis perlu membekali diri dengan keahlian periksa fakta untuk menghindari dari publikasi berita yang sifatnya disinformasi/misinformasi. Jurnalis perlu melakukan verifikasi informasi secara ketat agar berita yang dihasilkannya tidak turut menyebarkan hoaks dan informasi yang keliru Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 469

yang bisa menambah kebingungan dan kekacauan. Media perlu berusaha untuk tetap fokus melakukan tugas mengawal upaya penanggulangan krisis yang dilakukan pemerintah agar dampak yang ditimbulkan di masyarakat bisa diminimalkan. Selain IJT dan AJI, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) juga merumuskan panduan peliputan Covid-19. Poin yang terkait langsung dengan penerapan etika jurnalistik pada berita tentang Covid-19 antara lain: Wartawan dapat mengutip dan atau menyiarkan video postingan pasien di media sosial yang tidak mengandung unsur mengerikan, fitnah, dan pelanggaran kesusilaan dengan menyebut sumbernya sekaligus memastikan sumber asal video tersebut. Wartawan tidak menyiarkan berita kasus Covid-19 yang belum terverifikasi keakuratannya serta dengan menyebut jelas waktu kejadian dan sumbernya. Wartawan tidak mewancarai dan menyebut identitas anak penderita Covid-19. Wartawan dalam pemakaian drone untuk peliputan Covid-19 tidak mengganggu suasana tempat perawatan pasien dan ketertiban umum serta mengikuti Kode Perilaku Wartawan. Dengan adanya pedoman atau panduan yang diterapkan oleh IJTI, AJI, dan PWI, diharapkan seluruh wartawan Indonesia menerapkannya dan tidak lagi terjadi kesalahan. Semoga. (NS)

Komunikasi dan Informasi 470 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Buku Kovach, Bill dan Rosenstiel, Tom (2001). The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and the Public Should Expect. New York: Crown Publishers Neher, William W. (2020). Communicating Ethically: Character, Duties, Consequences, and Relationships. Third edition, New York: Routledge Undang-Undang, Peraturan, Pedoman Pedoman Pemberitaan Media Siber Protokol Keamanan Liputan & Pemberitaan COVID-19: Bagi Jurnalis dan Perusahaan Media (2020). Aliansi Jurnalis Indeoenden, Jurnalis Krisis dan Bencana, Komite Keselamatan Jurnalis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Internet/Website Aliansi Jurnalis Independen.com Ijti.org www.dewanpers.or.id https://aji.or.id/read/buku/63/protokol-keamanan-liputanpemberitaan-covid-19.html https://wartakota.tribunnews.com/2020/04/08/panduan-peliputancovid-19-pwi-berlaku-hari-ini-berisi-12-poin-untuk-pedomanwartawan-liput-corona

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 471

ETIKA JURNALISTIK PEMBERITAAN COVID-19 PADA CITIZEN JOURNALISM AKUN INSTAGRAM WARGABANUA Lalita Hanief

Instagram merupakan platform media sosial yang diminati di Indonesia. Pengguna aktif Instagram di Indonesia hingga November 2019 mencapai 61.610.000 (kompas.com, 23/12/2019). fitur yang ditawarkan Instagram berupa posting foto dan video, caption, Direct Message dan IG stories. Menurut Nurudin (2012) Citizen journalism adalah praktik jurnalistik yang dilakukan oleh orang biasa, bukan wartawan profesional yang bekerja di sebuah media. Maka citizen journalism adalah keterlibatan warga negara dalam memberitakan sesuatu. Seseorang tanpa memandang latar belakang pendidikan, keahlian dapat merencanakan, mengali mencari mengolah melaporkan informasi (tulisan, gambar, foto, tuturan), video kepada orang lain, jadi setiap orang bisa menjadi wartawan ( ini menurut penganjur citizen journalism). Pepih Nugraha dalam Hidayatullah (2016) mengidentifikasi ciri citizen journalism yakni: warga biasa, bukan jurnalis profesional, memberitakan terkait peristiwa yang terjadi, memiliki kepekaan atas fakta atau peristiwa yang terjadi, memiliki peralatan teknologi informasi, memiliki keingintahuan tinggi, memiliki kemampuan menulis atau melaporkan. Akun wargabanua merupakan salah satu akun instagram untuk media citizen jurnalism di Kalimantan Selatan, selain itu ada akun Kalseltoday, banuapost, habarbanua._ , info_ banjarmasin. Wargabanua memiliki follower sebanyak 742 ribu dengan 15,9 ribu postingan (data 5 Juni 2020).

Komunikasi dan Informasi 472 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 1.1 akun instagram wargabanua Sumber: instagram wargabanua

Roger Fidler menyebutkan bahwa media cyber akan mempergunakan agen-agen cerdas untuk mengumpulkan, memilah dan menyaring informasi dan hiburan agar sesuai dengan permintaan selera masing-masing orang (Vebrynda, Maryani, dan Abdullah, 2017). Netizen berperan aktif memilah media cyber yang sesuai dengan kebutuhannya untuk pemenuhan informasi, sekaligus terlibat dalam kegiatan citizen journalism. Nilai berita berupa kedekatan (proximity) menjadi daya tarik untuk dibaca dan memberikan feedback melalui kolom komentar di Instagram. Nilai berita menurut Sumadiria dalam Fitriah dan Arsyah (2011) yaitu Keluarbiasaan, Kebaruan, Akibat, Aktual, Kedekatan, Informasi, Konflik (Conflict), Orang Penting, Kejutan (Suprising), Ketertarikan Manusiawi, dan seks. Citizen journalism mulai dikenal sejak tanggal 19 januari 1998, saat Mrak Drudge menuliskan berita di internet terkait kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton dengan salah satu seorang stafnya yakni Monica Lewinsky atau yang lebih dikenal dengan kejadian Monicagate (Irianto dalam Fazri, 2018). Menurut Gillmor dalam Arif (2010) Di Indonesia, citizen journalism mulai menjadi sebuah fenomena baru dikalangan masyarakat yaitu pada saat kejadian bencana tsunami di Nangroe Aceh Darussalam pada bulan Desember 2004. Hal ini bisa diperhatikan dari banyaknya Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 473

rekaman-rekaman dari warga dan juga tulisan-tulisan yang membantu media mainstream dalam memberikan reportase untuk pemirsanya. Dengan alat perekam seadanya berupa handycam, telpon genggam dan kamera digital, masyarakat bisa turut aktif dalam kegiatan liputan dan laporan jurnalistik (Fazri, 2018). Platform citizen journalism yang digunakan semakin berkembang yaitu melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram. Setiap warga sipil bisa menjadi jurnalis tanpa harus memiliki pendidikan di bidang jurnalistik. Warga berperan aktif melaporkan kejadian yang memiliki news value, menggunakan alat berupa handphone untuk memotret atau merekam kejadian untuk selanjutnya dikirim ke akun Instagram seperti wargabanua. Kejadian di sekitar wilayah Kalimantan Selatan menjadi perhatian publik karena menyangkut kepentingan publik. Pandemi Corona yang disebabkan virus Covid-19 melanda ke Indonesia sejak Maret 2020, bahkan tercatat saat ini provinsi Kalimantan Selatan menduduki peringkat 1 jumlah kasus Corona terbanyak di Indonesia (data per 5 Juni 2020).

Gambar 1.2 Provinsi Kalimantan Selatan mengalami penambahan kasus covid 19 tertinggi Sumber: kompas.com

JD LASICA (online journalism review: 2003) mengkategorikan media citizen journalism dalam 6 tipe, yaitu audience participation, independent news and information website, full fledged participatory news sites, collaborative and contributory media sites, other kind of thin media, dan personal broadcasting sites Komunikasi dan Informasi 474 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Berdasarkan konsep dari JD Lasica mengenai kategori media citizen journalism, akun wargabanua termasuk ke dalam audience participation karena follower bisa mengirimkan informasi yang mengandung news values. Kekurangan citizen journalism adalah warga yang tidak semuanya memiliki latar pengetahuan mengenai jurnalistik maka rentan melanggar etika jurnalistik, dalam hal ini terkait pedoman pemberitaan media siber. Admin wargabanua menjadi gatekeeper sebelum berita diposting ke instagram. Kerap kali caption yang ditulis sangat minim informasi karena tidak mengandung 5 W 1 H secara lengkap, sehingga follower harus membaca di kolom komentar untuk mengetahui informasi lebih. Etika jurnalisme merupakan sekumpulan prinsip moral yang merefleksikan peraturanperaturan. Ia bisa dinyatakan secara tertulis atau tidak, dan tentu saja, etikanya dipatuhi segala pelaku dan perilaku jurnalisme (Santana dalam Annur dan Yudhapramesti, 2020). Citizen Jounalism harus mematuhi pedoman pemberitaan media siber yang merujuk pada UU Pers No 40 tahun 1999. Sehingga postingan di Instagram wargabanua sebagai media citizen journalism pun idealnya memenuhi unsur kelengkapan berita, cover both side dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Wargabanua sebagai media citizen journalism di Kalimantan Selatan memberi kesempatan untuk warga berpartisipasi dalam melaporkan informasi penting. Foto, video dan caption yang dikirim merupakan kejadian terbaru yang menyangkut kepentingan publik. News value sangatlah beragam seperti impact, keterkejutan, kebaruan, tokoh, humor, konflik, human interest dan lainnya. Pemberitaan mengenai kasus corona di Kalimantan Selatan menjadi perhatian penting sebab berdampak pada berbagai aspek kehidupan yaitu ekonomi, sosial dan budaya. Misalnya dengan kebijakan PSBB maka rumah ibadah sempat ditutup selama 6 minggu hingga dibuka kembali pada 5 Juni 2020 dengan menerapkan protokoler kesehatan. Berita yang diposting pada akun wargabanua menginformasikan mengenai data angka kasus Covid-19 di Kalsel, himbauan untuk selalu menggunakan masker, konflik penutupan mesjid dan pelaranggan shalat Jumat di Martapura, penutupan layanan penyeberangan ferry Kapuas, pasien reaktif yang demo minta dipulangkan, dan berita lainnya terkait corona. Unsur 5W 1H penting ada di dalam caption karena menjadi Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 475

penjelas dalam berita citizen journalism. Postingan berita wargabanua mengenai covid 19 beberapa ada yang kurang lengkap unsur 5W 1H sehingga menyebabkan disinformasi follower dan mereka akan mencari informasi lanjutan pada kolom komentar. Seperti postingan pada 5 juni 2020 mengenai penutupan penyeberangan ferry di Kapuas selama PSBB, tidak memuat unsur why, dan how sehingga minim informasi.

Gambar 1.3 berita penutupan penyeberangan Ferry di Kapuas Sumber: IG wargabanua (5 juni 2020)

Pedoman pemberitaan media siber penting dipatuhi oleh media online dalam hal ini akun IG wargabanua. Admin berperan sebagai gatekeeper sebelum berita dipublikasi. Wargabanua mengimplementasikan etika media siber dengan menyensor wajah pasien reaktif Covid-19 di Pelaihari yang demo untuk minta dipulangkan saat karantina. Sesuai dengan pedoman pemberitaan media siber poin 3 butir 3 yang berbunyi “tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasam serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani”. Berita berupa video yang bersumber dari DutaTV menampilkan tayangan pasien reaktif (wajah di-blur) yang berteriak saat karantina di eks, RS H.Boejasin meminta dipulangkan.

Komunikasi dan Informasi 476 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 2.2 pasien reaktif berdemo saat karantina di Plaihari Sumber: IG wargabanua (4 juni 2020)

Keberimbangan berita merupakan hal penting karena informasi yang disampaikan harus berasal dari sumber yang kredibel dan tidak sepihak. Pada tanggal 4 juni 2020 wargabanua ,memberitakan bahwa Kalsel Nomor 1 dalam kasus penambahan positif Covid-19 terbanyak tingkat Nasional. Data statistik Covid-19 terbanyak disajikan dari sumber sekunder yaitu Berita Satu TVOne, dan pada slide foto berikutnya data dari Kemenkes RI. Data tersebut disampaikan tanpa adanya verifikasi dari narasumber yang kredibel, misalnya dari hasil wawancara Ketua Gugus Tugas Covid 19 Kalsel. Idealnya sesuai pedoman pemberitaan media siber poin 2 “Verifikasi dan keberimbangan berita butir a. Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi”.

Gambar 2.3 Kalsel menduduki peringkat 1 penambahan kasus covid 19 skala nasional Sumber: IG wargabanua (4 Juni 2020) Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 477

Berita mengenai rencana penggunaan kamar jenazah eks RS Boejasin Plaihari sebagai ruang isolasi pasien yang reaktif. Hal ini berawal dari masih ditemukannya nasyarakat yang berada di warung Jablay. Sumber tulisan berita dari akun @abdi.rahman2 ini menarik perhatian pembaca karena kamar jenazah dianggap tempat yang menyeramkan. Tindakan tersebut diambil untuk menimbulkan efek jera bagi masyarakat yang tidak mematuhi himbauan untuk stay at home selama masa pandemi. Nilai berita yang terkandung dalam postingan ini adalah keterkejutan karena penggunaan kamar jenazah sebagai ruang isolasi bukan hal yang wajar.

Gambar 2.4. kamar jenazah eks RS Boenjamin yang digunakan sebagai ruang isolasi Sumber: IG wargabanua 21 Mei 2020

Etika jurnalisme online pada akhirnya tidak berbeda dengan etika jurnalisme tradisional. Menurut Online Jurnalism Review yang dikeluarkan oleh Annenberg School of Journalism, University of Southern California (www.ojr.org) ada beberapa kualitas dasar yang harus ditunjukkan oleh jurnalisme online. Pertama, anti plagiarisme. Kedua, kedekatan: jurnalis perlu menyampaikan bagaimana ia mendapatkan informasi dan apa yang mempengaruhinya untuk mempublikasikannya. Ketiga, tidak menerima bingkisan atau uang untuk liputan. Keempat, jujur. Jurnalis harus jujur dengan pembaca dan terbuka tentang pekerjaannya (Widodo, 2010). Akun Instagram Wargabanua sebagai media online yang menyediakan wahana untuk kegiatan citizen journalism cukup bagus dalam menyampaikan Komunikasi dan Informasi 478 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

informasi, namun ada beberapa postingan yang tidak sesuai dengan pedoman pemberitaan media siber. Berdasarkan konsep kualitas dasar jurnalisme online, wargabanua selalu mencantumkan sumber berita yaitu dari netizen, akun @kalseltoday, media cetak, dan media televisi. Pencantuman sumber berita penting untuk menghindari plagiasi sehingga tulisan dapat dipertanggungjawabkan. Akun instagram wargabanua sebagai media citizen jornalism sehingga netizen di Kalimantan Selatan dapat berperan aktif dalam penyebaran informasi. Berita sebagai bentuk komunikasi massa mempunyai beberapa fungsi, menurut Alexis S Tan dalam Nurudin (2007) yaitu memberi informasi, mendidik, mempersuasi, dan menyenangkan, memuaskan kebutuhan komunikan. Pemberitaan yang dipublikasikan melalui akun IG wargabanua dapat memberikan informasi kejadian penting terkait data statistik kasus covid 19 khususnya di wilayah kalimantan Selatan. Selain itu wargabanua juga berfungsi untuk mendidik netizen dengan menyampaikan informasi yang menambah pengetahuan baru. Peran media sosial dalam menentukan perubahan masyarakat saat itu tidak bisa dibantah. Media sosial telah membentuk theater of mind pada diri manusia, artinya media sosial telah membangun theater pada diri manusia. Masyarakat yang termasuk dalam pengguna media sosial secara tidak langsung telah menciptakan kehidupan baru dalam pikiran mereka berdasarkan konstruksi dari apa yang dilihat (Nurudin, 2018). Wargabanua memenuhi fungsi mempersuasi misalnya dalam masa pandemi covid 19 ini masyarakat dihimbau untuk selalu menggunakan masker dan menjaga pola hidup sehat. Wargabanua dalam fungsi menyenangkan dapat memenuhi kebutuhan komunikan untuk melepas penat. Selain postingan mengenai covid 19 di Kalsel, wargabanua sering mempublikasi berita ringan yang mengandung news value humor. Akun Instagram wargabanua sebagai media citizen journalism membuat masyarakat berperan aktif untuk berbagi informasi penting di Kalimantan Selatan. Pemberitaan covid 19 kerap diposting untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. kekurangan dalam pemberitaan terkait pedoman pemberitaan media siber adalah dalam hal verifikasi, karena sumber berita dari data sekunder atau dari kiriman netizen. Unsur berita 5W 1H juga ada yang belum lengkap, ini sangat penting agar netizen tidak bingung saat membaca postingan. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 479

Daftar Pustaka: Jurnal: Annur, Cindy Mutia dan Pandan Yudhapramesti. Pemaknaan Etika Jurnalisme Warga oleh Jurnalis Warga NETCJ di Wilayah Solo. Jurnal Kajian Jurnalisme Volume 03 Nomor 02 Tahun 2020. Fazri, Anhar. (2018). Citizen Journalism: Kelayakan Berita Ditinjau Dari Segi Bahasa dan Etika Jurnalistik. Jurnal.utu.ac.id Fitriah, Maria dan Fadlya El’Arsya. (2011). Berita Utama Surat Kabar Lokal di Bogor. Studi Analisis Isi pada Jurnal Bogor dan Radar Bogor . Jurnal Komunikasi Pembangunan. ISSN 1693-3699 Februari 2011, Vol.9, No.1. Vebrynda, Rhafidilla . Eni Maryani , dan Aceng Abdullah. Konvergensi Dalam Program Net Citizen Journalism. Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 5, No. 1, Juni 2017. Hal 53-68. Widodo, Yohanes. (2010). Menyoal Etika Jurnalisme Kontemporer: Belajar dari OhmyNews. Jurnal ASPIKOM VOLUME 1, NOMOR 1, Juli 2010: 1-124 Buku: Hidayatullah, Arief. (2016). Jurnalisme Cetak, konsep dan Praktik). Buku Litera: Yogyakarta. Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Rajawali: Jakarta. Nurudin. (2012). Tuhan Baru Masyarakat Cyber di Era Digital. Aditya Media Publishing: Yogyakarta. Nurudin. (2018) Media Sosial Agama Baru Masyarakat Milenial. Intrans Publishing: Malang. Sumber internet: Instagram@wargabanua diakses 4 juni 2020 Nugraheny, Dia Erika. (2020) “Sebaran Kasus Baru Covid-19 di 24 Provinsi, Kalsel Catat Penambahan Tertinggi”. (https://nasional. kompas.com/read/2020/06/04/16480531/sebaran-kasus-barucovid-19-di-24-provinsi-kalsel-catat-penambahan-tertinggi) diakses 4 juni 2020 https://tirto.id/insider/pedoman-media-siber www.ojr.org Komunikasi dan Informasi 480 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

JURNALIS DAN MEDIA LOKAL BERTAHAN HIDUP DALAM HANTAMAN COVID-19 Dr. Ni Made Ras Amanda Gelgel

Pendahuluan Pada akhir Maret 2020, penulis dikagetkan dengan sebuah foto surat dari salah satu kelompok media besar di Bali kepada jajaran redaksinya. Surat berisikan permakluman bahwa masing-masing media diminta untuk tetap berjalan dan terbit dengan berbagai cara menyesuaikan keadaan ekonomi dan sumber daya yang tergerus akibat dampak Covid-19. Himbauan di antaranya adalah tetap terbit dengan pengurangan jumlah halaman, pengurangan jumlah sumber daya manusia, pengaturan tugas redaksi, hingga adanya pengurangan gaji seluruh karyawan hingga 50 persen dan tidak dibayarkannya lembur. Kebijakan ini pun diambil tanpa batas waktu yang pasti yakni hingga pandemi covid-19 hilang di Indonesia. Bahkan bila pekerja media tidak menyetujui kebijakan yang ditempuh maka mereka dipersilahkan untuk mengajukan pengunduran diri. Keberadaan surat ini pun diakui kebenarannya oleh beberapa jurnalis yang bernaung di media tersebut. Ini adalah bentuk nyata dampak Covid-19 telah menyerang berbagai aspek kehidupan. Covid-19 menyerang seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia. Dampak covid-19 pun berdampak pada seluruh aspek kehidupan mulai dari Pendidikan, Kesehatan, Pariwisata, Ekonomi, Sosial hingga kehidupan Media massa. Di Bali dampak paling besar dan terlihat adalah yang dirasakan oleh pihak pariwisata, ribuan kamar tidak lagi dihuni para tamu, mobil-mobil pariwisata diam tidak berjalan, tempat-tempat wisata tertutup (katadata.co.id, 2020). Bahkan disebutkan keadaan saat ini lebih parah dari keadaan saat bom Bali atau sepanjang sejarah(Bisnisbali.com, 2020). Ya pariwisata memang paling terdampak, namun masyarakat lupa bahwa penyedia informasi mengenai kehidupan pariwisata yang mati juga dalam keadaan kritis. Media massa di Bali khususnya media lokal pun sedang berada di titik nadir kehidupan mereka. Hal ini terungkap dalam diskusi strategi medis lokal di tengah pandemi covid-19 (kabardenpasar.com). Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 481

Media lokal di Indonesia khususnya di Bali sebelum serangan virus covid-19, sebenarnya juga tidak dalam posisi yang sehat. Terpaan internet dan perubahan pola konsumsi media (Kusuma,2016), massifnya perkembangan teknologi informasi dan konvergensi media (Resmadi dan Yuliar, 2014) adalah pekerjaan rumah yang belum selesai dirampungkan media massa untuk dapat bertahan hidup, mengikuti perkembangan dan menjalankan kewajibannya. Dengan tantangan yang telah membuat mereka hidup dalam kesulitan, maka pandemic virus covid-19 ini bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga. Tidak berlebihan apabila dapat dikatakan bahwa media termasuk sangat rentan menjadi korban virus cCvid-19 karena telah memiliki penyakit bawaan pasca serangan disrupsi informasi dan media baru atau new media. Pada saat Covid-19 melanda, maka media sebenarnya pada posisi yang terjepit, ia masih berusaha berjuang hidup namun harus tetap menjalankan kewajibannya untuk tetap memberikan informasi yang baik dan benar kepada masyarakat. Data globalwebindex (2020) menyebutkan bahwa terjadi 35 persen peningkatan media habits atau kebiasaan menggunakan media pada akses mencari berita di masa covid-19 ini. Hal ini yang menyebabkan bahwa media di masa sulit tetap harus hidup dalam menyediakan informasi dan pengetahuan terkait Covid-19. Menkominfo Jhonny G. Plate (2020) menyatakan bahwa kerja jurnalis adalah kerja peradaban dengan menyediakan dan menyebarkan kebenaran dan informasi terutama mengenai Covid-19 meskipun ia menyadari jurnalis adalah profesi yang memiliki resiko terpapar virus Covid-19. Jadi media massa dalam keadaan kritis di tengah dirinya namun tetap harus beroperasi demi informasi yang benar dan baik ke masyarakat. Tulisan ini akan menggambarkan bagaimana jurnalis dan media lokal di Bali bertahan tetap hidup dan tetap melakukan praktik-praktik jurnalistik. Tulisan akan fokus pada dua hal yakni (1) Bagaimana para jurnalis bertahan dan aman dalam mencari berita; (2) Bagaimana perusahaan media lokal berusaha bertahan untuk tetap berdiri dan menjalankan fungsinya sebagai media penyedia informasi kepada masyarakat; dan (3) Bagaimana media lokal di Bali berperan secara positif dalam menghadapi covid-19. Tulisan adalah hasil diskusi bersama pemilik media, jajaran pemimpin redaksi, hingga wawancara langsung kepada para jurnalis. Komunikasi dan Informasi 482 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Media Lokal di Bali, Siapa dan Bagaimana Media massa di Bali seperti halnya media lokal lainnya di Indonesia, terdiri atas media online, televisi,radio hingga media cetak. Beberapa media berada dalam naungan organisasi seperti Persatuan Wartawan Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Ikatan Media Online, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia dan organisasi lainnya. Berdasarkan data yang dikutip dari buku Indeks Kemerdekaan Pers 2018, di Bali terdapat 27 lembaga penyiaran yang mendapatkan ijin siaran hingga Agustus 2017. 59 lembaga penyiaran radio di Provinsi Bali yang telah mendapatkan ijin dari KPI Provinsi Bali yang terbagi dalam empat kategori yakni lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran radio (50 radio), lembaga penyiaran komunitas jasa penyiaran radio(4 radio), lembaga penyiaran publik lokal jasa penyiaran radio (3), dan lembaga penyiaran publik (2). Selain lembaga-lembaga penyiaran di Bali juga terdapat media siber yang tergabung dalam Asosiasi Media Siber Indonesi (AMSI) Bali. Hingga tahun 2020, AMSI mewadahi 22 media online, walau baru 11 media yang tercatat dan terverifikasi di dewan pers (Muliartha, Ketua AMSI Bali, wawancara). Media cetak yang tercatat dan terverifikasi di dewan pers mencapai 18 media cetak (Dewan Pers, 2018). Jumlah jurnalis sendiri tidak ada data pasti, IJTI mencatatkan memiliki 40 jurnalis yang bernaung di bawah mereka, jumlah wartawan yang bernaung di PWI mencapai 200 jurnalis, jumlah jurnalis yang bernaung di bawah AJI sebanyak 60an jurnalis, AMSI mencatatkan sekitar 15an pekerja media di setiap media online yang ia wadahi. Angka ini belum termasuk para jurnalis yang bekerja secara independen atau kontributor yang tidak tercatat sebagai jurnalis tetap di media-media di atas. Oleh karena itu apabila mengingat status pekerjaan, para jurnalis di Bali dapat dibagi menjadi dua macam yakni jurnalis tetap dan jurnalis tidak tetap. Jurnalis tetap adalah jurnalis yang terikat kontrak dengan satu media. Jurnalis tetap ini mendapatkan gaji bulanan dan mendapatkan fasilitas dari kantor media ia bernaung. Jurnalis tidak tetap lebih dikenal sebagai kontributor atau stringer. Jurnalis dengan status kontributor biasanya tidak memiliki kontrak tertulis dengan media. Mereka kecenderungannya tidak dibayarkan gaji dalam bentuk gaji bulanan namun hanya dibayarkan honornya apabila berita yang Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 483

mereka kirimkan ditayangkan atau naik cetak. Keduanya tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun pada masa pandemi Covid-19, keduanya mengalami hal yang sama. Jurnalis tetap mengalami dampaknya, dengan sistem pengurangan gaji dan tidak ada lagi bonus. “Iya, surat itu benar, kami bulan ini dibayar hanya setengah saja. Tapi ya mau pindah atau keluar keadaan juga tidak lebih baik, jadi sabra saja dulu” (WE, jurnalis TVLokal) Namun para jurnalis tetap ini terutama yang terikat kontrak dengan media besar di Indonesia masih memiliki harapan,beberapa dari mereka mengaku gaji mereka tidak terpotong, bahkan mereka mendapatkan perangkat keamanan sesuai protokol covid-19 seperti sarung tangan dan masker bedah. Kebijakan ini di antaranya diterima oleh jurnalis LKBN Antara dan Kompas. Kemewahan seperti ini sayangnya tidak dinikmati oleh para jurnalis dengan status kontributor atau tidak tetap. Bahkan terdapat kontributor sebuah media berbahasa inggris yang diputuskan kontraknya sebagai kontributor per Juni 2020. Apabila dibandingkan jumlah jurnalis yang tidak ditanggung perusahaan medianya dengan jurnalis tetap di Bali lebih banyak didominasi oleh jurnalis kontributor. Turun Terancam, Tak Turun Tak Makan Namun apapun status para jurnalis ini, mereka dihadapkan pada permasalahan yang sama. Mereka harus memilih untuk tetap ke lapangan mencari berita dengan ancaman terpapar covid-19 atau tidak mencari berita yang berarti dia dan keluarganya tidak makan. Mereka pun memilih untuk turun ke lapangan dengan berdoa dan berusaha agar tidak terpapar covid-19. Secara umum mereka para jurnalis akhirnya menyediakan sendiri peralatan sesuai protocol Covid-19 untuk turun mencari berita. Pada awal-awal merebaknya Covid-19 di Indonesia, para jurnalis pun kesulitan untuk mencari alat perlindungan diri bahkan seperti masker mereka menemui kesulitan. Kalau barang tersedia namun harganya bagi mereka para jurnalis terlalu tinggi dan tidak terjangkau. “Susah carinya, mau beli juga gak tau di mana, pernah ditawarin tapi mahal banget” (Febri, Jurnalis Jawa Pos/Radar Bali) Komunikasi dan Informasi 484 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Febri adalah wartawan tulis atau media cetak sehingga ia masih bisa bertahan mencari berita dengan mengandalkan bertanya melalui telepon genggam maupun aplikasi percakapan di telepon genggamnya. Namun bagi jurnalis televisi dan jurnalis foto, mendapatkan gambar adalah keharusan. Hal ini menyebabkan mereka tetap harus turun ke lapangan. Anggota IJTI Bali, Wawan dari SCTV Bali menyatakan 40 jurnalis televisi yang ada di Bali umumnya tetap turun ke lapangan untuk mengambil gambar dan mencari berita. Sebagai jurnalis televisi, kebaruan gambar dan keberadaan gambar adalah keharusan bagi mereka. Mereka banyak yang tetap mengambil gambar walau beresiko karena televisi tempat mereka menyalurkan beritanya baru akan menerima apabila gambar yang dikirimkan mengandung kebaruan dan sesuai dengan isi berita. “Ya kalau mau naik tayang, teman-teman tetap harus dapat gambar terbaru, jadi tetap harus ke rumah sakit atau ke tempat lainnya” (Agung Kayika, IJTI) Jurnalis Televisi juga dihadapkan pada keharusan mendapatkan rekaman wawancara atau footage dari narasumber mereka. Hal ini menyebabkan mereka harus datang untuk berhadapan langsung dengan narasumber di kantor atau kediaman mereka. Tentu saja ini juga mengundang resiko penularan maupun menularkan virus covid-19. Mereka cukup beruntung apabila narasumber mereka akrab dan bisa merekam video dirinya sendiri. “Kalau narasumber dapat merekam dengan handphonenya itu lebih baik sehingga kita tidak perlu ke lokasi sehingga saling jaga” (Aan Darmawan, TVRI Bali) Namun dalam praktiknya, proses pengambilan gambar yang dilakukan bersama-sama seringkali tidak mengindahkan protocol covid-19. Saat mengambil gambar atau momen, para jurnalis foto dan televisi ini kerap kali lupa untuk kemudian tetap berdesak-desakan tidak lagi menjaga jarak atau physical-distancing. Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar dari jurnalis ini ingin mendapatkan sudut pandang atau angle terbaik dari sebuah momen. Strategi Media untuk Bertahan Media sebagai sebuah organisasi harus tetap berdiri. Ada beragam cara dan kebijakan yang diambil para pemilik dan pimpinan media di Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 485

Bali untuk menjamin keberlangsungan hidup mereka. Berikut beberapa langkah yang mereka tempuh untuk tetap bertahan hidup dan tetap menyajikan informasi kepada khalayaknya dan bagaimana peran mereka dalam membantu masyarakat serta pemerintah menghadapi pandemi covid-19. Meningkatkan partisipasi jurnalisme warga khalayak Dampak dari covid-19 adalah keterbatasan ruang gerak jurnalis. Banyaknya pemeriksaan dan jalan-jalan yang tertutup membuat akselerasi para jurnalis untuk bergerak menjadi terbatas. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah berita yang masuk ke meja redaksi. Padahal redaksi menyakini banyak cerita menarik dan kisahkisah inspiratif yang dialami khalayaknya terkait dengan kebiasaan menyesuaikan diri pada pandemi covid-19. Oleh karena itu beberapa media menyediakan kolom-kolom khusus untuk menayangkan dan mencetak kisah-kisah inspiratif. Contohnya adalah media Tribun Bali. “Jika Anda punya pengalaman menarik, inspiratif, unik dan lucu, ataupun mengharukan & positif selama menjalani himbauan tersebut, kami Tribun Bali siap membagikan kisah pengalaman Anda itu untuk para pembaca yang lain” (Soenarko, Pemred Tribun Bali) Terobosan ini diharapkan mampu memberikan informasi dan cerita inspiratif, unik dan lucu hingga mengharukan saat menjalani himbauan di rumah saja atau bagaimana bernegosiasi menghadapi pandemi covid-19. Untuk mempermudah khalayak yang ingin berpartisipasi maka tulisan tidak harus sesuai tandar tulisan jurnalistik, tetapi bisa berupa tulisan seperti buku harian, dengan gaya bertutur sehingga lebih mudah untuk dibaca. Tribun hanya memberikan catatan bahwa tulisan yang dikirimkan tidak menyinggung SARA, normanorma dan nilai-nilai di masyarakat dan dipastikan keasliannya bukan hasil tulisan orang lain.

Komunikasi dan Informasi 486 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 1. Terobosan TribunBali yang mengajak pembaca mengirimkan tulisannya (jurnalisme warga) (TribunBali, 2020)

Soenarko menjelaskan tulisan yang dipilih adalah tulisan yang inspiratif sehingga berita positif semakin banyak tersebar ke masyarakat. Hal ini sebagai perlawanan atas munculnya fenomena tersebarnya informasi yang menakutkan atau menjerumuskan ke masyarakat. Cara lain yang dilakukan Tribun Bali adalah dengan melakukan engagement dengan akun-akun media sosial yang telah memiliki outreach yang besar namun inspiratif seperti bersama Gede Prama. TribunBali juga berperan aktif dan positif dalam pemberitaannya dengan mengedepankan jurnalisme yang empatik dan patriotik. Gratiskan Iklan di Akun Media Sosial Keadaan perekonomian yang menurun, tentu saja menyulitkan banyak usaha dalam mempromosikan usaha mereka. Oleh karena itu beberapa media lokal di Bali membuat kebijakan untuk menggratiskan iklan di akun media sosialnya. Baliekspress misalnya. Putu Suyatra, pemilik Baliekspress menyatakan bahwa keadaan saat pandemi ini sangat sulit namun tidak berarti tidak bisa berbagi. Baliekspress menggunakan kesempatan ini dengan memberikan kesempatan kepada pemasang iklan untuk beriklan gratis di akun media social Baliekspress. “Ini saatnya gotong royong ya, selain gratis beriklan di akun media sosial, kami bahkan mendonasikan dana yang kami terima dari iklan di cetak, sekitar 20% iklan kami donasikan” (Putu Suyatra, Baliekspress) Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 487

Ia mengakui bahwa ini adalah salah satu cara untuk medianya membantu masyarakat tetap mempromosikan usahanya di masa pandemi. Jangkauan media sosial yang lebih luas memberikan kesempatan para pengiklan untuk memperluas jangkauan pasar mereka. Mencari Stimulus Dana Tembus Program Google News Initiative Langkah berikutnya adalah dengan mencari bantuan dana dari berbagai pihak. Hal ini diakui oleh pemred kanalbali.com, Rofiki Hassan. Ia menyatakan di saat seperti ini media hendaknya kreatif mencari suntikan dana dari berbagai pihak. Dana yang dimaksud dapat berupa dana segar dari pemerintah atau pihak swasta maupun danadana pelatihan untuk meningkatkan kompetensi jurnalis itu sendiri. “ya kita harus kreatif, mencari dana dari pihak luar atau funding asing seperti google, facebook, internews dan lainnya” (Rofiki Hassan, Pemred kanalbali.com) Menurut Rofiki, Bali memiliki kelebihan karena sebagai pusat perhatian dunia khususnya di bidang pariwisata, sehingga apabila kreatif dan membuat proposal yang cukup menarik dan melengkapi seluruh persyaratannya kemungkinan mendapatkan dana bantuang atau funding akan sangat memungkinkan. Kanalbali.com adalah media yang mencoba alternatif suntikan dana melalui google funding. Angka yang diterima dikatakan cukup lumayan untuk membantu proses peliputan dan membantu jurnalis itu sendiri. Selain kanalbali.com, beritabali.com adalah salah satu media online yang juga mendapatkan dana bantuan dari google. Bantuan ini bagaikan angin segar bagi teman-teman jurnalis agar tetap bisa menyambung kehidupan mereka. “Dengan bantuan dari google ini semoga kita (beritabali.com) bisa survive” (Wawan, Pemred beritabali.com) Dana hibah dari google ini merupakan pogram google news initiative dengan tajuk “Journalism Emergency Relief Fund” atau JERF. Pemimpin umum beritabali.com Putu Agus Swastika mengatakan Komunikasi dan Informasi 488 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dana ini akan membantu biaya operasional di bagian redaksi dan memastikan bahwa beritabali.com akan tetap mengjasilkan berita dan karya-karya jurnalistik berkualitas demi masyarakat umum. Head of Google News Initiative (GNI) Innovation, Ludovic Blecher menjelaskan telah menerima 12.000 pengajuan dana hibah dari 140 negara selama dua pekan sejak pendaftaran di buka pada Bulan April. Ia mengungkapkan pendaftar didominasi hingga 90 persen newsroom yang memperkerjakan jurnalis kurang dari 26 orang. Dari 12.000, GNI mengucurkan dana kepada 5000 media lokal berskala kecil dan menengah. Proses seleksi melibatkan 3000 karyawan Google untuk memeriksa syarat dan kriterianya, seperti jenis berita yang tertayangkan hingga jumlah jurnalis. Dari 5000 media, sebagian besar diterima oleh media di Kawasan Amerika Utara dengan jumlah 1800 media dari jumlah pendaftar 3050 media. Indonesia sendiri masuk dalam Kawasan Asia-Pasifik dengan jumlah pendaftar mencapai 2000 media, dan yang berhasil lolos sebanyak 800 media. GNI menjelaskan besaran dana yang disalurkan beragam tergantung penilaian akan kebutuhan, scope dan perencanaan program media yang mengajukan permohonan. Blecher menuliskan besaran dana berada pada kisaran 5000 dollar AS atau kurang lebih 74 juta rupiah hingga 440 juta rupiah atau hingga 30.000 dollar AS (beritabali.com, 2020).

Gambar 2. Berita mengenai beritabali.com menerima dana bantuan dari Google

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 489

Permohonan Dana Stimulus dari Pemerintah Pemerintah Provinsi Bali melalui Peraturan Gubernur no. 15 tahun 2020 tanggal 29 April tentang Paket Kebijakan Percepatan Penanganan Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) di Provinsi Bali, menganggarkan dana sebagai stimulus ke perusahaan media lokal di Bali. Bantuan ini bertujuan untuk mewujudkan percepatan penanganan dampak Covid-19 terhadap ekonomi (Balinetizen. com, 2020). Total bantuan untuk semua sektor yang diatur dalam pergub ini mencapai 756 milliar lebih. Dana ini adalah hasil ralokasi anggaran APBDD Semesta Berencana pada tahun 2020. Sebesar 274 milyar lebih dialokasikan untuk penanganan kesehatan terkait Covid-19, penanganan dampak covid-19 untuk ekonomi sebesar 220 Milyar rupiah dan sisanya sekitar 213 Milyar dialokasikan untu penanganan dampak Covid-19 kepada masyarakat dalam bentuk Jaring pengaman Sosial (JPS). Stimulus kepada media massa adalah bagian dari penanganan dampak Covid-19 terhadap ekonomi. Selain media massa, termasuk juga di dalam kelompok ini adalah kelompok usaha informal, kelompok usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM), serta koperasi. Pemberian bantuan ini adalah stimulus yang diharapkan membantu untuk keberlanjutan usaha masing-masing sektor. Berdasarkan pasal 9 ayat (1), pemerintah mengatur besaran bantuan untuk kelompok Media Cetak dan media Online dengan pagu anggaran sebesar Rp 10.500.000.000,- atau sepuluh milyar lima ratus ribu rupiah. Namun pada diskusi online yang digelar pada 6 Juni 2020, para pemilik media online mengaku belum mendapatkan stimulus ini dari pemerintah. Menelisik ke jurnalis langsung, salah satu jurnalis dari media lokal di Bali menyatakan perusahaannya telah mendapatkan dana stimulus dari pemerintah sebesar 120 juta per media. Ia menyatakan bahwa telah banyak media lokal di Bali yang telah memohon dana ini. Berdasarkan data humas provinsi Bali, dana stimulus untuk media massa ini telah disalurkan ke 18 media cetak dan 35 media online yang berada di Bali. Strategi Jurnalis untuk Bertahan Hidup Walau media massa telah melakukan berbagai cara untuk bertahan hidup, jurnalis tetap harus kreatif untuk menyambung kehidupan mereka. Pandemi Covid-19 yang tidak berkesudahan ini membuat Komunikasi dan Informasi 490 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

banyak Jurnalis memilih mencari rezeki dan sumber kehidupan di bidang lainnya. Waktu yang sebagian besar dihabiskan di rumah membuat beberapa jurnalis kembali mengembangkan hobi maupun usaha yang terbengkalai selama ini. Dwija Putra, contohnya. Dwija telah lima tahun menjadi jurnalis di Radar Bali, di masa pandemi ini menggiatkan kegiatannya yakni bercocok tanam hingga menjual tanaman hias hingga tanaman pangan dengan bendera #mahesgarden. Ia pun mengatakan sejak pandemi omsetnya naik hingga 100 persen.

Gambar 3. Dwija Putra mengembangkan hobinya berjualan tanaman dan bercocok tanam

Dwija berharap walaupun bisnis yang ia kembangkan telah menghasilkan, pekerjaan utamanya sebagai jurnalis tetap bisa berjalan sebagaimana saat belum terjadi pandemi covid-19. Hal yang serupa dilakukan oleh Nandhang Astika jurnalis televisi swasta yang juga merupakan Ketua AJI Denpasar. Di sela-sela menjadi seorang jurnalis, Nandhang menggagas untuk berdagang sayur mayur dengan konsep sayurbonceng. Dengan bermodalkan sepeda motor yang ia miliki ia membawakan sayur yang telah dipesan oleh langganannya. Ia mengatakan sayur yang ia jajakan memiliki harga yang lebih murah dibandingkan harga sayur pada pasar umum. Para jurnalis di Bali walau dalam keadaan sulit tetap berusaha memberikan kontribusi positif kepada masyarakat langsung. Beberapa jurnalis yang bergabung di Forum Diskusi Peduli Bali dan bekerjasama dengan Kubu Kopi yang digagas oleh Rofiki Hassan, pemred kanalbali. com menyelenggarakan program ‘Centelan’. Program ini adalah program membagikan apapun kepada siapapun yang membutuhkan. Di antaranya adalah sayur mayur, sembako hingga bibit tanaman. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 491

Gambar 4. Program ‘Cantelan’ yang digagas beberapa jurnalis, Kagama, Kubu Kopi

Program ini menyasar para pekerja informal maupun pengguna jalan yang membutuhkan. Siapa pun boleh mengambil, dan temanteman jurnalis maupun siapa saja dapat menyumbangkan barang untuk ditaruh di program ‘cantelan’ ini. Penutup Pandemi Covid-19 yang melanda pada tahun 2020 ini membawa perubahan besar dalam segala lini kehidupan, termasuk kehidupan pers dan jurnalisme. Mereka juga terdampak tetapi kerap tidak mendapat sorotan. Bahkan mereka kerap kali dipersalahkan dan dihardik atas sebuah pemberitaan tetapi pers dan jurnalisme tetap harus hidup dan hadir di masyarakat dengan segala keterbatasannya. Namun Pers di Bali membuktikan bahwa di tengah kesulitan, mereka tetap bisa bertahan bahkan mampu berbagi dan berkontribusi positif. Jurnalis pun mengalami kesulitan, namun celah untuk bertahan dan berbagi tetap harus dijaga dengan keyakinan pandemi ini akan segera berakhir. Tulisan ini saya persembahkan untuk teman-teman jurnalis di lapangan, sebagai apresiasi terbesar kepada mereka yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk sebuah informasi yang benar. Kepada jurnalis Putu Artayasa semoga menyatu dengan Hyang Widhi dan terimakasih atas semangatnya menghadirkan informasi kepada masyarakat. Kepada jurnalis lainnya tetap bertahan, badai pasti berlalu, namun tidak ada kabar yang seharga nyawa.

Komunikasi dan Informasi 492 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar pustaka Bali.tribunnews.com. 2020. Mari Berbagi Kebaikan Melalui Kisah Pengalaman Anda. Sumber https://bali.tribunnews. com/2020/04/03/mari-berbagi-kebaikan-melalui-kisahpengalaman-anda diakses pada 27 Juni 2020 pukul 19.31 wita Balinetizen.com, 2020. Asyik! Gubernur Bali “Kucurkan” Rp 220 M untuk Stimulus Usaha Informal, Koperasi Hingga Media. sumber: https://www.balinetizen.com/2020/04/23/asyik-gubernur-balikucurkan-rp-220-m-untuk-stimulus-usaha-informal-koperasihingga-media/ diakses pada 24 Juni 2020 pukul 18.20 Wita beritabali.com. 2020. “Beritabali.com Terima Bantian Dana Program “Google News Initiative”” sumber: https://www.news.beritabali. com/read/2020/06/21/202006210009/beritabali-com-terimabantuan-dana-program-google-news-initiative diakses pada 28 Juni 2020 pukul 19.31 wita Bisnisbali.com. 2020. Penulis Luh Putu Sugiari. Dampak Covid-19 bagi Pariwisata Jauh Lebih Parah dari Bom Bali. sumber https://bali. bisnis.com/read/20200410/538/1225373/dampak-covid-19-bagipariwisata-jauh-lebih-parah-dari-bom-bali diakses 22 Juni 2020 diakses pada 22 Juni 2020 pukul 18.30 Wita Dewan Pers. 2018. Buku Indeks Kemerdekaan Pers 2018. Dewan Pers Jakarta Kabardenpasar.com. 2020. Strategi Media Lokal di tengah Pandemi Covid-19. Sumber http://kabardenpasar.com/utama/merawatmedia-dimasa-pandemi-corona/ diakses pada 22 Juni 2020 pukul 18.30 Wita Katadata.co.id. 2020 penulis Muh. Ahsan Ridhoi . Tumbangnya Bisnis Perjalanan dan Wisata Bali Terpapar Covid-19. Sumber https://katadata.co.id/telaah/2020/04/08/tumbangnya-bisnisperjalanan-dan-wisata-bali-terpapar-covid-19 diakses pada 22 Juni 2020 pukul 19.46 Wita Kusuma, Satria. 2016. Posisi Media Cetak di Tengah Perkembangan Media Online di Indonesia. Interact vol.5 No.1 hal 56-71 Unika Atma Jaya

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 493

Peraturan Gubernur Bali No 15 Tahun 2020 tentang Paket Kebijakan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) di Provinsi Bali Plate., Johnny G. 2020 dalam webinar IJTI: Optimisme Jurnalis di Era Covid-19. Kamis 14 Mei2020 pukul 13.30 WIB Resmadi, Idhar dan Sonny Yuliar. 2014. Kajian Difusi Inovasi Konvergensi Media di Harian Pikiran Rakyat. Jurnal Sosioteknologi, vol. 13 no 2, Agustus 2014

Komunikasi dan Informasi 494 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

JURNALIS INDONESIA DI MASA PANDEMI COVID-19: KISAH PROFESI DAN CATATAN HARAPAN Zainuddin Muda Z. Monggilo

Fenomena Jurnalis dan Peliputan Covid-19 “Selain apresiasi saya terhadap tenaga medis, saya ingin menyampaikan apresiasi kepada jurnalis, di Indonesia maupun dunia,” adalah penghargaan yang disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Johnny G. Plate, dalam webinar Optimisme Jurnalis di Era Covid-19 pada Kamis, 14 Mei 2020 (Andarningtyas, 2020; KPI, 2020). Apresiasi yang tampaknya cukup dinantikan mengingat jurnalis pun telah bekerja keras di garda terdepan sebagaimana para tenaga kesehatan yang tak kenal lelah merawat pasien. Jika diibaratkan, jurnalis layaknya dokter dan perawat yang menyuplai kebutuhan harian akan asupan informasi serta menyembuhkan kesesatan informasi kronis yang terjadi akibat ketidakjelasan di kala krisis (Cheng & WHO, 2005). Ditambah lagi dengan fakta bahwa yang dilawan tidak saja virus Covid-19, tetapi juga virus mis/disinformasi atau disinfodemic yang tak kalah berbahaya (Cinelli et al., 2020; Monggilo, 2020; Papapicco, 2020; Winanti & Mas’udi, 2020). Singkatnya, untuk menjamin terpenuhinya tugas-tugas tersebut, jurnalis mengambil risiko atas keselamatan dirinya sendiri dari intaian Covid-19 (UNESCO, 2020a; Laidlaw, 2019; WHO, 2005). Pengorbanan yang dilakukan jurnalis demi janji moral untuk tetap menghadirkan informasi Covid-19 yang kredibel dan sarat kepentingan publik pun beragam jenis dan tingkatannya. Sebut saja risiko atas keselamatan fisik dan psikis di tengah situasi yang tidak menentu, proteksi hukum yang masih lemah terhadap implementasi profesionalisme jurnalis, kekerasan fisik dan verbal yang menyerang baik luring maupun daring, hingga penghidupan dan kesejahteraan yang dinilai masih belum memenuhi standar yang selayaknya (CPJ, 2020; Oktavianti, 2020; UNESCO, 2020a, 2020b). Padahal, berbagai kerja jurnalis dan pelaku industri media lainnya di Indonesia ketika pandemi sudah sepatutnya Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 495

mendapat dukungan dari semua lapisan masyakarat. Hal ini karena aksi berjejaring dinilai dapat mempercepat penanganan Covid-19 di tanah air (Djalante et al., 2020; Monggilo, 2020). Tulisan ini dimaksudkan untuk menguraikan kisah atau cerita jurnalis dan lingkup pekerjaannya di masa pandemi Covid-19. Harapannya dapat melengkapi kajian-kajian sebelumnya mengenai jurnalis sebagai dimensi krusial dalam praktik jurnalisme di waktu krisis. Di samping itu, dapat menciptakan ruang-ruang reflektif dan pengembangan profesionalisme yang lebih baik tidak saja untuk lingkup dirinya dan industri yang menaunginya, tetapi juga bagi pihakpihak yang menyokongnya untuk mencapai tujuan yang diidamkan bersama—salah satunya terwujudnya tatatan normal baru dalam bidang jurnalisme yang masih terus bergejolak. Jejak-jejak Digital Kerja Jurnalis Masa Pandemi Penelusuran kisah jurnalis Indonesia dalam peliputan pandemi Covid-19 dilakukan dengan menggunakan Google Advanced Search melalui frasa kunci (kisah OR cerita) (jurnalis OR wartawan) “pandemi covid-19”. Periode pencarian dibatasi mulai dari 2 Maret 2020 (kali pertama diumumkannya kasus positif Covid-19 di Indonesia) hingga 27 Juni 2020 (artikel ini selesai ditulis). Hasilnya didapatkan sebanyak 125 konten yang masih disaring lagi dengan mempertimbangkan empat kriteria yakni relevansi antara keseluruhan isi dan topik/frasa kunci, konten pemberitaan berformat tekstual dan fokus pada narasi—audio visual penyerta diabaikan, bukan merupakan opini/tajuk dari kontributor/pembaca, serta dipublikasikan oleh media daring yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers. Hasilnya menyisakan 21 berita daring terseleksi sebagai berikut: Tabel 1. Daftar Berita Daring Kisah Jurnalis Meliput Pandemi Covid-19 No.

Judul

Tanggal Publikasi

Sumber

1.

Virus Corona: Wartawan dengan Gejala Covid-19 Meninggal Usai ‘Ditolak’ RS Rujukan, Mengapa Terjadi dan Apa Solusinya?

31 Maret 2020

BBC News Indonesia

Komunikasi dan Informasi 496 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Pranala

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52060802

Tanggal Publikasi

No.

Judul

Sumber

Pranala

2.

Covid-19 Mengancam Profesi Jurnalis di Indonesia, CNN dan Metro TV Terkena Imbasnya

3 April 2020

Grid Health

https://health.grid.id/ read/352088589/covid-19-mengancam-profesi-jurnalis-di-indonesia-cnn-dan-metro-tv-sudah-terkena-imbasnya?page=all

3.

Jurnalis Selama Corona: Upah Telat, Meninggal Tanpa Perlindungan

6 April 2020

Tirto

https://tirto.id/jurnalis-selama-corona-upah-telat-meninggal-tanpa-perlindungan-eK8i

4.

PWI Pusat: Wartawan Peliput Pandemi Covid-19 Harus Punya Pengetahuan Memadai

8 April 2020

Warta Ekonomi

https://www.wartaekonomi. co.id/read280232/pwi-pusat-wartawan-peliput-pandemi-covid-19-harus-punya-pengetahuan-memadai

5.

Tugas Wartawan di Tengah Pandemi Covid-19

10 April 2020

Radar Madura

https://radarmadura.jawapos. com/read/2020/04/10/188184/ tugas-wartawan-di-tengah-pandemi-covid-19

6.

Jurnalis dan Tantangan Peliputan Pandemi Covid-19

13 April 2020

Republika

https://republika.co.id/berita/ q8pi87385/jurnalis-dan-tantangan-peliputan-pademi-covid19

7.

Rentan Terpapar Covid-19, Jurnalis Diberi Bantuan Masker

14 April 2020

Republika

https://republika.co.id/ berita/q8sc5o327/rentan-terpapar-covid19-jurnalis-diberi-bantuan-masker

8.

Sengsara Karena Corona? Lapor ke Posko Jurnalis Bengkulu Peduli

18 April 2020

Liputan6

https://www.liputan6.com/ regional/read/4230621/ sengsara-karena-corona-lapor-ke-posko-jurnalis-bengkulu-peduli

9.

Kisah Fotografer “Kompas” Meliput Pandemi Covid-19

19 April 2020

Kompas

https://kompas.id/baca/ metro/2020/04/19/kisah-fotografer-kompas-meliput-pandemi-covid-19/

10.

Aktivitas Jurnalis pada Masa Pandemi Covid-19

21 April 2020

Radar Madura

https://radarmadura.jawapos. com/read/2020/04/21/190063/ aktivitas-jurnalis-pada-masa-pandemi-covid-19

11.

DPR Dukung Keluarnya Protokol Liputan Covid-19 untuk Jurnalis

Tempo

https://nasional.tempo.co/ read/1333747/dpr-dukung-keluarnya-protokol-liputan-covid-19-untuk-jurnalis/ full&view=ok

21 April 2020

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 497

No.

Judul

Tanggal Publikasi

12.

Cerita Jurnalis di Tengah Pandemi: Lakukan Rapid Test dan Isolasi Diri

13.

Sumber

Pranala

21 April 2020

Akurat

https://akurat.co/news/id1090376-read-cerita-jurnalis-ditengah-pandemi-lakukan-rapidtest-dan-isolasi-diri

Jurnalis Perempuan, Kartini di Tengah Covid-19

21 April 2020

Tagar

https://www.tagar.id/jurnalis-perempuan-kartini-di-tengah-covid19

14.

Semangat Jurnalis Perempuan di Tengah Pandemi Covid-19

21 April 2020

Antara News

https://www.antaranews. com/berita/1435540/jurnalis-perempuan-di-tengah-pandemi-covid-19#mobile-nav

15.

Cerita Sedih Jurnalis Kehilangan Putra Tercinta yang Berstatus PDP Covid-19 di Usia 16

Liputan6

https://www.liputan6.com/ health/read/4240586/cerita-sedih-jurnalis-kehilangan-putra-tercinta-yang-berstatus-pdp-covid-19-di-usia-16

16.

Aksi Wartawan Pena Timur Bagikan Ratusan Sembako untuk Korban Pandemi Covid-19, Lihat Videonya

29 April 2020

10 Mei 2020

17.

Wartawan Lebih Rentan Depresi Dibanding Tenaga Kesehatan Saat Pandemi Covid-19

18.

Tetap Bekerja di Tengah Pandemi, Berikut Kisah Jurnalis dan Juru Kamera Kompas TV

19.

Kisah Jurnalis jadi Relawan Pengubur Jenazah Pasien Covid

30 Mei 2020

20.

Beritakan Covid-19, Jurnalis di NTT Dianiaya Pria Mabuk

2 Juni 2020

Komunikasi dan Informasi 498 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

16 Mei 2020

20 Mei 2020

Pojok Satu

https://pojoksatu.id/news/ berita-nasional/2020/05/10/ aksi-wartawan-pena-timur-bagikan-ratusan-sembako-untuk-korban-pandemi-covid-19-lihat-videonya/

Kabar24

https://kabar24.bisnis.com/ read/20200516/79/1241457/ wartawan-lebih-rentan-depresi-dibanding-tenaga-kesehatan-saat-pandemi-covid-19

Kompas TV

https://www.kompas.tv/ article/82107/tetap-bekerjadi-tengah-pandemi-berikut-kisah-jurnalis-dan-juru-kamerakompas-tv

CNN Indonesia

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200530142336-20-508271/ kisah-jurnalis-jadi-relawan-pengubur-jenazah-pasien-covid

Liputan6

https://www.liputan6.com/ regional/read/4267779/beritakan-covid-19-jurnalis-di-ntt-dianiaya-pria-mabuk

No.

Judul

Tanggal Publikasi

21.

DPR Apresiasi Jurnalis dan Media Tetap Bekerja di Tengah Pandemi Covid-19

21 Juni 2020

Sumber

Pranala

Merdeka

https://www.merdeka.com/ peristiwa/dpr-apresiasi-jurnalisdan-media-tetap-bekerja-ditengah-pandemi-covid-19.html

Sumber: dioleh penulis dari Google Advanced Search (2 Maret-27 Juni 2020)

Terlihat dari Tabel 1 bahwa media daring terverifikasi Dewan Pers yang memberitakan kisah jurnalis di masa pandemi terdiri dari 17 media daring. Ketujuh belas media daring dan jumlah berita daring terpublikasi yakni BBC News Indonesia (1), Grid Health (1), Tirto (1), Warta Ekonomi (1), Radar Madura (2), Republika (2), Liputan6 (3), Kompas (1), Tempo (1), Akurat (1), Tagar (1), Antara News (1), Pojok Satu (1), Kabar24 (1), Kompas TV (1), CNN Indonesia (1), dan Merdeka (1). Tiga media daring yaitu Liputan 6, Radar Madura, dan Republika terpantau merilis berita daring terbanyak secara berurutan masing-masing 3 dan 2 berita. Ditinjau dari periode pemberitaan, bulan April terhitung sebagai kurun waktu dengan publikasi terbanyak yaitu 14 berita daring, diikuti Mei sejumlah 4 rilis berita, Juni dengan 2 berita daring, dan 1 berita daring di Maret. Pemberitaan per April sendiri didominasi pada pertengahan hingga akhir bulan. Topik-topik yang diberitakan berpusat pada sorotan dan dukungan terhadap jurnalis yang mulai serius mengoptimalkan protokol peliputan Covid-19 yang sehat dan aman sesuai standar yang sudah ditetapkan serta mengevaluasi implementasinya di lapangan. Tampaknya hal-hal ini yang menjadi alasan ramainya pemberitaan terkait topik tersebut sepanjang April 2020. Sementara itu, narasi yang dikisahkan sebagian besar meneropong sejumlah peluang dan tantangan yang dihadapi oleh jurnalis dalam peliputan langsung peristiwa pandemi, dimensi keselamatan dan kesejahteraan jurnalis di kala krisis, aksi kerelawanan sosial jurnalis yang turun tangan menguburkan jenazah penderita, aksi penggalangan dana sosial untuk meringankan beban sesama jurnalis maupun masyarakat umum, hingga kepiluan dan duka saat isolasi mandiri maupun kehilangan anggota keluarga sendiri karena Covid-19. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 499

Jurnalis dan Covid-19 dalam Narasi Profesi dan Kemanusiaan Jurnalis, Kesehatan Fisik, dan Keselamatan Liputan. Kisah pembuka datang dari Jurnalis Alfania Risky dan Juru Kamera Arief Rahman yang meliput Rumah Sakit Darurat Corona Wisma Atlet Kemayoran. Mereka secara sadar dan kooperatif mengikuti protokol kesehatan yang diterapkan di lokasi peliputan seperti pengecekan suhu tubuh, penggunaan masker, dan penyemprotan disinfektan. Setelah liputan selesai, mereka pun langsung membersihkan diri (Permatasari, 2020). Selain itu, protokol yang juga turut dirujuk adalah Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19 bagi jurnalis dan perusahaan media oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jurnalis Krisis dan Bencana, dan Komite Keselamatan Jurnalis (AJI, 2020a). Protokol ini secara rinci menjelaskan langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum dan selama liputan. Semuanya dilakukan agar dapat melakukan peliputan yang aman dan selamat serta dapat ikut memutus rantai penyebaran Covid-19 minimal untuk diri sendiri dan orangorang terdekat. Cerita lain diungkapkan oleh Jurnalis Michael Aryawan yang juga relawan di posko terpadu penanganan Covid-19 di Yogyakarta. Ia tercatat sebagai tim inti pemakaman jenazah Covid-19. Prosesi pun harus melalui berbagai tahapan ketat sebelum dan sesudah pemakaman. Tahapan-tahapan tersebut mulai dari pengecekan kesehatan keseluruhan, penggunaan alat pelindung diri (APD) level 1, pemulangan tim ke lokasi dekontaminasi setelah penguburan untuk menjalani mandi keramas, karantina 2 jam, pengecekan kesehatan ulang, dan akhirnya pemberian jeda istirahat selama 24 jam sebelum diterjunkan pada proses pemakaman selanjutnya (CNN Indonesia, 2020). Jika Alfania, Arief, dan Michael dapat melakukan pekerjaannya tanpa kendala yang berarti, maka lain kisah dengan rekan jurnalis di Metro TV dan CNN Indonesia. Rekan jurnalis yang disembunyikan identitasnya di kedua media tersebut dinyatakan positif mengidap Covid-19. Direktur Utama Metro TV Don Bosco Selamun dan Sekretaris Direksi CNN Indonesia Herlin Chatrin Maya Pulisir, dalam keterangan pers masing-masing mengungkap penanganan responsif perusahaan atas temuan tersebut. Sebut saja dengan melakukan sterilisasi ruang dan peralatan liputan yang digunakan oleh jurnalis pengidap, Komunikasi dan Informasi 500 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

menjejaki riwayat kontak sejumlah jurnalis yang diduga pernah berinteraksi dengan pasien, serta menutup total maupun membatasi aktivitas di kantor untuk sementara waktu (Larassaty, 2020). Dalam hal ini, kesehatan dan keselamatan kerja jurnalis selama pandemi adalah hal yang perlu diutamakan bahkan dijamin oleh perusahaan pers yang menaungi (Faisal, 2020; Mahoney, 2020; UNESCO, 2020b, 2020c). Jurnalis, Akses Kesehatan, dan Stigma Sosial. Kisah terkait yang cukup memilukan juga diterima Jurnalis WD (inisial) yang meninggal dunia karena diklaim terlambat mendapat pertolongan medis setelah ditolak di lima rumah sakit, termasuk dua rumah sakit rujukan pemerintah yaitu Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso (Lumbanrau & Hajid, 2020). Kepiluan yang sama dirasakan Jurnalis Farma Dinata yang kehilangan putranya karena diduga terpapar Covid-19 dengan gejala gangguan syarat hingga diagnosis stroke. Farma yang sudah bekerja dari rumah selama pandemi menceritakan bahwa anaknya sempat menjalani isolasi mandiri hingga akhirnya meninggal dunia di hari keempat isolasi di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) (Harsono, 2020). Tersebut pula beberapa jurnalis yang terlantar maupun tertolak petugas medis ketika berinisiatif memeriksakan kondisi kesehatannya. Misalnya saja menimpa sejumlah wartawan yang punya riwayat interaksi dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi setelah dinyatakan positif Covid-19 beberapa waktu lalu (Taher & Abdi, 2020). Cerita lainnya adalah kesulitan melakukan uji cepat (rapid test) karena kuota untuk jurnalis yang terbatas (Munir, 2020). Menurut paramedis, kasus penolakan seperti ini terjadi karena keterbatasan ruang isolasi, alat bantu pernapasan, APD dan jumlah tenaga medis yang memberikan pelayanan kesehatan (Lumbanrau & Hajid, 2020). Selain itu, stigma sosial yang kerap diasosiasikan secara negatif pada pihak-pihak tertentu yang bersinggungan dengan Covid-19, salah satunya jurnalis, tampaknya perlu dilawan bersama-sama (WHO, 2020; UNESCO, 2020d). Tentu sulit diterima jika jurnalis yang bertugas di lapangan mendapat perlakuan yang cenderung diskriminatif di tengah masyarakat. Seperti halnya yang dialami oleh Jurnalis Della yang dijauhi tetangganya hingga digosipkan positif Covid-19 padahal masih berstatus orang dalam pemantauan (ODP) Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 501

(Agustine, 2020). Kewaspadaan dalam melindungi diri masing-masing sudah sewajarnya untuk dilakukan, tetapi tidak disalahartikan sebagai tindakan berlebihan untuk menyudutkan atau mengasingkan jurnalis dari pergaulan sosial. Jurnalis dan Kesehatan Mental. Tidak saja menyoal kesehatan fisik, Covid-19 juga berdampak pada kesehatan jiwa dan psikososial para jurnalis. Kondisi stres, ketidakpastian, dan kekhawatiran terhadap kesehatan diri dan keluarga turut mempengaruhi stabilitas mental (Internews, 2020; Niblock, 2020; Zhang & Ma, 2020). Menurut hasil survei daring Center for Economics and Development Studies (CEDS) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran pada 2-10 April 2020 terhadap 98 wartawan (84,7% di Pulau Jawa) tentang dampak pandemi Covid-19 terhadap situasi psikososial profesi wartawan, ditemukan sebesar 45,92% jurnalis yang memiliki gejala depresif (Yasa, 2020). Persentase tersebut melampaui gejala depresif yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan di angka 28%. Mendukung data ini, International Federation of Journalists (IFJ) dalam survei global pada 26-28 April 2020 terhadap 1.308 jurnalis dari 77 negara dengan persentase partisipasi 42% berasal dari jurnalis perempuan, menemukan bahwa jurnalis perempuan menderita stres dan kecemasan yang lebih besar (653%) daripada jurnalis laki-laki (55%) (IFJ, 2020). Masih berkaitan dengan survei daring CEDS, diketahui bahwa jurnalis yang masih harus meliput di lapangan memiliki gejala depresif yang lebih tinggi yakni sebesar 26,53% atau 1,65 kali lebih besar dibandingkan dengan jurnalis yang bekerja dari rumah. Sementara itu, jurnalis yang bekerja di rumah mengalami tingkat kejenuhan sebesar 33,67% atau 2,58 kali lebih besar dibandingkan yang bekerja di lapangan (Yasa, 2020). Jurnalis dan Ancaman Kekerasan. Kejadian merugikan lainnya juga dialami oleh Jurnalis Petrus Aloisius Hermanto yang dipukuli oleh seorang pria mabuk di sebuah acara. Walau belum diketahui pasti motif di balik penganiayaan tersebut, diakui Petrus, pelaku sempat melontarkan kecaman mengenai profesinya sebagai jurnalis yang meliput berita Covid-19 (Wilibardus, 2020). Hal ini mengindikasikan masih adanya bayang-bayang kekerasan yang mengancam profesi jurnalis. Data menunjukkan sebanyak 763 kasus kekerasan terhadap jurnalis telah terjadi sejak 2006 hingga 2019, 10 jurnalis terbunuh Komunikasi dan Informasi 502 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

saat bertugas sejak 1996 hingga 2019, 105 kasus penghalangan liputan dari 2015 hingga 2019, dan masih lemahnya penegakan hukum yang melindungi jurnalis—walaupun telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Amirullah et al., n.d.; Mashabi, 2019; Parahita & Nyarwi, 2019). Ironisnya, aparat penegak hukum seperti kepolisian justru yang terbukti paling sering melakukan tindak kekerasan ini (CNN Indonesia, 2019; Wardah, 2020). Tidak di Indonesia saja, kasus kekerasan terhadap jurnalis khususnya di masa pandemi juga cukup meresahkan dunia. Sedikitnya terdapat tiga ancaman kekerasan yang juga membayangi rutinitas kerja jurnalis secara global yakni kekerasan terhadap mereka yang masih berstatus sebagai jurnalis lepas, kekerasan terhadap jurnalis terdaftar, serta keberadaan otoritas yang acap kali kurang mendukung upayaupaya jurnalis untuk menghadirkan pemberitaan yang akurat dan selengkap mungkin. Dengan kata lain, kekerasan yang diterima jurnalis adalah pelanggaran atas kebebasan berpendapat yang telah termaktub sebagai hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi (Dorroh, 2020; Media Matters for Democracy, 2020). Bahkan, karena dipandang memaksakan keterbukaan data selama meliput Covid-19—yang seharusnya memang dibuka otoritas berwenang untuk kepentingan publik—berimplikasi buruk pada penahanan/pemidanaan (179 kasus) serta kekerasan fisik dan verbal (102 kasus) kepada jurnalis (UNESCO, 2020a; IPI, 2020). Jurnalis dan Perlindungan Kesejahteraan. Bentuk ketimpangan lainnya dari kisah yang dihadapi jurnalis di era Covid-19 adalah kesejahteraaan yang salah satunya ditinjau dari pemberian gaji yang layak. Jurnalis Setyo A. Saputro mengaku gajinya tertunda beberapa kali akibat pandemi. Walau begitu, hal tersebut tidak menurunkan profesionalismenya—meskipun harus berutang untuk membeli paket data internet untuk menunjang pekerjaan di rumah (Taher & Abdi, 2020). Pengakuan Setyo belum termasuk kemungkinan terburuk berupa perumahan selamanya atau pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak (AJI, 2020b, 2020c). Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan AJI telah menerima laporan pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan jurnalis antara 3 April dan 2 Mei 2020 dengan rincian 26 jurnalis diberhentikan, 21 jurnalis dirumahkan untuk sementara waktu, dan 11 Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 503

jurnalis ditunda atau dipotong gajinya (Oktavianti, 2020). Survei global IFJ menegaskan hal tersebut bahwa 65,4% jurnalis mengaku merasakan kondisi pekerjaannya yang kian memburuk di masa pandemi, mengeluhkan kurangnya pemasukan karena gajinya dipotong, hingga terpaksa menganggur karena diberhentikan dari pekerjaannya (IFJ, 2020). Tidak dipungkiri bahwa Covid-19 cukup mengoyak stabilitas pemasukan media. Namun demikian, upaya yang lebih masif dan terstruktur dirasa lebih perlu untuk menyelamatkan lembaga yang berperang penting tidak hanya untuk individu tetapi juga masyarakat banyak ini. Communal news work adalah salah satu cara yang dilirik. Cara ini mengombinasikan berbagai sumber pendapatan (multiple revenue streams) seperti keanggotaan (membership), donasi dari iklan, dukungan pemerintah tanpa disalahgunakan untuk mengekang atau mematikan kerja jurnalis, kemitraan, urun dana (crowdfunding), dan lain-lainnya (Cook & Bakker, 2019). Jurnalis dan Solidaritas Sosial. Walaupun didera persoalan kesejahteraan, tidak menghambat semangat dan solidaritas jurnalis untuk tetap membantu sesama yang juga terdampak pandemi. Selain cerita Jurnalis Michael yang menjadi tim relawan pemakaman jenazah Covid-19 di Yogyakarta karena terdorong panggilan hati sendiri (CNN Indonesia, 2020), sekelompok wartawan Jakarta Timur atau Pena Timur dengan dana patungan bersama membagikan ratusan paket sembako kepada masyarakat yang membutuhkan (Adhey, 2020). Di Bengkulu, dibentuk Posko Jurnalis Bengkulu Peduli Covid-19 oleh lima lembaga jurnalis yaitu AJI, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Society Indonesia Environmental Journalist (SIEJ), Aliansi Jurnalis Pemantau Pemilu (AJPP) dan Aliansi Jurnalis Muda Bengkulu (AJMB). Posko ini tidak hanya menerima pengaduan jurnalis, tetapi juga petugas kesehatan dan masyarakat umum yang kurang mendapat perhatian dari pemegang kebijakan. Menariknya, selain menerima dan menyalurkan donasi berupa kebutuhan sehari-hari dan APD, jurnalis yang tergabung dalam posko ini secara solid menyepakati untuk membangun motivasi dan semangat kepada masyarakat dalam pemberitaan yang dibuat sehingga masyarakat tetap tenang di kala pandemi (Putro, 2020). Hal ini sejalan dengan anjuran Dewan Pers kepada media untuk mengedepankan pemberitaan yang tepat dan Komunikasi dan Informasi 504 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

sarat nilai positif dan harapan agar masyarakat dengan siaga dan sabar pada upaya bersama memutus sirkulasi Covid-10 (Rostanti, 2020; Sari, 2020). Inisiatif solidaritas tidak saja datang dari sisi jurnalis, tetapi juga datang dari lembaga pengumpul dan penyalur donasi di antaranya Lembaga Amil Zakat (LAZ) Ukhuwah Care (UCare) Indonesia. LAZ UCare memberikan bantuan berupa masker dan sembako kepada para jurnalis di Kota Bekasi. Jurnalis dipandang layak mendapat dukungan karena berperan krusial dalam penyampaian informasi yang benar sekaligus mengedukasi masyarakat sehingga dapat menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia (Fakhruddin, 2020). Akan tetapi, donasi kepada jurnalis yang berencana diberikan oleh DPRD Kota Malang melalui pengalihan anggaran makan dan minum kegiatan masa reses dinilai sebagai bentuk kebijakan yang kurang tepat. Menurut AJI Malang, kesejahteraaan dan jaminan sosial jurnalis sudah menjadi tanggung jawab utama dari perusahaan media sesuai UndangUndang Ketenagakerjaan yang berlaku. Olehnya itu, rencana bantuan kepada jurnalis tersebut sepatutnya diberikan kepada masyarakat yang lebih berhak yang tidak mampu mendapatkan akses sosial, ekonomi, dan informasi selama Covid-19 (AJI, 2020d). Harapan (Baru) yang Terus Menyala “Saya memberikan apresiasi yang sungguh sangat luar biasa kepada kawan-kawan jurnalis, meskipun suasananya sangat khusus, tetapi kawan-kawan jurnalis tetap menjalankan tugas sucinya yaitu memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat,” kata Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh di suatu kesempatan (Sari, 2020). Ucapan ini kembali menegaskan pentingnya kiprah jurnalis di masa pandemi Covid-19 sekaligus menjadi pemupuk semangat untuk terus menjalankan liputan. Walapun dalam praktiknya, dikepung dengan berbagai tantangan yang menguji resiliensi jurnalis dan media. Tantangan-tantangan ini yang juga dimaknai sebagai refleksi sekaligus harapan yang sedianya dapat ditangkap oleh berbagai pihak tidak saja untuk kepentingan kelompok jurnalis tetapi pemangku kebijakan dan masyarakat lebih luas. Bagaimana pun juga, apresiasi hanya berfungsi sebatas ujaran apabila tidak dinyatakan dalam penjaminan implementasi peraturan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 505

dan kebijakan yang mendukung kiprah tersebut. Kisah jurnalis dan perjuangannya dalam memberikan informasi teraktual dan terpercaya kepada khalayak luas di masa krisis adalah kisah penting yang berupaya digoreskan jurnalis. Di samping itu, upaya riil jurnalis untuk bernegosiasi dengan keadaan yang mengancam utamanya dalam segi kesehatan fisik dan mental serta perlindungan hak-hak ketenagakerjaan sedianya menjadi catatan mendesak untuk dicari solusinya. Masa pandemi yang belum sepenuhnya berakhir masih membuka banyak kisah untuk diutarakan. Dorongan adaptasi terhadap tatanan normal baru oleh berbagai pihak di beragam bidang termasuk jurnalis dan media pun tampaknya masih diisi dengan berbagai celah pengembangan. Walau bukan persoalan yang benar-benar baru, setidaknya kisah-kisah jurnalis selama pandemi Covid-19 dalam artikel ini bisa menjadi momentum pengingat kembali akan sederet persoalan yang belum mendapatkan jalan penyelesaian terbaik. Harapan perbaikan itu masih ada dan terus menyala. Mari mengawalnya bersama-sama.

Komunikasi dan Informasi 506 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Adhey. (2020, May 10). Aksi wartawan pena timur bagikan ratusan sembako untuk korban pandemi COVID-10, Lihat videonya. Pojok Satu. Retrieved from https://pojoksatu.id/news/beritanasional/2020/05/10/aksi-wartawan-pena-timur-bagikanratusan-sembako-untuk-korban-pandemi-covid-19-lihatvideonya/ Agustine, F. P. (2020, April 2). Miris, belum positif Covid-19 tapi dikucilkan. Ayo Purwakarta. Retrieved from http://www. ayopurwakarta.com/read/2020/04/02/4668/miris-belum-positifcovid-19-tapi-dikucilkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). (2020a) Protokol keamanan liputan & pemberitaan COVID-19. Retrieved June 27, 2020, from https://aji.or.id/upload/article_doc/Naskah_Final_-_Protokol_ Keamanan_Liputan_dan_Pemberitaan_Covid-19.pdf Aliansi Jurnalis Independen (AJI). (2020b). Penuhi hak jurnalis dan pekerja media di tengah pandemi. Retrieved June 27, 2020, from https://aji.or.id/read/press-release/1059/penuhi-hak-jurnalisdan-pekerja-media-di-tengah-pandemi.html Aliansi Jurnalis Independen (AJI). (2020c). Seruan AJI Indonesia: Publik butuh informasi terpercaya, hindari PHK atau penundaan gaji pekerja media. Retrieved June 27, 2020, from https://aji.or.id/ read/press-release/1039/seruan-aji-indonesia-publik-butuhinformasi-terpercaya-hindari-phk-atau-penundaan-gaji-pekerjamedia.html Aliansi Jurnalis Independen (AJI). (2020d). Seruan terbuka AJI Malang: Batalkan bantuan sosial untuk jurnalis, kepentingan publik jadi prioritas. Retrieved June 27, 2020, from https://aji.or.id/read/ berita/1041/seruan-terbuka-aji-malang-batalkan-bantuan-sosialuntuk-jurnalis-kepentingan-publik-jadi-prioritas.html Amirullah, Utami, B., Putri, Faiz, A., Parera P., Sitompul, M … Riskhi, N. (n.d.). Jurnalis dalam bayang-bayang kekerasan. Tempo. Retrieved from https://interaktif.tempo.co/proyek/jurnalis-dalam-bayangbayang-kekerasan/index.html Andarningtyas, N. (2020, 15 May). Menkomindo apresiasi kerja jurnalis Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 507

saat pandemi COVID-19. Antara Sulteng. Retrieved from https:// sulteng.antaranews.com/berita/121828/menkominfo-apresiasikerja-jurnalis-saat-pandemi-covid-19 Cheng, M & World Health Organization (WHO). (2005). WHO outbreak communication: WHO handbook for journalists: Influenza pandemic. Retrieved from https://apps.who.int/iris/ handle/10665/69203 Cinelli, M., Quattrociocchi, W., Galeazzi, A., Valensise, C. M., Brugnoli, E., Schmidt, A. L., ... Scala, A. (2020). The COVID-19 social media infodemic. arXiv preprint arXiv:2003.05004. CNN Indonesia (2019, September 26). AJI: Kekerasan pada jurnalis karena rekam aparat brutal. CNN Indonesia. Retrieved from https:// www.cnnindonesia.com/nasional/20190926091340-20-434151/ aji-kekerasan-pada-jurnalis-karena-rekam-aparat-brutal CNN Indonesia. (2020, 30 May). Kisah jurnalis jadi relawan pengubur jenazah Covid. CNN Indonesia. Retrieved from https://www. cnnindonesia.com/nasional/20200530142336-20-508271/kisahjurnalis-jadi-relawan-pengubur-jenazah-pasien-covid Committee to Protect Journalists (CPJ). (2020). CPJ Safety Advisory: Covering the coronavirus pandemic. Retrieved June 27, 2020, from https://cpj.org/2020/02/cpj-safety-advisory-covering-thecoronavirus-outbr/ Cook, C., & Bakker, P. (2019). Viable, sustainable or resilient? Nordicom Review, 40(2), 31–49. Djalante, R., Lassa, J., Setiamarga, D., Sudjatma, A., Indrawan, M., Haryanto, B., … Warsilah, H. (2020). Review and analysis of current responses to COVID-19 in Indonesia: Period of January to March 2020. Progress in Disaster Science, 6, 1-9. https://doi. org/10.1016/j.pdisas.2020.100091 Dorroh, J. (2020). Journalism & the pandemic: Threats to media freedom & safety during COVID-19. Retrieved June 27, 2020, from https://www.icfj.org/news/journalism-pandemic-threats-mediafreedom-safety-during-covid-19 Faisal, A. (2020, March 14). PFI: Keselamatan jurnalis liput corona harus diperhatikan perusahaan. Antara News. Retrieved from Komunikasi dan Informasi 508 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

https://www.antaranews.com/berita/1356870/pfi-keselamatanjurnalis-liput-corona-harus-diperhatikan-perusahaan Fakhruddin, M. (2020, April 14). Rentan terpapar Covid-19, jurnalis diberi bantuan masker. Republika. Retrieved from https:// republika.co.id/berita/q8sc5o327/rentan-terpapar-covid19jurnalis-diberi-bantuan-masker Harsono, F. H. (2020, April 29). Cerita sedih jurnalis kehilangan putra tercinta yang berstatus PDP Covid-19 di Usia 16. Liputan6. Retrieved from https://www.liputan6.com/health/read/4240586/ cerita-sedih-jurnalis-kehilangan-putra-tercinta-yang-berstatuspdp-covid-19-di-usia-16 International Federation for Journalists (IFC). Women journalists are suffering greater stress due to COVID-19, IFJ study says. Retrieved June 27, 2020, from https://www.ifj.org/media-centre/news/ detail/category/press-releases/article/women-journalists-aresuffering-greater-stress-due-to-covid-19-ifj-study-says.html International Press Institute (IPI). (2020). Covid-19 media freedom monitoring. Retrieved June 27, 2020, from https://ipi.media/ covid19-media-freedom-monitoring/ Internews. (2020). Covering health and pandemics: Your safety as a journalist reporting COVID-19. Retrieved June 27, 2020, from https://internews.org/sites/default/files/2020-04/ ReportingCOVID19_Resource.pdf Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). (2020a). Tunaikan kerja peradaban, LP dan jurnalis harus dapatkan insentif di masa pandemi. Retrieved from http://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38dalam-negeri/35719-tunaikan-kerja-peradaban-lp-dan-jurnalisharus-dapatkan-insentif-di-masa-pandemi Laidlaw, T. (2019). Pandemic stories: Rhetorical motifs in journalists’ coverage of biomedical risk. Minerva, 57, 433-451. https://doi. org/10.1007/s11024-019-09383-4 Larassaty, L. (2020, April 3). Covid-19 mengancam profesi jurnalis di Indonesia, CNN dan Metro TV sudah terkena imbasnya. Grid Health. Retrieved from https://health.grid.id/read/352088589/ covid-19-mengancam-profesi-jurnalis-di-indonesia-cnn-danmetro-tv-sudah-terkena-imbasnya?page=all Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 509

Lumbanrau, R. E. & Hajid, S. (2020, March 31). Virus corona: Wartawan dengan gejala Covid-19 meninggal usai ‘ditolak’ RS rujukan, mengapa terjadi dan apa solusinya? BBC News Indonesia. Retrieved from https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52060802 Mahoney, R. (2020, April 20). Journalists need to be protected during the pandemic. Aljazeera. Retrieved from https:// www.aljazeera.com/indepth/opinion/journalists-protectedpandemic-200419140835916.html Mashabi, S. (2020, January 14). Catatan LBH Pers soal kekerasan terhadap jurnalis di 2019. Kompas. Retrieved from https:// nasional.kompas.com/read/2020/01/14/06460651/catatan-lbhpers-soal-kekerasan-terhadap-jurnalis-di-2019?page=all Media Matters for Democracy. (2020). Media Matters for Democracy expresses concern over safety of journalists covering COVID-19 health crisis. Retrieved June 27, 2020, from https://www.apc.org/ en/news/media-matters-democracy-expresses-concern-oversafety-journalists-covering-covid-19-health Monggilo, Z. M. Z. (2020). Komunikasi publik pemerintah masa COVID-19: Telaah kritis sistem informasi publik. In W. Mas’udi & P. S. Winanti (Eds.), Tata kelola penanganan COVID-19 di Indonesia: Kajian awal (pp. 274-299). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Retrieved from https://digitalpress.ugm.ac.id/ book/257 Munir, M. (2020, April 21). Cerita jurnalis di tengah pandemi: Lakukan rapid test dan isolasi diri. Akurat. Retrieved from https://akurat. co/news/id-1090376-read-cerita-jurnalis-di-tengah-pandemilakukan-rapid-test-dan-isolasi-diri Niblock, S. (2020). Towards a psychosemiotics of journalism, mental distress and Covid-19,Social Semiotics. https://doi.org/10.1080/1 0350330.2020.1779456 Oktavianti, T. I. (2020, May 3). Journalists face crises on multiple fronts due to COVID-19 pandemic, survey finds. The Jakarta Post. Retrieved from https://www.thejakartapost.com/ news/2020/05/03/journalists-face-crises-on-multiple-fronts-dueto-covid-19-pandemic-survey-finds.html Komunikasi dan Informasi 510 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Olsen, R. K., Pickard, V., & Westlund, O. (2020). Communal news work: COVID-19 calls for collective funding of journalism. Digital Journalism. 1-9. https://doi.org/10.1080/21670811.2020.1763186 Papapicco, C. (2020). Informative Contagion: The Coronavirus (COVID-19) in Italian journalism. Online Journal of Communication and Media Technologies, 10(3), 1-12. https://doi. org/10.29333/ojcmt/7938 Parahita, G.D. & Nyarwi, A. (2019). What dampen the Indonesian’s journalist freedom and safeness in the Post-Soeharto New Order? In S. Jamil (Ed.), Handbook of Research on Combatting Threats to Media Freedom and Journalis Safety (pp. 83-105). .Pennsylvania, USA: IGI Global. Permatasari, N. (2020, May 20). Tetap bekerja di tengah pandemi, berikut kisah jurnalis dan juru kamera kompas tv. Kompas TV. Retrieved from https://www.kompas.tv/article/82107/tetapbekerja-di-tengah-pandemi-berikut-kisah-jurnalis-dan-jurukamera-kompas-tv Putro, Y. H. (2020, April 18). Sengsara karena corona? Lapor ke posko jurnalis Bengkulu peduli. Liputan6. Retrieved from https://www. liputan6.com/regional/read/4230621/sengsara-karena-coronalapor-ke-posko-jurnalis-bengkulu-peduli Rostanti, Q. (2020, April 2). Media diharap kedepankan ‘jurnalisme harapan’ saat Covid-19. Republika. Retrieved from https:// republika.co.id/berita/q85wz5425/media-diharap-kedepankanjurnalisme-harapan-saat-covid19 Sari, H. P. (2020, March 18). Dewan Pers minta jurnalis patuhi protoko Covid-19. Kompas. Retrieved from https://nasional.kompas.com/ read/2020/03/18/15473761/dewan-pers-minta-para-jurnalispatuhi-protokol-covid-19?page=all Taher, A. P., & Abdi, A. P. (2020, April 6). Jurnalis selama corona: upah telat, meninggal tanpa perlindungan. Tirto. Retrieved from https://tirto.id/jurnalis-selama-corona-upah-telat-meninggaltanpa-perlindungan-eK8i United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). (2020a). Journalism, press freedom and COVID-19. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 511

Retrieved from https://en.unesco.org/sites/default/files/unesco_ covid_brief_en.pdf United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). (2020b). Joint statement on safety of journalists and access to information during the COVID-19 crisis. Retrieved from https://en.unesco.org/sites/default/files/joint_statement_on_ covid-19_by_4_groups_of_friends_on_safety_of_journalists.pdf United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). (2020c). UNESCO stresses importance of safety of journalists amid COVID-19 pandemic. Retrieved from https:// en.unesco.org/news/unesco-stresses-importance-safetyjournalists-amid-covid-19-pandemic United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). (2020d). COVID-19-related discrimination and stigma: A global phenomenon. Retrieved from https://en.unesco.org/news/ covid-19-related-discrimination-and-stigma-global-phenomenon Wardah, F. (2020, January 14). LBH Pers: Polisi paling banyak lakukan kekerasan terhadap wartawan selama 2019. VOA Indonesia. Retrieved from https://www.voaindonesia.com/a/lbh-perspolisi-paling-banyak-lakukan-kekerasan-terhadap-wartawanselama-2019/5244121.html Wilibardus, D. (2020, June 2). Beritakan Covid-19, jurnalis di NTT dianiaya pria mabuk. Liputan6. Retrieved from https://www. liputan6.com/regional/read/4267779/beritakan-covid-19jurnalis-di-ntt-dianiaya-pria-mabuk Winanti, P. S. & Mas’udi, W. (2020). Problem infodemic dalam merespon pandemi COVID-19. Retrieved June 27, 2020, from http://fisipol. ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/1056/2020/04/Policy-BriefProblem-Infodemic-dalam-Merespon-Pandemi-COVID-19.pdf World Health Organization (WHO). (2005). Outbreak communication: Best practices for communicating with the public during an outbrea. Geneva: WHO. World Health Organization (WHO). (2020). Social stigma associated with COVID-19. Retrieved from https://www.who.int/docs/ default-source/coronaviruse/covid19-stigma-guide.pdf Komunikasi dan Informasi 512 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Yasa, A. (2020, May 16). Wartawan lebih rentan depresi dibanding tenaga kesehatan saat pandemi Covid-19. Kabar24. Retrieved from https://kabar24.bisnis.com/read/20200516/79/1241457/ wartawan-lebih-rentan-depresi-dibanding-tenaga-kesehatansaat-pandemi-covid-19 Zhang, Y. & Ma, Z. F. (2020). Impact of the COVID-19 pandemic on mental health and quality of life among local residents in Liaoning Province, China: A cross-sectional study. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17, 1-12. https://doi. org/10.3390/ijerph17072381

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 513

MENELISIK KERJA DAN ETIKA WARTAWAN DI MASA COVID-19 Sika Nur Indah

Belum lama ini seminar ataupun penelitian bertema revoluasi industri 4.0 banyak dilakukan. Perubahan yang sangat cepat dan mendasar (disrupsi) menuntut adaptasi dari berbagai sektor. Hanya saja beragam bahasan sebagian besar baru berupa wacana, masih sedikit yang benar-benar menerapkannya. Setidaknya itulah yang saya amati terjadi di Indonesia. Wacana pembentukan format yang tepat dalam menghadapi era disrupsi belum usai dibahas, virus Corona (Covid-19) datang tak terduga. Berbeda dengan RI 4.0 yang setidaknya bisa dipredikasi, Covid-19 muncul dan menyebar dengan luas hingga menjadi pandemi di dunia. Pada Maret 2020 lalu tiba-tiba saja semua orang diminta untuk memakai masker, jaga jarak dan sering cuci tangan. Pola hidup berubah total, imbauan untuk tetap berada di rumah digencarkan untuk mencegah penularan virus yang kali pertama kasusnya merebak di Wuhan, China itu. Imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah di rumah otomatis meminimalisir aktivitas di luar rumah. Tidak memerlukan waktu lama semua mendadak berubah. Perubahan ini juga menuntut kemampuan adaptasi yang cepat pula. Harus segera, sekarang juga. Dalam kondisi seperti ini media tetap dituntut untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya. Penyediaan informasi yang akurat bagi masyarakat menjadi hal penting di tengah ketidakpastian isu Covid-19, utamanya di masa awal pandemi ini masuk Indonesia. Di sisi lain pola kerja wartawan yang banyak berinterakasi dengan banyak orang secara fisik menjadikannya sebagai salah satu profesi rentan tertular Covid-19. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran kepada pembaca tentang perubahan kerja dan permasalahan yang dialami jurnalis di masa pandemi Covid-19. Data saya peroleh dari beberapa sumber yakni sumber pertama dengan wawancara langsung dengan sejumlah jurnalis dan data sekunder melalui berbagai artikel, talkshow online dan pustaka. Komunikasi dan Informasi 514 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Era Online yang Tak Terbantahkan Kabar tentang mulai limbungnya bisnis media cetak sudah saya dengar beberapa tahun terakhir, tetapi Corona agaknya semakin mempercepat tumbangnya bisnis ini. Lima tahun terakhir ini beberapa media cetak nasional memilih usahanya, seperti Sinar Harapan, Indonesia Finance Today, Tabloid Bola dan Majalah Fortune dari Kompas Group, serta Majalah Bloomberg. Sebagian lainnya tetap bertahan dengan mengganti rupa dari cetak ke online seperti Harian The Jakarta Globe dari Lippo Group (swa.co.id). Data tersebut belum menyentuh media cetak di daerah. Bisnis media cetak semakin berat dengan perubahan perilaku konsumen yang mengarah pada online. Survei Nielsen Consumer & Media View (CMV) kuartal tiga 2017 menunjukkan jumlah pembaca masih menjanjikan yakni 4,5 juta orang dengan penetrasi 8 persen. Kendati demikian kecenderungan untuk beralih platform dari cetak ke online cukup tinggi mengingat 65 persen pembaca media cetak mengakses internet melalui smartphone. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah pembaca versi digital yang mencapai 6 juta orang dengan penetrasi 11 persen. Versi digital ini juga berhasil menarik generasi Z (10-19 tahun) yang merupakan pembaca masa depan sebesar 17 persen. Lebih lanjut mengenai perilaku masyarakat Indonesia berinternet menunjukkan tren kenaikan. Situs penyedia data, Data Reportal yang bekerja sama dengan We are Sosial dan Hootsuite merilis pada Januari 2020 jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 175,4 miliar, naik 25 miliar orang atau 17 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara jumlah pengguna media sosial mencapai 160 miliar orang, naik 12 miliar orang atau 8,1 persen selama April 2019 hingga Januari 2019.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 515

Gambar 1. Data Jumlah Penguna Internet di Indonesia Januari 2020 Sumber: datareportal.com

Pertumbuhan ini terus meningkat seiring dengan naiknya pengguna smartphone. Tren data yang meningkat dari tahun ke tahun ditangkap perusahaan media cetak beragam. Beberapa di antaranya merespons dengan membuat versi digital untuk melengkapi versi cetak, sebagian lainnya memilih langsung menutup versi cetak dan beralih ke online. Terakhir, peluang ini ditangkap pebisnis media dengan mendirikan media online baru. Menurut pengertianya media atau dalam Undang-undang No 40 Tahun 1999 disebut sebagai pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. Komunikasi dan Informasi 516 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Meskipun Undang-undang 40 Tahun 1999 menyebut media sebagai lembaga sosial tetapi kata “sosial” berbeda pengertian dengan kata “sosial” yang melekat pada yayasan sosial, yang berkonotasi nirlaba. Pasalnya media memiliki aspek komersial yakni sebagai badan usaha (Mursito, 2006). Karena itu tidak mengherankan jika sebagai lembaga bisnis, media perlu menangkap peluang yang ada, termasuk bertrasformasi mengikuti perilaku konsumen. Sulistyo (2020) menyebutkan era media online telah “memaksa” satu per satu media cetak bermigrasi ke online. Laporan PricewaterhouseCoopers (PwC) dalam Perspective from the Global Entertaiment and Media Outlook 2017 menyebutkan laju global pertumbuhan koran dalam lima tahun ke depan adalah minus 8,3 persen. PwC memprediksi media berbasis internet tumbuh 0,5 sampai 6 persen. Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo saat peringatan Hari Pers Nasional 2018 di Padang mengatakan jumlah media di Indonesia mencapai 47.000 media dengan perincian 2.000 media cetak, 523 televisi, 674 radio dan sisanya online (antaranews.com). Dominasi media online menjadi bukti banyak pebisnis yang menangkap peluang pasar baru. Sayangnya, belum semua media online yang ada terverifikasi Dewan Pers. Ketergantungan konsumen pada internet semakin nyata saat Covid-19 merebak di Indonesia. Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan adanya kenaikan 15 persen-20 persen lalu lintas (traffic) internet pada masa pandemi (cnbcindonesia.com). Hal ini juga diakui penyedia jasa internet yang mengalami lonjakan traffic data dan pengguna baru sejak diberlakukan bekerja dari rumah dan belajar dari rumah. Lonjakan traffic data dialami PT Telkom (Indihome) sebesar 13 persen, Biznet naik 20 persen, Telkomsel meningkat 16 persen, serta XL Axiata dan Smartfriend naik 15 persen (cnnindonesia.com). Atas dasar ini meski bukan faktor tunggal, Covid-19 telah mendorong bisnis media untuk lebih cepat beralih ke online. Krisis ekonomi sebagai dampak dari pandemi menghantam semua industri termasuk media, terutama media cetak. Beban berat dialami media lantaran pemasukan dari iklan berkurang drastis sementara untuk media cetak masih harus menanggung ongkos cetak dan kertas. Beban berat ini berimbas pada pemutusan hubungan kerja karyawannya. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 517

International Federation of Journalists (IFJ), federasi wartawan internasional dalam survei yang dilakukan 26-28 April 2020 terhadap 1.308 orang wartawan dan pekerja media dari 77 negara menunjukkan 65,4 persen responden mengalami pemotongan gaji, kehilangan pekerjaan atau kondisi pekerjaanya memburuk selam pandemi. Sementara itu di Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum untuk Pers (LBH Pers) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menerima 61 laporan pelanggaran ketenagakerjaan antara 3 April dan 2 Mei. Laporan tersebut termasuk 26 wartawan yang telah diberhentikan, 21 wartawan yang cuti dan 11 jurnalis yang telah menerima pemotongan gaji atau penundaan. Covid-19 Mengubah Pola Liputan Bukan saja menghantam bisnis media, Covid-19 juga memaksa pola kerja wartawan berubah. Merujuk pada Undang-undang No 40 Tahun 1999 kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya. Dalam kondisi normal kegiatan jurnalistik biasa dilakukan dengan turun ke lapangan, mencari data melalui observasi maupun wawancara baru setelahnya menyusunnya menjadi bentuk berita. Hasil observasi dan wawancara yang saya lakukan dengan sejumlah wartawan menunjukkan adanya perubahan pola itu. Wartawan tak lagi leluasa turun ke lapangan untuk mencari data. Perusahaan media secara tegas menginstruksikan wartawannya hanya turun ke lapangan jika diperlukan. Artinya, turun lapangan untuk menggali data bukan pilihan utama sebagai kegiatan jurnalistik di era pandemi. Mereka yang turun ke lapangan pun diimbau untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk menghindari kemungkinan terpapar virus Corona. Pasalnya kegiatan pencarian data di lapangan sulit untuk tidak berinteraksi dengan banyak orang. Pemaksimalan jaringan yang bisa diakses melalui daring lebih dianjurkan sebagai alternatif pencarian data. Berikut tabel perubahan kergiatan jurnalistik pada masa pandemi Covid-19.

Komunikasi dan Informasi 518 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Tabel 1. Kegiatan Jurnalistik Berdasarkan UU No 40 Tahun 1999 Kegiatan Jurnalistik Mencari dan memperoleh

Masa Normal Observasi lapangan Wawancara langsung

Masa Pandemi Covid-19 Observasi daring (memakai drone, foto satelit)

Dokumen publik (offline/ online)

Wawancara daring

Konferensi pers

Konferensi pers daring

Media Sosial

Website resmi pemerintah/ institusi

Seminar

Dokumen publik (online)

Media Sosial Webinar Memiliki dan menyimpan

Catatan wawancara langsung

Catatan wawancara daring Rekaman wawancara daring

Rekaman wawancara langsung Mengolah dan menyampaikan

Pengolahan data di kantor

Pengolahan data di rumah

Tak hanya reporter yang bekerja di lapangan yang mengalami perubahan pola kerja. Jajaran redaksi seperti pimpinan redaksi, wakil pimpinan redaksi, redaktur/ editor dan layouter serta sosial media spesialist untuk media online yang biasanya bekerja dari kantor berubah menjadi bekerja dari rumah. Ada yang penuh bekerja dari rumah ada yang menjalani sistem shif untuk menghindari kerumunan orang di kantor. Tata letak meja kerja pun diatur ulang agar protokol kesehatan jaga jarak (social distancing) dapat diterapkan. Pola koordinasi juga berubah. Jika sebelum Covid-19 koordinasi dan diskusi banyak dilakukan di kantor, pada masa pandemi beralih melalui daring. Penggunaan grup WhatsApp sebagai media koordinasi antara bagian memang sudah dilakukan jauh sebelum pandemi, tetapi pada masa ini intensitasnya lebih tinggi lantaran hampir tidak bisa bertemu secara fisik. Selain WhatsApp koordinasi, diskusi ataupun rapat redaksi dilakukan melalui aplikasi rapat online seperti Zoom Meeting ataupun Google Meet. Tak hanya perusahaan media yang membuat aturan baru, organisasi profesi wartawan pun melakukan hal yang sama untuk melindungi wartawan sekaligus menjamin wartawan tetap bisa bekerja Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 519

profesional selama pandemi. Dewan Pers mengimbau setiap media menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dalam melakukan peliputan selama masa Covid-19. Imbauan semacam ini tidak hanya diserukan di Indonesia melainkan di dunia terhadap profesi jurnalis yang sering dinilai sebagai garda terdepan informasi. Di Indonesia dua organisasi profesi wartawan secara resmi telah mengeluarkan Standard Operational Procedure (SOP) peliputan Covid-19. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengeluarkan 36 butir Protokol Keamanan Pemberitaan dan Peliputan Covid-19 yang terbagi menjadi tiga poin utama yakni sebelum peliputan, selama peliputan dan publikasi berita Covid-19. Sementara Persatuan Wartawan Indonesia mengeluarkan 13 Panduan Peliputan Wabah Covid-19. Ada dua inti utama dari SOP yang dikeluarkan organisasi profesi yakni masalah kesehatan dan masalah pemberitaan. Terkait dengan masalah kesehatan, semua SOP mengarah pada imbauan bagi wartawan untuk menomorsatukan kesehatan dalam melakukan kegiatan jurnalistik. Wartawan diminta untuk memikirkan dengan cermat sebelum melakukan peliputan di antaranya mengenali riwayat kesehatan yang dimiliki, apa saja yang perlu dipersiapkan, bagaimana cara melakukan peliputan termasuk akses menuju lokasi dan akses data, serta apa saja yang perlu dilakukan selama liputan (memakai masker, menjaga jarak, cuci tangan). Lebih lanjut mengenai menjaga kesehatan, pempinan media tidak hanya perlu memikirkan fisik tetapi juga psikologis. Ritme kerja yang berubah selama pandemi sangat mungkin berpengaruh terhadap gangguan mental. Direktur Ethical Journalism Network, Hannah Storm mengatakan ketika Covid-19 menyebar wartawan sebagai penyedia informasi bekerja lebih berat untuk mengumpulkan data. Di sisi lain, pemberlakuan karantina dan situasi yang penuh dengan ketidakpastian meningkatkan kecemasan. Pimpinan Redaksi IDN Times, Uni Zulfiani Lubis dalam webinar yang diselenggarakan Dewan Pers mengaku mencemaskan kondisi mental reporternya. Pasalnya banyak dari reporternya adalah perantau yang tinggal sendiri di rumah indekos. Karenanya saat bekerja dari rumah diberlakukan mereka rawan untuk mengalami stres. Hal senada diutarakan Pimpinan Redaksi Harian Umum Solopos, Rini Yustiningsih dalam webinar yang diselenggarakan Politeknik Indonusa Komunikasi dan Informasi 520 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Surakarta mengungkapkan kecemasan yang dialami reporternya saat Kota Solo kali pertama mengumumkan kasus meninggal karena positif Covid-19. Kecemasan muncul lantaran harus menghadapi situasi yang tidak pasti, terutama risiko terpapar virus. Anthony Feinstein, profesor psikiatri dari Universitas Toronto meyarankan wartawan untuk memikirkan kesehatan fisik dan mentalnya dengan cara memastikan cukup tidur, makan dengan benar, beristirahat sejenak dari pekerjaan, matikan berita dan media sosial, sadari terpengaruh dengan gambar maupun cerita di masa sulit, jika memungkinkan untuk jalan-jalan maka lakukan, jika tidak bisa keluar rumah lakukan aktivitas yang menyenangkan, habiskan waktu dengan keluarga, serta ambil cuti jika memang merasa tidak sehat (ethicaljournalismnetwork.org). Mempertahankan Etika di Masa Covid-19 Persoalan peliputan menjadi pokok bahasan yang disinggung dalam standar operasional prosedur (SOP) peliputan Covid-19 selain isu kesehatan wartawan. Pola kerja boleh jadi berubah tetapi prinsipprinsip dasar jurnalisme sejatinya tidak boleh ditinggalkan. McQuail (1996) mengutarakan ada lima fungsi media yakni informasi, kolerasi (menjelaskan peristiwa), kesinambungan (budaya), hiburan dan mobilisasi (mengkampanyekan tujuan masyarakat). Di samping fungsi tersebut media memiliki misi tanggung jawab sosial sebagaimana dijelaskan dalam teori tanggung jawab sosial. Kebebasan yang dikumandangkan pers seharusnya kebebasan yang bertanggung jawab (Siebert, 1986). Sebagai wujud tanggung jawab terhadap masyarakat, media biasa menempatkan diri pada posisi sebagai pengendali yang sekaligus melakukan kontrol sosial (Muhtadi, 1999). Salah satu tanggung jawab yang dimiliki media adalah tanggung jawab etis. Ahli retorika humanis kontemporer W Ross Winterowd menyebut tanggung jawab etis, bagaimanapun, bukanlah masalah niat baik semata, tanggung jawab etis didasarkan pada penanganan pokok persoalan secara jujur dan pengaruh pengetahuan (Johannesen, 1996). Melihat situasi saat ini, banyak pemikir dunia yang mencemaskan masalah etika. Salah satunya uraian Bill Kovach yang juga seorang wartawan tentang apa yang seharusnya dilakukan wartawan. Pemikiran Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 521

yang ia sarikan dalam sembilan elemen jurnalistik telah menggugah kesadaran banyak wartawan di dunia (Kovach, 2001); (1) kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran, (2) loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada masyarakat, (3) intisari jurnalisme adalah verifikasi, (4) praktisi jurnalisme harus menjaga independensi terhadap sumber berita, (5) jurnalisme harus menjadi pemantau kekuasaan, (6) jurnalisme harus menyediakan forum kritik maupun dukungan masyarakat, (7) jurnalisme harus berupaya keras untuk membuat hal yang penting menarik dan relevan, (8) jurnalisme harus menyiarkan berita komprehensif dan proporsional, dan (9) praktisi jurnalisme harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka. Sejalan dengan sembilan elemen jurnalistik, di Indonesia profesi ini mengenal adanya Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang terdiri atas 11 pasal, sebagai dasar wartawan dalam menjalankan kegiatan jurnalistik. Prinsip ini menjadi pijakan wartawan dalam menjalankan profesinya dalam situasi apapun, termasuk pada masa pandemi Covid-19. Meskipun tidak ada berita seharga nyawa namun wartawan tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip tersebut. Etika dan tanggung jawab wartawan vital dalam pemberitaan Covid-19. Ethical Journalist Network menyebut kebenaran dan ketepatan, keadilan dan ketidakberpihakan, kemanusiaan, akuntabilitas, dan kemandirian sebagai inti peliputan Covid-19. Untuk mewujudkan kesemuanya itu, wartawan disarankan untuk menghindari sensasionalisme, hindari profil rasial, lindungi orang yang terkena dampak, pastikan akurasi data, minta pendapat ahli, berikan konteks, dan hati-hati dalam menggunakan peta distribusi kasus.

Komunikasi dan Informasi 522 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 2. Etika Peliputan Masa Covid-19 Sumber: ethicaljournalismnetwork.org

Pola kerja yang berubah menjadi tantangan bagi jurnalis untuk tetap berpegang pada etika profesinya. International Federation of Journalists (IFJ) dalam surveinya di 77 negara menyebutkan 25 persen responden mengatakan mereka menghadapi kesulitan yang semakin besar dalam mengakses informasi dari pejabat karena pertanyaan di konferensi pers terbatas, bahkan tanpa pertanyaan. Ada keterbatasan ruang gerak bagi wartawan untuk menguji data yang diperolehnya. Namun data dapat cacat, salah diartikan, tidak memiliki konteks dan bahkan dibuat, karenanya wartawan perlu merangkul verifikasi dan interogasi yang menyeluruh. Joel Selanikio, seorang mantan peneliti untuk Pusat Pengendalian Penyakit menunjukkan bagaimana peta yang digunakan oleh CNN dan The New York Times untuk “melacak wabah”. Desain suatu peta seolah-olah menunjukkan seluruh China telah dilanda virus pada awal Februari 2020, tetapi data menunjukkan hanya ada sekitar 35 ribu kasus dari total populasi 1,4 miliar orang atau sekitar 0,002 persen. Artinya, wartawan harus memastikan data yang mereka keluarkan tidak statis dan dapat digunakan untuk melacak perkembangan real-time tanpa meremehkan atau melebih-lebihkan dampak pandemi (ijnet.org) Kondisi tak jauh berbeda terjadi di Indonesia, banyak media mengandalkan sumber pemerintah sebagai sumber data utama karena keterbatasan untuk menlacak data di lapangan. Kendati demikian beberapa media melakukan kerja kolaborasi antarmedia untuk Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 523

mendapatkan data lapangan yang lebih akurat. Hal ini, misalnya, dilakukan beberapa wartawan Yogyakarta yang mengembangkan temuan adanya data yang tidak sinkron antara data pemerintah dan data lapangan (ijdnetwork.org). Praktik jurnalisme data yang menghimpun dari sumber pemerintah memang sudah dilakukan beberapa media di Indonesia, sebelum masa pandemi Covid-19. Badri (2017) dalam penelitiannya terhadap tiga media online menunjukkan sumber data yang digunakan berasal dari riset mandiri, menghimpun data dari berbagai sumber dan data pemerintah. Oleh karena itu bagi wartawan media online yang pola kerjanya memanfaatkan data-data yang telah tersedia secara online, pola kerja yang baru di masa pandemi ini bukan hal asing lagi. Wartawan media online, seperti Tribunnews.com yang menerapkan pola kerja nonlapangan, misalnya, biasa menggali data dari sumber resmi pemerintah/institusi/ lembaga/ perusahaan, media sosial tokoh yang terverifikasi, konferensi pers online, taklshow online, hasil penelitian terpublikasi dan sumber data online lainnya. Sementara verifikasi dilakukan melalui sambungan telepon maupun pesan langsung melalui media sosial. Hal demikian tidak hanya dilakukan wartawan di tingkat pusat tetapi juga wartawan daerah. Keterbukaan pemerintah daerah untuk membuka data melalui Ketua Gugus Tugas memudahkan wartawan untuk mencari data. Berbagai informasi dapat diakses melalui WhatsApp Grup ataupun konferensi pers via Zoom Meeting. Kondisi sedikit berbeda untuk wartawan foto dan televisi yang memerlukan variasi gambar untuk membangun narasi berita. Turun lapangan menjadi pilihan yang mau tidak mau harus dilakukan. Permasalahan yang muncul dalam peliputan, bukan saja masalah bagaimana akurasi data disajikan kepada masyarakat tetapi juga masalah personal wartawan. Beberapa wartawan mengaku cemas ketika harus turun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Kecemasan ini utamanya adanya kemungkinan mereka terpapar dan menularkannya kepada anggota keluarga yang lain. Karena itu, kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan sangat tinggi. Tak hanya memakai masker, jaga jarak dan cuci tangan, mandi, mengisolasi diri, bahkan tidak pulang ke rumah menjadi ritual yang dilakukan wartawan saat terpaksa turun ke lapangan. Komunikasi dan Informasi 524 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Penutup Masa pandemi Covid-19 telah mengubah pola kerja di media. Wartawan dituntut beradaptasi dengan cepat tentang pola baru yang lebih banyak berinteraksi secara daring. Tanggung jawab dan etika jurnalistik menjadi perosalan yang banyak disorot hingga memunculkan aturan atau pedoman peliputan Covid-19. Terkait dengan masalah ini, media dan wartawan di Indonesia masih konsisten untuk mematuhi etika di tengah keterbatasan pada masa pandemi. Meskipun ancaman kesehatan lekat dengan wartawan tetapi langkah-langkah verifikasi untuk mendukung akurasi data tetap dilakukan melalui jalur daring. Hanya saja keterbatasan ini berdampak pada kurang mendalamnya laporan yang dibuat dan kurang bervariasinya ragam berita yang disajikan kepada masyarakat.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 525

Daftar Pustaka Badri, M. (2017). Inovasi Jurnalisme Data Media Online di Indonesia. Serikat Perusahaan Pers: Jakarta. Johannesen, R. L. (1996). Etika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Kovach, B. & Rosenstiel, T. (2001). Penerjemah Yusi A Pareano. Sembilan Elemen Jurnalistik. Jakarta: Pantau. Mcquail, D. (1996). Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Muhtadi, A.S. (1999). Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Siebert, F.S. & Peterson, T., Scharm, W. (1986). Empat Teori Pers. Alih bahasa Putu Laxman Sanjaya. Bandung: PT Intermasa. Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887. Internet Aliansi Jurnalis Independen. (2020). Protokol Keamanan Liputan & Pemberitaan COVID-19, aji.or.id. https://aji.or.id/read/buku/63/ protokol-keamanan-liputan-pemberitaan-covid-19.html diakses 23 Juni 2020. CNBC Indonesia. (2020). APJII: Efek WFH, Trafik Penggunaan Internet Ritel Naik 20%, cnbcindonesia.com, 16 April, https://www. cnbcindonesia.com/tech/20200416154547-39-152424/apjii-efekwfh-trafik-penggunaan-internet-ritel-naik-20 diakses 24 Juni 2020. CNN Indonesia. (2020). Pengguna Internet Kala WFH Corona Meningkat 40 Persen di RI, cnnindonesia.com, 9 April, https:// www.cnnindonesia.com/teknologi/20200408124947-213-491594/ pengguna-internet-kala-wfh-corona-meningkat-40-persen-di-ri diakses 24 Juni 2020. Datareportal. (2020). Internet users in Indonesia, datareportal.com, https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia diakses 20 Juni 2020. Dewan Pers. (2020). Dewan Pers Menanggapi Perkembangan Terkini Penanggulangan Pandemi COVID-19, 26 Maret, https:// Komunikasi dan Informasi 526 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dewanpers.or.id/publikasi/siaranpers_detail/496/Dewan_ Pers_Menanggapi_Perkembangan_Terkini_Penanggulangan_ Pandemi_COVID-19 diakses 22 Juni 2020. Elfisha, M. (2018). Punya 47.000 Media Massa, Indonesia Terbanyak di Dunia. antaranews.com, 9 Februari. https://www.antaranews. com/berita/684461/punya-47000-media-massa-indonesiaterbanyak-di-dunia diakses 22 Juni 2020. Kojah, S. (2020). Ethical considerations for reporting on COVID-19, ijnet.org, 26 Mei, https://ijnet.org/en/story/ethical-considerationsreporting-covid-19 diakses 22 Juni 2020. Lukman. (2020). 13 Poin Panduan Peliputan Wabah Covid 19 Versi PWI, detakkaltim.com, 8 April. https://detakkaltim.com/index. php/2020/04/08/13-poin-panduan-peliputan-wabah-covid-19versi-pwi/ diakses 23 Juni 2020. Nielsen. (2017). Media Cetak Mampu Mempertahankan Posisinya, nielsen.com, 8 Desember, https://www.nielsen.com/id/en/pressreleases/2017/media-cetak-mampu-mempertahankan-posisinya/ diakses 20 Juni 2020. Oktavianti, T.I. (2020). Journalists face crises on multiple fronts due to COVID-19 pandemic, survey finds, thejakartapost.com, 3 Mei, https://www.thejakartapost.com/news/2020/05/03/journalistsface-crises-on-multiple-fronts-due-to-covid-19-pandemicsurvey-finds.html diakses 21 Juni 2020. Storm, H. (2020). Media ethics, safety and mental health: reporting in the time of Covid-19, ethicaljournalismnetwork.org, https:// ethicaljournalismnetwork.org/media-ethics-safety-and-mentalhealth-reporting-in-the-time-of-covid-19 diakses 23 Juni 2020. Sulistyo, E. (2020). Hari Pers Nasional, Konglomerasi Media, dan Media “Online”, beritasatu.com, 7 Februari, https://www.beritasatu.com/ opini/6435/hari-pers-nasional-konglomerasi-media-dan-mediaonline diakses 20 Juni 2020. Swa Online. (2016). Ini Penyebab Utama Rontoknya Sejumlah Media Cetak Nasional. swa.co.id. 11 Februari. https://swa.co.id/swa/ trends/management/ini-penyebab-utama-rontoknya-sejumlahmedia-cetak-nasional diakses 22 Juni 2020 Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 527

OPINI PUBLIK TENTANG PERAN MEDIA SOSIAL DAN KOMUNIKASI KEDERMAWANAN DI ERA PANDEMI COVID-19 Elok Perwirawati

Antara Empati & Berburu Viewers Dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARSCoV-2) atau yang lebih dikenal dengan nama virus coronatermasuk dalam kategori bencana non alam. Virus ini menjadi pusat perhatian di sejumlah negara karena jumlah kasusnya yang terus meningkat hingga World Health Organization (WHO) menetapkan virus tersebut menjadi pandemi global sebagai musuh kemanusiaan. Kemudian dipertegas oleh Presiden Joko Widodo dengan menetapkannya sebagai pandemi nasional 2020. Keberadaan Corona Virus Disease (Covid-19) menggerakkan para pemimpin negara di seluruh dunia untuk melakukan aksi cepat tanggap dan peduli atas keselamatan rakyatnya. Kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan penanggulangan bencana ini tentu berdampak terhadap segala sektor kehidupan termasuk perekonomian dan kehidupan sosial dalam masyarakat. Mulai dari ancaman kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli masyarakat, munculnya rasa panik, sampai hilangnya kepercayaan terhadap orangorang sekitar. Bukan hal yang mudah untuk merasa positif dalam masa pandemi ini, ditambah dengan ketidakpastian waktu kapan akan berakhir. Perjuangan melawan Covid-19 sejatinya adalah tentang perjuangan nilai kemanusiaan. Menumbuhkan perilaku empati merupakan salah satu langkah konkret yang dapat kita lakukan bersama di masa pandemi ini. Menurut Umar dan Ahmad Ali (1992), empati adalah suatu kecenderungan yang dirasakan oleh seseorang untuk merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain andaikan ia berada dalam situasi orang lain. Sedangkan Patton (dalam Reivich, 2002) berpendapat bahwa Komunikasi dan Informasi 528 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

empati bermakna memposisikan diri pada posisi orang lain. Berangkat dari defenisi tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa empati menciptakan keinginan seseorang untuk menolong sesama, mengalami emosi yang sama dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain pikirkan dan membayangkan bagaimana seandainya ada di posisi mereka/orang lain. Dalam perspektif komunikasi massa, salah satu bentuk pengaplikasian dari nilai kemunusiaan adalah dengan tidak menyebarkan berita-berita bohong (hoax) yang dapat menimbulkan kecemasan dan kepanikan masyarakat di tengah pandemi. Sikap bijak dalam menggunakan platform di media sosial terutama di masa pandemi seperti saat ini adalah hal yang mutlak untuk dilakukan. Terutama bagi para content creator yang memanfaatkan media sosial sebagai ladang penghasilan. Legitnya “kue” viewers di media sosial menjadi alasan logis untuk para content creator berburu viewers. Idealnya konten video yang diunggah di media sosial haruslah memberikan contoh yang positif seperti menebar kebaikan, berbagi pengetahuan, membangun empati, menciptakan kesadaran dan mewujudkan tanggung jawab sosial. Namun ketika muara dari sebuah konten adalah uang maka viewers menjadi junjungan tertinggi para content creator. Hanya karena ingin berburu viewers dan menambah jumlah pengikut (subscribers), beberapa content creator ada yang sampai rela menggadaikan nilai kemanusian dan rasa empati dengan mengunggah konten-konten sensitive seperti video prank yang dianggap memberikan hiburan tersendiri bagi penggemarnya. Prank menjadi jenis konten “basah” yang mampu mendatangkan banyak viewers serta menambah subscriber dalam waktu yang relatif singkat. Seperti kasus content creator asal Bandung bernama Ferdian Paleka di awal bulan Mei 2000. Youtuber muda ini dianggap tidak manusiawi kepada kelompok transpuan atau yang dalam istilah Indonesia lebih familiar disebut waria (wanita pria). Konten bagi-bagi sembako yang dishare di kanal youtubenya ternyata berisi sampah dan batu. Matinya hati nurani dan perasaan empati seorang Ferdian Paleka di tengah pandemi ini, tidak lain hanya karena ingin mengejar nilai ekonomi dari konten “basah” yang dihasilkan dengan memuaskan keinginan para viewersnya tanpa memikirkan perasaan korban dan reaksi publik atas video yang dibuatnya. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 529

Publik menilai apa yang dilakukan oleh youtuber tersebut kepada kelompok transpuan, melecehkan nilai kemanusiaan. Terlepas dari perbuatan Ferdian Paleka yang tidak dibenarkan dan menuai banyak kecaman dari publik, mendadak muncul gerakan empati masyarakat secara komunal. Orang-orang tergerak untuk memberikan bantuan kepada kelompok transpuan tersebut (viva.co.id, 2020). Satu hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, apalagi Indonesia dianggap sebagai negara yang tidak aman bagi kelompok transpuan. Namun kekuatan media sosial dapat membangun bersama-sama perasaan empati dan keinginan untuk saling berbagi dengan mereka kelompok yang termarginalkan. Dari kondisi tersebut, kita menyadari bahwa media mampu menjadi pemantik untuk membangkitkan motivasi publik untuk saling berbagi satu sama lain. Peran penting media dalam perubahan perilaku seseorang dapat dikuatkan dengan adanya paradigma yang menyatakan bahwa media merupakan alat bantu menuju sebuah perubahan. Keterkaitan media yang melibatkan teknologi lebih mudah membuka pemikiran masyarakat, menambah wawasan dan media edukasi bagi masyarakat itu sendiri. Melalui media, masyarakat juga dimudahkan untuk berpartisipasi dengan lingkungan sosial serta mampu menunjukan kemampuannya termasuk dalam hal melakukan aksi kedermawanan. Komunikasi Kedermawanan di Era Pandemi Covid-19 Pandemi Covid-19 di Tanah Air tidak hanya menghantam dari sisi kesehatan namun juga menghantam sisi keadilan sosial, di mana kemiskinan dan kesenjangan sosial berpotensi akan terus meningkat. Dampak terbesarnya akan dirasakan langsung oleh masyarakat menengah ke bawah. Maka sudah seyogyanya pandemi ini menjadi momentum yang tepat untuk kembali memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Perjuangan melawan Covid-19 sejatinya adalah tentang perjuangan nilai kemanusiaan sebab dengan bersatu, kita mampu menghadapi tantangan ini. Solidaritas dan kedermawanan merupakan hasil dari pengamalan nilai-nilai keagamaan yang dipadu dengan tatanan berbangsa dan bernegara yang diamanatkan ke dalam sila ketiga dan keempat dari Pancasila, demi terwujudnya sila kelima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Komunikasi dan Informasi 530 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Menurut survei Charities Aid Foundation (CAF) pada tahun 2018, Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia dengan hasil penilaian yakni 78% untuk berpartisipasi dalam donasi uang, 53 % untuk partisipasi sebagai relawan, dan 46% untuk kesediaan membantu orang asing (katadata.co.id, 2018). Data diatas merupakan bukti yang menguatkan bahwa bangsa ini adalah benar memiliki jiwa sosial dan kedermawanaan yang tinggi. Kedermawanan merupakan bagian dari akhlak mulia yang dapat dimiliki oleh seseorang melalui dua hal. Pertama, dapat dimiliki karena tabiat alami yang telah dikodratkan dan menjadi fitrah bagi setiap orang. Kedua, dapat dimiliki melalui latihan, pembiasaan dan pengalaman (Ihsan, 2013). Contoh sederhana dari kedermawanan adalah bersedia menolong mereka yang lemah baik dengan kekuasaan, ilmu maupun harta benda yang dimiliki. Langkah paling konkret untuk mengatasi masalah kemanusian di tengah pandemi adalah dengan pengaplikasian dari nilai-nilai kedermawanan. Menanamkan nilai-nilai kedermawanan dalam diri seseorang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya melalui proses komunikasi yang tepat. Komunikasi kedermawanan merupakan proses penyampaian pesan dan nilai-nilai kedermawanaan kepada seseorang atau kelompok dan golongan dengan bertujuan untuk mengubah sikap dan mempengaruhi orang lain untuk melakukan tindakan kedermawanaan. Proses komunikasi kedermawanaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan fungsi media. Menurut Ardianto dan Lukiati Komala (2004) dalam buku Komunikasi Massa Suatu Pengantar fungsi media selain memberikan informasi dan mendidik adalah sebagai transmision of values (penyebaran nilai-nilai). Fungsi ini disebut juga dengan sosialisasi. Media menjadi agen sosialisasi yang memainkan peranan penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan. Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok dengan cara yang dapat diterima dalam budaya atau masyarakat. Media adalah reflektor dari masyarakat. Jadi setiap kali seseorang mengkonsumsi konten kedermawanan, mereka akan mengetahui bagaimana orang akan bereaksi terhadap sesuatu hal dan nilai apa yang mereka rasakan atas peristiwa, masalah atau situasi tertentu. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 531

Fungsi kedua dari media adalah to persuade (menyakinkan). Media mampu mempengaruhi publik dalam berbagai cara, salah satunya melalui konten. Konten dalam media mampu memperkuat sikap, mengubah sikap hingga menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Dilihat dari sudut pandang kedermawanaan, fungsi ini yang terpenting karena melalui konten kedermawanaan yang di share melalui media, diharapkan mampu menggerakkan seseorang untuk ikut serta mengaplikasikan nilai-nilai kedermawanaan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Opini Publik tentang Komunikasi Kedermawanaan Melalui Media Sosial Ketika tantangan ada di depan mata dan peran media sebagai pembangkit kesadaran publik selalu siap mengkomunikasikan pesanpesan kedermawanan lalu bagaimana dengan sikap dan opini publik itu sendiri akankah rasa kepedulian itu hadir dalam diri mereka atau mungkin akan berlaku sebaliknya. Publik terbentuk berdasarkan isu dengan tujuan utamanya adalah memperjuangkan kepentingan atau pendapat tertentu serta menghasilkan sebuah perubahan (Syahputra, 2018). Publik merupakan kelompok yang jumlahnya relatif besar, tersebar, stabil dan tetap. Interaksi yang terjadi biasanya secara tidak langsung melalui alat komunikasi, seperti percakapan di grup aplikasi pesan lintas platform, melalui surat kabar, radio, televisi, film, sosial media dan lainnya. Alat-alat penghubung ini memungkinkan “publik” mempunyai pengikut yang lebih luas dan lebih besar jumlahnya. Publik dapat juga didefinisikan sebagai sejumlah orang yang mempunyai minat, kepentingan, atau kegemaran yang sama. Opini merupakan expressed statement yang dapat disampaikan melalui kata kata atau cara lain yang mengandung arti dan segera dapat dipahami maksudnya. Willian Albig memberikan sebuah perumpamaan bahwa “Opinion is any expression on a controversial topic” (Albig, 1939; Syahputra, 2018). Opini juga dapat dipahami sebagai pernyataan atau permasalahan yang kontroversial. Opini pribadi harus dinyatakan agar dapat dinilai atau ditanggapi oleh publik sehingga mengalami proses komunikasi. Pada akhirnya sebuah opini akan dimanifestasikan ke dalam bentuk sikap, pilihan dan tindakan baik secara individu maupun berkelompok. Komunikasi dan Informasi 532 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Dalam kajian ilmu komunikasi, opini publik didefenisikan sebagai proses pertukaran informasi yang mampu membentuk sikap, menentukan isu dalam masyarakat dan dinyatakan secara terbuka dalam bentuk atau cara tertentu kepada orang tertentu yang kemudian akan membawa efek tertentu pula (Berelson, 1941; Syaputra, 2018). Istilah opini publik dapat dipergunakan untuk menandakan setiap pengumpulan pendapat yang dikemukakan individu-individu. Menurut Sastropoetro (1990) istilah opini publik sering digunakan untuk menunjuk kepada pendapatpendapat kolektif dari sejumlah besar orang. Menurut Yankelovich (2015), proses pembentukan opini publik melalui tujuh tahapan yakni munculnya kesadaran, peningkatan urgensi, pencapaian solusi, berpikir dengan pengharapan, penguatan pilihan, penentuan sikap intelektual serta membuat keputusan yang bisa dipertanggungjawabkan secara moral dan emosional. Keberadaan media memiliki peran penting dalam membentuk opini publik. Peran media dalam pembentukan opini publik semakin masif dalam beberapa tahun terakhir, keadaan ini tidak terlepas dari pesatnya peningkatan teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Media menjadi sarana perluasan ide, gagasan, serta pemikiran terkait kenyataan sosial yang terjadi di masyarakat. Munculnya konten kedermawanaan di tengah pandemic covid 19 yang dilakukan oleh para content creator maupun influencer di media sosial diharapkan mampu membangun opini publik dan reaksi yang positif dari publik. Transmision of values (penyebaran nilai-nilai) yang disampaikan media massa baik dari media cetak, elektronik, dan media baru yang sudah familiar di masyarakat seperti media sosial facebook, instagram, twitter, whatsapp dan lain-lain tentang konten kedermawanan di tengah pandemi Covid-19 merupakan cara yang tepat menumbuhkan kesadaran akan keadilan sosial dan meningkatkan kesadaran urgensi akan kelemahan yang dialami oleh saudara-saudaranya di semua daerah. Komunikasi kedermawanan tentunya tidak muncul hanya sekali di media sosial tetapi konten ini sering kita dengar, baca dan lihat di media yang kita konsumsi setiap hari. Sehingga dampak pandemi Covid-19 merupakan moment yang sangat tepat digunakan saat ini untuk menumbuhkan maupun membangkitkan kesadaran kita untuk berbagi dalam bentuk apapun. Pendekatan dalam penelitian ini memanfaatkan metode survei dengan angket dalam bentuk google form yang melibatkan tiga puluh dua dosen di Universitas Darma Agung Medan dari segala bidang keilmuan. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 533

Berikut adalah hasil dari penelitian terkait opini publik tentang peran media sosial dan komunikasi kedermawanaan di era pandemi Covid-19. Tabel 1. Opini Publik Tentang Peran Media Sosial dan Komunikasi Kedermawanan di Era Pandemic Covid-19 No

Daftar Pertanyaan

Jawaban

1

Jenis media sosial yang digu- 90.6% responden menggunakan social netnakan working seperti facebook dan media sharing seperti youtube dan instagram

2

Tujuan menggunakan media 90.6% responden menggunakan media sosial sosial dengan tujuan untuk mencari informasi dan membentuk komunitas sosial.

3

Mendapatkan postingan di media sosial tentang dampak dari pandemi covid 19 terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat

4

Tanggapan responden terhadap 100 % responden menjawab sangat baik dan postingan di media sosial tentang dapat dijadikan acuan ketika membahas tendampak dari pandemi Covid-19 tang pandemi Covid-19. terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat

5

Postingan di media sosial yang berisi konten kedermawanan khususnya saat masa pandemi Covid- 19

6

Total mengakses konten keder- 37,5 % responden menjawab pernah mengakses mawanan di media sosial konten kedermawanan di meida sosial lebih dari 5 kali. 31,3 % responden menjawab mengakses konten kedermawanan di media sosial hanya 1- 2 kali

7

Ketertarikan terhadap konten 90,6 % responden tertarik dengan konten kedermawanaan di media sosial kedermawanaan di media sosial

8

Konten kedermawanaan adalah salah satu cara mengkomunikasikan pesan kemanusiaan melalui media sosial

9

Tujuan seseorang/sekelompok 84.4 % respoden meyakini bahwa konten orang mengunggah konten kedermawanan diunggah di media sosial unkedermawanaan di media sosial tuk menunjukan rasa kemanusiaan, kepedulian dan ketulusan terhadap sesama agar menjadi contoh positif bagi orang lain 9.4% responden menyakini bahwa konten kedermawanan diunggah di media sosial untuk menaikan viewers dan subscriber di akun media sosial orang atau kelompok tersebut.

Komunikasi dan Informasi 534 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

100 % responden menjawab pernah mendapatkan postingan di akun media sosialnya tentang dampak dari pandemi Covid 19 terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat

96,9 % responden menjawab pernah mendapatkan postingan di media sosial yang berisi konten kedermawanan khususnya saat masa pandemi Covid-19

90,6 % responden setuju bahwa konten kedermawanaan adalah salah satu cara untuk mengkomunikasikan pesan kemanusiaan melalui media sosial

No

Daftar Pertanyaan

Jawaban

10

Daya tarik dari konten keder- 40.6% responden menjawab ketertarikannya mawanaan di media sosial terhadap konten kedermawanaan di media sosial adalah karena ketepatan target yang dibantu. 34.4% responden menjawab ketertarikannya terhadap konten kedermawanaan di media sosial adalah karena isi pesannya yang memiliki sisi humanis

11

Munculnya kesadaran untuk terlibat dalam kegiatan kedermawanaan setelah mengakses konten kedermawanaan di media sosial

75% responden menjawab setelah mengakes konten kedermawanaan muncul kesadaran dalam diri untuk ikut dalam kegiatan kedermawanaan. setelah mengakses konten kedermawanaan di media sosial

12

Munculnya kesadaran untuk menindak lanjuti atau mencarikan solusi tentang masalah sosial yang terjadi di tengah pandemi setelah mengakses konten kedermawanaan di media sosial

98% responden menjawab perlu untuk menindaklanjuti atau mencarikan solusi tentang masalah sosial yang terjadi di tengah pandemi setelah mengakses konten kedermawanaan di media sosial

13

Munculnya ide atau gagasaan tentang alternatif lain untuk menyelesaikan masalah sosial yang terjadi di tengah pandemi setelah mengakses konten kedermawanaan di media sosial

84.4% responden menjawab memiliki ide atau gagasan tentang alternatif lain untuk ikut membantu menyelesaikan masalah sosial yang terjadi di tengah pandemi setelah mengakses konten kedermawanaan di media sosial

14

Keinginan untuk ikut terlibat dalam aksi kedermawanaan setelah mengakses konten kedermawanaan di media sosial

90,6% responden menjawab ingin terlibat dalam aksi kedermawanaan setelah mengakses konten kedermawanan di media sosial sementara 9.4% responden menjawab tidak ingin terlibat dalam aksi kedermawanaan

Sumber data: diringkas dari angket penelitian (2020)

Mengkomunikasikan pesan kedermawanan melalui konten di media sosial merupakan tindakan yang tepat untuk menggerakkan publik agar berempati dan secara sukarela terlibat dalam aksi kedermawanan di era pandemi ini. 84.4% responden dalam penelitian ini menilai bahwa komunikasi kedermawanan yang terdapat di dalam konten tersebut merupakan cara atau tindakan untuk menunjukan rasa kemanusian, kepedulian dan ketulusan terhadap sesama dan 9.4% responden berpendapat bahwa konten tersebut hanya sebagai ajang bagi sang content creator untuk menaikkan jumlah viewers dan subscriber di akun media sosialnya. Sementara itu dari sisi ketertarikan terhadap isi konten sebanyak 40,6% responden tertarik melihat konten kedermawanaan di media sosial karena ketepatan sang content creator Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 535

dalam memilih target yang akan dibantu sementara 34.4% responden tertarik karena isi pesan dalam konten tersebut memiliki sisi humanis. Terdapat pengaruh yang dirasakan responden setelah mengakses konten tersebut. Sebanyak 84.4 % responden menjadi memiliki ide untuk ikut membantu menyelesaikan masalah sosial ditengah pandemi. Sedangkan untuk bertindak, 90.6% responden ingin ikut terlibat dalam aksi kedermawanan. Berikut adalah beberapa aksi yang dilakukan responden setelah terinspirasi dari konten kedermawanan di media sosial yakni memberi bantuan berupa dana, memberi bantuan langsung kepada tetangga terdekat, membeli dagangan tetangga, melakukan aksi sosial dengan berbagi sembako kepada warga yang membutuhkan, memberikan bantuan berupa Alat Pelindung Diri (APD) ke beberapa puskesmas, membantu membersihkan lingkungan dengan cara penyemprotan disinfektan di lingkungan sekitar rumah dan tempat ibadah, membagikan masker dan hand sanitizer, sementara responden lainnya memilih memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk hidup bersih di tengah pandemi . Hasil penelitian ini bisa dijadikan contoh bagaimana kekuatan penyebaran konten di media sosial memiliki konsekuensi tidak hanya di dunia maya, tetapi juga di dunia nyata melalui aksi. Komunikasi kedermawanan berkembang dan menjadi kajian ilmu dalam studi kasus ketika semua orang memiliki permasalahan yang sama seperti kasus pandemi Covid-19 saat ini. Komunikasi kedermawanan yang dikemas dengan jujur dan diisi dengan pesan humanis membuat khalayak dapat merasakan perasaan berempati dan rasa berbagi yang tulus dari komunikator yang menyampaikan pesan. Pemilihan media sosial khususnya social networking dan media sharing sebagai saluran komunikasi sangat tepat untuk menyampaikan pesan kedermawanan sesuai dengan karateristiknya yang cepat menyebar. Selain itu jaringan media sosial juga dapat beroperasi dengan beberapa alat termasuk audio, video, teks, pod audio, forum pribadi, SMS, chatting, email, blogging dan lainnya.

Komunikasi dan Informasi 536 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. (2004). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Budhi, Aiz. (2020). “Korban Prank Ferdian Paleka Dikabarkan Dapat Bantuan”. 4 Mei < https://www.viva.co.id/showbiz/gosip/1214491korban-prank-ferdian-paleka-dikabarkan-dapat-bantuan> diakses 12 Juni 2020 Ihsan, Ummu & Abu ihsan al Atsari. (2013). Aktualisasi Ahlak Muslim. Jakarta: Pustaka ImamSyafi’i Nandini, Widya. (2018). “Indonesia Negara Paling Dermawan Sedunia”. 11 Juni diakses 12 Juni 2020. Reivich,K dan Shaltc, A. (2002). The Resellence Factor. New York: Broadway Books Sastropoetro, Santoso. (1990). Pendapat Publik, Pendapat Umum, dan Pendapat Khalayak dalam Komunikasi Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya. Syahputra, Iswandi. (2018). Opini Publik: Konsep, Pembentukan dan Pengukuran. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Umar, M & Ahmadi Ali. (2002). Psikologi Umum. Surabaya: Bina Ilmu. Yankelovich, Daniel. (2015). Wicked Problems, Workable Solutions: Lesson from a Public Life. Maryland: Rowman and Littlefield

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 537

PERTARUNGAN OPINI DI TENGAH INFODEMIK: STRATEGI MELAWAN HOAKS SEPUTAR COVID-19 Hadi Purnama

Latar Belakang Bermula dari Wuhan, ibukota provinsi Hubei berpenduduk lebih dari 11 juta jiwa yang berada di barat daya Beijing, virus ganas yang menyerang sistem pernafasan itu kemudian menyebar secara massif ke seluruh dunia melalui kontak fisik. Para ilmuwan mengidentifikasi virus influensa strain baru yang kemudian diberi nama virus SARS-2 menjadi penyebab penyakit yang kemudian menjadi wabah global atau pandemi. Melalui laman www.who.int, disebutkan bila coronavirus merupakan kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Bahkan beberapa jenis virus ini diketahui menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan dengan berbagai gejala semisal batuk pilek hingga gagal pernafasan. Hanya selang kurang dari tiga bulan sejak pertama kali teridentifikasi oleh otoritas kesehatan pemerintah Tiongkok pada Desember 2019, organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) kemudian menetapkan penyebaran virus baru tersebut sebagai pandemi. Dirjen WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, yang mengumumkan langsung penetapan ini status pandemi mengingat tingkat penyebaran dan keparahan yang ditumbulkan virus corona sudah dianggap pada level menghawatirkan (https://nationalgeographic.grid.id). Penetapan status ini oleh WHO karena dinilai telah memiliki tiga karakteristik untuk pandemi yaitu merupakan jenis virus baru, dapat menginfeksi banyak orang dengan mudah, serta bisa menyebar antar manusia secara efisien. Pandemi Covid-19 memang tergolong wabah penyakit yang mengkhawatirkan, mengingat sejak diumumkan di Wuhan sebagai episentrum penyebaran pertamanya hingga sekarang, WHO telah mengumumkan jumlah orang yang terinfeksi positif Covid-19 di seluruh dunia telah menembus angka 9,8 juta, dengan jumlah kematian yang ditimbulkannya mencapai hampir 500 ribu jiwa. Data yang Komunikasi dan Informasi 538 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dihimpun oleh WHO berasal dari enam kawasan, mulai dari Afrika, Amerika, Tumur Mediterania, Eropa, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Sejauh ini kawasan Amerika (utara, tengah dan selatan) berada di urutan pertama dengan kasus terinfeksi dan kematian tertinggi di dunia. Sedangkan kawasan Asia tenggara – termasuk Indonesia – berada di urutan keempat dengan jumlah orang yang terinfeksi dan meninggal yang disebabkan Covid-19 (lihat Tabel 1). Tabel 1. Data WHO tentang Jumlah Orang Terinfeksi dan Kematian yang Disebabkan Covid-19 berdasarkan Kawasan (per tanggal 28 Juni 2020)

Sumber: https://www.who.int (diakses pada 29 Juni 2020, pkl.07.13)

Indonesia yang berada di kawasan Asia Tenggara termasuk negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi. Sejauh ini kawasan Amerika (utara, tengah dan selatan) berada di urutan pertama dengan kasus terinfeksi dan kematian tertinggi di dunia. Sedangkan kawasan Asia tenggara – termasuk Indonesia – berada di urutan keempat dengan jumlah orang yang terinfeksi dan meninggal yang disebabkan Covid-19. Dari sebelas negara di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan tertinggi dalam kasus Covid-19 dengan jumlah yang terinfeksi telah menembus angka lebih dari 54 ribu orang, sedangkan orang yang meninggal jumlahnya telah menembus angka 2700 jiwa. Meski pun di sisi lain angka kesembuhan pasien positif Covid-19 mendekati 23 ribu orang (https://www.kompas. com). Seiring dengan makin merebaknya Covid-19 yang melanda ke hampir seluruh penjuru bumi, terjadi fenomena yang juga tidak kalah mencemaskan, infodemik. Terminologi infodemik memang sesuatu yang baru, setidaknya tidak muncul seiring dengan terjadinya pandemic Covid-19. Namun, kata infodemik kembali bergaung sejak pidato Direjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, di depan peserta konferensi keamanan pada pertengahan Februari 2020, di Munich. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 539

Dirjen WHO menegaskan bahwa saat ini umat manusia bukan saja sedang berperang dengan pandemik Covid-19, melainkan juga tengah memerangi infodemik. Tentang bahaya kabar bohong (fakenews) yang menyebar lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan virus corona sendiri (https://www.who.int). Lebih jauh Dirjen WHO menjelaskan bahwa infodemik adalah jumlah informasi yang berlebihan tentang suatu masalah, yang membuatnya sulit untuk mengidentifikasi solusinya. Dampak yang dapat ditimbulkan dengan merebaknya iInfodemik diantaranya dapat menghambat respons kesehatan masyarakat yang efektif, selain itu dapat menciptakan kebingungan dan ketidakpercayaan publik. Sedangkan, salah satu modal banyak pemerintah di dunia dalam mengatasi pandemi Covid-19 diantaranya melalui berbagai upaya dan tindakan yang bersifat medis, yang terpenting justru membangun kepercayaan public (public trust) sebagai dasar terbentuknya solidaritas sosial dalam memerangi Covid-19. Di sisi lain infodemik juga bukan hanya mampu menimbulkan kecemasan dan kepanikan di kalangan masyarakat, lebih jauh lagi infodemik berpotensi mengancam keselamatan fisik, selain dapat menimbulkan rasisme dan kebencian terhadap golongan tertentu akibat kesalahan informasi yang diperoleh. Kekhawatiran tentang munculnya ujaran kebencian (hate speech) yang ditimbulkan oleh oleh infodemik juga diutarakan langsung olek Sekjen PBB, António Guterres, yang menegaskan bahwa Covid-19 merupakan wabah yang tidak pandang bulu, tanpa mengenal etnis, warna kulit, asal negara, keyakinan, bahkan status sosial. Menurut Guterres, infodemik yang terkait Covid-19 terus mengeluarkan tsunami kebencian dan xenophobia (sikap atau sentiment anti-asing, pen), pengkambinghitaman dan menakut-nakuti (https://www.un.org). Lebih jauh Guterres memaparkan tentang muculnya sentimen antiasing telah meningkat tajam baik di jalanan maupun melalui media sosial seiring dengan merebaknya iujaran kebencian terkait Covid-19. Teori konspirasi anti-Semit (anti Yahudi) dan anti-Islam juga turut menyebar terkait Covid-19. Kaum migran dan pengungsi juga telah menjadi sasaran kecurigaan dan telah difitnah sebagai sumber penyebaran virus, sehingga berdampak kepada penolakan akses ke perawatan medis. Pihak lain yang juga ikut merasakan kebencian dan sikap diskriminatif dan rentan mengalami sentimen negatif dan perundungan terjadi pada orang lanjut usia. Di media sosial beredar meme yang cenderung merendahkan dan Komunikasi dan Informasi 540 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

mendiskriminasi orang lanjut usia sebagai kelompok yang paling bisa dihabiskan. Di luar kelompok tadi, masih ada kalangan profesi tertentu yang mendapat perlakuan dan stigma negative terkait Covid-19, diantaranya para jurnalis, tenaga medis, dan para relawan yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan pasien Covid-19 atau mereka yang terduga pengidap an pembela hak asasi manusia menjadi sasaran hanya karena melakukan pekerjaan mereka. Di akhir sambutannya Guterres menyerukan kepada masyarakat internasional untuk bersama-sama mememerangi ujaran kebencian sekaligus Covid-19. Infodemik dan Media Sosial Sebagaimana telah disampaikan oleh Dirjen WHO dan Sekjen PBB, salah satu kanal komunikasi yang turut menyebarkan infodemik dan juga ujaran kebencian adalah melalui media online. Lebih spesifik lagi penyebarluasannya kian masif melalui berbagai platform media sosial yang penggunanya kian bertambah seiring dengan makin meratanya akses internet di dunia saat ini, serta meluasnya penggunaan telepon pintar (smartphone) yang mudah dalam penggunaannya. Merujuk pada data yang dikeluarkan oleh wearesocial.com, hingga April 2020 lalu diperkirakan penetrasi internet di seluruh dunia -- dengan jumlah penduduk 7,7 milyar jiwa – mencapai 59 persen atau telah menjangkau 4,5 milyar orang. Sementara itu, pengguna aktif media sosial secara global diperkirakan berjumlah 3,8 milyar orang, atau telah menjangkau setengah dari populasi dunia (https:// wearesocial.com). Sedangkan waktu rerata yang dihabiskan penduduk bumi untuk menggunakan gawai dalam mengakses internet terbanyak untuk telepon pintar (smartphone) dengan persentase sekira 76%. Penggunaan gawai dan aktivitas lain berbasis daring dan digital mengalami peningkatan selama pandemi Covid-19, ketika sebagian besar negara di dunia memberlakukan kebijakan atau aturan pembatasan sosial hingga lock-down. Pemberlakuan work from home (WFH) dan study from home (SFH) mengharuskan lebih banyak waktu warga dihabiskan di rumah, sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 di tengah masyarakat, sehingga berkolerasi dengan naiknya trend aktivitas berbasis daring dan digital dibandingkan periode sebelum pandemi. Data wearesocial.com menunjukkan ada delapan aktivitas daring dan digital yang memperlihatkan trend peningkatan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 541

hingga mulai dari 15 persen hingga di atas 50 persen. Kedelapan aktivitas daring dan digital yang dilakukan oleh responden laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 18-64 tahun tersebut mulai dari mendengarkan podcast (15%), membuat konten daring (15%), bermain video gamea dan menggunakan komputer (35%), menggunakan aplikasi mobile (35,5%), mendengarkan layanan streaming musik (40%), menggunakan aplikasi berbagi pesan seperti WA, Line, Telegram dan lainnya (46%), bermedia sosial (47%), hingga aktivitas menonton konten film secara streaming (58%). Di sisi lain, seiring dengan meningkatnya aktivitas warga dunia secara daring selama berada di rumah, merebak pula misinformasi, disinformasi dan malinformasi terkait Covid-19. Berdasarkan hasil pemantauan di media daring selama tiga bulan (periode Maret-Juni 2020) pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telan mengidentifikasi 137.829 hoaks terkait COVID-19, dimana 130.680 kasus diantaranya tengah diselidiki (https://news.detik.com). Sementara itu Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mengidentifikasi lebih dari 500 informasi yang dapat dikategorikan sebagai hoaks selama periode 24 Januari hingga 28 Juni 2020 (turnbackhoax.id). Lain lagi dengan dengan temuan Jabar Saber Hoaks (JSH) telah menerima aduan masyarakat yang terkait Covid-19 dan memenuhi syarat aduan sebanyak 2664 informasi. Setelah dilakukan verifikasi atau pengecekan fakta, sebanyak 1713 informasi diantaranya terkonfirmasi hoaks. Data yang disampaikan Kominfo menunjukkan sejak 23 Januari hingga 15 Juni 2020, tercatat 850 hoaks terkait COVID-19 beredar di media sosial (www.kominfo.go.id) Dari aspek platform media sosial yang digunakan untuk menyebarkan hoaks, berdasarkan temuan Kominfo, hoaks lebih banyak tersebar di Facebook (861 kasus), disusul Twitter (204 kasus), Instagram (4 kasus), dan Youtube (4 kasus). Lain halnya dengan temuan Jabar Saber Hoaks, dari 2.664 hoaks, maka kanal media sosial yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan hoaks masing-masing adalah WhatsApp (1.354), Instagram (1.261), Facebook (24), Twitter (22), dan Line (3). Konten Hoaks Terkait Hoaks Menarik untuk disimak adalah konten hoaks yang terkait dengan Covid-19 yang beredar di media sosial. Berbagai isu diangkat menjadi Komunikasi dan Informasi 542 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

konten hoaks, mulai dari yang berbau saintifik hingga berjenis mitos. Sebagai perbandingan, pihak Kominfo mengidentifikasi mayoritas isi informasi hoaks di tengah pandemi terkait dengan resep obat yang dapat menyembuhkan penyakit COVID-19. Beberapa konten yang muncul diantaranya adalah tentang khasiat rebusan bawang putih sebagai obat penawar Covid-19. Begitu pula dengan konten yang menyebutkan jika aspirin dengan campuran lemon, perasan jeruk nipis dengan campuran air hangat, hingga cairan desinfektan yang diyakini dapat menjadi obat yang efektif menyembuhkan atau menghilangkan dampak COVID-19. Konten hoaks yang juga mengisi media sosial sangat beragam. Dari pantauan Jabar Saber Hoaks, terdapat lima konten yang paling banyak menjadi aduan masyarakat seperti isu tentang penyemprotan racun pembasmi Covid-19 oleh pesawat helikopter Malaysia dan Singapura, angin pembawa virus Covid-19, status penderita Covid-19 yang dikabarkan meninggal di salah satu rumah sakit pemerintah di kota Bandung, alamat pasien Covid-19, hingga penetapan status lockdown di wilayah Bandung Raya oleh Gubernur jawa Barat, Ridwan Kamil. Hasil pemantauan atas konten hoaks yang dilakukan oleh Mafindo sangat beragam, dari isu tentang obat yang dapat menyembuhkan Covid-19, keberadaan virus corona dalam buku iqra, pengakuan profesor Jepang tentang virus Corona, hingga hoaks yang dibalut dengan teori konspirasi. Infodemik dan Strategi Menangkal Hoaks Menyikapi merebaknya infodemi terkait Covid-19, beragam upaya dilakukan untuk mengatasi atau mengurangi persebarluasan informasi hoaks oleh berbagai pihak mulai dari pemerintah, organisasi internasional (PBB dan WHO), lembaga swadaya masyarakat (Mafindo), media massa mainstream hingga perusahaan teknologi dan media yang bertujuan membangun kontra narasi. WHO menggandeng perusahaan teknologi raksasa dan media seperti Facebook, Google, Pinterest, Tencent, Twitter, TikTok, YouTube dan lainnya untuk melawan penyebaran desas-desus, yang mencakup informasi yang salah seperti bahwa virus tidak dapat bertahan hidup cuaca panas, meminum obat klorokuin dosis tinggi dapat melindungi Anda, dan mengonsumsi jahe dan bawang putih dalam jumlah besar dapat mencegah virus melalui kanal “Myth Buster.” Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 543

Di level negara, berbagai langkah strategis dilakukan untuk memerangi hoaks terkait Covid-19. Sebuah riset yang dilakukan oleh Elmie Nekmat dan Audrey Yue yang mereview lebih dari 5000 berita yang dimuat di enam media cetak dan penyiaran terkait Covid-19 di tiga negara di Asia yaitu, China, Singapura, dan Korea Selatan. Keduanya meriset berita di Xinhua Daily dan People’s Daily (China), Chosun Ilbo dan Hankyoreh (Korea Selatan), dan dua suratkabar terbitan Singapura (The Straits Times dan Channel News Asia). Nekmat dan Yue kemudian berhasil menemukan lima strategi utama yang dilakukan oleh ketiga negara terkemuka di kawasan Asia Timur ini (https://www.weforum.org). Kelima strategi yang digunakan adalah: (1) Jalur Hukum (law and punishment); (2) Koreksi dan Edukasi (correctional action and advisory); (3) Tanggung Jawab Sosial dan Edukasi (social responsibility and education); (4) Pendekatan Saintifik dan Rasional (science and rationality); (5) Membuat rujukan dari negara lain (cross-country referencing).

Gambar 1. Strategi untuk Memerangi Rumor dan Misinformasi di China, Singapura, dan Korea Selatan Sumber: https://www.weforum.org/agenda/2020/05/how-to-fight-the-covid-19infodemic-lessons-from-3-asian-countries/ (diakses 24 Juni 2020, pkl.15.29) Komunikasi dan Informasi 544 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Untuk strategi pertama, Nekmat dan Yue memberikan contoh bagaimana China menerapkan pendekatan hukum yang keras bagi siapa saja yang menyebarkan hoaks terkait Covid-19. Di awal terjadinya pandemi terjadi lonjakan kasus kriminal sebesar dua kali lipat yang penyebaran infomasi bohong terkait dengan Covid-19. Mereka yang didakwa dalam kasus penyebaran informasi bohong diputus bersalah dan dijatuhi hukuman berat. Hal yang kurang lebih sama terjadi di Singapura yang memberlakukan undang-undang perlindungan kebohongan dan manipulasi melalui media daring atau Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act (POFMA). Melalui undang-undang ini pemerintah Singapura bukan saja mengiring pihakpihak yang dianggap bersalah menyebarkan informasi bohong, juga mengharuskan Google, Facebook, Baidu dan Twitter untuk mematuhi arahan POFMA untuk segera memperbaiki kasus-kasus misinformasi yang tersebar di platform mereka. Pada strategi kedua, Koreksi dan Edukasi, Singapura dinilai berhasil membuat pedoman berisi nasihat bagi media berita untuk memperbaiki rumor dan informasi yang salah, dan dengan meminta mereka yang ditemukan telah melanggar POFMA untuk secara publik memperbaiki kepalsuan mereka secara daring. Langkah Singapura kemudian diikuti pula oleh Korea Selatan yang berfokus pada upaya untuk melakukan klarifikasi hoaks melalui sumber berita dalam bentuk FAQ (frequently Ask & Question) dan wawancara dengan para ahli, pejabat pemerintah dan otoritas kesehatan. Ketiga, untuk strategi Tanggung Jawab Sosial dan Edukasii, selain menerapkan langkah-langkah otoritatif garis keras, pemerintah Singapura dan Cina juga menyerukan dukungan dari individu dan komunitas lokal untuk berperang melawan epidemi informasi sebagai satu. Dalam startegi ini, Singapura melibatkan tokoh-tokoh publik, mulai dari Presiden dan Perdana Menteri yang secara berulang kali mengingatkan publik tentang untuk bertanggung jawab secara sosial dan dengan tidak menyebarkan desas-desus tentang virus corona. Seperti halnya di Cina, para pemimpin Singapura terus-menerus mendesak setiap orang untuk memainkan peran mereka untuk menghentikan ketakutan karena tidak berspekulasi pada informasi tidak resmi. Bukan hanya pemimpin negara, juga pelibatan pemuka Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 545

masyarakat dan institusi pendidikan seperti sekolah dan para guru untuk mendukung intervensi berbasis sosial ini. Di seluruh Singapura, program dilaksanakan sebagai bagian dari pendidikan karakter dan kewarganegaraan untuk mengajarkan pentingnya memverifikasi keaslian informasi yang berkaitan dengan Covid-19. Pelibatan para guru dan lembaga pendidikan juga diterapkan di China. Para guru menulis kepada murid-murid untuk mengingatkan mereka tentang siswa lain yang orang tuanya meninggal atau berada di karantina, dan bagaimana mereka harus menunjukkan perhatian pada teman-teman mereka dengan tidak membuat panik dan menyebarkan desas-desus tentang virus corona Bahkan Singapura lebih jauh menunjukkan bagaimana kolaborasi seluruh pemerintah yang melibatkan lima kementerian yang terpisah mampu menciptakan penasihat informasi yang dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat melalui beragam platform media sosial -dari situs pengecekan fakta hingga halaman Facebook dan Instagram milik kementerian dan pejabat pemerintah, pemerintah -- menyalurkan pesan push channel di WhatsApp, langsung ke panel display digital di area perumahan. Dalam penerapan strategi keempat yang lebih menekankan pendekatan ilmiah (saintifik) dan rasional, media dan pemerintah Cina berbeda dalam membingkai sains dan rasionalitas sebagai “senjata paling kuat” dalam menangani Covid-19. Akurasi sains dipromosikan sebagai kekuatan yang sangat diperlukan dalam perang melawan virus, bahkan cara ini diterapkan dalam upaya menghadapi hoaks dengan isu teori konspirasi, bukti tidak masuk akal dan desas-desus menyesatkan. Kelima, melalui strategi membuat rujukan dari negara lain, Korea Selatan paling terlibat dalam menyoroti keadaan yang dialami oleh negara-negara lain dalam kasus Covid-19 yang disebabkan oleh hoaks. Dari kisah manusia menjadi zombie di Singapura hingga bukti ‘ilmiah’ penularan virus melalui kambing dan domba di Iran, tidak kurang dari 10 negara dirujuk dalam sumber berita Korea Selatan untuk membandingkan bagaimana negara-negara lain memiliki kesamaan -- jika tidak lebih -- berjuang dengan momok berita palsu tentang COVID-19. Dalam kasus yang hampir sama, pemerintah dan berbagai pihak seperti media, organisasi anti hoaks, pegiat literasi dan berbagai Komunikasi dan Informasi 546 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

komponen masyarakat juga melakukan banyak hal untuk mengatasi persebaraluasan hoaks selama pandemic Covid-19. Seperti diketahui, pemerintah (Kominfo) bekerjasama dengan institusi kepolisian telah melakukan tindakan hukum kepada pihak-pihak yang terbukti menyebarkan hoaks. Namun, di saat bersamaan, tindakan melalui pendekatan edukasi juga dilakukan oleh pemerintah, diantaranya melalui pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang melakukan beragam aktivitas, mulai dari penyediaan fasilitas kesehatan, memberikan edukasi kepada masyarakat, hingga melakukan debunking atas berbagai informasi bohong terkait Covid-19. Lesson learnt yang telah dipaparkan dalam tulisan ini, semoga bisa memberikan arah dan pedoman kepada kita semua dalam upaya mengatasi infodemik yang dampaknya sama berbahayanya dengan Covid-19 itu sendiri.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 547

Daftar Pustaka Internet https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/29/055800065/updatevirus-corona-di-asia-tenggara--indonesia-tertinggi-jauh-diatas?page=all (diakses pada 28 Juni 2020, pkl.09.35) https://www.who.int/dg/speeches/detail/munich-security-conference (diakses pada 4 Juni 2020, pkl. 15.20) https://www.un.org/sg/en/content/sg/speeches/2020-05-08/appealaddress-and-counter-covid-19-hate-speech (diakses 22 juni 2020, pkl.14.30) https://wearesocial.com/blog/2020/04/digital-around-the-world-inapril-2020 (diakses 22 juni 2020, pkl.14.40) https://news.detik.com/berita/d-5054520/selama-3-bulan-gugustugas-identifikasi-130-ribu-lebih-hoax-soal-corona (diakses 20 Juni 2020, pkl.15.30) https://www.covid19.go.id/2020/04/18/kominfo-penyebar-hoakscovid-19-diancam-sanksi-kurungan-dan-denda-1-miliar/ (diakses 20 Juni 2020, pkl.14.25) kominfo.go.id/content/detail/27184/kemkominfo-ada-850-hoakscovid-19-hingga-hari-ini/0/sorotan_media (diakses pada 22 Juni 2020, pkl,15.35). https://www.weforum.org/agenda/2020/05/how-to-fight-the-covid19-infodemic-lessons-from-3-asian-countries/ (diakses 24 Juni 2020, pkl.15.29) Dokumen Laporan Aduan Ke Jabar Saber Hoaks Terkait Virus Corona Dari Semua Platform Media Sosial Periode 01 Janurai 2020 Sampai Dengan 28 Mei 2020 (Jabar Saber Hoaks, 2020)

Komunikasi dan Informasi 548 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

KOMIK KITA SI BINSA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI TNI PADA MASA PANDEMI COVID-19 Monika Teguh, Ni Nyoman Ayu Sari Utami Dewi

Pendahuluan Pada akhir tahun 2019, World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa terdapat penyakit menular dengan gejala seperti pneumonia di kota Wuhan, provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok. Awalnya etiologi dari penyakit ini masih tidak diketahui, dan baru kemudian diketahui disebabkan oleh virus yang disebut Corona. Penyakit yang disebabkan oleh virus ini kemudian diberi nama COVID-19 yang merupakan singkatan dari Corona Virus Disease 2019 (Teguh & Arviana, 2020). Tanda-tanda umum dari penyakit ini adalah gangguan pernafasan akut yang mencakup demam, batuk, dan sesak nafas. Rata-rata waktu inkubasi yang diperlukan untuk seseorang mulai menunjukkan gejala adalah 5-6 hari dengan waktu terpanjang adalah 14 hari. Dalam kasuskasus yang parah, COVID-19 penumonia, radang pernafasan akut, gagal ginjal, hingga kematian. Di Indonesia sendiri kasus COVID-19 pertama dikonfirmasi pada tanggal 2 Maret 2020 sebanyak dua orang. Penyakit ini menyebar dengan cepat, dimana 1.285 kasus ditemukan di 30 provinsi pada 29 Maret 2020. Lima provinsi dengan tingkat penularan tertinggi adalah DKI Jakarta sejumlah 675 orang, Jawa Barat sebanyak 149 kasus, Banten sejumlah 106 orang, Jawa Timur sebanyak 90 kasus, dan Jawa Tengah sebanyak 63 kasus. Peningkatan kasus penularan dari penyakit ini berlangsung sangat cepat dan telah terjadi penularan antar negara. Maka dari itu WHO menetapkan COVID-19 sebagai sebuah pandemi (Tosepu, et al., 2020). Menghadapi kondisi pandemi ini, pemerintah Indonesia memberlakukan status darurat bencana. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran dan memutus mata rantai penularan COVID-19. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah antara lain dengan memberlakukan gerakan social distancing dimana masyarakat diminta menjaga jarak minimal 2 meter dari orang lain, tidak melakukan kontak langsung dengan orang lain, dan tidak berkumpul dalam pertemuan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 549

massal (Buana, 2020). Lebih jauh karena kondisi penyebaran virus semakin meluas maka pemerintah melakukan pembatasan aktifitas keluar rumah. Seluruh kegiatan bekerja, belajar dan beribadah diminta untuk dilaksanakan dari rumah. Lebih jauh, sejumlah akses jalan mulai dibatasi. Masyarakat yang berpergian antar wilayah harus memiliki surat izin khusus. Penggunaan kendaraan pribadi dan kendaraan umum juga dibatasi. Hal ini untuk menghambat laju pergerakan masyarakat sehingga penularan dapat ditekan (Yunus & Rezki, 2020). Beberapa tempat usaha seperti rumah makan, salon, spa, dan lain-lain juga dibatasi dalam memberikan layanan dan harus memenuhi protokol kesehatan yang ketat. Masyarakat juga terus dihimbau untuk melakukan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, rajin mencuci tangan, segera memeriksakan diri jika mengalami gejala COVID-19 atau berdekatan dengan penderita COVID-19. Selain itu juga diberlakukan larangan untuk mudik atau pulang ke daerah asal untuk mencegah penyebaran ke wilayah-wilayah tujuan mudik. Berbagai langkah, himbauan dan peraturan ini tentunya harus disampaikan oleh seluruh lapisan pemerintah. Penyampaian kepada masyarakat ini menjadi krusial agar masyarakat dapat memahami kebijakan yang diambil pemerintah dan tidak muncul berbagai kepanikan akibat simpang siur informasi. Salah satu instansi yang turut serta dalam memberikan informasi kebijakan terkait COVID-19 adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyebaran COVID-19 telah menjadi ancaman nyata bagi pertahanan dan keamanan negara sehingga pelibatan TNI dalam penanggulangannya pun sudah tidak terelakkan lagi. TNI selama ini telah berperan aktif selama masa-masa karantina dengan turun ke lapangan untuk menjaga ketertiban serta berperan dalam pengadaan dan distribusi alat-alat Kesehatan (Suhirwan, Prakoso, Ole, & Kurniawan, 2020). Selain itu TNI juga memiliki peran yang krusial dalam berkomunikasi kepada masyarakat. Salah satu cara komunikasi yang cukup unik digunakan oleh TNI adalah melalui sebuah komik yang disebar luaskan di media sosial berjudul Komik Kita Si Binsa. Penggunaan komik ini sebagai alat komunikasi sangat menarik karena berbeda dengan citra TNI pada umumnya. TNI selama ini selalu lekat dengan wajah yang tegas dan siap berperang, sehingga komik yang lebih santai memberikan pendekatan yang berbeda bagi cara berkomunikasi oleh TNI kepada masyarakat. Komunikasi dan Informasi 550 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Komik merupakan gambar-gambar yang disusun secara bersebelahan atau berdekatan dengan urutan tertentu. Tujuan dari pembuatan komik adalah penyampaian informasi dengan cara estetis, sehingga dapat memperoleh tanggapan dari pembacanya. Komik memiliki keunggulan perpaduan antara gambar dan tulisan, yang dibuat dalam suatu alur sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Selain itu karena berbentuk gambar dan tulisan, komik juga lebih ringan dan menghibur sehingga lebih mudah untuk diingat (Waluyanto, 2005). Sebuah studi yang dilakukan oleh ICMC dan ACILS menunjukkan bahwa komik memiliki kemampuan untuk menyederhanakan persoalan, mempercepat penyampaian informasi, dan membuat pesan mudah diingat. Komik memiliki daya pendekatan individual yang kuat, karena karakter dalam komik dapat diarahkan kepada komunikan yang dituju. Komik juga ditopang oleh unsur estetika dan gambar, sehingga bisa mengangkat isu-isu secara humoris maupun satire. Ditambah dengan kemampuan merangkai kata yang disesuaikan dengan gambar, maka komik bisa memberikan pendekatan yang lebih halus tanpa terkesan menggurui (Widyastuti & Prasela, 2010). Komik Kita Si Binsa merupakan komik yang dibuat oleh Zenawa Media Giditama bersama-sama dengan TNI. Komik ini dibuat pada awalnya untuk edukasi yang memuat nilainilai Pancasila. Komik ini sudah terdaftar dengan nomor ISSN 2721009006. Komik ini mulai aktif diterbitkan secara berkala sejak Februari 2020. Pada saat pandemic COVID-19 terjadi, komik ini turut membantu menyampaikan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait COVID-19. Pada bagian-bagian berikutnya akan diulas mengenai elemen-elemen komunikasi yang ada pada Komik Kita Si Binsa. KOMUNIKATOR DALAM KOMIK KITA SI BINSA Komunikator adalah seseorang atau suatu kelompok yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sekelompok orang yang disebut sebagai komunikan, dengan tujuan untuk mengubah sikap atau perilaku, serta mengoptimalisasi fungsi sosiologis maupun psikologis dari komunikan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung efektivitas penyampaian pesan oleh komuniktor sebagai berikut (Nida, 2014): a.

Komunikator mampu menciptakan kondisi dimana pesan yang disampaikan menjadi available dan relevan bagi komunikan. Hal ini berarti komunikator dalam upaya penyampaian pesan harus Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 551

memahami apakah komunikan membutuhkan argumen, isyarat, gejala, tanda, ciri-ciri, kecenderungan, dan lain-lain. b.

Komunikator mampu memahami kondisi berpikir komunikan, kemudian memilih strategi pendekatan yang paling sesuai

c.

Komunikator mampu memahami naluri dan reaksi spontan dari komunikan

d.

Komunikator mampu mendorong komunikan untuk menginternalisasi pesan yang diberikan sehingga terjadi perubahan sikap atau perilaku

e.

Komunikator mampu menggali kebutuhan komunikan dalam menyampaikan pesan

Dalam Komik Kita Si Binsa, yang berperan sebagai komunikator adalah dari instansi TNI. Hal ini nampak dari pemilihan karakter utama Binsa yang merupakan penggambaran dari anggota TNI. Binsa merupakan penggambaran dari Babinsa atau Bintara Pembina Desa. Babinsa adalah salah satu unit dari Koramil, yang menjadi ujung tombak TNI Angkatan Darat (AD). Babinsa bertugas pada lingkup wilayah desa atau kelurahan, dimana Babinsa bekerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti Kepala Desa, Lurah, dan Kepolisian. Tugas utama dari Babinsa adalah memberikan pembinaan pada masyarakat di wilayahnya mengenai kondisi sosial budaya. Pembinaan ini dilakukan agar masyarakat mampu menjaga keamanan dan kesejahteraan mereka dari berbagai ancaman dan gangguan (Wahyudin, 2013). Selain karakter Binsa, terdapat juga karakter-karakter lain dalam Komik Kita Si Binsa yaitu Polin, Abeng, Meilan, Wikoo. Polin merupakan penggambaran dari karakter Polisi yang bekerjasama dengan Binsa untuk membagikan informasi ke masyarakat. Sedangkan Abeng, Meilan, dan Wikoo adalah penggambaran karakter dari masyarakat yang mendapatkan informasi dari Binsa dan Polin. Berikut adalah gambar dari karakter-karakter tersebut:

Gambar 1. Karakter Dalam Komik Kita Si Binsa Komunikasi dan Informasi 552 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Secara khusus karakter Binsa digambarkan menggunakan seragam TNI AD, sedangkan karakter Polin yang merupakan rekan Binsa digambarkan menggunakan seragam Kepolisian. Hal ini untuk mempertegas bahwa komunikator dari komik ini merupakan instansi TNI beserta pihak-pihak yang bekerjasama yaitu Kepolisian. Disini TNI selaku komunikator telah melakukan pendekatan yang signifikan kepada komunikannya. Pemilihan karakter Binsa yang merupakan anggota TNI namun dekat dengan masyarakat menjadi salah satu upaya pendekatan. Dibanding menggunakan karakter lain seperti Jenderal, Letnan, atau Kopral, karakter Binsa merupakan karakter yang lebih bersahabat dengan masyarakat. Hal ini juga menunjukkan tujuan dari komunikator yang ingin membagikan informasi dengan pendekatan yang lebih halus, tanpa ada batasan kepangkatan atau jabatan. Karakter Polin juga dimasukkan sebagai karakter pendukung dengan maksud untuk menunjukkan ada kerjasama dari TNI dengan pihak-pihak terkait. Penggambaran dari karakter Binsa dan Polin dalam komik ini juga dibuat ramah, sopan, dan mudah bergaul dengan karakter-karakter lain di dalam komik. Hal ini menunjukkan upaya komunikator untuk mau mendekati komunikan. Pesan dalam Komik Kita Si Binsa Pesan merupakan bagian yang krusial dalam komik, dimana pesan ini yang akan mendasari alur cerita yang digambarkan dalam komik. Agar pesan yang dimuat di dalam komik mampu membangkitkan respons yang diharapkan dari pembaca terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebagai berikut (Setyani, Winoto, & Komariah, 2019): a.

Pesan dirancang sesuai dengan karakteristik komunikan yang dituju

b.

Pesan dibuat menggunakan lambang-lambang dari pengalaman yang sama dari komunikator dan komunikan, sehingga dapat dengan mudah dipahami

c.

Pesan harus sesuai dengan kebutuhan dari komunikan dan sebisa mungkin memberikan solusi atau saran yang bermanfaat bagi komunikan

d.

Pesan sebaiknya mendorong komunikan untuk memberikan tanggapan tertentu dalam kelompok Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 553

Dalam Komik Kita Si Binsa, pesan yang disampaikan merupakan pesan yang sejalan dengan informasi maupun himbauan dari Pemerintah. Umumnya pesan yang disampaikan pemerintah tersebut, diolah kembali sesuai dengan sudut pandang komunikan dan dibuat informasi yang lebih sederhana dan mudah ditangkap. Sebagai contoh pada seri komik edisi 198 yang berjudul Tidak Mudik Demi Keluarga sebagai berikut:

Gambar 2. Komik Kita Si Binsa Edisi 198

Pesan yang diangkat dalam cerita ini adalah himbauan untuk tidak mudik untuk mencegah penyebaran Covid-19. Pesan diolah dengan pembukaan dimana adanya ketidaksenangan dari salah satu karakter bahwa dia tidak bisa mudik karena pandemi. Pembukaan ini bertujuan untuk melakukan pendekatan bahwa komunikator memahami keresahan dari komunikan. Kemudian baru dilanjutkan dengan informasi dan himbauan yang diberikan. Himbauan yang diberikan pun dibuat ringan dan disertai ajakan yang dapat dipahami oleh komunikan. Komunikasi dan Informasi 554 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Hampir keseluruhan pesan yang disampaikan dalam Komik Kita Si Binsa ini melakukan pendekatan berdasarkan isu-isu yang beredar di masyarakat. Sering kali isu yang diangkat adalah yang mudah disalahpahami maupun yang menimbulkan keresahan masyarakat terkait kebijakan yang berhubungan dengan pandemi Covid-19. Informasi yang diberikan cukup ringan dan mudah dipahami oleh komunikan. Selain itu pendekatan yang diambil dari sudut pandang keresahan masyarakat memberikan kesan empati terhadap kondisi masyarakat dan tidak terkesan memaksakan pesan. Namun terkadang masih ditemukan misinformasi juga dalam pengolahan pesan seperti pada salah satu edisi yang berjudul Herd Immunity sebagai berikut:

Gambar 3. Komik Kita Si Binsa Edisi 203

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 555

Pada edisi ini herd immunity disambungkan dengan isu mulai dibukanya mall, pasar, sekolah dan lain-lain. Sayangnya konsep herd immunity jauh lebih kompleks daripada pesan yang dapat dimuat di komik. Hal ini bisa menimbulkan mispersepsi dimana masyarakat bisa jadi malah tidak melakukan protokol social distancing karena merasa bisa memperoleh herd immunity. Maka dari itu komunikator harus lebih berhati-hati jika ingin membahas pesan yang kompleks, karena pada komik terdapat keterbatasan panel yang bisa menyebabkan mispersepsi. Media Penyebaran Komik Kita Si Binsa Dalam penyebarannya, Komik Kita Si Binsa diunggah ke situssitus media sosial. Media sosial merupakan bagian dari new media, dimana interaktifitas dari jenis media ini sangatlah tinggi. Media sosial memberikan kebebasan pada penggunanya dimana sudah tidak ada lagi batasan jarak, ruang, dan waktu dalam penggunaan media sosial. Keunggulan dari media sosial adalah kemampuannya untuk menghapuskan status sosial, sehingga pengguna dapat berkomunikasi tanpa terhambat oleh adanya batasan-batasan dari status pribadinya. Cakupan dari media sosial juga sangat besar, sehingga dapat menjangkau berbagai jenis orang dari berbagai kalangan. Demikian juga penggunaannya sangat mudah sehingga dapat diakses oleh orangorang dari berbagai kalangan. Melalui media sosial, setiap individu bisa memperoleh dan membagikan informasi secara leluasa. Maka dari itu jenis media ini menjadi salah satu media yang paling banyak diakses oleh masyarakat dunia saat ini (Watie, 2016). Beberapa platform media sosial yang digunakan oleh komunikator untuk menyebarkan Komik Kita Si Binsa adalah Instagram, Facebook dan Twitter. Berikut adalah akun media sosial dari Komik Kita Si Binsa:

Komunikasi dan Informasi 556 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 4. Akun Media Sosial Komik Kita Si Binsa

Selain dibagikan melalui akun milik Komik Kita Si Binsa sendiri, komik ini juga diunggah ulang pada akun resmi media sosial milik Puspen TNI. Komunikan Komik Kita Si Binsa Komunikan merupakan orang atau sekelompok orang yang menjadi tujuan dari penyampaian pesan. Terdapat beberapa dimensi dari kepentingan komunikan dalam menggunakan media berbasis internet yaitu untuk memperoleh informasi, menyalurkan kesenangan, berkomunikasi dengan orang lain, serta melakukan transaksi (Rahadi, 2017). Berdasarkan penggambaran dalam Komik Kita Si Binsa, dapat dilihat bahwa komunikan yang dituju adalah anak muda. Hal ini nampak dari tiga karakter Abeng, Wikoo dan Meilan. Abeng, Wikoo, dan Meilan digambarkan sebagai anak muda yang memiliki keresahan terhadap Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 557

kondisi pandemi ini. Selain itu secara khusus terdapat penggambaran keberagaman dalam ketiga karakter itu. Meilan digambarkan sebagai perempuan beragama Non-Muslim. Sedangkan Abeng dan Wikoo digambarkan sebagai laki-laki Muslim. Keberagaman karakter ini menunjukkan juga keberagaman komunikan yang dituju. Komunikan lebih ditekankan pada anak muda, namun tidak terbatas pada jenis kelamin maupun agama yang dianut. Pemilihan komunikan ini merupakan pendekatan baru bagi TNI. TNI selama ini lebih dekat dengan masyarakat pada usia dewasa dan belum banyak bersentuhan dengan kaum muda. Namun dengan dipilihnya pesan berbentuk komik, penggunaan media sosial, serta penggambaran karakter-karakter yang ada di dalamnya, maka TNI mulai melakukan pendekatan ke generasi baru sesuai dengan karakteristiknya. Umpan Balik Terhadap Komik Kita Si Binsa Dalam pemberian umpan balik, platform media sosial memberikan kebebasan kepada siapa saja yang memiliki ketertarikan untuk dapat memberikan umpan balik secara terbuka. Umpan balik yang diberikan dapat berupa komentar pada kolom yang ada maupun membagikan unggahan melalui berbagai akun media sosial yang dimiliki komunikan (Cahyono, 2016). Komik Kita Si Binsa mendapatkan umpan balik baik melalui kolom komentar maupun unggahan ulang. Admin dari komik ini juga tanggap terhadap umpan balik yang diberikan oleh para komunikan. Sebagai contoh untuk komik edisi 203 tentang herd immunity yang bisa menimbulkan mispersepsi, admin menghapusnya dari akun setelah mendapatkan umpan balik dari pembaca. Selain menerima dan menanggapi umpan balik yang ada, admin dari Komik Kita Si Binsa juga melakukan program giveaway untuk memperoleh lebih banyak umpan balik. Program giveaway ini dilaksanakan diberbagai platform media sosial sebagai berikut:

Komunikasi dan Informasi 558 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Gambar 5. Program Giveaway pada Twitter, Instagram, dan Facebook

Program giveaway ini mampu mendorong pemberian umpan balik yang signifikan bagi Komik Kita Si Binsa. Banyak tanggapan maupun unggahan ulang yang terjadi selama program giveaway ini diadakan. Pengadaan program giveaway ini juga menunjukkan adanya pemahaman terhadap respons dan pola komunikasi dari komunikan yang merupakan anak muda. Komunikan menyukai jenis interaksi ringan yang bisa memberikan hadiah langsung seperti program giveaway ini. Maka dari itu cara mendorong umpan balik yang dilakukan juga sudah baik.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 559

Daftar Pustaka Buana, D. R. (2020). Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Virus Corona (Covid-19) dan Kiat Menjaga Kesejahteraan Jiwa. SALAM; Jurnal Sosial & Budaya Syar-i, 217-226. Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh media sosial terhadap perubahan sosial masyarakat di Indonesia. Jurnal Publiciana, 9(1), 140-157. Nida, F. L. (2014). Persuasi Dalam Media Komunikasi Massa. Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 2(2), 77-95. Rahadi, D. R. (2017). Perilaku pengguna dan informasi hoax di media sosial. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 5(1), 58-70. Setyani, B., Winoto, Y., & Komariah, N. (2019). Kontribusi Media Komik Dalam Menumbuhkan Sikap Positif Para Petani. BIBLIOTIKA : Jurnal Kajian Perpustakaan dan Informasi, 3(2), 90-97. Suhirwan, Prakoso, L. Y., Ole, A., & Kurniawan, C. (2020). Indonesian Navy Against Covid-19. Public Policy and Administration Research, 10(5), 18-23. Teguh, M., & Arviana, S. (2020). Upaya Komunikasi Kesehatan di Puskesmas Trenggalek dalam Pencegahan Penyebaran COVID-19. In M. Sulhan, Nurudin, A. Dharmawan, M. M. Widiantari, & F. W. Roosinda, Komunikasi Empati Dalam Pandemi Covid-19 (pp. 8188). Yogyakarta: ASPIKOM Korwil Jawa Timur dan Buku Litera. Tosepu, R., Gunawan, J., Effendy, D. S., Lestari, H., Bahar, H., & Asfian, P. (2020). Correlation Between Weather and Covid-19 Pandemic in Jakarta, Indonesia. Science of The Total Environment, 138436. Wahyudin, A. R. (2013). Peranan bintara pembina desa (babinsa) dalam menunjang ketertiban dan keamanan masyarakat di desa warembungan kecamatan pineleng kabupaten minahasa. GOVERNANCE, 5(1), 53-64. Waluyanto, H. D. (2005). Komik Sebagai Media Komunikasi Visual Pembelajaran. Nirmana, 7(1), 45-55. Watie, E. D. (2016). Komunikasi dan Media Sosial. Jurnal The Messenger, 3(2), 69-74. Widyastuti, D. A., & Prasela, M. K. (2010). Efektivitas Komik Saku sebagai Media Pemilih dan Pemilu bagi Perempuan Marginal. Jurnal Ilmu Komunikasi, 7(2), 209-226. Komunikasi dan Informasi 560 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Yunus, N. R., & Rezki, A. (2020). Kebijakan Pemberlakuan Lockdown Sebagai Antisipasi Penyebaran Corona Virus Covid-19. SALAM; Jurnal Sosial & Budaya Syar-i, 7(3), 227-238.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 561

MEMBANGUN RELASI BRAND DI MASA PENDEMI Erwan Sudiwijaya

Tantangan pengelola brand dalam membuat strategi komunikasi pemasaran di era digital adalah proses komunikasi saat ini tidak hanya menyampaikan pesan secara vertikal pada target audiens, namun harus mampu berinteraksi secara horizontal dan membina relasi jangka panjang sebagai sahabat target audienss. Penggunaan komunikasi di media digital semakin dilegitimasi oleh Pendemi Covid-19. Pembatasan fisik sebagai langkah pencegahan penyebaran Covid-19 telah memaksa konsumen untuk banyak beraktifitas di rumah. Hasil riset Kantar menunjukan perubahan pola penggunaan media komunikasi yang didominasi oleh aktivitas di media digital seperti berjejaring di media sosial, surfing di internet, chatting, menonton video secara online hingga mengakses situs penyedia video dan podcast. Perubahan pola konsumsi juga terjadi pada pilihan cara pembelian, dikutip dari www.kontan.co.id bahwa trafik internet meningkat sebesar 15%-20% selama pemberlakuan PSBB di beberapa kota, penggunaan media digital ini merupakan dampak dari karantina mandiri yang membuat proses pembelajaran, bekerja, mengakses informasi, hingga belanja dilakukan secara daring menggunakan gawai digital (Anjaeni, R. 2020, June 21).

Gambar 1. Peningkatan Penggunaan Media Saat WFH Sumber: Murhayati, F. (2020) Komunikasi dan Informasi 562 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Selain media digital, media lain yang mengalami peningkatan penggunaan adalah televisi sebagai media informasi seiring dengan meningkatnya intensitas pemberitaan seputar Covid 19 pada segmen dewasa. Studi Nielsen Television Audiensce Measurement (TAM) di 11 kota menunjukan rata-rata rating 12% pada 11 Maret 2020 dan meningkat menjadi 13,8% pada 18 Maret 2020. Kebijakan belajar dari rumah juga meningkatkan jumlah penonton di segmen anak-anak dengan kenaikan dari 12% menjadi 16,2% pada 18 Maret 2020. Hasil riset Kantar menunjukan sinergi kuat antara aktifitas mengakses informasi di media televisi dan media sosial. Hal ini memungkinkan isu yang didapat di televisi dapat langsung dibahas pada jejaring sosial media. Implikasi bagi pengelola brand adalah siap atau tidak dan sudah punya platform digital atau belum, maka apapun bentuk komunikasi yang dilakukan brand akan berpotensi untuk dibicarakan di sosial media. Tantangan untuk menjalin relasi yang kuat dengan target audienss saat ini menjadi penting karena di masa pendemi brand dihadapkan pada masalah ketersediaan produk di pasar. Salah satunya adalah distribusi yang terhambat karena PSBB atau permintaan yang tibatiba meningkat karena panic buying. Mengutip survei yang dilakukan oleh Markplus bahwa loyalitas konsumen untuk produk makanan dan minuman turun hingga 75,7%, produk kesehatan turun hingga 79.3% dan produk kesehatan turun hingga 93,7%. Menurunnya loyalitas ini disebabkan karena kelangkaan produk di pasar, sehingga konsumen beralih ke produk kompetitor (Wuryasti, 2020)). Menjalin Relasi dengan Media Sosial Terjalinnya relasi antara brand dan target audiens yang difasilitasi media sosial telah mendorong banyak brand untuk mengembangkan strategi yang dapat menghubungkan mereka dengan sebanyak mungkin target audiens melalui media sosial (Halaszovich, & Nel, 2017). Hasil penelitian pada brand pariwisata yang menggunakan sosial media untuk menjalin relasi dengan target audienss, brand akan memiliki pemahaman yang lebih baik dan membentuk sifat alami keterlibatan target audiens. Media sosial erupakan saluran yang ideal untuk menginspirasi penyerapan informasi oleh target audiens, mengidentifikasi dan berinteraksi dengan brand. Namun, brand akan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 563

menghadapi komponen kognitif, afektif dan perilaku yang kompleks, brand harus memahami cara menggunakan berbagai fungsi media sosial secara efektif, seperti gambar, video, jajak pendapat, ulasan, komentar, blog yang semuanya dapat digunakan oleh pengelola brand untuk menyerap informasi, mengidentifikasi dan berinteraksi. (Harrigan dkk, 2016). Alat jejaring sosial seperti Facebook Fan Page memiliki potensi besar untuk meningkatkan loyalitas brand. Sosial media dapat digunakan brand untuk membangun komitmen pada komunitas brand dengan mendorong perilaku keterlibatan dalam platform sosial media. Dalam studi ini, perilaku keterlibatan pengguna di komunitas brand melalui Facebook menjadi bahan penting yang menumbuhkan loyalitas pada brand. Hasilnya juga menunjukkan bahwa manfaat yang dirasakan sangat penting dalam mempengaruhi perilaku keterlibatan pengguna. Anggota Facebook Fanpage lebih cenderung mengulangi perilaku yang mengarah pada penghargaan dan prestasi positif (Zheng, dkk., 2015). Hasil penelitian keterlibatan pelanggan anggur di Australia menunjukan bahwa tindakan keterlibatan di media sosial untuk mengeklik, menyukai pos dan melihat foto lebih banyak dilakukan pada hari kerja daripada akhir pekan, sedangkan untuk aktifitas posting dan berbagi lebih banyak dilakukan pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Penting bagi industri anggur untuk mempertimbangkan ketika konsumen melakukan pembelian dan mengonsumsi anggur dan menjadwalkan konten mereka untuk dikirimkan pada waktu yang relevan (Dolan dkk., 2017). Audiens dan Brand Advocate Brand yang memahami dan memengaruhi keterlibatan target audiensnya akan menjadi brand yang lebih baik dibandingkan dengan competitor. Brand akan berkembang menjadi lebih kuat dengan target audiens yang fanatik. Oleh karena itu mengidentifikasi target audiens menjadi langkah penting dan dilanjutkan dengan program brand ambassador untuk memperkuat relasi yang sudah terjalin dan memaksimalkan pola komunikasi dari mulut ke mulut di kalangan target audiens. Keterlibatan target audiens membuat brand memiliki relasi emosional dengan mereka, target audienspun akan mengkespresikan Komunikasi dan Informasi 564 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

sentimen dan opini yang dimiliki terhadap suatu brand melalui pola kunjungan berulang, pembelian, rating produk, review, blog, forum diskusi dan pada akhirnya merekomendasikan brand pada lingkungan sekitarnya. Engagement Tingkat keterlibatan target audiens pun dapat ditingkatkan dari hanya memberikan peringkat produk menjadi menulis review produk, kemudian membuat mereka bergabung dalam diskusi, untuk menyarankan ide, menyaring ide, menguji ide dan akhirnya membeli ide saat sudah menjadi produk atau layanan dari brand. Peningkatan keterlibatan target audiens akan menciptakan loyalitas brand dan menjadi keunggulan kompetitif yang berkelanjutan saat target audiens semakin terlibat dan loyal sebagai bagian dari brand. (Smith & Zook, 2011).

Gambar 2 . Tahapan Keterlibatan Target Audiens Sumber: Smith & Zook (2011)

Gambar di atas menjelaskan tahapan keterlibatan target audiens dalam manajemen komunikasi pemasaran sebuah brand. Setengah bagian bawah yang berwarna biru muda mendorong target audiens untuk terlibat melalui pemberian rating, review dan diskusi produk. Setengah bagian atas yang berwarna biru tua adalah konten yang dihasilkan oleh pengguna atau user generated content (UGC) dan mendorong target audiens untuk menjadi co-creator konten untuk brand yang kadang-kadang disebut Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 565

sebagai crowdsourcing. Tingkat kreasi tertinggi terjadi ketika target audiens membuat produk bersama brand yang kemudian mereka beli, pada tahap ini mereka menciptakan dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Tahapan keterlibatan target audiens memiliki beberapa irisan dengan tahapan loyalitas dimana target audiens yang bergerak naik di kedua tangga ini adalah target audiens yang terlibat lebih banyak dengan brand dan akhirnya menjadi brand advocate. (Smith, P.R., Zook. Ze. 2011).

sumber : Smith, P.R., Zook. Ze. 2011

Gambar 3. Tahapan Loyalitas Target Audiens sumber : Smith, P.R., Zook. Ze. 2011

Tahapan loyalitas target audiens dirancang oleh Considine dan Raphel (1981) dalam Smith, P.R., Zook. Ze. (2011) hingga kini digunakan secara luas dimana setiap merek berupaya meningkatkan setiap prospek di tahapan loyalitas ini. Menjalin Relasi yang Lebih Kuat dengan Pelanggan Untuk mendorong target audiens menjadi brand advocate, maka pengelola brand akan berkomitmen pada pesan dan secara konsisten mengomunikasikan sehingga dapat dipercaya oleh target audiens. Selain itu, mereka juga membuat program aktivasi brand untuk melibatkan target audiens secara emosional dan membuatnya merasa menjadi bagian dari brand. Hal ini dilakukan secara konsisten untuk melampaui ekspektasi target audiens dan menciptakan relasi yang lebih dekat layaknya sahabat. Brand yang dikelola dengan baik akan membantu target audiens untuk menjalin relasi dengan brand. Manajemen relasi dengan target audiens adalah serangkaian proses yang melibatkan database dan membantu brand untuk tetap berhubungan, memenuhi permintaan, keluhan, saran, dan kebutuhan pembelian mereka. Komunikasi dan Informasi 566 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Relationship Relasi personal antara brand dan target audiens akan tumbuh semakin kuat, ketika brand selalu mendengarkan, memahami, merespons dan berkomunikasi untuk memahami apa yang penting bagi mereka. Lalu mengevaluasi dari sisi target audienss, apa yang membedakan brand dengan kompetitor, mendistribusikan produk secara teratur, tidak pernah melanggar janji, menunjukan kepedulian dengan membantu ketika ada yang salah hingga selalu ada untuk mereka. Layanan inipun berlaku sama untuk menjalin hubungan dengan semua target audiens. Manajemen relasi dengan target audiens akan menjaga loyalitas mereka. Relasi yang dibangun dengan layanan terbaik dan relevan akan lebih bertahan lama dan menjadi tembok pertahanan yang kuat walau selalu diserang oleh kompetitor. Filosofi manajemen relasi adalah melihat target audiens sebagai pusat alam semesta dimana fokus ini membutuhkan pandangan strategis jangka panjang dan memaksa brand untuk terus mencari dan mempelajari kebutuhan serta preferensi target audiens, memberikan layanan yang relevan dan selalu memuaskan kebutuhan target audiens dengan cara yang lebih baik. Pada akhirnya, filosofi dari manajemen relasi dengan target audiens akan berusaha untuk menggerakkan mereka untuk mencapai tahap tertinggi dari loyalitas yaitu advokat bagi merek. (Smith, P.R., Zook. Ze. 2011). Activation Berikut ini adalah lima cara untuk mengaktivasi target audiens potensial Anda menjadi brand advocate ( Trevor, 2012): Perhatikan cara berinteraksi target audiens dengan brand Anda, lalu maksimalkan point of contact untuk mempromosikan advokasi. Point of contact dapat adalah titik temu antara brand dengan target audiens yang berupa media, waktu dan isu yang tepat untuk berkomunikasi dengan mereka. Berikan jalur khusus pada brand advocate untuk membuat advokasi sederhana bagi brand Anda, mereka harus dapat melakukan aksi advokasi melalui media sosial hanya dalam beberapa langkah sederhana. Jalur khusus ini adalah program aktivasi brand yang Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 567

melibatkan brand advocate untuk membuat user generated content tentang brand. Target audiens yang memiliki prospek menjadi brand advocate harus dapat menerima tawaran rekomendasi dengan mudah. Tawarkan insentif yang sesuai, walaupun insentif tidak akan mengubah pengkritik brand Anda menjadi brand advocate, tetapi insentif berpotensi untuk mengaktifkan target audiens potensial Anda menjadi brand advocate. Setelah target audiens mengadvokasi brand Anda, maka pastikan untuk selalu mengaktivasi mereka dengan mempertahankan keterlibatannya pada aktivitas brand.

Komunikasi dan Informasi 568 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Anjaeni, R. (2020). Menko Airlangga: Pandemi mendorong perubahan pola konsumsi ke arah digital (T. Mahadi, Ed.). Retrieved June 25, 2020, fromhttps://nasional.kontan.co.id/news/menko-airlanggapandemi-mendorong-perubahan-pola-konsumsi-ke-arah-digital Dolan, R., Conduit, J., Fahy, J., & Goodman, S. (2017). Social media: Communication strategies, engagement and future research directions. International Journal of Wine Business Research, 29(1), 2-19. Retrieved from https://search.proquest.com/ docview/1879615658?accountid=13771 Halaszovich, T., & Nel, J. (2017). Customer-brand engagement and facebook fan-page “like”-intention. The Journal of Product and Brand Management, 26(2), 120-134. Retrieved from https:// search.proquest.com/docview/1896372258?accountid=13771 Harrigan, Paul., Uwana Evers, Miles Morgan, Daly, Timothy. (2016) Customer engagement with tourism social media brands, Tourism Management Retrieved from www.elsevier.com/locate/tourman Murhayati, F. (2020). Webinar: COVID-19 impact on Indonesian behaviour. Retrieved June 5, 2020, from https://www. kantarworldpanel.com/id/News/Webinar:-COVID-19-impacton-Indonesian-behaviour RESEARCH: NURTURING BRAND ADVOCATES. (2004). Brand Strategy, , 36-37. Retrieved from https://search.proquest.com/ docview/224188359?accountid=13771\ Smith, P.R., Zook. Ze. (2011) Marketing Communications Integrating Offline And Online With Social Media. London, United Kingdom: Kogan Page. Wulandari, D. (2020). Hentikan Iklan, Coca-Cola Pilih Berdonasi Demi Tanggulangi Covid-19. Retrieved May 27, 2020, from https://mix. co.id/corporate-social-initiative/csr/hentikan-iklan-coca-colapilih-berdonasi-demi-tanggulangi-covid-19/ Wuryasti, F. (2020). Pola Konsumsi Berubah, Saat Pandemi Tidak ada Loyalitas Brand. Retrieved June 25, 2020, from https:// mediaindonesia.com/read/detail/314394-pola-konsumsiberubah-saat-pandemi-tidak-ada-loyalitas-brand Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 569

Zheng, X., Cheung, C. M. K., Lee, M. K. O., & Liang, L. (2015). Building brand loyalty through user engagement in online brand communities in social networking sites. Information Technology & People, 28(1), 90-106. Retrieved from https://search.proquest. com/docview/1652621888?accountid=13771

Komunikasi dan Informasi 570 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

PEMILIHAN MEDIA “CONVERSATION” PEMASARAN PRODUK ERA PANDEMI Nunik Hariyani

Pendahuluan Era pandemi coronavirus telah merubah perilaku konsumen dalam membeli suatu produk. Sebelum era pandemi, konsumen tidak puas jika tidak mengetahui secara langsung detail produk yang akan dibeli. Seperti halnya dalam pembelian Suzuki Genuine Part (SGP) di Suzuki Magetan, konsumen dan part counter memiliki kesepakatan bahwa barang berupa SGP yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan kecuali jika pemasangan SGP dilakukan di area servis dan dilakukan oleh mekanik. Berdasarkan wawancara kepada part counter, hal tersebut dipicu karena seringnya konsumen mengembalikan tidak dalam keadaan seperti semula atau segel rusak. Untuk itu, dalam pembelian SGP diperlukan komunikasi langsung antara part counter dan konsumen agar tidak terjadi kekeliruan atas produk yang dibeli. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pelanggan hanya dari kalangan masyarakat lokal Suatu perusahaan tidak akan hidup jika tak mengikuti perubahan lingkungan. Penjualan SGP di part shop Suzuki Magetan jarang dilakukan secara face to face lagi antara part counter dan konsumen, dikarenakan adanya social distancing dan protokol kesehatan sesuai himbauan pemerintah. Kini pemasaran SGP menggunakan media internet dan merambah pasar ASIA atau negara dimana terdapat pasar motor Suzuki. Komunikasi antara konsumen dan part counter dilakukan melalui komunikasi tulisan dan foto SGP yang ingin dibeli. Media yang digunakan dalam memasarkan produk SGP tersebut adalah media sosial dengan pertimbangan efisiensi biaya saat pandemi dan sifat media tersebut adalah interaktif. Khalayak tidak lagi sekedar objek yang terpapar informasi, tetapi telah dilibatkan lebih aktif karena teknologi menyebabkan interaksi di media bisa terjadi (Nasrullah, 2014). Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 571

Audiensi Sasaran Ide dalam pemilihan media adalah mengidentifikasi audiensi sasaran. Masa pandemi merupakan peluang bagi part shop SGP untuk menjaring lebih banyak konsumen dari negara ASIA pengguna motor Suzuki. Memilih media internet adalah keputusan yang tepat mengingat media sosial memiliki karakter low budget, dapat menampilkan ilustrasi produk dengan bagus dan menjelaskan manfaat produk. Setiap audiensi media berbeda, untuk itu audiensi sasarannya juga bervariasi persentasenya. Audiensi sasaran part shop SGP Suzuki Magetan adalah pria, usia 30-54 tahun, pengguna motor Suzuki, bertempat tinggal di Indonesia. Dengan adanya pandemi dan mengikuti perkembangan teknologi, part shop memanfaatkan komunitas yang ada di facebook. Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya. Komunitas bersifat low budget high impact marketing. Kami mengidentifikasi komunitas yang sudah ada di facebook atau komunitas online yang memiliki kesamaan interest. Advertising yang efektif adalah ketika ia menjangkau orang yang tepat disaat yang tepat dan tempat yang tepat dengan pesan yang tepat. Kemajuan teknologi komunikasi membuat dunia datar, tidak ada batasan dan sekat. Siapapun dapat saling terhubung, dapat saling bersaing tanpa ada pemisahan geografis. Media Interaktif Internet Berdasarkan facet model of effect, internet berdasarkan definisinya adalah medium yang terkoneksi sehingga pengguna terhubung dengan jaringan informasi brand dan buzz brand (Moriarty, Sandra. Mithcell.Nancy. Wells, William, 2011). Internet kini menjadi medium komunikasi standard bagi bisnis dan komunikasi umum, bahkan pengguna internet terus bertambah pesat dan muncul situs-situs yang dibuat hanya untuk minat atau kelompok tertentu. Dalam penelitian, alat internet yang digunakan untuk promosi SGP adalah media sosial dan blogspot. Akan tetapi, masa pandemi ini, part shop Suzuki Magetan lebih menekankan pada conversation daripada sekedar promosi, karena promosi sifatnya searah, vertical, one to many, dan top down, hampir tidak ada interaksi antara perusahaan dengan pelanggan maupun antar pelanggan sendiri (Kasali, 2010). Sedangkan conversation bersifat dua arah, peer-to-peer, many to many, Komunikasi dan Informasi 572 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

dan terdapat interaksi dua belah pihak yang kedudukannya setara. Dalam pembelian SGP harus ada interaksi intens antara konsumen dan part counter agar tidak terjadi kekeliruan pembelian SGP. Dari segi anggaran, conversation lebih low budget, high impact marketing. Tujuan dasar yang mendorong pemasar menggunakan internet adalah: 1) menciptakan dialog dengan pelanggan, 2) menciptakan dialog dengan, dan antar pelanggan dan konsumen. Dengan media interaktif tersebut maka konsumen dapat mengontak part shop Suzuki Magetan dan mendapatkan jawaban secara personal. Dengan adanya pandemi justru menjadi peluang part shop untuk memasarkan SGP ke luar negeri dan meningkatkan jumlah pelanggan baru. Blog Blog part shop SGP menggunakan fasilitas penyedia halaman webblog gratis, yaitu partsgp.blogspot.com. Blog merupakan halaman web seperti diary yang dibuat oleh individu untuk membicarakan hal-hal yang menarik perhatian mereka. Blog merupakan situs yang memuat jurnal pribadi sang pemiliknya, “as diaries or journals written by individuals seeking to establish an online presence.” (Allan, 2008). Perusahaan menggunakan blog selain situs web. Staf penjualan menemukan bahwa blog telah mengubah proses penjualan dengan memberikan lebih banyak informasi kepada konsumen dan memperbarui pemahaman tentang trend teknologi yang yang terus berubah. Pew Research center menemukan bahwa kebanyakan blogger berusia 30 tahun dan menggunakan blognya untuk ekspresi kreatif. Audience blog part shop belum dilirik masyarakat, terutama negara pasar motor Suzuki. Hal tersebut dapat dilihat pada traffic berikut ini :

Gambar 2. Pageviews By Countries Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 573

Sosial Media Alasan mengapa jejaring sosial facebook menarik bagi pemasar adalah karena menciptakan relasi (Moriarty, Sandra. Mithcell.Nancy. Wells, William, 2011). Karena adanya hubungan, anggota jaringan lebih mungkin merespon pesan di situs, termasuk iklan. Part shop tertarik dengan facebook karena hubungan-hubungan sangat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Adanya social distancing dan pembatasan jam kerja pada part counter, penjualan secara tatap muka dialihkan dengan menggunakan facebook : @rayasuzukipart. Facebook merupakan media promosi yang tidak berbayar serta menjangkau berbagai negara di dunia. Facebook menyediakan fasilitas grup dimana pengguannya memiliki kesamaan terhadap suatu konten. Part shop menggunakan fasilitas tersebut untuk melakukan aktivitas promosi. Dari facebook, hampir setiap hari ada pertambahan pelanggan baru dari negara Filipina.

Gambar 3. Conversation Dengan Pelanggan Melalui Facebook

Conversation dalam facebook sangat mempengaruhi pelanggan SGP terutama dari pelanggan negara Filipina. Berdasarkan data, konsumen dari Filipina yang sudah pernah berkomunikasi dengan part Komunikasi dan Informasi 574 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

counter melalui facebook pada umumnya menghubungi kembali jika mereka membutuhkan informasi SGP.

Gambar 3. Interaksi Dengan Pelanggan Melalui Facebook

Etika berkomunikasi tulisan melalui media sosial sangat penting dalam berinteraksi dengan pelanggan, misalnya menyebut nama secara personal walaupun belum pernah kenal sebelumnya, mengucapkan terima kasih, dan permintaan maaf jika ada kendala selama berkomunikasi, serta menulis detail produk menggunakan bahasa Inggris agar bisa menjaring konsumen dari berbagai negara pasar motor Suzuki.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 575

Daftar Pustaka Allan, S. (2008). News Culture. New York: Open University Press. Kasali, R. (2010). Myelin. Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan. Jakarta: Kompas Gramedia . Moriarty, Sandra. Mithcell.Nancy. Wells, William. (2011). Advertising. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nasrullah, R. (2014). Teori dan riset. media siber (cybermedia). Jakarta: Prenada Media Group.

Komunikasi dan Informasi 576 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

REPRESENTASI CITRA GARUDA INDONESIA DI MASA COVID-19 (STUDI SEMIOTIKA ROLAND BARTHES PADA KORPORAT GARUDA INDONESIA ) Stefanus Bayu Yubillianto dan Indiwan Seto Wahjuwibowo

Latar Belakang Dalam sebuah organisasi atau perusahaan, kesan positif secara internal maupun eksternal sangat penting. Menurut Davies, Mete, dan Whelan (2017) mengatakan bahwa citra merek secara internal menjadi penting karena akan berpengaruh kepada loyalitas karyawan, kepuasan karyawan, hingga komitmen karyawan kepada perusahaan itu sendiri. Berkaitan dengan kesan positif internal, kesan positif secara eksternal pun juga tidak kalah penting bagi sebuah perusahaan karena akan mempengaruhi kemajuan organisasi atau perusahaan dari sisi pelanggan. Pelanggan akan merasa bangga ketika menggunakan layanan atau produk dari perusahaan tersebut dan ketika kesan positif sudah mencapai tingkatan paling tinggi, maka dengan sendirinya menurut Sen dan Bhattacharya dalam jurnal yang ditulis oleh Sallam (2016) perusahaan tersebut akan mendapatkan citra sebagai perusahaan yang dapat dipercaya, produk dan jasa dari perusahaan tersebut dapat dipertangunggjawabkan, dan perusahaan tersebut dianggap berkompeten. Pada akhirnya ketika pelanggan sudah memiliki kesan positif terhadap perusahaan tersebut dan merasa sudah menjadi bagian di dalamnya, kesan positif tersebut akan secara alami berkembang di kalangan masyarakat luas. Kesan positif yang berkembang tersebut lama kelamaan akan terbangun sebuah citra yang akan melekat pada perusahaan tersebut. Bahkan memengaruhi masyarakat untuk lebih mengutamakan citra baik merek atau perusahaan ketika akan menggunakan suatu produk dari pada nilai fungsionalnya, sehingga citra perusahaan atau merek yang baik tentu nya akan menimbulkan manfaat yang besar bagi perkembangan dan kemajuan dari perusahaan tersebut. Salah satunya yang menjadi dampak yang besar dengan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 577

terbentuknya citra baik adalah kepuasan pelanggan, menurut Gronholdt, Martensen, dan Kristensen dalam jurnal Zhang (2015) dalam jangka panjang, citra yang baik akan memengaruhi loyalitas pelanggan yang dapat didasarkan pada pembelian atau penggunaan yang repetitif yang tentunya akan menguntungkan perusahaan tersebut, menurut Keller dalam jurnal Zhang (2015). Pembahasan citra ini menjadi menarik dan penting, karena sebuah citra saat ini bahkan telah sampai pada tahap untuk mengatur dan membangun tingkah laku atau sikap masyarakat dalam menentukan baik atau tidaknya produk tersebut (Piliang, 2012). Jika sebuah perusahaan memiliki citra yang baik tentunya akan sangat menguntungkan bagi perusahaan itu sendiri. Maka dari itu, setiap perusahaan pasti akan terus berupaya membentuk citra untuk menunjang hidup perusahaannya tersebut. Ketika sebuah perusahaan sudah mendapatkan citra baik di internal maupun eksternal, maka tidak serta merta tugas perusahaan tersebut selesai, namun hal yang paling penting dan krusial adalah mempertahankan citra baik tersebut. Mempertahankan akan selalu lebih sulit dari mencapai sesuatu, sehingga ketika suatu perusahaan sudah mendapatkan citra baik, maka mereka akan melakukan apapun untuk mempertahankan citra baik tersebut, termasuk memanfaatkan perkembangan teknologi yang dinilai semakin efektif. Salah satu teknologi yang harus dimanfaatkan oleh perusahaan agar perusahaan dapat terus berkembang dan selalu mengikuti perkembangan zaman adalah dengan memanfaatkan internet. Menurut Straubhaar, LaRose, & Davenport (2012), dengan semakin berkembangnya internet secara pesat sekitar tahun 2009 dan puncaknya pada tahun 2010, media konvensional seperti televisi berbasis antena maupun kabel, hingga media cetak seperti koran dan majalah yang sekian lama merajai dalam hal media atau iklan, posisi nya tergeser oleh Google yang telah menjadi raja baru dalam hal media dalam penyampaian iklan. Berbanding lurus dengan kemajuan internet yang pesat, berbagai macam media sosial pun lahir dan berkembang sangat cepat, sehingga media sosial pun menjadi lahan atau wadah baru bagi banyak perusahaan untuk membentuk citra berbasis digital dengan salah satunya menampilkan iklan, iklan layanan masyarakat, hingga iklan korporat atau corporate advertising. Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial saat ini bahkan lebih Komunikasi dan Informasi 578 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

berpengaruh dibandingkan dengan media konvensional, hal ini tentu saja berpengaruh pada perusahaan yang bergerak dalam bidang produk dan jasa. Bahkan pemerintah Indonesia pun saat ini memanfaatkan media sosial sebagai wadah baru dalam memberikan informasi tentang segala macam hal yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini juga merupakan upaya pemerintah dalam membentuk citra baik pemerintah di mata masyarakat. Di Indonesia, apapun yang berhubungan dengan pemerintah selalu menjadi perhatian seluruh lapisan dan kelompok masyarakat. Dalam negara demokrasi yang notabene masyarakat turut adil dalam berjalannya suatu negara, sedikit saja hal yang dilakukan pemerintah dinilai tidak benar di mata masyarakat, maka peluang untuk terbentuknya citra buruk akan semakin besar. Media sosial juga dimanfaatkan pemerintah sebagai upaya untuk memudahkan pemerintah dalam menyampaikan informasi serta berita terkini yang akan disampaikan kepada masyarakat. Terlebih dalam masa pandemi virus Corona atau Covid-19 ini. Tentunya media sosial menjadi media yang sangat efektif dalam menyampaikan seluruh informasi terkini mengenai virus Covid-19 ini. Mulai dari berita terkini mengenai jumlah penduduk yang dinyatakan positif, dinyatakan negatif, dinyatakan sembuh dan yang meninggal karena virus Covid-19. Untuk mempermudah masyarakat dalam mengetahui informasi terbaru dari Covid-19 di Indonesia, pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menyediakan sebuah situs yang didalamnya terdapat seluruh informasi dan berita terbaru mengenai virus Covid-19 di Indonesia yang dapat diakses melalui internet yaitu covid19.go.id. Salah satu sektor pemerintahan yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga turut melakukan upaya-upaya untuk mendukung percepatan penanganan pandemi Covid-19 ini di Indonesia. Seperti maskapai penerbangan milik Pemerintah Indonesia yaitu Garuda Indonesia yang sejak awal menjadi salah satu maskapai penerbangan yang aktif dalam berbagai usahanya untuk proses penanganan penularan virus Covid-19 khusus nya bagi para tenaga kesehatan di Indonesia. Maka dari itu peneliti tertarik untuk menganalisis dan memahami bagaimana citra sebuah perusahaan, dalam hal ini Garuda Indonesia dapat tergambar melalui tanda, pesan, dan makna yang tersaji dalam video iklan korporat yang akan menjadi unit analisis dalam Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 579

penelitian ini. Untuk menganalisis dan menemukan representasi citra dalam sebuah media video, peneliti menggunakan semiotika yang dikembangkan oleh Roland Barthes. Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan peneliti adalah bagaimana representasi citra Garuda Indonesia dalam penanganan Covid-19?. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam data yang dikumpulkan sebagai unit analisis penelitian. Dalam penelitian ini, tidak semua video yang diunggah di kanal Youtube milik Garuda Indonesia dapat digunakan sebagai unit analisis dalam penelitian ini. Video unggahan Youtube milik Garuda Indonesia yang dapat digunakan adalah video yang ada kaitannya dengan situasi pandemi Covid-19 di Indonesia periode Maret-April 2020. Lebih tepatnya video unggahan Youtube Garuda Indonesia yang berjudul “Hari Kesehatan Dunia.” Terkait dengan semakin meluasnya penyebaran Covid-19 di Indonesia. Representasi Prasetya (2019) menyebutkan jika membahas mengenai tanda, maka representasi akan selalu beriringan dengan tanda tersebut, dan dalam ranah semiotik, representasi dimaknai sebagai sebuah realitas yang diterima oleh mata seseorang yang digambarkan dalam bermacam bentuk dan hal tersebut merupakan sebuah bentuk penggunaan tanda. Kemudian Danesi dalam bukunya (2011), menyebutkan bahwa representasi merupakan digunakannya tanda termasuk gambar, bunyi, dan lainnya yang memiliki fungsi untuk menggambarkan, menghubungkan, dan dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Charles Peirce dalam buku Danesi (2011) berpendapat bahwa bahwa dalam representasi terdapat dua hal yaitu yang disebut yang mempresentasikan atau disebut representamen dan objek atau yang direpresentasikan. Menurut Eriyanto (2011) representasi merujuk pada bagaimana seseorang, atau pendapat atau gagasan tertentu ditampilkan atau digambarkan dalam suatu pemberitaan. Eriyanto pun berpendapat, ada dua hal yang menjadi penting ketika membahas representasi. Pertama, apakah seseorang atau gagasan tersebut ditampilkan apa adanya sesuai dengan realita atau dibuat buruk. Peluang untuk ditampilkan sisi buruk akan muncul dan seketika citra baik luput dari pemberitaan. Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan. Komunikasi dan Informasi 580 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Dengan pemilihan gambar, pemilihan kata, hingga susunan kalimat dapat menggambarkan bagaimana pemberitaan tersebut atau gagasan tersebut ditampilkan kepada masyarakat. Stuart Hall dalam buku Wahjuwibowo (20130mengatakan bahwa dalam representasi terdapat dua proses, yang pertama adalah konsep tentang sesuatu yang berada dalam pikiran manusia dan bersifat abstrak, hal itu yang disebut representasi mental. Kedua, representasi mental yang masih bersifat abstrak tersebut harus diterjemahkan dan diperjelas, agar segala tanda, dan simbol dapat terhubung dengan konsep dan ide dengan manggunakan bahasa yang tidak asing bagi kita. Dalam proses yang kedua ini, peran bahasa menjadi sangat vital dalam proses membangun sebuah makna. Dalam video yang akan digunakan penulis untuk diteliti, terdapat banyak sekali gambar, tanda, suara dan lainnya termasuk terdapat bahasa yang lazim digunakan dan dimengerti oleh masyarakat pada umumnya. Diharapkan bahasa yang digunakan dalam video tersebut dapat mempresentasikan citra Garuda Indonesia kepada masyarakat dengan menampilkan bagaimana Garuda Indonesia turut membantu dan mendukung pemerintah dalam penanganan dan pencegahan virus Covid-19 ini melalui media Youtube yang diharapkan akan menjangkau berbagai kalangan sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh Garuda Indonesia dapat diterima dengan baik dan sesuai dengan apa yang dimaksudkan. Makna dan Tanda Sebelum lebih jauh membahas mengenai semiotika, peneliti mengawali dengan membahas mengenai tanda dan makna. Dua hal yang merupakan inti penting dari sebuah analisis semiotika. Danesi (2011) menuliskan bahwa tanda yang terdiri dari bentuk, suatu objek, kata-kata, tulisan, raut wajah, warna dan lainnya yang menggambarkan sesuatu yang lain diluar dirinya. Kemudian Prasetya (2019) menjelaskan dalam bukunya bahwa sebuah tanda tidak bisa berdiri sendiri. Memasukkan makna menjadi syarat utama agar sebuah tanda tidak hanya menjadi objek visual tak bertuan. Sebuah tanda harus memiliki makna atau arti agar bisa dikomunikasikan dan tanpa itu semua, tanda menjadi tidak berarti sama sekali. Tanda itu sendiri memiliki dua komponen inti dan Roland Barthes (2017) mengatakan bahwa sebuah tanda terdiri dari gabungan antara Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 581

penanda dan petanda. Saussure dalam (Danesi 2011) membahasakannya dengan tanda memiliki struktur dan dalam struktur terdiri dari bagian fisik dan konseptual. Bagian fisik disebut penanda, dan bagian konseptual dinamakan petanda. Saussure juga mengakatakan dalam buku Piliang (2012) bahwa sifat sewenang-wenang atau manasuka merupakan sifat dari hubungan antara penanda dan petanda karena bahwa sejalan dengan pemikiran Saussure, Barthes mendefinisikan petanda sebagai representasi dari objek tersebut (Barthes, 2017). Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menemukan dan menganalisis petanda, dan penanda dari sebuah video yang ditayangkan Garuda Indonesia. Setelah tanda tersebut dianalisis, maka penelitia akan mencoba mengamati apakah tanda tersebut memrepresentasikan sebuah citra atau image dari unit analisis yang digunakan. Semiotika Roland Barthes Penelitian ini mengacu pada pemikiran seorang Roland Barthes, seorang ahli semiotika dan merupakan seorang pengikut pemikiran dari Ferdinand de Saussure. Roland Barthes dalam buku Wahjuwibowo (2018) menjelaskan bahwa denotasi dan konotasi merupakan inti dari analisisnya mengenai semiotika. Dalam penelitiannya, Roland Barthes tentunya tidak hanya sekadar mengkaji dan melanjutkan pemikiran Saussure semata. Makatujuan dilakukannya kajian ini menurut Barthes dalam buku Griffin (2012) adalah untuk menafsirkan tanda-tanda verbal maupun nonverbal dan pada prosesnya, Barthes lebih banyak mengkaji pada bagian nonverbal terutama pada tanda-tanda visual, beberapa hasil kajiannya dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul Mythology. Griffin (2012) juga menyebutkan bahwa Roland Barthes sangat tertarik pada tanda yang sepertinya terlihat langsung, namun nyatanya secara halus atau tidak langsung mengkomunikasikan makna konotatif yang menggambarkan nilai dominan masyarakat. Lebih lanjut Roland Barthes dalam buku Prasetya (2019) menjelaskan bahwa konsep pemaknaan tersebut merupakan pengembangan dari pemikiran Saussure. Roland Barthes dalam buku ini juga menyebutkan bahwa terdapat dua tahap dalam pemaknaan sebuah tanda, yaitu tahap awal atau denotasi dan tahap selanjutnya yaitu konotasi. Denotasi merupakan sebuah awal atau dasar dari apa yang dipikirkan Barthes. Dijelaskan Komunikasi dan Informasi 582 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

tanda denotasi yang dimaksudkan Barthes merupakan berbentuk fisik, apa yang bisa dilihat. Kemudian tahap selanjutnya adalah sebuah tahap yang sudah tidak lagi dilihat dalam bentuk fisik, namun sudah dalam bentuk sebuah pemaknaan dari objek tersebut. Pembuat tanda tentu nya menjadi dasar bagaimana pemakaan tersebut dibentuk, dan tahap tersebut dinamakan tahap konotatif (Prasetya 2019). Menurut Roland Barthes, tanda denotasi merupakan tingkatan pertama yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang menghasilkan sebuah makna yang gamblang terlihat dan makna tersebut memiliki kecenderungan telah disepakati dalam masyarakat sosial. Kemudian tingkatan selanjutnya yaitu konotasi yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang pemaknaannya terbuka terhadap berbagai kemungkinan yang dipengaruhi oleh faktor psikologis, emosi bahkan keyakinan. Ketika beberapa orang dihadapkan dengan tanda tingkatan ini, tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa orang tersebut berbeda dalam menafsirkannya. Dijelaskan oleh Chandler (2017) bahwa penggabungan antara penanda (signifier) dan petanda (signified) menghasilkan sebuah tanda yang disebut tanda denotasi. Kemudian pada tahap kedua atau tanda selanjutnya yaitu tahap konotasi, prosesnya adalah tanda denotasi pada tahap pertama berubah menjadi penanda dalam konotasi kemudian digabungkan dengan petanda konotatif dan menghasilkan tanda konotasi. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif yakni penelitian dengan latar belakang alamiah yang memiliki tujuan untuk menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi dan peneltian tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam metode seperti wawancara, melakukan pengamatan, dan melakukan studi melalui suatu dokumen. Selanjutnya menurut Moleong (2017), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis tanpa menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Pendekatan kualitatif diharapkan dapat menghasilkan sebuah uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, serta tingkah laku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, atau organisasi dalam suatu konteks setting tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh dan komprehensif. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 583

pandangan yang diteliti secara rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik, dan rumit. Lebih spesifik, dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan model semiotika yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Roland Barthes dalam buku Kriyantono (2020) meneruskan pemikiran dari Ferdinand Saussure dengan menitik beratkan pada pengalaman personal dan kultural pengguna dengan interaksi antar teks yang digunakan. Kemudian interaksi antara konvensi yang dialami dan diharapkan oleh pengguna dengan konvensi dalam teks. Unit yang dianalisis oleh peneliti adalah tanda-tanda visual seperti video, dan gambar dan juga tanda-tanda non-visual seperti monolog, narasi dan latar musik yang terdapat pada scene di dalam video milik Garuda Indonesia yang menampilkan bagaimana peran Garuda Indonesia dalam mendukung program pemerintah untuk menghimbau masyarakat agar tetap di rumah dan memberikan apresiasi kepada para tenaga medis. Tanda-tanda visual dan nonvisual tersebut di unggah di kanal Youtube milik Garuda Indonesia pada periode Maret sampai April 2020. Dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi. Pembahasan Pada akhir bulan Maret hingga April 2020, dalam akun Youtube dengan nama Garuda Indonesia, pihak Garuda Indonesia mengunggah video yang menampilkan kinerja pihak Garuda Indonesia dalam rangka membantu penanganan Covid-19. Dalam video tersebut ditampilkan bagaimana pihak Garuda benar-benar berdedikasi untuk Indonesia. Video milik Garuda Indonesia mengenai pelayanannya kepada Indonesia di masa sulit ini menjadi menarik untuk diteliti, karena pertama Garuda Indonesia tetap menjadi maskapai penerbangan yang melayani penerbangan kargo untuk membawa berbagai macam obat-obatan, dan Alat Pelindung Diri (APD) di Indonesia. Nurhidayat (2020) menuliskan di dalam unggahan berita yang dilansir oleh portal mediaindonesia.com yang berjudul “Begini Strategi Garuda Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19” menyebutkan bahwa Garuda Indonesia memaksimalkan layanan kargo dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam penanganan Covid-19 dengan melayani pengangkutan bantuan kesehatan berupa obat-obatan, APD, dan alat Kesehatan. Tidak hanya melayani penerbangan dalam negeri, rupanya Komunikasi dan Informasi 584 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Garuda Indonesia juga melayani penyewaan pesawatnya bagi pemerintah negara lain yang akan digunakan untuk memulangkan warga negaranya di tengah pandemi Covid-19 ini. Seperti yang dituliskan oleh Fadliansyah (2020) dalam unggahan berita yang dilansir oleh situs katadata.co.id yang berjudul “Jaga Kinerja saat Pandemi, Garuda Pacu Bisnis Kargo dan Sewa Pesawat.” Dalam berita tersebut dituliskan bahwa pesawat Garuda Indonesia digunakan untuk mengevakuasi warga negara Brazil yang berada di Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Pesawat tersebut disewa oleh Duta Besar Brazil untuk Indonesia. Berdasarkan video di atas, Garuda Indonesia turut mengucapkan Hari Kesehatan Dunia kepada seluruh tenaga medis di Indonesia. Diawali dengan sebuah narasi dari Dr. William August Tambunan seorang dokter yang bekerja di Garuda Indonesia yang mengucapkan apresiasinya kepada para tenaga medis. Kemudian dilanjutkan dengan voice-over wanita yang memberikan informasi terkait layanan Garuda Indonesia yang akan diberikan kepada tenaga medis yang melakukan perjalanan bersama Garuda Indonesia. Dilanjutkan dengan beberapa pekerja Garuda Indonesia dari segala sektor yang bergantian mengucapkan Selamat Hari Kesehatan Dunia. Berdasarkan hasil analisis penelitian dalam video iklan korprorat Garuda Indonesia “Hari Kesehatan Dunia” penulis menemukan representasi citra Garuda Indonesia dalam penganganan Covid-19 melalui beberapa scene dari kedua video tersebut. Kemudian scene yang yang telah dipilih kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis semiotika Roland Barthes. Merujuk pada lima kode pembacaan milik Roland Barthes yang digunakan dalam menganalisis video Garuda Indonesia dengan judul “Hari Kesehatan Dunia.”, maka dapat disimpulkan bahwa representaasi citra Garuda Indonesia dalam video ini dapat digambarkan oleh rasa simpati Garuda Indonesia kepada tenaga medis yang telah berjuang, merawat, dan melayani pasien yang terjangkit virus Covid-19. Kemudian tidak cukup untuk bersimpati, Garuda Indonesia juga menunjukkan empati nya dengan memberikan layanan premium access kepada para tenaga medis yang akan menggunakan jasa penerbangan Garuda Indonesia. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk rasa terima kasih dan apresiasi Garuda Indonesia kepada tenaga medis yang pantang pantang menyerah, bahkan sulit untuk bertemu dengan orang yang mereka sayangi. Pelayanan premium access Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 585

tersebut tidak hanya sebagai bentuk apresiasi dalam hal melakukan tugas nya sebagai tenaga kesehatan, tetapi juga sebagai bentuk penghargaan kepada seluruh tenaga medis yang juga sedang merayakan Hari Kesehatan Dunia. Video iklan korporat tersebut juga menjadi sebuah alternatif agar pesan yang ingin disampaikan oleh Garuda Indonesia dapat diterima dengan baik dan dapat dijangkau dengan siapa saja. Sehingga hal ini juga akan memengaruhi citra Garuda Indonesia tidak hanya ditujukan untuk konsumen Garuda Indonesia, tetapi juga ditujukan kepada masyarakat. Simpulan dan Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan iklan korporat Garuda Indonesia periode MaretApril 2020 mengenai Covid-19, merepresentasikan citra Garuda Indonesia dalam penanganan Covid-19. Citra Garuda Indonesia dapat dibuktikan dengan kualitas pelayanan Garuda Indonesia yang tetap melayani dengan maksimal dan sepenuh hati walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19 yang membatasi kegiatan masyarakat. Citra Garuda Indonesia juga dapat dibuktikan dalam bentuk aksi nyata yang diberikan kepada para tenaga medis berupa layanan premium Garuda Indonesia, dan sikap Garuda Indonesia dalam mendukung program pemerintah Indonesia untuk menghimbau masyarakat agar tetap di rumah untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19. Berdasarkan kumpulan scene yang diteliti, gambaran brand image yang dilakukan oleh Garuda Indonesia yang dilakukan melalui dukungan terhadap pemerintah, memberikan rasa simpati, empati, memberikan apresiasi, dan lainnya sejalan dengan definisi brand image yang dikemukakan oleh Johannsen dalam buku Gross yang mengatakan bahwa citra dapat digambarkan sebagai sesuatu yang tidak berbentuk namum tetap terlihat dalam bentuk ide. Peneliti berharap ada penelitian-penelitian selanjutnya yang dapat mengangkat topik citra Garuda Indonesia terkait bagaimana citra Garuda Indonesia terhadap penumpang setelah masa pandemi Covid-19 di Indonesia berakhir dan seluruh kegiatan kembali seperti semula. Peneliti juga berharap Garuda Indonesia untuk tetap memanfaatkan media sosial secara konsisten sebagai media untuk menyiarkan iklan korporat sebagai media untuk merepresentasikan citra perusahaan atau citra merek yang tentunya akan mempengaruhi perkembangan perusahaan tersebut. Komunikasi dan Informasi 586 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Daftar Pustaka Barthes, R. (2017). Elemen-Elemen Semiologi. Yogyakarta: BASABASI. Davies, G., Mete, M., & Whelan, S. (2017). “When Employer Brand Image Aids Employee Satisfaction and Engagement”. Journal of Organizational Effectiveness: People and Performance, 5(1), 64-80. Danesi, M. (2011). Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. Griffin, E. A. (2012). A First Look At Communication Theory. New York: McGraw- Hill Companies. Kriyantono, R. (2020). Teknis Praktis Riset Komunikasi Kuantitatif dan Kualitatif Edisi Kedua. Jakarta: Prenadamedia Group. Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Piliang, Y. A. (2012). Semiotika dan Hypersemiotika: Gaya, Kode dan Matinya Makna. Bandung: Pustaka Matahari. Prasetya, A. B. (2019). Analisis Semiotika Film dan Komunikasi. Malang: Intrans Publishing. Starubhaar, J., LaRose, R., & Davenport, L. (2012). Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology, Seventh Edition. Boston: Wadsworth, Cengage Learning. Sallam, M. A. (2016). The Impact of Brand Image and Corporate Branding on Consumer’s Choice: The Role of Brand Equity. International Journal of Marketing Studies, 8(1), 98-106. Wahjuwibowo, I. S. (2018). Semiotika Komunikasi - Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi. Edisi 3. Jakarta: Mitra Wacana Media. Zhang, Y. (2015). “The Impact of Brand Image on Consumer Behavior: A LiteratureReview”. Journal of Business and Management, 3, 58-62

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 587

Komunikasi dan Informasi 588 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

BIODATA PENULIS

Soraya Fadhal, menamatkan pendidikan S1 dan S2 pada Program Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Saat ini adalah dosen pada Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI). Pernah mengajar di Dept. Ilmu Komunikasi UI (1999-2012) dan Program D3/Vokasi UI (2002-2017). Tertarik pada isu media literasi, media digital, media komunitas, pembangunan, agama. Terlibat deklarasi pendirian ASPIKOM, 2007 di Salatiga. Tim penerjemah buku A Field Guide to Designing a Health Communication Strategy, JHU-USAID-UI (2005). Pernah mengikuti “Gender and Media, War and Journalism Course”, di Oslo University College dalam Global Inter Media Dialogue Facility, 2009. Volunteer Blank Reviewer 2012 ICA Annual Conference, USA. Penerima “Travel Grants” for IAMCR Conference Dublin 2013 dan “Best Paper Presentation” Seminar Nasional Literasi Digital UIN, Yogya (2019). Aktif sebagai anggota Japelidi dalam kegiatan literasi dan riset literasi digital nasional (2017-2019). Menulis di jurnal tentang media, literasi, digital, kaum muda. Menulis dan mengikuti konferensi nasional dan internasional. Penyaji dalam Seminar Literasi Media UII 2010, Konferensi IndoICC UI 2010, 19th AMIC 2010, IAMCR 2011 Turkey, 2ndIICC UI 2012, IAMCR Conference 2013 Dublin, IGF-Netizen Fair 2017, Seminar Literasi Digital UIN Yogya 2019, ICARegional Conference 2019. Email: [emailprotected] St. Tri Guntur Narwaya adalah dosen Ilmu Komunikasi FIKOM Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Menyelesaikan studi akhir doktoral di Jurusan Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada (KBM UGM). Telah menulis beberapa karya buku dintaranya: (1) Matinya Ilmu Komunikasi, Penerbit Resist Book, Yogyakarta, Tahun 2006. (2) Komunikasi, Perubahan Sosial dan Dehumanisasi, Penerbit Rumpun Ilalang Solo, Tahun 2007. (3) Politik Stigma dan Represi Ingatan, Penerbit Resistbook ,Yogyakarta, 2010. (4) Media (Baru), Tubuh dan Ruang Publik (Bunga Rampai), Penerbit Jalasutra, Yogyakarta 2015. (5) Berani Hidup (Bunga Rampai), Penerbit Amerta, Jakarta, 2013. Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 589

Muhamad Sulhan, kelahiran Sukamara, Kalimantan Tengah, adalah staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi FISIPOL Universitas Gadjah Mada. Menempuh pendidikan sejak S1 hingga S3 di Program Studi Ilmu Komunikasi dan Program Sosiologi. Menyelesaikan Doktoral Spesialisasi Sosiologi Media pada tahun 2014 dengan disertasi tentang Homo Ludens dan Talk Show Politik. Memiliki minat pada studi media untuk pergerakan sosial, media digital, dan isu-isu sosiologis dalam fenomena komunikasi. Ikut mendirikan lembaga pusat kajian Digital Media and Communication Research Center (DECODE) di Departemen Ilmu Komunikasi UGM. Menjadi peneliti pada Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT), Universitas Gadjah Mada. Berkarya menulis buku, dan jurnal, yang berasal dari berbagai penelitian seperti; Dinamika Komunikasi: Konsep dan Konteks di Berbagai Bidang Kehidupan (2017), Selayang Pandang Metode Digital dalam Penelitian Komunikasi (2017), Corporate Social Responsibility & Pengembangan Ekonomi Kreatif: Studi Komunikasi dan Gerakan Sosial (2016), The Business Value of Non-profit Organization: Organizational Communication’s Perspective (2018), Deliberative Democracy and the New Social Movement: A Case of Bojonegoro Media (2019). Saat ini Sulhan menjabat sebagai Ketua Departemen Ilmu Komunikasi UGM (2017-2020), dan Ketua Umum ASPIKOM (2019-2022). Menyukai diskusi asyik dan bertukar pikiran di beragam media. Instagram: @hansukma. Agus Triyono, lahir di sebuah daerah yang diapit lingkungan Kasunanan Surakarta & Keraton Yogyakarta, pada Rabu, 02 Agustus. Tepatnya di dekat obyek wisata Deles Indah di Klaten, Jawa Tengah. Biasa dipanggil Agustri ini, mengawali karir dari seorang reporter di radio Rasika FM Semarang th 1998-2001, lalu hijrah ke Jawa Pos grup (Radar Semarang) tahun 2002-2006. Pernah menjadi jurnalis Tabloid Agrobisnis Agrina Jakarta tahun 2007-2011. Wapimred Tabloid Suara KPK-Pimpinan Redaksi Potret Jateng.com. Sekarang fokus menjadi seorang dosen di kampus favorit di Jawa Tengah yakni Universitas Dian Nuswantoro Semarang dengan konsen di bidang komunikasi publik dan media. Organisasi yang digelutinya adalah Pembina organisasi Perhimpunan Hubungan Masyarakat (Perhumas) Kota Semarang, Relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Anggota Pengurus Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) Pusat bid. Pengembangan Laboratorium (2016-2019). Sekretaris Humas & Kerjasama Masjid Agung Jawa Tengah (20162019), Mitra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bidang edukasi & literasi media massa (2019-sekarang). Riwayat pendidikan komunikasi yakni S1 diselesaikan di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Komunikasi dan Informasi 590 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Semarang, S2 di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, dan S3 di Univiersitas Sahid Jakarta. Telah beberapa menerbitkan buku Resolusi Konfllik Pilkada Salatiga, Kritik Jurnalisme Warga Di Era Industri Digital, Sistem Komunikasi Desa Di Era Cyber (on progress)”. IG; agustriyono7, [emailprotected] Muchammad Nasucha, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia M. Ghozali Moenawar, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia Betty Gama. Dosen tetap Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Kariernya diawali menjadi karyawan bagian biro rektor IKIP Veteran Sukoharjo pada tahun 1989. Ketika IKIP berubah menjadi Universitas pada tahun 1993 yang bersangkutan langsung diangkat menjadi dosen FISIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di program studi Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi, Teori Komunikasi, DasarDasar Jurnalistik dan Dasar-Dasar Public Relations. Kini sedang menempuh Program Doktoral Kajian Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta. Email: [emailprotected] Erwin Kartinawati. Pengajar tetap dalam bidang jurnalistik dan media massa di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Surakarta. Yang bersangkutan juga sempat menjadi dosen tamu pada mata kuliah jurnalistik dan media massa di Program Studi Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret dan Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Pengetahuan praktis dalam bidang jurnalistik ia dapat dari pengalamannya bekerja sebagai reporter di Harian Umum Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 591

SOLOPOS, kemudian pindah ke TATV dan menjajal hampir semua jenjang karir di Departemen Pemberitaan mulai dari reporter, koordinator peliputan, editor, produser, produser eksekutif, dan asisten manajer pemberitaan. Secara teoritis, pengetahuannya didapat dari mengenyam pendidikan S1 dan S2 di Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret. Kini yang bersangkutan tengah menempuh pendidikan di Program Doktoral Kajian Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kecintaannya terhadap dunia jurnalistik membuatnya tetap aktif sebagai citizen journalist dengan publikasi karya di sejumlah media yakni Trans7, Kompas TV, Net TV, TVRI, Verta TV, dan netcj. Korespondensi dapat dilakukan melalui email :erwinpurwasito@gmail. com, Instagram @erwinkartinawati Kheyene Molekandella Boer,M.Ikom lahir di Samarinda Kalimantan Timur pada 4 Januari 1989. Menamatkan S2 di Magister Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang. Kini menjadi dosen tetap di Universitas Mulwarman. Aktif menulis untuk jurnal dan surat kabar lokal, aktif mengelola akun kompasiana dengan user name “kheyene molekandella boer” dan aktif mengelola akun youtube channel “kheyene boer” Ade Putranto Prasetyo Wijiharto Tunggali, lahir di Bantul, 10 November 1991 mengenyam pendidikan sarjana komunikasi UMY. Ade muda mencintai organisasi dan kegiatan mahasiswa lainnya. Keaktifan organisasi mahasiswa ini membuatnya menyalurkan pendapat melalui karya tulis secara aktif. Mengambil gelar master di Universitas Gadjah Mada, tahun 2013 dan bertugas sebagai dosen program studi Ilmu Komunikasi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (UNISA) dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Penulis Buku Manajemen Media Massa Konsep, Aplikasi dan Etika Profesi. Penulis dapat dihubungi melalui email ade. [emailprotected] dan instagram @ade_putut. Kontak person: 085729829099 Moh. Zuhdi, lahir di kota keris, ujung timur Sumenep Madura, tepatnya desa Karangcempaka, Bluto, Sumenep. Lahir dan besar dari lingkungan yang cukup konservatif dan religius. Selama empat belas tahun pendidikannya dihabiskan di Pondok Pesantren Nurul Islam Komunikasi dan Informasi 592 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Karangcempaka Bluto, Sumenep. Penulis menamatkan pendidikan S-1 Program Studi Ilmu Komunikasi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya (2011). Studi Magister Ilmu komunikasi diselesaikan di Pascasarjana Universitas DR. Soetomo (UNITOMO) Surabaya (2014). Pria pecinta sepak bola serie A Italia Inter Milan ini, tulisannya pernah mampang di beberapa media, baik kolom opini, resensi dan rubric lainnya seperti di harian Surya, Surabaya Pagi, Harian Duta Masyarakat, Tabloid Hikmah, dan Tabloid Nurani, Radar Surabaya, Radar Bromo, Radar Madura. Selanjutnya, pria yang berpenampilan santai dan apa adanya ini, aktif menulis di Jurnal komunikasi, proceeding dan mengikuti seminar nasional dan workhsop. Penulis pernah menerbitkan buku Menggapai Mimpi; Dari Jualan Koran Hingga Magister terbit di Intishar Publishing Rembang Jawa Tengah (2018), buku pedoman Praktis Mudah Memahami Metode Penelitian Komunikasi (2017) terbit di dutamedia Pamekasan, dan buku ketiga hadir di hapadan pembaca Komunikasi Politik di Era Virtual terbit di Buku Litera Yogyakarta (2020). Alamat email penulis: [emailprotected]. Twitter @DutaZuhdi dan Instagram @ zuhdi_duta, facebook zuhdi el-kom. Cp. 08197444487 Lukman Hakim dilahirkan di Pontianak, 10 Juli 1991. Pendidikan dasar hingga menengah ditempuh di Pontianak, Kalimantan Barat. Gelar sarjana Ilmu Komunikasi dan Magister Komunikasi Islam diperolehnya di UIN Sunan Ampel Surabaya, masing-masing pada 2014 dan 2017. Pengalaman profesional di bidang jurnalistik pernah bekerja sebagai jurnalis di Jatim News Room Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Jawa Timur selama 4 tahun, Pimpinan Redaksi (Pimred) Majalah Santri Berprestasi selama 2 tahun dan redaktur pelaksana Lintasjatim. com selama 2 tahun. Selain itu, pernah mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel dan Prodi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Institut Pesantren KH Abdul Chalim (IKHAC) Pacet Mojokerto. Sebelum akhirnya diterima sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk formasi Dosen Komunikasi di IAIN Kediri pada akhir 2019. Aktif menulis artikel populer ilmiah di media massa nasional dan regional seputar isu politik, sosial dan Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 593

pendidikan. Kesibukan lainnya memenuhi undangan seminar, pelatihan, penataran, lokakarya dan konferensi sebagai narasumber. Penulis dapat dihubungi melalui No HP/Whatsapp 085732003791, email [emailprotected] dan instagram @justlukmann. Deavvy M.R.Y. Johassan, Lahir pada 14 Juli 1982, S1 FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Merdeka Malang, S2 Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung. Aktif dalam bidang fotografi, dan mengembang potensi melalui kanal Youtube #ikomers Production. Mengajar mahasiswa menjadikan dosen ini mengeksplorasi kreativitas yang dimiliki. Aktif juga mengisi materi tentang Public Speaking di beberapa pelatihan bagi remaja. Pernah juga menjadi instruktur pada Managerial Training di PT. Angkasa Pura I & II. Narayana Mahendra Prastya. Lahir pada 20 Mei 1984, S1 dari Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, S2 Ilmu Komunikasi Univeristas Gadjah Mada Yogyakarta. Mulai bergabung di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia pada tahun 2012, setelah sebelumnya bekerja sebagai news writer di Liputan 6 SCTV dan repoter olahraga di detik.com. Mata kuliah yang diampu di Komunikasi UII adalah produksi berita konvergen, multimedia newsroom dan manajemen krisis. Memiliki pengalaman penelitian mengenai manajemen krisis (baik itu bersifat pembimbingan mahasiswa atau pun penelitian mandiri) di berbagai jenis organisasi seperti perusahaan pertambangan minyak, lembaga pemerintahan, operator kompetisi sepakbola, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan jasa transportasi dan lembaga pendidikan. Ada pun minat personal kajian adalah di bidang komunikasi olahraga (sport communication). Untuk membaca karya-karya tulis yang dihasilkan, silakan kunjungi laman . Selain publikasi ilmiah, juga aktif menulis tentang olahraga dan dipublikasikan di Komunikasi dan Informasi 594 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

media online detikSport dan Fandom.id. Penulis dapat dihubungi di email

Nadia Wasta Utami. Nadia Wasta Utami, S.I.Kom.,MA merupakan dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII). Concern di bidang komunikasi strategis, perempuan berdarah Sunda ini telah meraih beberapa penghargaan dari hasil risetnya, seperti best paper award dalam Conference on Media, Communication and Sociology di Yogyakarta dan best presenter award pada Media and Communication Conference, di Bangkok Thailand. Selain mendalami komunikasi kesehatan, ia mengampu beberapa mata kuliah seperti public speaking, strategi dan perencanaan komunikasi, dan manajemen krisis. Di samping mengajar, penyuka traveling ini kini mengemban amanah sebagai Kepala Divisi Pengembangan Media dan Riset, Direktorat Pemasaran UII. Ia bertanggung jawab atas pengelolaan sosial media serta digital marketing universitas sehingga mengantarkan UII menerima penghargaan Industry Marketing Champion Jogja 2019 untuk sektor jasa pendidikan dari MarkPlus.Inc. Udi Rusadi. Lahir di Kuningan 15 Agustus 1951, Pendidikan mulai dari Akademi Penerangan, STP/IISIPJakarta,Program Magister Komunikasi UNPAD dan terakhir lulus Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia tahun 2003. Penah menjadi Direktur Kelembagaan Komunikasi Sosial dan Kepala Pusat Litbang Literasi dan Profesi serta Peneliti Utama di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sekarang aktif mengajar di IISIP Jakarta, Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan Universitas Sahid dan menjadi Kepala Program Magister Komunikasi IISIIP Jakarta. Pernah menulis buku dengan judul (1)Kajian Media, isu ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode, buku referensi, 2015, Penerbit Rajagrafindo Persada (2).Memahami Media Pertunjukan Rakyat untuk Diseminasi Informasi, bagian dari buku.2014. Selain itu sejak tahun 1991/1992 aktif menulis artikel ilmiah baik tinjauan atau hasil penelitian bidang komunikasi dan media, yang dipublikasikan di Jurnal terakreditasi dan tidak terakreditasi nasional dan Internasional yang diantara dapat di akses di https://scholar.google.com/citations?user=Z7SOhwEAAAAJ&hl=en. Kontak email [emailprotected] dan WA 081584200741 Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 595

Pipit Fitriyah. Dilahirkan dari seorang Ibu bernama Samiah, di Kota Indramayu bulan Agustus 1991. Mengenyam Pendidikan di S1 Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma, Depok. S2 Manajemen Komunikasi Bisnis Universitas Gunadarma, Depok. Malanjutkan program Doktoral Ilmu Komunikasi di Universitas Sebelas Maret yang semoga dimudahkan dalam kelulusannya, Aamiin. Dengan hobi membaca dan menulis, berdekatan dengan hal tersebut sehingga memutuskan untuk berkaris di dunia pendidikan, sebagai Dosen di Universitas Gunadrama. Berharap atas usaha dan kerja keras yang selama ini saya lakukan akan mendatangkan kebaikan untuk saya dan orang sekitar, khususnya untuk orang-orang special yang selalu memberikan support. Twitter/Instagram @pifitriyah. Salam Komunikasi Ahmad Fatoni. Dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Eti, pada bulan September hari ke-29 di tahun 1991. Alhamdulillah lulus S1 Ilmu Komunikasi dan S2 Manajemen Komunikasi Bisnis, serta sedang menyelesaikan program Doktor Ekonomi yang semuanya di Universitas Gunadarma. Aktif sebagai pengajar di Universitas Gunadarma, AKMRTV Jakarta dan Universitas Dian Nusantara. Tertarik pada dunia Visual dan Kurator Visual. Sudah menikah dan baru punya 1 anak perempuan. Instagram @fa.tonee. Salam Kenal. :) Inadia Aristyavani S.E., M.I.Kom, MIPR, CPR. E: [emailprotected] / IG: @inadia_ aa. Pengajar tidak tetap pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta dan di beberapa Universitas swasta lainnya. Ia adalah Regulator dan Public Relations (PR) Departement Head PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk “Tugu Insurance” (PERTAMINA Group) dan Chief Komunikasi dan Informasi 596 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Editor Majalah iMAGZ. Pada tahun 2019, terpilih sebagai 50 PR pilihan Majalah PR Indonesia dan berhasil meraih Golden Winner Insan PR Indonesia. Tahun 2020 dinobatkan sebagai 10 PR Persons of the Year pada ajang The Iconomics Awards. Ia telah menerbitkan beberapa buku di antaranya Persuasi Komunikasi dan Kebijakan Publik: Strategi Persuasi yang Efektif Agar Kebijakan Publik Bisa Diterima oleh Publik (Calpulis, 2017) dan PR dan Disrupsi: Apa yang Harus Dilakukan Praktisi PR Menghadapi Perubahan Era Digital (PR Indonesia, 2018), dan disertai dengan beberapa jurnal penelitian lainnya. Besti Rohana Simbolon, lahir pada 24 April 1975, S1 Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara, S2 Ilmu Komunikasi Pascasarjana Universitas Darma Agung. Aktif dalam kegiatan kemasyarakatan di lingkungan. Hobi menulis, menyanyi dan memasak. Pernah mengajar di Universitas Sari Mutiara Indonesia dan memutuskan untuk menjadi pengajar tetap Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Darma Agung sejak tahun 2015. Aktif menulis di Jurnal, proceeding dan mengikuti seminar nasional. Facebook : Besti Rohana Simbolon, Youtube : Rohana Simbolon. Ridwan Setiawan Daradjat. Pria kelahiran Majalengka ini memiliki latar belakang pendidikan program studi D3 Penyiaran yang dilanjutkan S1 program studi Hubungan Masyarakat dan S2 program studi Hubungan Masyarakat di Universitas Padjadjaran. Mengawali karirnya dibidang penyiaran radio bersegmentasi anak muda di Cirebon, sebagai staf Public Relations. Pernah menjadi Staf UPT Humas UNPAD yang mengelola radio streaming universitas. Meski awal karir di bidang penyiaran radio namun profesinya lebih mendalami bidang Public Relations sesuai dengan latar belakang pendidikannya di S1 dan S2. Menulis yang merupakan kewajiban tridarma perguruan tinggi saat ini harus dipenuhi sebagai civitas akademika, juga merupakan kegemaran yang mengisi waktu luang selain berprofesi sebagai dosen di program studi ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Bandung. Sebagai penulis dalam buku kolaborasi dosen-dosen APIK yang berjudul Krisis Komunikasi dalam Pandemi Covid-19, juga jurnal-jurnal nasional yang pernah menerbitkan karya tulisnya Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 597

berkaitan dengan bidang komunikasi dan hubungan masyarakat. Email: [emailprotected] Falimu, Lahir di Luwuk pada tanggal 10 Mei 1977 mengajar di Universitas Muhammadiyah Luwuk pada program studi Ilmu Komunikasi dan diberikan amanah menjadi Wakil Dekan I Bidang Akademik periode 2017-2020. Organisasi yang diikuti Pemuda Muhammadiyah dan Tapak Suci Putra Muhammadiyah alamat tempat tinggal Jl Batu Ceper Kompleks Masjid At-Tauhid Kelurahan Kilongan Permai Kec Luwuk Utara Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Rizaldi Parani. Lahir pada tanggal 26 September 1968. Menamatkan S1 Sosiologi di Universitas Indonesia pada tahun 1993 dan S2 pada bidang Industrial Relations di The University of Sydney tahun 1996 dan terakhir mendapatkan gelar Doktor dalam bidang Komunikasi di The Royal Melbourne Institute of Technology pada tahun 2016. Pernah mengajar di jurusan Sosiologi FISIP-UI dari periode 1997-2004 dan sekarang ini aktif mengajar di program Sarjana dan Pasca Sarjana FISIP- Universitas Pelita Harapan. Selain aktif mengajar juga aktif dalam menulis dan mengikuti seminar nasional maupun internasional. Sebagian dari artikel yang sudah diterbitkan adalah: Community Leaders and Community Relations Practitioners as Agents for Corporate Interests: A Case Study of Indonesian Mining (thesis 2016), Culture and Religion in Community Relations: A case study on mining community in Belitung Island, Indonesia (ICLICE, 2017), Digital Online dan Trust dalam Hubungan antara Tokopedia dengan Pengguna (Jurnal Lontar, 2018), Mempertanyakan Kembali Bhineka Tunggal Ika di Era Post Truth melalui Media Sosial (Jurnal Lontar, 2018) dan Online Radicalization and extreme Islamic Values in Social Relations, Case Study: Use of Social Media in The Indonesia Tanpa Pacaran Movement (presented in ICA 2019, Bali-Nusa Dua). Kun Wazis. Lahir di Pacitan Jawa Timur, 03 Oktober 1974, S1 Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Jember (Unej),, S2 Ilmu Komunikasi Pascasarjana Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya, dan S3 Ilmu Komunikasi Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad) Bandung. Pernah menekuni dunia jurnalistik di media massa cetak Jawa Pos Radar Jember tahun 1999Komunikasi dan Informasi 598 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

2009. Sejak 2009 menjadi pengajar tetap di IAIN Jember dengan mengajar matakuliah Komunikasi Massa pada Fakultas Dakwah dan S2 Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) untuk matakuliah Media Massa dan Isu Kontemporer. Artikel dan karya ilmiah bisa ditelusuri melalui Google: Kun Wazis. Beberapa buku yang ditulis, diantaranya “Media Massa dan Konstruksi Realitas” yang diterbitkan Aditya Media Publishing (Malang, 2012), “Kuasa News Value: Konstruksi dan Aplikasi di Media Massa” diterbitkan STAIN Jember Press, (Jember, 2013), “Solusi Islam Atas Efek Media Massa dan Kejahatan Seksual” STAIN Jember Press (Jember, 2014), “Media Framing Pondok Pesantren” diterbitkan IAIN Jember Press (Jember, 2015), “Jurnalisme Pesantren: Perlawanan Alternatif Kaum Santri Terhadap Hegemoni Media“ diterbitkan IAIN Jember Press (Jember, 2016), dan “Konstruksi Realitas Media Massa” diterbitkan Suluh Media (Yogyakarta, 2018). Media komunikasi alternatif bisa melalui email: [emailprotected], HP. 08123491479, WA. 082144328908 Pundra Rengga Andhita, menyelesaikan S1 ilmu komunikasi, Bidang Kajian Ilmu Jurnalistik dari Universitas Islam Bandung dan S2 Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Kajian Media dari Universitas Padjajaran. Selama kuliah hingga sekarang ia cukup aktif dalam organisasi kemahasiswaan dan kemasyarakatan. Sebelum memutuskan berkarir menjadi pengajar di Universitas Muhammadiyah Surakarta, ia pernah bekerja di salah satu televisi swasta nasional, kontributor daerah pada situs daring pemberitaan nasional dan juga public relations officer di salah satu perguruan tinggi. Pundra juga aktif menulis opini, sejumlah tulisannya pernah dimuat beberapa media massa cetak dan daring, nasional serta lokal. Di sela waktu luang, Ia lebih sering menghabiskan waktu bersama istri dan kedua anaknya. : @pundrarenggaandhita

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 599

Sulvinajayanti. Lahir pada 31 Januari 1988, S1 Sistem Informasi STMIK Dipanegara Makassar, S2 Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin Makassar. Aktif dalam kegiatan organisasi Dipanegara Management Study semasa S1. Sebulan setelah lulus pascasarjana Imu Komunikasi tahun 2014 memutuskan untuk mendaftar CPNS Kementerian Agama dengan formasi Public Relation pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN Parepare) dan mulai mengabdi sejak tahun 2015 pasca pengumuman kelulusan. Aktif menulis beberapa artikel terkait dengan Public Relation https://scholar. google.co.id/citations?user=-nVJNngAAAAJ&hl=id dan buku baik yang ditulis bersama teman maupun sendiri. Diantaranya Buku “Managemen dan Konvergensi Media Penyiaran” diterbitkan oleh Aksara Timur tahun 2018; Buku “Riset Public Relation” diterbitkan oleh Aksara Timur tahun 2019; Buku “Pengasuhan Disiplin Positif Islami” diterbitkan oleh Aksara Timur tahun 2020; dan Book Chapter “Coronalogy: Varian Analisis & Konstruksi Opini” diterbitkan oleh IAIN Parepare Nusantara Press tahun 2020. Bagi pembaca yang tertarik bisa berdiskusi melalui [emailprotected]; IG @sulvinajayanti; 08114210121. Dr. Rama Kertamukti. Doktor Kajian Budaya dan Media (UGM-Mora Scholarship). Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Buku yang ditulis Strategi Kreatif Periklanan, Copywriter Pencetus Ide Iklan, Komunikasi Visual untuk Periklanan, dan Memahami Gen Z melalui Etnografi Virtual. Penghargaan: Most interesting paper AICOSH 2020, Proposal Bidang Ilmu Komunikasi Fishum UIN Sunan Kalijaga 2015, Grant Recipient Kolaboratif Internasional Dan Sabbatical Leave Direktorat Pendidikan Tinggi Islam RI (2014). Editor In Chief Profetik Jurnal Komunikasi, Editor Jurnal ASPIKOM, Ketua Litbang ASIKOPTI, Tim Branding Syariah PTKIN Se-Indonesia, Pengurus P3I Yogyakarta. IG:@kawanrama

Komunikasi dan Informasi 600 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Bono Setyo, M.Si. Dosen pada program studi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Lulus S1 dari UNS Solo dan S2 UNPAD Bandung, saat ini sedang menyelesaikan disertasi S3 di UIN Sunan Kalijaga. Selain aktivitas mengajar juga menjabat sebagai Direktur Center for Communication Studies and Training (COMTC). Di bidang penelitian, pada tahun 2004 memperoleh Hibah Penelitian Kerjasama Perguruan Tinggi (Pekerti), tahun 2005 mendapat Hibah Riset Unggulan Kesejahteraan Kemanusiaan (RUKK) dari kemenristek. Selanjutnya pada tahun 20072008 menjadi reviewer Hibah Dikti untuk riset dosen muda dan kajian wanita. Editor In Chief Profetik Jurnal Komunikasi 2008-2011 dan pengurus pusat ASPIKOM bidang Kerjasama periode 2016-2019. IG:@ eldra_de_bono Dr. Diah Ajeng Purwani, M.Si. Sociopreneur. Doktor Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan. Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga. Trainer Center Teaching and Staff Development CTSD UIN Sunan Kalijaga. Karya Ilmiah yang dihasilkan : Unsur Pemberdayaan Young Social Entrepreneurs di Era Digital, Marketing Mesh in Disruption Era, Understandability and usefulness of news articles in explaining electricity generation from biomass dll. Editor Jurnal Profetik, Ketua Career Development, Pembina Komunitas Public Relations Oriented. IG: @diahajengpurwani Rocky Prasetyo Jati. Aktif sebagai Dosen di Universitas Budi Luhur, Jakarta. Memperoleh gelar tingkat strata satu serta strata dua dari Sekolah Tinggi Multi Media “MMTC” Yogyakarta dan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid Jakarta. Saat ini sedang proses menyelesaikan tugas akhir disertasi di Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Sebelum berkarir Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 601

akademik menjadi tenaga pengajar, sejak tahun 1997 aktif dalam industri penyiaran melalui jaringan radio CPP Radionet, Masima Radionet dan MRA. Fokus bidang kajian yang menjadi spesialisasi adalah media komunitas, media digital dan teknologi komunikasi. Mira Herlina. Lahir Pada 28 Oktober 1979 di Pekanbaru. S1 Universitas Riau Fakultas Fisipol dan S2 Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu Komunikasi. Pengalaman Pekerjaan didunia media TV dan Radio pada tahun 1998 sampai 2014. Sekarang aktif sebagai Dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur. Tertarik dalam menulis bidang Media Massa dan Jurnalism, Sosial Media, Komunikasi Kesehatan dan Komunikasi Kebencanaan, Food Communication menuju kepakaran dibidang Ilmu Komunikasi dan Media Online. Yoyoh Hereyah, dosen Universitas Mercu Buana Jakarta, e-mail Yoyoh. [emailprotected] Indiwan Seto Wahjuwibowo, dosen Universitas Multimedia Nusantara, e-mail [emailprotected] Loina Lalolo Krina Perangin-angin. Lulus tahun 1995 dari Jurusan Ilmu Humas, Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Padjadjaran Bandung, kemudian meneruskan studi pada jenjang pascasarjana Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia mengambil konsentrasi Manajemen Media. Lulus tahun 2004 dengan predikat Cum Laude sekaligus mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi. Saat ini sedang menempuh studi Doktoral di Institute for Media and Communication, Technische Universitat Ilmenau, Germany. Karir sebagai dosen dimulai tahun 1996 sebagai pengajar di Universitas Sahid Jakarta. Tahun 2012 kemudian diminta untuk memperkuat tim pengajar di Communication and PR Department di Swiss German University hingga saat ini. Riset dan keahlian keilmuan di bidang manajemen media, khususnya media sosial dalam kaitannya dengan komunikasi politik. Email [emailprotected]/[emailprotected]

Komunikasi dan Informasi 602 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Dendy Riksandi. Lahir di Bandung 7 November 1997. Saat ini sedang menyelesaikan studi S1 di Fakultas Komunikasi dan Desain Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya (ARS University). Bercita-cita melanjutkan studi S2 di Korea Selatan melalui Beasiswa Korean Government Scholarship Program. Instagram: @dendyrez Dr. Dasrun Hidayat, S.Sos., M.I.Kom. Dekan Fakultas Komunikasi dan Desain (FKD) Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya (ARS University) sejak tahun 2019. Lahir di Sukabanjar, Lampung, 16 November 1978. Menyelesaikan studi doktor Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran. Selama pandemi COVID-19, fokus melakukan penelitian bahkan mendapatkan pengakuan dari Kementerian Riset dan Teknologi DIKTI sebagai salah satu peneliti dan publikasi terbanyak. Sebelumnya, telah melakukan riset terkait public relations dengan pendekatan budaya (PR Budaya) pendekatan baru dalam penelitian pulic relations melalui studi Etnografi Public Relations. Dasrun Hidayat telah menulis 3 buah buku dengan judul Be A Good Communicator, Media Public Relations, Komunikasi Antarpribadi dan Medianya. Instagram: @dasrunhidayat Gayes Mahestu yang biasa di panggil Cece Gayes memantapkan diri menjadi Peneliti di Bidang Sosial, Budaya Digital dan Tradisional (berfokus pada Penghayat Kepercayaan). Menjadi akademisi semenjak tahun 2014, dan saat ini tergabung sebagai dosen tetap di Telkom University (TelU). Saat ini juga sedang menulis buku dan mengembangkan metode pembelajaran kreatif melalui digital. Kepenasarannya terhadap budaya tradisional dan digital membuat kajiannya berfokus pada ranah tersebut.

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 603

Desliana Dwita, lahir di Pekanbaru, 14 Desember 1975. Perempuan yang akrab disapa Dewi ini menyelesaikan pendidikan S1 Hubungan Internasional di Universitas Riau. Saat masih kuliah, ia bergabung menjadi penyiar di Radio Kampus Universitas Riau. Sejak itu ia menemukan passionnya. Segala hal yang berkaitan dengan penyiaran, public speaking, MC, dan menulis menjadi hal yang sangat menarik baginya. Setelah menyelesaikan S1 ia bergabung menjadi jurnalis di salah satu media cetak harian lokal di Pekanbaru sembari tidak meninggalkan passion di dunia broadcasting. Tahun 2003 ia mengikuti kursus TV Announcer di Interstudy Jakarta yang menjadikannya reporter dan presenter pada salah satu stasiun televisi lokal di Batam. Pada tahun 2005 Dewi terpilih menjadi Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia daerah (KPID) Provinsi Kepulauan Riau selama dua periode hingga tahun 2011. Dewi menyelesaikan S2 Magister Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran. Saat ini sedang menempuh pendidikan S3 pada Program Studi Doktor Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran. Dewi merupakan Dosen Tetap pada Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau di Pekanbaru. Telah beberapa kali mendapatkan hibah penelitian dengan spesialisasi bidang kajian komunikasi massa, penyiaran, gender dan kajian media. Untuk berkomunikasi dapat dilakukan melalui media sosial facebook Desliana Dwita, Instagram dewi_alizar, email [emailprotected], atau nomor HP/WA 0821-1504-4676. Ansar Suherman, Staf Pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Buton. Menulis beberapa artikel hasil penelitian di bidang komunikasi. Menjadi reviewer di beberapa jurnal: Jurnal WARTA LPM Universitas Muhammadiyah Surakarta, CHANNEL: Jurnal Komunikasi UAD Yogyakarta, Jurnal Audiens UMY, dan Jurnal Medialog UM Buton. Aktif sebagai Pengurus di Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APIK-PTMA) dan anggota di Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi (ASPIKOM). ID Scopus: 57217045531, Email: ansar. [emailprotected], Instagram: @ansarsuherman, Twitter: @ saya_ansar Komunikasi dan Informasi 604 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Suyono, lahir di Lumajang, Jawa Timur, 54 tahun lalu itu mengawali kariernya sebagai wartawan. Ia mulai bergabung dengan Harian Surabaya Post, tahun 1987. Profesi jurnalis dilakoninya dari awal menjadi penulis lepas di Jember, hingga terakhir menjadi Redaktur Bidang Daerah Jawa Timur dan berkantor di Jalan TAIS Nasution No. 1 Surabaya. Selepas dari Surabaya Post, tahun 2002, Bapak lima orang anak ini, merintis penerbitan media lokal di Jember. Diantaranya, Tabloid Orbit, Tabloid Gerbang (Gerakan Pembangunan), hingga menerbitkan Surat Kabar Minggu (SKM) Jember News dan Visioner. Di tengah kesibukannya mengelola media massa, Cak Yon’s --begitu biasa disapa, tahun 2003 diminta bergabung dengan Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Muhammadiyah Jember, sebagai dosen tamu (praktisi). Keasyikan mengajar di depan kelas itulah, yang “menyeret-nya” menjadi dosen tetap di kampus tersebut. Dan sejak tahun 2014 hingga kini, ia diberi tugas tambahan sebagai Kaprodi Ilmu Komunikasi. Kebiasaan menulis berita, dilampiaskannya dengan menulis buku dan artikel ilmiah. Alamat kontaknya bisa lewat yon. [emailprotected] atau [emailprotected] Deardra Nurriel, adalah mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada angkatan 2017. Selain memfokuskan studinya pada ranah periklanan, Deardra juga berminat dalam menyelami perspektif psikologi dan desain visual. Maka, Deardra juga memiliki pengalaman menjadi ilustrator, desainer grafis, dan kurator di berbagai organisasi lokal. Ia pun mendapat kesempatan untuk memperluas perhatian dan idenya, terutama pada lingkup komunikasi pemasaran, media, dan UI/UX, secara global saat mengikuti Victoria University Exchange Program selama satu semester pada 2019. Deardra dapat dihubungi melalui email [emailprotected] dan akun Instagram @ deardranurriel. Pulung Setiosuci Perbawani, adalah staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi UGM. Sebelum beralih ke karir akademik di tahun 2009, Pulung bekerja sebagai copywriter dan planner di sebuah agensi iklan. Background tersebut berpengaruh kepada pemilihan spesialisasi bidang kajiannya, yaitu branding, perilaku konsumen, dan kajian audiens. Di waktu luangnya, Pulung menekuni fotografi, traveling, memasak, dan mengoleksi buku-buku fiksi. Pulung dapat dihubungi melalui email [emailprotected] dan akun instagram @pulunguci

Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 605

Fadjarini Sulistyowati, lahir pada 4 Maret 1970, S1 Ilmu Komunikasi Universitas Gadjahmada Yogyakarta, S2 Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Saat ini sedang menempuh studi doktoral di Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan Universitas Gadjahmada Yogyakarta. Mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD Yogyakarta. Aktif menulis di jurnal nasional, proceeding dan seminar nasional. Email: [emailprotected]. Agus Hermanto, lulusan D3 Periklanan dari Universitas Gadjah Mada, S1 Ilmu Komunikasi dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, S2 Komunikasi Bisnis dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Sejak lulus D3 tahun 1998 sampai sekarang masih setia mengeluti dunia Komunikasi Pemasaran. Beberapa iklan TV, Program TV, Video Profile, Animasi, dan Film Pendek telah dihasilkan serta beragam program Komunikasi Pemasaran telah dilakukan. Sempat dipercaya membangun repositioning branding “Geospasial Untuk Negeri” untuk Lembaga Spasial di Indonesia dan membangkitkan kembali dari tidurnya brand salah satu produk jelly, nata de coco, dan aloe vera yang cukup dikenal di Indonesia. Pernah gagal dalam membangun agency, PH, dan starup. Saat ini menggeluti pengalaman baru sebagai pengajar di prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta. agushermanto.blogspot.com Aminah Swarnawati, lulusan S1 dalam bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial dari Universitas Indonesia, S2 dalam Ilmu Komunikasi dari Universitas Indonesia, dan S3 dalam bidang Komunikasi Pembangunan dari Institut Pertanian Bogor. Dosen tetap pada Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta dan reviewer di beberapa jurnal ilmiah. Menulis di Jurnal Nasional dan Internasional serta berpartisipasi pada beberapa prosiding Internasional. Lidya Wati Evelina, doktor Komunikasi fokus pada penelitian Digital Communication. Sejak 2009 sebagai Dosen Public Relations di Universitas Bina Nusantara. Selain itu, juga aktif sebagai Pengajar Pranata Humas di Pusdiklat Kominfo dan menjadi editor dan reviewer di Jurnal ISKI, Jurnal BECOSS, Jurnal Humaniora, Jurnal Unsyiah, Jurnal Bricolage, Jurnal Komunikologi, Jurnal Pertanda. Sampai tahun 2020 sudah menghasilkan 4 artikel terindeks scopus H- Index 1 (Scopus ID 56820173800) dan buku Event Organizer Pameran yang cetak ulang 3 kali. Setiap tahun, aktif menulis di berbagai konferensi Nasional dan International dan jurnal. Di organisasi profesi menjabat Komunikasi dan Informasi 606 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

sebagai Sekretaris ASPIKOM korwil Jabodetabek Periode 2019-2021 dan Ketua Bidang Penerbitan dan Publikasi PP Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi. Aktif di media sosial Instagram @lidia.evelina, Facebook Lidia Evelina. Untuk komunikasi lebih lanjut dapat mengirim email ke [emailprotected] Mulharnetti Syas, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta. E-mail [emailprotected] Lalita Hanief. Lahir pada 12 Juli 1987, S1 Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang, S2 Manajemen Komunikasi Universitas Sebelas Maret. Aktif dalam organisasi koran kampus BESTARI semasa kuliah. Hobi membaca dan menulis. Sejak 2008 menjadi pengajar di prodi Ilmu Komunikasi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Memiliki minat pada kajian bidang jurnalistik, periklanan dan film. Aktif sebagai editor di jurnal metacommunication ULM dan jurnal Kajian Jurnalisme UNPAD. Aktif menulis di jurnal, proceeding dan mengikuti konferensi tingkat nasional. Ni Made Ras Amanda Gelgel, memperoleh gelar sarjana dan magister ilmu komunikasi dari Universitas Indonesia. Gelar doktoral diraih pada usia 34 tahun, di Kajian Budaya, Universitas Udayana. Menjadi dosen adalah profesi pilihannya setelah lebih dari 7 tahun berprofesi sebagai jurnalis. Ia menjadi wartawan Istana Kepresidenan pada masa Presiden Megawati hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain mengajar, penelitian yang pernah dilakukannya bekerjasama dengan KPI, KPU Kabupaten/ Kota, Dewan Pers, TVRI dan beberapa Kabupaten/Kota di Bali. Ia kini berfokus pada literasi digital dan jurnalistik di masa new media. Ia tergabung dalam beragam organisasi/ jaringan seperti ISKI, ASPIKOM, APJIKI, JAPELIDI hingga PERHUMAS. Dapat dihubungi melalui [emailprotected] Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 607

Zainuddin Muda Z. Monggilo. Dosen di Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.) diraihnya di Universitas Halu Oleo tahun 2013 dan Master of Arts (M.A.) di Universitas Gadjah Mada tahun 2016. Ia mengampu beberapa mata kuliah pada program studi sarjana reguler, internasional, dan magister seperti dasar jurnalisme, produksi berita, jurnalisme kisah, media and journalism, serta komunikasi dan isu-isu kontemporer. Publikasi terbarunya antara lain Komunikasi Publik Pemerintah Masa COVID-19: Telaah Kritis Sistem Informasi Publik (book chapter, 2020), Analisis Konten Kualitatif Hoaks dan Literasi Digital dalam @Komikfunday (jurnal, 2020), WhatsApp Group and Digital Literacy among Indonesian Women (monograf, 2020), Konteks Indonesia Modul 5: Praktik Pemeriksaan Fakta (book chapter, 2019), Konteks Indonesia Modul 6: Konten Media Sosial untuk Konten Jurnalistik: Verifikasi adalah Kunci (book chapter, 2019). Ia dapat dihubungi melalui [emailprotected]. Sika Nur Indah, lahir di Kota Surakarta atau umum disebut Solo, 18 Maret 1985. Menamatkan studi Sarjana dan Magister pada Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret. Sekarang ini merupakan dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Pengalaman mengajar kali pertama diperoleh saat menjadi dosen di IAIN Salatiga tahun 2018. Sebelum menggeluti dunia akademis, pernah bekerja sebagai wartawan pada media lokal di Kota Solo selama kurang lebih tujuh tahun. Memiliki ketertarikan pada kajian komunikasi, media dan jurnalistik. Informasi lebih lanjut bisa mengkontak email: [emailprotected]; Instagram @sikanurin; Facebook: Sika Nurin. Elok Perwirawati, lahir pada 18 Januari 1987 di Medan. Lulusan S1 Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara dan S2 Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang Program Studi Kebijakan Media. Saat ini berprofesi sebagai pengajar dan menjabat sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi di FISIPOL Universitas Darma Agung Medan. Aktif sebagai anggota ASPIKOM Korwil SUMUT, anggota APJIKI dan sebagai editor di Jurnal Komunikasi: Social Opinion. Selain itu, ia juga aktif menulis di jurnal, proceeding dan mengikuti seminar nasional. Memiliki hobi travelling membuat ibu dua orang anak ini memilih spesialisasi bidang kajian komunikasi pariwisata. Email: [emailprotected], Facebook: Elok Perwirawati, Instagram: @elokpewirawati Komunikasi dan Informasi 608 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

Hadi Purnama, saat ini menjadi dosen Prodi Digital Public Relations di Telkom University (sejak 2012), setelah sebelumnya mengabdi pada SekolahTinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung (1998-2011). Menamatkan studi S1 di jurusan Jurnalistik Fikom Unpad (1990), dan S2 Fikom Unisba (2010), dan saat ini masih menempuh studi S3 di Fikom Unpad. Penulis minat pada kajian Komunikasi Visual, Media Sosial, dan Digital Public Relations. Selain aktif mengampu sejumlah mata kuliah di Tel-U, penulis juga aktif di beberapa organisasi profesi dan kemasyarakatan seperti Aspikom Jawa Barat, ISKI Jawa Barat, dan Mafindo Bandung Raya. Sebagai penulis telah menghasilkan puluhan artikel yang tersebar di media cetak dan daring. Di waktu senggang menyempatkan diri mengasah hobi di bidang desain grafis dan konten untuk media sosial. Untuk interaksi secara daring dapat menghubungi melalui email [emailprotected] atau akun IG (@ hadipm21). Monika Teguh. Monika merupakan seorang dosen yang menekuni bidang ilmu komunikasi, secara spesifik pada lingkup komunikasi strategis. Saat ini Monika aktif berkarya sebagai dosen pada Fakultas Ilmu Komunikasi dan Media Bisnis di Universitas Ciputra Surabaya. Selain mengajar, Monika juga aktif dalam menulis di berbagai jurnal, prosiding, maupun buku bunga rampai. Instagram: @monika_teguh Ni Nyoman Ayu Sari Utami Dewi. Gadis yang akrab disapa Komang ini merupakan mahasiswa tahun pertama program studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Media, Universitas Ciputra. Komang memiliki antusiasme untuk mempelajari tentang praktik-praktik komunikasi maupun keilmuan komunikasi. Komang juga memiliki ketertarikan pada dunia tulis menulis. IG: @komangdewii Erwan Sudiwijaya, adalah dosen komunikasi pemasaran dengan spesialisasi advertising. Pendidikan S1-nya diselesaikan di Komunikasi Massa Universitas Sebelas Maret Surakarta pada 2004. Pada saat bekerja di biro iklan Petakumpet Yogyakarta, ia tertantang untuk mempelajari pengelolaan merek dan membuatnya untuk melanjutkan pendidikan S2 Pemasaran di Fakultas Ekonomika dan Bisnis di Universitas Gadjah Mada dan lulus pada 2008. Kemudian ia menjajal ilmu pengelolaan brand ke Jakarta dan bekerja sebagai copywriter untuk biro iklan Brainsauce, Ripple, Doubletape, DM Pratama dan kembali ke Jogja untuk menjadi strategic planner di Petakumpet. Selama bekerja di advertising agency, ia pun aktif mengikutkan karyanya di Pinasthika Media, Komunikasi dan Informasi di Masa Pandemi Covid-19

| 609

advertising festival dan membuahkan beberapa award. Tawaran mengajar di UMY membuatnya tertantang untuk mendalami teori dan konsep komunikasi pemasaran di S2 Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada yang diselesaikannya pada tahun 2019. Saat ini ia fokus untuk mengajar di konsentrasi advertising dan peneliti untuk tema komunikasi pemasaran digital. Nunik Hariyani, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi dan juga Dekan FISIP Universitas Merdeka Madiun. Lulus S3 Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Penulis memiliki minat tentang Komunikasi Media. Stefanus Bayu Yubillianto, lahir di Jakarta, 15 Januari 1998. Telah menyelesaikan studi Ilmu Komunikasi dengan Program Studi Strategic Communication Universitas Multimedia Nusantara (2020) dengan skripsi berjudul “Representasi Citra Garuda Indonesia pada Masa Covid-19 (Studi Semiotika Roland Barthes pada Unggahan Youtube Garuda Indonesia Periode Maret-April 2020)”. Pengalama berorganisasinya; (1) Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tahun 2019, (2) Crew PRIDE 2017 dan Wakil Koordiantor Divisi PRIDE 2018 (event Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia) Nusantara, (3) Koordinator Divisi Foodsical 2018 (Event mata kuliah Special Event, Program Studi Strategic Communication Universitas Multimedia Nusantara, (4) Menjadi Mentor dalam Program Mentoring Mahasiswa Baru Universitas Multimedia Nusantara tahun 2017-2018 dan 2018-2019. Pengalaman magang; Menjalani Internship dalam divisi Event Organzier di sebuah Production House bernama Broadcast Design Indonesia (BDI). Indiwan Seto Wahjuwibowo, ada!ah dosen, peneliti dan penulis buku Semiotika Komunikasi. Lahir di Tangerang 8 Maret 1966. Masa mudanya diwarnai dengan tugas jurnalistik sebagai wartawan di Kantor Berita Nasional Antara Jakarta (1993-2012), setelah menamatkan S1nya di Komunikasi Universitas Gadjah Mada Jakarta pada (1993). Pendidikan master (2003) dan Doktor Komunikasi (2014) diraihnya dari Universitas Indonesia. Tugas pokoknya sekarang adalah Kepala Pengabdian Kepada Masyarakat (Head Of Community Outreach) dan dosen pengajar Metode Penelitian Komunikasi di kampusnya Universitas Multimedia Nusantara (sebuah unit pendidikan dari Group Kompas Gramedia). Selain mengajar, Indiwan juga menjadi intruktur pusat /Widyaiswara untuk Diklat Pranata Humas Pusdiklat Kementerian Kominfo Jakarta. Komunikasi dan Informasi 610 | Media, di Masa Pandemi Covid-19

MENAKAR KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI TENGAH PANDEMI COVID- - PDFCOFFEE.COM (2025)
Top Articles
Latest Posts
Recommended Articles
Article information

Author: Kieth Sipes

Last Updated:

Views: 6559

Rating: 4.7 / 5 (67 voted)

Reviews: 90% of readers found this page helpful

Author information

Name: Kieth Sipes

Birthday: 2001-04-14

Address: Suite 492 62479 Champlin Loop, South Catrice, MS 57271

Phone: +9663362133320

Job: District Sales Analyst

Hobby: Digital arts, Dance, Ghost hunting, Worldbuilding, Kayaking, Table tennis, 3D printing

Introduction: My name is Kieth Sipes, I am a zany, rich, courageous, powerful, faithful, jolly, excited person who loves writing and wants to share my knowledge and understanding with you.